Indahnya
Wisata Budaya di Kampung Naga
A.
Pengantar
Ø Kata Pengantar
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan judul “Indahnya
Wisata Budaya di Kampung Naga”. Adapun tujuan penulisan tulisan in yaitu guna
memenuhi nilai tuga mata kuliah Pemanduan Wisata Budaya dan juga untuk
mengetahui salah satu destinasi wisata budaya yang sedang berkembang pada saat
ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini tidak akan berjalan baik
tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan kali ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Pemanduan Wisata Budaya yaitu Bpk.
Shobiriennur Rasyid. Penulis juga berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang
terdapat dalam tugas ini dikarenakan keterbatasan penulis, karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan acuan dan bahan
pertimbangan di masa yang akan datang.
Wassalamualaikum, wr, wb
Jakarta, 01 Januari 2016
Penulis
B.
Pembahasan
Ø Deskripsi Destinasi
Kampung naga adalah sebuah kampung adat yang terletak di daerah
Tasikmalaya. Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok
masyarakat yang sangat kuat memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya.
Secara administratif, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak
jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan Kota Tasikmalaya,
yang berada di lembah yang subur. Adapun
Batas wilayahnya adalah:
1. Di sebelah barat adalah hutan keramat yang didalamnya terdapat
makam leluhur masyarakat Kampung Naga
2. Di sebelah selatan sawah-sawah penduduk
3. Disebelah utara dan timur dibatsi oleh sungai Ciwulan yang
sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut Jarak tempuh dari
kota Tasikmalaya ke Kampung Naga sekitar 30 Km, sedangkan dari Kota Garut
jaraknya +26 Km.
Penduduk Kampung Naga semuanya beragama Islam, akan tetapi
sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang
adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya, walaupun mereka
menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang mereka jalankan agak berbeda
dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam
menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang. Misalnya solat
lima waktu: Subuh, Duhur, Ashar, Mahrib, dan salat Isa, hanya dilakukan pada
hari Jumat. Pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima
waktu. Pengajaran mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada
malam Senin dan malam Kamis, sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan
pada malam Jumat. Masyarakat kampung naga masih menjalankan adat-istiadat yang
dikerjakan oleh sang nenek moyang mereka. Sesuatu yang tidak dikerjakan atau
tidak diajarkan oleh leluhur mereka, masyarakat kampung naga menganggapnya
sesuatu yang tabu. Adapun pantangan atau tabu yang lainnya yaitu pada hari
Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat kampung Naga dilarang membicarakan soal
adat-istiadat dan asal-usul kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga sangat
menghormati Eyang Sembah Singaparna yang merupakan cikal bakal masyarakat
Kampung Naga. Sementara itu, di Tasikmalaya ada sebuah tempat yang bernama
Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama tersebut Galunggung,
karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna nama leluhur masyarakat
Kampung Naga.
Sistem kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud
pada kepercayaan bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki batas-batas
tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang
mempunyai batas dengan kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara
pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan
selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat
lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya,
merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah
yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan
dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung
Naga suka menyimpan "sasajen" (sesaji).
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap waktu terwujud pada
kepercayaan mereka akan apa yang disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu
ada bulan atau waktu yang dianggap buruk, pantangan atau tabu untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat penting seperti membangun rumah,
perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang dianggap tabu tersebut
disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan
Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara
karena hal itu bertepatan dengan upacara menyepi. Selain itu perhitungan
menentukan hari baik didasarkan kepada hari-hari naas yang ada dalam setiap
bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
1. Muharam
(Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
2. Sapar
(Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
3. Maulud hari
(Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
4. Silih Mulud
(Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
5. Jumalid Awal
(Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
6. Jumalid
Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
7. Rajab hari
(Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
8. Rewah hari
(Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
9. Puasa/Ramadhan
(Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
10. Syawal
(Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
11. Hapit
(Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
12. Rayagung
(Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tersebut tabu menyelenggarakan
pesta atau upacara-upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara perkawinan boleh
dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi.
Selain perhitungan untuk menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan
seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain,
didasarkan kepada hari-hari naas yang terdapat pada setiap bulannya.
Dalam masalah tempat tinggal, Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga
harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun
nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan
kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan
memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu
dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni.
Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok
atau gedung (gedong).
Rumah masyarakat pun tidak boleh dilengkapi dengan perabotan,
misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu
di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rezeki
yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu
belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari
memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus. Jumlah rumah disana
juga tetap, tidak boleh bertambah lagi ataupun dikurangi. Jadi, jika ada
pasangan yang baru menikah dan ingin tinggal dirumah sendiri namun rumah disana
tidak ada lagi yang kosong, maka pasangan yang baru menikah itu harus keluar
dari kampung terlebih dahulu sampai ada rumah yang kosong baru mereka bisa
kembali lagi tinggal di Kampung Naga. rumah tidak boleh ada kamar mandi maupun
kamar kecil. Rumah hanya terdiri dari dapur, ruang tamu dan ruang tidur juga
ruang tengah. Kalau mau mandi atau buang air dan cuci cuci mereka harus ke area
luar. Disana dibuat beberapa kamar mandi, beberapa bahkan tanpa atap, dan
sebagai penanda bahwa kamar mandi ada orang adalah adanya peralatan mandi dan
handuk ditembok dan pintu tertutup.
