Tema:
Pariwisata Sejarah dan Budaya Indonesia
“Mengenal Suku Gayo Lebih Dalam”
Hello
I’m back! Jangan bosan sama tulisan-tulisan saya yaaa hihi...
Oke dalam pembahasan
kali ini saya akan membahas sedikit kehidupan tentang Suku Gayo, yang hidup di
Provinsi Aceh bagian tengah.
Indonesia Ethnic Groups Map Sumber: id.wikipedia.org |
Pendahuluan
Suku
bangsa di Indonesia berjumlah lebih dari 100 suku bangsa. Wilayah Indonesia
yang luas mempengaruhi tingginya keanekaragaman bangsa Indonesia. Keragaman suku
bangsa akan menentukan keragaman budaya bangsa Indonesia. Meskipun budaya
bangsa kita sangat beraneka ragam, tetapi tetap satu bangsa, yaitu bangsa
Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhineka
Tunggal Ika”, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhineka Tunggal Ika
mengandung makna meskipun berbeda suku, budaya, agama, dan bahasa daerah,
tetapi tetap satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Kalimat Bhineka Tunggal Ika
diambil dari kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular seorang pujangga
dari Kerajaan Majapahit. Kalimat selengkapnya berbunyi “Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrwa”.
Ciri suku bangsa Indonesia adalah memiliki kesamaan kebudayaan, bahasa, adat istiadat, dan kesamaan
nenek moyang. Ciri-ciri mendasar yang membedakan suku bangsa satu dengan
lainnya, antara lain bahasa daerah, adat istiadat, sistem kekerabatan, kesenian
daerah, dan tempat asal. Keberagaman bangsa Indonesia,
terutama terbentuk oleh jumlah suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia
sangat banyak dan tersebar di mana-mana. Setiap suku bangsa mempunyai ciri atau
karakter tersendiri, baik dalam aspek sosial maupun budaya. Menurut penelitian
Badan Pusat Statistik yang dilaksanakan tahun 2010, di Indonesia terdapat 1.128
suku bangsa. Antar suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai perbedaan dan
itulah yang membentuk keanekaragaman di Indonesia. Kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia sangat beragam. Kehidupan
sosial itu dibentuk oleh kehidupan sosial budaya di berbagai daerah di seluruh
Indonesia. Suatu daerah dengan daerah lainnya memiliki berbagai perbedaan dalam
kehidupan sosial budaya. Kehidupan sosial budaya di suatu daerah dipengaruhi
berbagai faktor. Faktor lingkungan mempengaruhi kehidupan sosial budaya
masyarakat di daerah tersebut.
Masyarakat
yang tinggal di daerah pegunungan akan lebih banyak menggantungkan kehidupannya
dari pertanian. Oleh karena itu, akan berkembang kehidupan sosial budaya
masyarakat petani. Sementara itu, daerah pantai akan memengaruhi masyarakatnya
untuk memiliki mata pencarian sebagai nelayan dan berkembanglah kehidupan
sosial masyarakat nelayan. Keragaman bangsa Indonesia tampak pula dalam seni
sebagai hasil kebudayaan daerah di Indonesia, misalnya dalam bentuk tarian dan nyanyian. Hampir semua daerah atau suku bangsa mempunyai tarian dan nyanyian yang
berbeda. Begitu juga dalam hasil karya, setiap daerah mempunyai hasil karya
yang berbeda dan menjadi ciri khas daerahnya masing-masing.
Suku Gayo Sumber: id.wikipedia.org |
Pembahasan
Suku Gayo atau "urang gayo" adalah sebuah suku
bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi Aceh bagian tengah, Populasinya berjumlah
kurang lebih 600.000 jiwa. Orang Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah dan Bener
Mariah (sekitar 30
- 45%) dan Gayo Loues (sekitar 50 -
70%) dan sebagian wilayah Aceh
tenggara dan 3 Kecamatan di Aceh
Timur yaitu Serbejadi, Peunaron, dan Simpang Jernih. Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya
dan mereka menggunakan Bahasa
Gayo dalam
percakapan sehari-hari mereka.
