REKAM JEJAK KAKI DARI CIBOLEGER MENUJU MARENGO.
Haloo
Blogger, Saya Syifa Fauziyyah mahasiswi Usaha Jasa Pariwisata
Universitas Negeri Jakarta
tahun 2014. Berikut ini cerita perjalanan saya dalam trip ke
baduy selama 3 hari 2 malam
yaitu dari tanggal 22-24 Desember 2015. Perjalanan ini merupakan
perjalanan pertama saya ke Baduy. Perjalanan ini diikuti satu angkatan UJP UNJ
2014 bersama 3 dosen dan dipandu oleh dua orang Baduy. Orang Baduy pertama
bernama Kang Arji yang tinggal di Baduy Luar tepatnya di Kampung Marengo. Dan
satu lagi bernama Mang Arja yang tinggal di Kampung Cibeo Baduy Dalam.
Kang Arji dari Marengo |
Mang Arja dari Baduy Dalam |
Sebelumnya saya ingin memperkenalkan salah satu suku yang
di zaman modern ini masih
memegang teguh adat istiadat para leluhurnya. Suku ini sangat sederhana jauh dari perkembangan zaman
saat ini, kita seperti dibawa pada masa lampau puluhan tahun lalu tanpa
listrik, tanpa lampu, tanpa adanya suara televisi maupun radio. Suku ini berada di Pulau Jawa tepatnya di Banten. Suku
ini bernama Baduy/Badui
letaknya tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes,
Kabupaten Lebak-Rangkas Bitung, Banten. Perjalanan menuju Baduy bisa ditempuh
menggunakan transportasi umum maupun kendaraan pribadi. Kami memilih perjalanan
menggunakan Kereta api dan Mobil Elf. Perjalanan dari Stasiun Ragkas Bitung
menuju Terminal Ciboleger kami tempuh menggunakan Mobil Elf selama kurang lebih
2 Jam.
Sekitar pukul
13.00 Kami tiba di sebuah terminal kecil bernama Ciboleger. Terminal Ciboleger merupakan batas akses akhir kendaraan sebelum
memasuki Baduy. Terminal Ciboleger ini juga menjadi tempat penitipan kendaraan bagi
wisatawan yang berkunjung menggunakan kendaraan pribadi.Terminal Ciboleger
dikelilingi warung-warung kecil yang menjual makanan. Wisatawan biasanya
membeli perbekalan dan makan disini sebelum berjalan memasuki Baduy. Ciboleger
adalah pintu utama
wisatawan sekaligus perbatasan antara warga setempat dengan
warga Kanekes atau Baduy. Terdapat patung di tengah terminal Ciboleger. Patung 4 orang yang mengenakan atasan putih dan bawahan hitam yang menjadi ciri-ciri pakaian orang baduy. Laki-laki dewasa pada patung mengenakan aksesoris tambahan berupa caping, golok/bendo ini menjelaskan kalau keseharian orang badung adalah bertani dan berkebun. Sedangkan wanita dewasa di patung mengenakan selendang. Patung atau monumen yang terdapat di tengah terminal Ciboleger ini menggambarkan kehidupan masyarakat baduy.
Terminal Ciboleger |
Sebelum kami melanjutkan perjalanan dari Terminal Ciboleger menuju Marengo, kami menyempatkan diri untuk makan sambil menunggu dua rombongan elf yang belum tiba. Saat menunggu ternyata kami bertemu kakak senior angkatan 2013 yang baru turun dari Baduy. Tas, sepatu dan pakaian mereka kotor dengan tanah. Ternyata 3 hari ini hujan turun, membuat jalur menuju baduy licin dan harus lebih berhati hati karena topografi wilayah baduy berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata sekitar 45%.
Pukul
14.00 setelah selesai makan, teman-teman sudah berkumpul semua, kami langsung
melanjutkan perjalanan. Perjalanan dari Ciboleger menuju ke Marengo hanya
dapat ditempuh dengan berjalanan kaki.
Marengo merupakan salah satu kampung yang berada di Baduy Luar. Tidak
ada kendaraan bermesin maupun kendaraan tradisional dari Terminal Ciboleger
menuju Baduy dalam dan Baduy luar. Waktu tempuh dari Terminal menuju Marengo sekitar 1,5-2,5 jam tergantung dari kecepatan kita berjalan
dan kondisi jalan.
Memasuki wilayah Baduy kita akan disambut dengan plang
selamat datang di Baduy. Kampung pertama sekaligus pintu masuk baduy yaitu
kampung Kadu Ketug. Namun sebelum kita lebih jauh memasuki wilayah Baduy,
terlebih dahulu kita harus minta izin dan melapor di rumah Jaro (Kepala Desa)
Saijah. Di rumah Jaro Saijah kita harus mengisi buku tamu terlebih dahulu,
selain itu sebelum kita memasuki wilayah Suku Baduy kita juga harus mengetahui
larangan atau aturan adat yang berlaku di Baduy. Berlanjut setelah dari rumah
Jaro Saijah kita melanjutkan perjalanan
kembali menuju Marengo.