Seperti kampung adat lainnya, masyarakat Kampung Naga juga
memiliki aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh
akan keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun
tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat. Sistem
hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni sesuatu
ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak
boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas,
mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip
bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima
akibatnya.
Upacara adat
yang ada di Kampung Naga
Upacara-upacara yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat Kampung
Naga ialah Upacara Menyepi, Upacara Hajat Sasih, dan Upacara Perkawinan.
Menyepi
Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari
selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung
Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun
perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat
waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing
orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga
terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk
menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan
malapetaka.
Hajat Sasih
Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga,
baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud
dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada
leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada
Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga
sebagai umat-Nya.
Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan
tanggal-tanggal sebagai berikut:
-
Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
-
Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
-
Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18
-
Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
-
Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12
Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih
sengaja dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian
waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga
ketentuan adat dan akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis.
Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan
makam. Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa tahap
upacara. Mereka harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai
Ciwulan. Upacara ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka
berwudlu di tempat itu juga kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur
mereka berjalan menuju mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih
dahulu dan masuk kedalam sembari menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah
tangan. Hal itu dilakukan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri,
karena mesjid merupakantempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing
mengambil sapu lidi yang telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu
lidi tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua kampung selesai mandi
kemudian berwudlu dan mengenakan pakaian upacara mereka tidak menuju ke mesjid,
melainkan ke Bumi Ageung. Di Bumi Ageung ini mereka menyiapkan lamareun dan
parukuyan untuk nanti di bawa ke makam. Setelah siap kemudian mereka keluar.
Lebe membawa lamareun dan punduh membawa parukuyan menuju makam. Para peserta
yang berada di dalam mesjid keluar dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh satu
persatu. Mereka berjalan beriringan sambil masing-masing membawa sapu lidi.
Ketika melewati pintu gerbang makam yang di tandai oleh batu besar,
masing-masing peserta menundukan kepala sebagai penghormatan kepada makam Eyang
Singaparna.
Setibanya di makam selain kuncen tidak ada yang masuk ke dalamnya.
Adapun Lebe dan Punduh setelah menyerahkan lamareun dan parakuyan kepada kuncen
kemudian keluar lagi tinggal bersama para peserta upacara yang lain. Kuncen
membakar kemenyan untuk unjuk-unjuk (meminta izin ) kepada Eyang Singaparna. Ia
melakukan unjuk-unjuk sambil menghadap kesebelah barat, kearah makam. Arah
barat artinya menunjuk ke arah kiblat. Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk,
kemudian ia mempersilahkan para peserta memulai membersihkan makam keramat
bersama-sama. Setelah membersihkan makam, kuncen dan para peserta duduk bersila
mengelilingi makam. Masing-masing berdoa dalam hati untukmemohon keselamatan,
kesejahteraan, dan kehendak masing-masing peserta. Setelah itu kuncen
mempersilakan Lebe untuk memimpin pembacaan ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri
dengan doa bersama.
Selesai berdoa, para peserta secara bergiliran bersalaman dengan
kuncen. Mereka menghampiri kuncen dengan cara berjalan ngengsod. Setelah
bersalaman para peserta keluar dari makam, diikuti oleh punduh, lebe dan
kuncen. Parukuyan dan sapu lidi disimpan di "para" mesjid. Sebelum
disimpan sapu lidi tersebut dicuci oleh masing-masing peserta upacara di sungai
Ciwulan, sedangkan lemareun disimpan diBumi Ageung.
Acara selnjutnya diadakan di mesjid. Setelah para peserta upacara
masuk dan duduk di dalam mesjid, kemudian datanglah seorang wanita yang disebut
patunggon sambil membawa air di dalam kendi, kemudian memberikannya kepada
kuncen. Wanita lain datang membawa nasi tumpeng dan meletakannya
ditengah-tengah. Setelah wanita tersebut keluar, barulah kuncen berkumur-kumur
dengan air kendi dan membakar dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul
sebagai pembukaan. Selanjutnya lebe membacakan doanya setelah ia berkumur-kumur
terlebih dahulu dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan
ucapan amin dan pembacaan Al-fatihah. Maka berakhirlah pesta upacara Hajat
Sasih tersebut. Usai upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng
bersama-sama. Nasi tumpeng ini ada yang langsung dimakan di mesjid, ada pula
yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bersama keluarga mereka.
Perkawinan
Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara
yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara
tersebut adalah sebagai berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak telur),
buka pintu, ngariung (berkumpul), ngamparmunjungan. (berhamparan), dan diakhiri
dengan Upacara sawer dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin dibawa
ketempat panyaweran, tepat di muka pintu. mereka dipayungi dan tukang sawer
berdiri di hadapan kedua pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul,
dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. ketika melantunkan syair sawer,
penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke
arah pengantin. Anak-anak yang bergerombol di belakang pengantin saling berebut
memungut uang sawer. isi syair sawer berupa nasihat kepada pasangan pengantin
baru.