Pada abad ke-11,
Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan
Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dar Kesultanan perlak. Informasi ini
diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik
Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya
pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda. Raja Linge I, disebutkan mempunyai 4
orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang
lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Johan Syah) dan Meurah Lingga
(Malamsyah). Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di
sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh
Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang
dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti Kesultanan Lamuri di
atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo,
yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke
daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Gaya di Pasai. Meurah Mege sendiri
dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah.
Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk. Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan
tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya
Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.
Sumber: http://gayonusantara.blogspot.co.id/ |
Dinasti Lingga
1.
Adi Genali Raja Linge I di gayo
a. Raja Sebayak Lingga di Tanah Karo. Menjadi Raja Karo
b. Raja Meurah Johan (pendiri Kesultanan Lamuri)
c. Meurah Silu anak dari Meurah Sinabung (pendiri Kesultanan Samudera Pasai),
dan
2.
Raja Linge II alias Marah Lingga di Gayo
3.
Raja Lingga III-XII di Gayo
4.
Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb
Kesultanan Aceh. Pada tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru di Malaysia
yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat
menjadi kabinet di kerajaan baru tersebut. Keturunannya mendirikan Kesultanan
Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau
(Indonesia), Temasek (Singapura) dan sedikit wilayah Malaysia.
Raja-raja di Sebayak Lingga Karo tidak terdokumentasi. Pada era Belanda
kembali diangkat raja-rajanya tapi hanya dua era
1.
Raja Sendi Sibayak Lingga (pilihan
Belanda)
2.
Raja Kalilong Sibayak Lingga
A. Bahasa
Bahasa
Gayo adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari
oleh masyarakat Suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah. Bahasa Gayo ini mempunyai
keterkaitan dengan bahasa Suku Batak
Karo di Sumatera Utara. Bahasa Gayo digunakan dan terkonsentrasi diKabupaten
Aceh Tengah, Bener
Meriah, Gayo
Lues, sebagian wilayah Aceh Tenggara, dan Kecamatan Serba Jadi di Kabupaten Aceh Timur. Ketiga daerah ini merupakan wilayah inti Suku Gayo.
Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut "Northwest
Sumatra-Barrier Islands" dari rumpun bahasa Austronesia. Pengaruh dari
luar yaitu bahasa di luar Bahasa Gayo turut mempengaruhi variasi dialek
tersebut. Bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan bahasa Gayo
yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, Linge dan Gayo Lues. Hal tersebut disebabkan
karena pengaruh bahasa Aceh yang lebih dominan di Aceh Timur. Begitu juga
halnya dengan Gayo Kalul, di Aceh Tamiang, sedikit banyak terdapat pengaruh
Melayu karena lebih dekat ke Sumatera Utara. Kemudian, Gayo Lues lebih
dipengaruhi oleh bahasa Alas dan bahasa Karo karena interaksi yang lebih banyak
dengan kedua suku tersebut lebih-lebih komunitas Gayo yang ada di kabupaten
Aceh Tenggara. Dialek pada suku Gayo, menurut M.J. Melalatoa, dialek Gayo Lut
terdiri dari sub- dialek Gayo Lut dan Deret; sedangkan Bukit dan Cik merupakan
sub-subdialek. Demikian pula dengan dialek Gayo Lues terdiri dari sub-dialek
Gayo Lues dan Serbejadi. Sub-dialek Serbejadi sendiri meliputi sub-sub dialek
Serbejadi dan Lukup (1981:53). Sementara Baihaqi Ak., dkk menyebut jumlah
dialek bahasa Gayo sesuai dengan persebaran suku Gayo tadi (Gayo Lut, Deret,
Gayo Lues, Lokop/Serbejadi dan Kalul). Namun demikian, dialek Gayo Lues, Gayo
Lut, Gayo Lukup/Serbejadi dan Gayo Deret dapat dikatakan sama atau amat
berdekatan. Di Gayo Lut sendiri terdapat dua dialek yang disana dinamakan
dialek Bukit dan Cik (1981:1). Dalam bahasa Gayo, (memanggil seseorang) dengan
panggilan yang berbeda, untuk menunjukan tata krama, sopan santun dan rasa
hormat. Pemakaian ko dan kam, yang keduanya berarti kamu (anda) Panggilan ko
biasa digunakan dari orang tua dan/atau lebih tua kepada yang lebih muda. Kata
kam sendiri lebih sopan dibandingkan dengan ko. Bahasa Gayo Lut dinilai lebih
sopan dan halus dibandingkan dengan bahasa Gayo lainnya.