Plang Selamat Datang di Baduy |
Tanaman padi di Baduy |
Kondisi jalan menuju Baduy Luar, Baduy Dalam termasuk Marengo yaitu berbatu dan tanah. Ketika hujan turun jalanan akan menjadi sangat licin dan becek. 10 menit berjalan kami mulai kesulitan dan kelelahan karena jalan yang menanjak dan menurun, dengan kemiringan sekitar 45% dan kondisi jalan yang habis terguyur hujan. Kami pun harus lebih extra berhati-hati dengan kondisi jalan seperti itu. Di pertengahan jalan banyak dari teman-teman saya yang kelelahan dan meminta bantuan jasa porter untuk mengangkut barang bawaan mereka. Tips untuk kalian yang ingin berkunjung dan menginap ke Baduy. Bawalah barang bawaan secukupnya. Jangan membawa barang bawaan yang berat. Dan berkunjung janganlah pada musim hujan.
Kondisi Jalan menuju Marengo |
Menuju marengo ketenangan dan kesunyian yang kami rasakan. Kami mendengar suara air mengalir dan tak lama kemudian kami menemui aliran sungai. Untuk menyebrangi sungai kita harus menggunakan jembatan yang terbuat dari bambu-bambu utuh yang disusun memanjang. Masyarakat Suku Baduy menggunakan hasil alam untuk keperluan hidupnya. Informasi yang saya dapatkan dari kang arji. Jembatan-jembatan yang terbuat dari bambu ini di ganti sekitar 3 tahun sekali. Pembangunan jembatan dilakukan secara bergotong royong dan bahan yang digunakan semua diambil dari alam.
Selain itu ada satu keunikan lainnya yaitu tanaman
padi yang ditanam di lahan yang miring tanpa adanya aliran khusus seperti yang
umumnya ada pada sawah. Sempat terpikir oleh saya, bagaimana padi ini bisa
tumbuh dan hidup di lahan seperti ini? Bagaimana cara mereka menanam? Bagaimana
proses mengairan tanaman padi ini? Tidak adanya saluran air untuk pengairan, di
tempat lain tanaman padi akan gagal panem jika kekeringan atau tiadak ada
saluran pengairan yang baik. Yang jelas padi disini tumbuh subur di lahan
miring yang belum pernah terlihat bahkan terbayang sebelumnya oleh saya.
Perjalanan wisata budaya di Baduy memberikan rekam jejak kaki yang sangat berharga untuk kami insan pariwisata. Belajar kearifan lokal dan mempertahankan adat istiadat yang berlaku ditengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi. Itulah sedikit cerita saya mengenai perjalanan dari Terminal Ciboleger menuju Marengo. Semoga bisa membantu teman-teman yang ingin berkunjung ke Baduy.
Salam
Pariwisata
Syifa
Fauziyyah
Referensi:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes
Sumber Foto:
- Pariwisata Unj
- Koleksi Foto perjalanan Baduy
Referensi:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes
Sumber Foto:
- Pariwisata Unj
- Koleksi Foto perjalanan Baduy
Info yang lengkap. Sukses yaa cip
ReplyDeleteMantap lah buat referensi perjalanan ke baduy
ReplyDeleteJadi mau ke baduy....
ReplyDeleteInfonya lengkap dan detil. Semoga bisa jalan-jalan ke sana.
ReplyDeleteMenarik juga jalan-jalan ke Baduy. Bisa jadi altenatif liburan neh.
ReplyDeleteBaduy memang eksotis. Tempat yang wajib dikunjungi oleh manusia modern untuk belajar bagaimana kearifan lokal bisa terus bertahan dari tantangan zaman.
ReplyDeleteVisit my blog : www.bamsutris.com ya.. :)
Wah jadi inget 3 tahun lalu kesana. Mantaap
ReplyDeleteKereeeeeeen!!!! Semoga ilmu yang didapat dalam perjalanan bermanfaat dimasyarakat juga cif :-) dan lebih menghargai budaya lokal..Sukses!!
ReplyDeletejadi pengen ke baduy euy..penasaran
ReplyDeleteNice info bngt ni.. kereen..
ReplyDeleteNice info bngt ni.. kereen..
ReplyDeleteInfonya lengkap bgt thanks syif. Jadi pengen kesana �� sukses terussss pokoknya :*
ReplyDeleteseru yaaah... semoga makin banyak masyarakat indonesia yg sadar kl objek pariwisata di indonesia itu sangat luar biasa.
ReplyDeleteSuku Asli Indonesia yg wajib bgt jd destinasi wisata pemuda supaya lebih merasakan budaya lokal yg tak redup meski di zaman moderen seperti saat ini. Cerita yg sangat menarik
ReplyDelete