Usai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog. endog
(telur) disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian
mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah
itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki
berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam upacara buka
pintu terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh
masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka mempelai
laki-laki mengucapkan salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang kemudian dijawab
oleh mempelai perempuan 'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.' setelah tanya jawab selesai
pintu pun dibuka dan selesailah upacara buka pintu.
Setelah upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkan dengan
upacara ngampar, dan munjungan. Ketiga upacara terakhir ini hanya ada di
masyarakat Kampung Naga. Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri
oleh orang tua kedua mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Adapun kedua
mempelai duduk berhadapan, setelah semua peserta hadir, kasur yang akan dipakai
pengantin diletakan di depan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata pembukaan
dilanjutkan dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan. Kasur kemudian di
angkat oleh beberapa orang tepat diatas asap kemenyan.
Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara munjungan. kedua
mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat
dekat, dan kuncen.
Akhirnya selesailah rangkaian upacara perkawinan di atas. Sebagai
ungkapan rasa terima kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan makanan
kepada mereka. Masing-masing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan
lauk pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, rengginang, dan pisang.
Beberapa hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung
kepada saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak
perempuan. Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka
selama acara perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua
mempelai membawa nasi dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua
mempelai berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan
hadiah seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.
Ø Aksesibilitas
Untuk mencapai lokasi Kampung Naga tidak terlalu sulit karena
letaknya yang masih dekat dengan jalan raya. Jika menggunakan kendaraan
pribadi, dari Jakarta ke Kampung Naga rutenya adalah Tol Jakarta - Cikampek
-> Tol Purbaleunyi -> Gerbang Tol Cileunyi -> Nagreg -> arah Garut
Kota -> Cilawu -> Lokasi Kampung Naga.
Dari Bandung ke Kampung Naga rutenya adalah Cileunyi ->
Rancaekek -> Nagreg > - Leles dan Garut Kota -> Cilawu -> Lokasi
Kampung Naga.
Jika menggunakan kendaraan umum rutenya yaitu, dari Jakarta naik
bus jurusan Kampung Rambutan - Garut - Singaparna turunkan di Lokasi Kampung
Naga. Dari Bandung menggunakan bus Diana Prima di Terminal Cicaheum jurusan
Bandung - Garut - Tasikmalaya (singaparna), lalu berhenti di Kampung Naga.
pemandangan saat menuruni 400 anak tangga |
Jika sudah sampai di wilayah Kampung Naga, kita masih harus
menuruni ±400 anak tangga untuk menuju perkampungan Kampung Naga tersebut.
Menuruni 400 anak tangga memang sangat melelahkan, namun semua kelelahan itu
terbayarkan dengan pemandangan yang sangat indah yang mengelilingi perkampungan
tersebut.
Ø Akomodasi
Akomodasi yang tersedia di Kampung Naga jika kita ingin menginap
yaitu hanya homestay rumah penduduk yang tersedia disana.
Ø Restorasi
Untuk makanan, dibawah kamr mandi terdapat kolam ikan, jika kita
ingin memasak ikan maka kita tinggal ambil saja ikan yang ada di kolam
tersebut. Di Kampung Naga juga terdapat makanan khas yaitu leumeng singkong,
leumeng talas dan juga colenak pisang. Disana juga masyarakat menanam sendiri
bahan –bahan bumbu dapur sehingga jika ingin memasak, masyarakat tinggal
memetik saja. Bila ada wisatawan yang ingin menginap di Kampung Naga, kita
membayar untuk homestay dan biasanya sudah termasuk dimasaki oleh yang punya
rumah untuk makan selama di Kampung Naga.
Ø Souvenir
Masyarakat Kampung Naga memiliki pekerjaan sampingan selain
berladang dan bertani yaitu membuat kerajinan tangan yang nantinya akan dijual
ke wisatawan. Kerajinan tangan tersebut berupa tas yang terbuat dari anyaman,
ikat kepala, gantungan kunci, hingga taplak meja. Benda-benda tersebut lah yang
dijadikan souvenir atau oleh-oleh bagi wisatawan.
C.
Penutup
Ø Kesimpulan
Kampung
Naga merupakan perkampungan adat yang masih terjaga tradisinya sejak ratusan
tahun tahun lalu. Walaupun sempat di porak-porandakan oleh DI/TII pada masa
itu, tetapi masyarakat sekitar masih bisa membangun dan menjaganya seperti
sedia kala kembali. Kampung Naga pada saat ini dijadikan salah satu destinasi
objek wisata budaya. Wisatawan yang datang pun tidak hanya wisatawan lokal,
tetapi juga wisatawan mancanegara. Saat ini banyak program tour ke Kampung Naga
untuk tinggal beberapa hari disana dan mengikuti tata cara hidup masyarakat
disana sambil mempelajarinya.
Daftar
Pustaka
No comments:
Post a Comment