B. Marga
Walaupun sebagian
besar masyarakat suku Gayo tidak mencantumkan nama marganya, tetapi sebagian
kecil masih ada yang menabalkan atau mencantumkan nama marga-marganya, terutama
yang bermukim di wilayah Bebesen.Sebenarnya marga itu hanya untuk mengetahui
asal/Garis keturunan Individu itu sendiri, makanya di suku gayo marga tidak
terlalu di pentingkan Berikut daftar marga-marga pada suku Gayo:
§
Ariga
§
Cibero
§
Linge
§
Melala
§
Munte
§
Tebe
§
Alga
C.
Kehidupan Sosial
Masyarakat
Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong.
Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik.
Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman,
yang dipimpin oleh mukim.
Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari reje (raja), petue (petua), imem (imam), dan rayat (rakyat). Pada masa sekarang
beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur
kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik pandai yang
mewakili rakyat. Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan). Anggota-anggota suatu belah merasa
berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan mengembangkan
hubungan tetap dalam berbagai upacara adat.
Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal.
Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah
nikah yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap). Kelompok kekerabatan
terkecil disebut sara ine (keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga
inti disebut sara dapur. Pada
masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang,
sehingga disebut sara umah.
Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satubelah (klan). Pada masa sekarang banyak keluarga
inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama mengembangkan mata
pencaharian bertani di sawah dan beternak, dengan adat istiadat
mata pencaharian yang rumit. Selain itu ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan, dan meramu hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan
membuat keramik, menganyam, dan
menenun. Kini mata pencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman Kopi Gayo. Kerajinan membuat keramik dan
anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai
salah satu daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan
lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat
sulaman kerawang dengan motif yang khas.
Sumber: http://gayonusantara.blogspot.co.id/ |
D.
Seni Budaya
Suatu
unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan
masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan
bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi,
bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan,
sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial
masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari
Guel, tari Munalu, Sebuku
/Pepongoten (seni meratap dalam
bentuk prosa), guru didong, dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat). Dalam
seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai
budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin,
kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu). Pengalaman nilai
budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang
mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel). Nilai-nilai
ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi,
kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah
agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.
E.
Seni dan Tarian
§
Didong, adalah
sebuah kesenian rakyat Gayo
yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Kesenian ini diperkenalkan pertama
kali oleh Abdul Kadir To`et. Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakatTakengon dan Bener Meriah.
Tari Saman Sumber: news.viva.co.id |
§ Tari Saman, sebuah tarian suku Gayo (Gayo Lues)
yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam
adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan
bahasa Arab dan bahasa
Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk
merayakan kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman
di Aceh didirikan dan dikembangkan
oleh Syekh Saman, seorang ulama
yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.Tari Saman ditetapkan UNESCO sebagai Daftar
Representatif Budaya Tak benda
Warisan Manusia dalam Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah
untuk Pelindungan Warisan BudayaTak benda UNESCO di Bali, 24 November 2011.
Tari Bines Sumber: sejutapesonadariborneo.blogspot.com |
§ Tari Bines, merupakan
tarian tradisional yang berasal dari kabupaten Gayo Lues. Tarian ini muncul dan
berkembang di Aceh Tengah namun kemudian dibawa ke Aceh Timur. Menurut sejarah
tarian ini diperkenalkan oleh seorang ulama bernama Syech Saman dalam rangka
berdakwah. Tari ini ditarikan oleh para wanita dengan cara duduk berjajar
sambil menyanyikan syair yang berisikan dakwah atau informasi pembangunan. Para
penari melakukan gerakan dengan perlahan kemudian berangsur-angsur menjadi
cepat dan akhirnya berhenti seketika secara serentak. Tari ini juga merupakan
bagian dari Tari Saman saat penampilannya. Hal yang menarik dari tari Bines
adalah beberapa saat mereka diberi uang oleh pemuda dari desa undangan dengan menaruhnya
diatas kepala perempuan yang menari.
