Dua Sistem Pemerintahan: Kepu’unan dan Kepala Desa di Kehidupan
Masyarakat Baduy
Tugu Selamat Datang di Desa Ciboleger, lokasi sebelum masuk menuju desa Baduy Luar (jalan kaki sekitar 5-6 KM) |
Pada tanggal 22-24 Desember 2015 saya
beserta rombongan mahasiswa D3 Usaha Jasa Pariwisata angkatan 2014 melakukan
perjalanan ke Ciboleger, Baduy untuk melakukan observasi secara langsung
mengenai kehidupan suku Baduy. Baduy sendiri terbagi menjadi dua wilayah, yaitu
Baduy Luar dan Baduy Dalam. Secara geografis lokasi masyarakat Baduy terletak
pada 6°27'27" -6°30' Lintang Utara (LU) dan 108°3'9" - 106°4'55"
Bujur Timur (BT). Masyarakat Baduy
berada pada wilayah bagian barat Pulau Jawa, pada daerah yang merupakan bagian
dari pegunungan Kendeng (600 mdpl). Secara administratif masyarakat Baduy tinggal di Desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Desa Kanekes terdiri dari
59 kampung yang terdiri dari 3 kampung Baduy
Dalam, 55 kampung Baduy Luar dan 1 kampung luar Baduy, untuk luas
tanahnya sendiri sekitar 5.100 hektar. Jumlah kampung Baduy Dalam tidak
akan mengalami perubahan hingga
kapanpun, selalu berjumlah tiga (Cibeo, Cikertawana, Cikeusik). Sementara
jumlah kampung Baduy Luar dapat berubah sesuai
dengan pemekaran wilayah. Satu kampung yang disebut Jaro Dainah sebagai
luar Baduy adalah Cicakal Girang. Cicakal girang tidak dikategorikan sebagai
Baduy Luar karena kebanyakan warga Cicakal Girang yang memeluk agama islam sedangkan
untuk Baduy Dalam dan Baduy Luar sendiri masih memeluk agama sunda wiwitan.
Baduy Dalam memiliki berbagai ciri dan
aturan yang berbeda dengan Baduy Luar. Namun secara prinsipal perbedaan mereka
terletak pada ketat longgarnya aturan adat yang harus mereka jalani. Masyarakat
Baduy Dalam memiliki aturan adat yang lebih ketat dibandingkan dengan Baduy
Luar. Namun demikian, dalam konsep hukum adat Baduy keduanya memiliki
peranannya masing-masing. Masyarakat Baduy Dalam berkewajiban untuk bertapa, bertapa
dalam hal ini bukan mengacu pada kegiatan semedi tetapi lebih kepada menjaga
dan melestarikan adat istiadat dan kebudayaan Suku Baduy yang sampai saat ini
terus dipertahankan dengan baik sementara untuk Baduy Luar sendiri sebagai
pendamping/ panamping Baduy Dalam atau bisa dikatakan juga sebagai sekat yang
memisahkan antara kehidupan luar Baduy dengan kehidupan Baduy Dalam sehingga
fungsi Baduy Luar sebagai panamping ikut berperan juga untuk membantu menjaga
berdiri tegaknya adat istiadat Baduy Dalam. Karena perbedaan prinsipal tersebut
maka Baduy Dalam memiliki aturan yang lebih ketat dalam menjalankan hukum adat
dan melestarikan adat Baduy, sementara Baduy Luar memiliki aturan yang lebih
longgar namun memiliki konsekuensi untuk turut membantu Baduy Dalam dalam hal
melestarikan adat.
Pada prinsipnya larangan-larangan pada
masyarakat Baduy dilandaskan pada filosofi dasar Baduy, lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung (panjang
tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Konsep dasar ajaran di
Baduy tersebut adalah keseimbangan alam. Konsep dari pemerintahan di Suku Baduy
sendiri dibedakan menjadi 2 bagian yaitu pemerintahan yang tunduk pada aturan
hukum nasional dan pemerintahan yang tunduk secara hukum adat istiadat. Untuk
Suku Baduy sendiri dipimpin oleh seorang ketua adat yang disebut sebagai Pu’un,
Pu’un sendiri adalah seseorang yang mengatur pemerintahan di Suku Baduy
khususnya Baduy Dalam secara adat istiadatnya. Sementara untuk pemerintahan yang mengarah pada aturan nasional
sendiri biasanya diwakili oleh seorang Jaro atau biasa disebut sebagai Jaro
Pamarentah atau nama lainnya adalah seorang Jaro Tangtu. Jaro Tangtu sendiri
sebagai seseorang yang ditunjuk sebagai wakil disetiap wilayah-wilayah Baduy
khususnya Baduy Luar. Untuk sistemnya sendiri Suku Baduy dalam hal penyelesaian
masalah selalu berdasarkan asas kekeluargaan, sebisa mungkin apabila terjadi
suatu pelanggaran-pelanggaran adat yang dilakukan oleh masyarakatnya maka jalan
penyelesaiannya sendiri diusahakan sesuai dengan pertimbangan baik dan buruknya
oleh kedua-belah pihak yang berseteru, ketika dalam hal kedua belah pihak sudah
mendapatkan kesepakatan untuk berdamai maka konflik atau permasalahan tersebut
selesai dan disini fungsi seorang Pu’un adalah mengatur sedemikian rupa dengan
menunjuk seorang Jaro Tangtu agar proses musyawarah tersebut berjalan dengan
baik dan sesuai dengan penyelesaian secara adat istiadat Baduy. Apabila dalam
hal penyelesaian masalah tidak terjadi kata sepakat maka fungsi dari seorang
Jaro Tangtu adalah sebagai mediasi atau penengah antar kedua-belah pihak agar
dalam hal ini konflik atau permasalahan bisa mendapatkan titik temu kesepakatan
dan penyelesaian.