Tari Guel Sumber: log.viva.co.id |
§ Tari Guel, adalah
salah satu khasanah Budaya Gayo di NAD. Guel berarti membunyikan. Khususnya di
daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para
peneliti dan Koreografer tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dia
merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.
Dalam perkembangannya, tari Guel timbul tenggelam, namun Guel menjadi tari
tradisi terutama dalam upacara adat tertentu. Guel sepenuhnya apresiasi terhadap
wujud alam, lingkkungan kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan
hentakan irama. Tari ini adalah media informatif. Kekompakan dalam padu padan
antara seni satra, musik/suara, gerak memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi)
sesuai dengan semangat zaman, dan perubahan pola pikir masyarakat setempat.
Guel tentu punya filosofi berdasarkan sejarah kelahirannya.
F.
Makanan Khas
§
Masam Jaeng, masakan yang tidak asing di telinga dan lidah orang gayo maupun
pendatang yang telah merasakan betapa dahsyatnya cita rasa masakan ini. Masakan
khas gayo ini adalah masakan yang merupakan gabungan beberapa sayuran seperti
kentang, labu siam (buah jepang-gayo), kacang koro, jamur, dan lain-lain
tergantung selera penikmat masakan ini. Ada sebagian penikmat masakan ini
menjadikan ikan yang dimasam jeing seperti ikan jaher (mujahir/nila), ikan
bawal, dan bandang. Bumbu yang digunakan inilah yang membuat masakan ini
semakin terasa selain cabe merah, bawang merah, kunyit, garam dan terasi ada
empan (tanaman hutan yang saat ini tengah dibudidayakan yang jika dimakan akan
terasa kebas di lidah), gegarang (tanaman yang menjadi tanaman wajib setiap
rumah orang gayo, tumbuhan yang hidup seperti rumput dan jika dicium punya bau
tersendiri) dan terong padul (tomat cherry) tanpa lupa diberi percikan air
jeruk sayur (bukan jeruk lemon atau nipis karena akan menghilangkan cita
rasanya).
§
Gutel, makanan yang terbuat dari
gabungan tepung beras, kelapa parut dan garam ini sering menjadi kiasan dalam
tutur dan bahasa gayo yang dikarenakan makanan ini bertekstur kaku atau padat
(del_gayo) seperti “gutel del lepat tuli”. Dulunya jika membuat gutel tepung
beras yang akan dipakai di tumbuk (tutu-gayo) didalam lusung kemudian diayak
dengan cara di tenting (pemisahan tepung yang halus dengan kasar menggunakan
niyu/tampah).Pembuatan gutel ini tidak
begitu sulit, tepung beras yang telah di campur dengan kelapa parut dan garam
kemudian dikepal-kepal ( kemul-gayo) yang kemudian dua buah gutel yang sudah di
kepal di satukan dengan di ikat menggunakan daun pandan dalam istilah gayo
gutel seperti ini disebut gutel ” sara upuh kerung roa” atau sebagian masyarakat
ada yang membungkus dengan menggunakan daun pisang, ni semua tergantung selera
seperti apa.Gutel sangat enak jika
dinikmati di pagi hari atau sore hari dengan dikawani secangkir kopi khas gayo.
§
Lepat, makanan yang satu ini ada
yang terbuat dari tepung ketan (pulut), labu tanah (petukel_gayo) dan ada yang
berbahan dari singkong (gadung-gayo). Yang sering dibuat oleh masyarakat gayo
jika menjelang bulan ramadhan, lebaran idhul fitri dan idhul adha ialah lepat
yang berbahan tepung ketan, karena kebiasaan masyarakat gayo jika menjelang
bulan ramadhan atau pun lebaran setiap rumah saling bergantian dan tukar
menukar lepat yang telah dibuatnya, dan ini merupakan kebiasaan yang telah lama
ada.Lepat yang terbuat dari tepung ketan, tepung ketan yang akan
di pakai terlebih dahulu diaduk menjadi satu dengan menggunakan air gula aren
yang telah dimasak dan kebiasaan orang dulunya tepung ketan itu di aduk
menggunakan manesen (air aren yang diambil dan langsung dimasak), sehingga
nantinya hasil adukan tepung ketannya akan berwarna coklat. Lepat hampir sama
dengan timpan aceh sama-sama dibungkus dengan mengunakan daun pisang yang
membedakannya ukuran lepat lebih besar dari timpan aceh, daun pisang yang
digunakan tidak harus daun mudanya serta inti atau dalaman lepat berisi kelapa
yang diparut yang terlebih dahulu dimasak dengan menggunakan gula aren atau
gula pasir biasa.
§
Cecah, makanan/masakan
ini dijadikan pelengkap saat makan dengan sayur yang di rebus seperti pujuk
jepang, daun ubi, dan lain-lain. Cecah bisa meningkatkan selera makan, di gayo
ada cecah yang di makan dengan sayur rebus biasanya cecah trong agur (terong
belanda), cecah trong padul (tomat cherry) dibuat tanpa proses dimasak.
§
Gegerip, makanan yang satu ini sudah
jarang ada dan dibuat atau dijual oleh masyarakat gayo yang dikarenakan
jarangnya peminat makanan ini mungkin dikarenakan tekstur makanan ini yang
sangat keras dan alot (liet-gayo).Gegerip
terbuat dari nasi yang dijemur dan dikeringkan yang kemudian dicampur dengan
gula merah baru dionseng-onseng sebentar.
§
Brahrum, di aceh makanan ini dikenal
dengan sebutan bohruhrum atau di pulau jawa makanan ini disebut onde-onde, tapi
di gayo makanan ini dikenal dengan sebutan brahrum. Makanan yang terbuat dari
tepung ketan ini di bentuk menjadi bulat yang kemudia tengahnya diisi potongan
gula aren (gula tampang- gayo) dan kemudian direbus di air mendidih jika sudah
terapung berarti makanan ini telah masak yang kemudian di lumuri dengan parutan
kelapa.
§
Apam, makanan yang mungkin di
seluruh pelosok indonesia mengenalnya dengan sebutan serabi, di gayo serabi
dikenal dengan sebuatan apam dan biasanya dimakan dengan menggunakan santan
yang telah dimasak dan dicampurka gula biar terasa manis.
Pakaian Adat Gayo Sumber: lintasgayo.co |
G.
Pakaian Adat Gayo
Busana Adat Gayo
Pada
masa silam orang Gayo pernah mengenal bahasan busana dari kulit
kayu nanit, hasil tenunan sendiri dari bahan kapas, dan bahan kain yang
didatangkan dari luar daerah Gayo. Periode pemakaian nanit sudah jauh dari
ingatan orang sekarang, yang konon dipakai pada masa-masa sulit pada zaman
kolonial Belanda atau masa sebelumnya. Kegiatan bertenun pun sudah lama tak
tampak dalam kehidupan mereka, kecuali pada masa pendudukan balatentara Jepang
di mana kehidupan serba sulit. Busana yang diperkenalkan di sini dibatasi pada busana
sub kelompok Gayo Lut yang berdiam di Kabupaten
Aceh Tengah dan Bener Meriah. Uraian tentang busana atau
pakaian ini termasuk unsur perhiasan atau assesorisnya yang dikenakan dalam
rangka upacara perkawinan, karena di luar upacara itu tidak tampak . adanya
ciri busana khas Gayo, lebih-lebih pada zaman masa belakangan ini.
Unsur-unsur
pakaian pengantin wanita adalah baju, kain sarung pawak, dan ikat pinggang
ketawak. Unsur-unsur perhiasan adalah mahkota sunting, sanggul sempol gampang,
cemara, lelayang yang menggantung di bawah sanggul, ilung-ilung, anting-anting
subang gener clan subang ilang, yang semuanya itu ada di seputar kepala. Di
bagian leher tergantung kalung tangang terbuat dari perak atau uang perak
tangang ringit dan tangang birah-mani; clan belgong yang merupakan untaian
manik-manik. Kedua lengan sampai ujung jari dihiasi dengan bermacam-macam
gelang seperti ikel, gelang iok, gelang puntu, gelang berapit, gelang bulet,
gelang beramur, topong, dan beberapa macam cincin sensim belah keramil, sensim
genta, sensim patah paku, sensim belilit, sensim keselan, sensim ku I. Bagian
pinggang selain ikat pinggang dari kain ketawak, masih ada tali pinggang berupa
rantai genit rante; clan di bagian pergelangan kaki ada gelang kaki. Unsur
busana lain yang sangat penting adalah upuh ulen-ulen selendang dengan ukuran
relatif lebar.
Busana Gayo
Berbagai gaya sulaman pada baju lengan pendek gaya Gayo.
Umumnya baju seperti ini dikenakan oleh anak-anak wanita atau pria. Ukiran Pada
Pada Baju Adat Gayo dinamakan dengan Kerawang. Kerawang atau sering disebut "Kerawang
Gayo" (Penuturan dalam Bahasa Gayo) Adalah Busana Adat Gayo yang Biasanya dipakai saat
melangsungkan acara Resepsi Pernikahan, acara tarian adat dan budaya secara
turun-temurun. Kerawang Itu Sendiri Merupakan hasil cipta karsa dari manusia
yang menjadi nilai estetika dalam prilaku kehidupan yang kemudian menjadi budaya.
Sedangkan budaya itu sendiri adalah hasil refleksi manusia dengan alam.
Busana Pengantin Gayo
Busana
adat perkawinan Gayo, mengetengahkan kekayaan teknik sulaman benang warna
putih, merah, kuning dan hijau. Pakaian pria dikenal dengan sebutan baju Aman
mayak, pakaian wanita disebut Ineun mayak. Pengantin pria mengenakan bulang
pengkah, yang sekaligus berfungsi tempat menancapkan sunting. Unsur lain adalah
baju putih, tangang, untaian gelang pada lengan, cincin, kain sarung, genit
rante, celana, ponok yakni semacam keris yang diselipkan di pinggang. Sanggul
sempol gampang dengan bentuk tertentu sempol gampang bulet dipakai pada saat
akad nikah, dan ada bentuk lain sempol gampang kemang yang dipakai selama 10
hari setelah akad nikah. Sunting yang semacam mahkota itu merupakan susunan
perca kertas minyak warna-warni sebagai simbol kebesaran atau keanggunan. Baju
pria dan wanita clan celana pria biasanya berwarna hitam. Sedangkan kain sarung
adalah semacam songket yang disebut upuh kerung bakasap. Unsur pakaian yang
diberi hiasan adalah upuh ulen-ulen, baju wanita baju kerawang, clan ketawak.
Motif-motif
hiasan yang selalu muncul pada ketiga unsur pakaian ini adalah: mun berangkat
atau mun beriring (awan berarak), pucuk rebung (pucuk rebung), puter tali
(pilin berganda), peger (pagar), matan lo (matahari), Wen (bulan). Motif mun
berangkat merupakan simbol kesatuan atau kesepakatan; pucuk rebung bermakna
ikatan yang teguh; puter tali bermakna kerukunan atau saling tenggang; peger
bermakna ketahanan clan ketertiban; matan lo dan ulen adalah kekuatan yang
menyinari alam semesta termasuk manusia itu sendiri. Motif-motif di atas
dijahitkan dengan benang berwarna putih, merah, kuning, dan hijau pada latar
warna hitam pada selendang upuh ulen-ulen. Kecuali motif matahari clan bulan,
motif-motif lainnya dituangkan pula pada baju wanita dengan latar hitam. Motif
pada stagen ketawak berlatar kain warna merah muda atau merah bata. Belakangan
latar kain tempat menuangkan motif tadi menjadi sangat bervariasi, tergantung
pada selera penjahitnya, misalnya biru, kuning, merah, coklat clan lain-lain.
Unsur pakaian itu bukan lagi untuk suatu upacara adat seperti perkawinan,
tetapi dipakai dalam upacara yang bersifat resmi lainnya. Perkembangan ini ada
kecenderungan sebagai memperkuat identitas atau kebanggaan etnik. Pakaian
semacam itu dipakai para pejabat dalam menerima tamu terhormat yang datang dari
luar daerah, misalnya menteri. Tamu terhormat itu pun disambut penari yang
menggunakan "baju adat" baju ketawang dengan berselimut upuh ulen-ulen
tadi. Biasanya tamu terhormat atau tamu - agung itu diselimutkan pula dengan
kain adat upuh ulen-ulen berkualitas terbaik. Pemberian ini sebagai simbol rasa
hormat yang tinggi sekaligus sebagai ungkapan penerimaan yang ikhlas dari
masyarakat.
Penutup
Suku
Gayo merupakan “Suku tertua” di Provinsi Aceh. Suku ini mendiami wilayah
dataran tinggi Gayo atau disebut juga Tanoh Gayo. Persebaran masyarakat Suku
Gayo Mencakup kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo
Lues dan juga mendiami beberapa desa di Kabupaten Aceh Tenggara , Kabupaten
Aceh Tamiang, Kecamatan Beutong Kabupaten Nagan Raya serta di Kecamatan Serba
Jadi di Kabupaten Aceh Timur. Suku Gayo terdiri dari tiga kelompok yaitu
Masyarakat Gayo laut yang mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah, Gayo
Lues yang mendiami daerah Gayo Lues dan Aceh Tenggara serta Gayo Blang yang
mendiami sebagian kecamatan di Aceh Tamiang. Populasi masyarakat Gayo berjumlah
kurang lebih 85.000 jiwa.
Suku
Gayo suku tergolong ke dalam ras Proto Melayu yang berasal dari India.
Kedatangan bangsa ini diperkirakan datang ke Indonesia sekitar 2000 tahun
sebelum masehi. Ciri khas dari bangsa ini adalah berkulit hitam, tubuhnya kecil
dan berambut keriting. Dalam perkembangannya ketika terjadi peperangan antara
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Peurlak pada tahun 1271 M serta serangan
Kerajaan Majapahit atas Kerajaan Samudera Pasai pada tahun 1350 M mengakibatkan
banya orang mengungsi ke pedalaman yang telah dihuni oleh Suku Gayo. Para
pengungsi itupun tidak mau kembali dan menjadi masyarakat Suku Gayo sampai
akhirnya membentuk Kerajaan Linge atau Kerajaan Lingga. Semakin lama penduduk
Linge semakin bertambah banyak kemudian mereka melakukan migrasi ke pemukiman baru.
Sebagian besar dari mereka pindah ke dataran tinggi Gayo yang selanjutnya
menjadi penduduk asli Gayo.
Kata
Gayo berasal dari kata Pegayon yang berarti tempat mata air jernih
dimana terdapat ikan suci (bersih) dan kepiting. Konon, dahulu serombongan pendatang
suku Batak Karo ke datang ke Blangkejeren dengan melintasi sebuah desa bernama
Porang. Di perjalanan mereka menjumpai sebuah perkampungan yang terdapat sebuah
telaga yang dihuni seekor kepiting besar, kemudian mereka melihat binatang
tersebut dan berteriak Gayo Gayo. Dari sinilah daerah tersebut dinamai dengan
Gayo.
Masyarakat Suku Gayo
notabene bermata pencaharian utama sebagai petani dengan hasil utamanya kopi.
Selain itu, masyarakat Gayo mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam,
dan menenun serta kerajinan membuat sulaman kerawang Gayo dengan motif yang
khas. Masyarakat tradisional Gayo menganut prinsip “keramat
mupakat behu berdedele” yang bermakan kemuliaan karena mufakat, berani
karena bersama dan
“tirus lagu gelngan gelas, bulet lagu umut, rempak lagu re, susun
lagu belo” yang bermakna bersatu
teguh.
Suku
Gayo juga memiliki seni tradisi yang sudah terkenal bahkan samapai ke
mancanegara yaitu Tari Saman. Selain itu ada pula bentuk kesenian lain seperti
tari Bines, tari Guel, tari Munalu, sebuku/pepongoten, guru didong, dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat).
Masayarakat Gayo membudayakan perilaku yang memelihara ketertiban, disiplin,
kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu).
Hal ini didasari oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen yang berarti persaingan dalam mewujudkan
suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel).
Daftar Pustaka
Indri Elustiyasari
4423145625
Usaha Jasa Pariwisata
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri
Jakarta
indrielustiyasari@gmail.com
Waaww trmakasih telah memposting tntang suku kami kak hehe 😁
ReplyDeletePostingan dari Indri ini selalu menarik dan aku tunggu-tunggu.. Karena aku sangat suka budaya, buat aku postingan ini banyak membantu aku dlm memperoleh informasi.. Thank you yaaa.. Kalo ada blog baru lagi boleh dikabarin yaa hihi
ReplyDeleteKeren! Menarik dan lengkap. Sangat menambah informasi bagi saya. Makasih ya kakk
ReplyDeleteSuku laennya juga doooong, gua orang jawa ga dibahas masa
ReplyDeleteGokil artikelnya niiiih, jadi tau kan suku yang tadinya gw ga kenal, terus posting ya kaka jangan malu malu!
ReplyDeleteartikelnya sangat bermanfaat sekali mbak , yang tadinya saya tidak tau dan sekarang saya tau , perbanyak lagi mbak tentang yang lainnya , thanks
ReplyDeleteArtikelnya tentang suku Gayonya lengkap banget bagus
ReplyDeleteJadi lebih mengenal aceh, dan emang kepengen bgt jalan2 ke aceh makasih postingan ini sudah menambah pengetahuab saya :)
ReplyDeleteOhhhh jadi di aceh ada suku ini. Baru tau banget dan makasih sudah memberikan info ini
ReplyDeleteBaru tau ada suku ini
ReplyDeleteSuku gayo.. Suku tertua di aceh, tapi aku baru tau tentang suku ini dari postingan kakak, jelek sekali sih pengetahuan sosialku *hiks
ReplyDeleteTrimakasih yaa kak indri, berkat membaca postingan ini ilmu ku tentang keberagaman suku di indonesia smakin bertambah.. Skrng aku tau seluk beluk kehidupan suku gayo, mulai dari susunan kepemimpinan,tari-menari, sampai kerajinan yg di hasilkan dari suku gayo
*keep posting yaa. di tunggu loh postingan"an menarik lainnya ^^
Fix ini artikelnya lengkap banget! Sangat bermanfaat, bikin nambah pengetahuannya
ReplyDeleteini nih yg perlu di posting biar nambah pengetahuan.
ReplyDeleteoiya mba posting suku-suku yg lain juga, kan ada banyak suku di Indonesia. mantabp!
Terimakasih infonya, jadi tau tentang suku di Aceh khususnya. keep up good work!
ReplyDeleteTerimakasih infonya, jadi tau tentang suku di Aceh khususnya. keep up good work!
ReplyDeleteJadi lebih mengenal aceh, dan emang kepengen bgt jalan2 ke aceh makasih postingan ini sudah menambah pengetahuab saya :)
ReplyDeleteOalah jadi masuk ke aceh toh... bermanfaat banget nih sist infonya. Keren lanjutin lagi dong info2 yang lainnya
ReplyDeletemantab artikelnya bisa menambah perbendaraan wawasan kita makasih ….by salam sukses selalu ….. by Tailor Elegant no.HP 081390228412 menerima pemesanan baju seragam tari saman,saman gayo guel,saman gayo lues ,rapai khas daerah aceh. Jahitan dan bordiran halus harga murah dan bahan berkwalitas kunjungi https://tailorelegant.blogspot.co.id
ReplyDelete