Kondisi jalannya bikin nafas jadi ngos-ngosan cuy! (titik awal perjalanan menuju Kampung Baduy Dalam) |
Seorang Pu’un adalah presiden di dalam
pemerintahan Suku Baduy baik Baduy Dalam dan Baduy Luar secara keseluruhan,
letak pemerintahan Kapuunan sendiri berada di Baduy Dalam sementara untuk Baduy
Luar diwakilkan oleh seorang Jaro, ibaratnya seorang Jaro ini sebagai menteri
dalam sebuah pemerintahan negara tetapi di dalam pemerintahan Kampung
Baduy, tugas dan fungsinya tidak jauh berbeda dengan seorang kepala desa. Untuk
seorang Kepala Desa sendiri khususnya di Baduy Luar berfungsi sebagai
peng-handle masyarakat luar Baduy yang berkunjung atau bertamu untuk tujuan
wisata atau observasi misalnya pada saat pertama kali tiba di Baduy. Di rumah
kepala desa kita bisa mendapatkan informasi-informasi umum yang dibutuhkan
seputar Suku Baduy dan fungsi seorang kepala desa yang memberitahukan kepada
para pengunjung untuk membacakan peraturan-peraturan apa saja yang boleh dan
tidak boleh dilakukan ketika berada di Baduy Luar dan Baduy Dalam (dalam hal
ini peraturan pengunjung sendirilah yang membacanya karena masyarakat Suku
Baduy sendiri rata-rata buta huruf). Setelah peraturan dibaca para pengunjung
juga wajib mengisi daftar hadir/ absen kunjungan yang telah disediakan.
Sungai adalah tempat kami semua mandi dan berenang begitu-pun juga dengan masyarakat Baduy (karena tujuannya adalah untuk observasi, jadi kami semua mendalami peran sebagai masyarakat Baduy) |
Oke balik lagi kepada informasi seputar
Pu’un atau Kepu’unan, untuk gelar seorang Pu’un sendiri diturunkan secara
turun-temurun tetapi tidak menutup kemungkinan juga yang meneruskan nantinya adalah
kerabat-kerabat terdekatnya apabila dalam hal ini seorang Pu’un tidak memiliki
keturunan seorang laki-laki. Untuk masa jabatan sebagai petinggi adat sendiri
tidak ditentukan seberapa lama dia menjabat melainkan seberapa lama dia mampu
dan sanggup untuk menjadi seorang petinggi adat, apabila sanggup bahkan
kemungkinan seumur hidup seorang Pu’un bisa terus menjabat.
Sumpah ini ceritanya bukan bidadari-bidadari yang lagi mandi yaa |
Dalam observasi kali ini banyak hal dan
pengalaman yang bisa saya dapatkan sebelum menjelang UAS dan libur kuliah, yang
pasti kami semua satu angkatan mendapatkan ilmu yang luar biasa bermanfaat
tentang kehidupan Suku Baduy. Masyarakat Suku Baduy mengajarkan kami semua
tentang pentingnya menjaga alam, melestarikan alam dan sebisa mungkin bisa
menyatu dengan alam. Bagi masyarakat Suku Baduy alam adalah sumber penghidupan,
maka kita tidak bisa seenaknya berbuat hal yang semena-mena terhadap alam,
masyarakat Suku Baduy begitu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat
istiadatnya apabila menyangkut tentang alam, bahkan ada beberapa hutan yang
disebut sebagai hutan larangan karena tujuannya adalah supaya hutan tersebut
selalu terjaga kelestariannya, sungguh ajaran dan nilai-nilai berharga yang
bisa kami pelajari dari masyarakat Suku
Baduy. Kita semua sebagai masyarakat yang hidup jauh lebih modern dengan
pemikiran yang mungkin bisa dikatakan jauh lebih maju seharusnya malu apabila
masih berbuat hal-hal yang semena-mena terhadap alam seperti buang sampah
sembarangan sampai dengan kasus pembakaran hutan yang menjadi isu sekaligus
permasalahan nasional saat ini, semoga melalui pengalaman yang saya dapatkan
ini bisa menjadi pembelajaran yang berharga dalam kehidupan saya kedepannya dan
dengan maksud untuk membagi pengalaman observasi yang saya dapatkan maka saya
tuliskan pengalaman ini yang mudah-mudahan nantinya bisa menjadi pembelajaran
sekaligus informasi yang berguna buat teman-teman yang membacanya. Yuk, tolong
share juga pengalaman kalian semua yang pernah berkunjung ke Kampung Baduy di
kolom komentar dibawah dan bagi pengalaman yang udah kalian dapetin atau
mungkin bisa sekedar untuk bertanya dan berbagi informasi. Terimakasih .....
Muhamad Adi
Nugraha
D3 Usaha
Jasa Pariwisata 2014_Kelas B
4423143966
m_adi.nugerah@yahoo.co.id
Sumber
referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes
Toppppp, lanjutkan kawan
ReplyDeleteTerimakasih atas komentarnya gan
DeleteKeren blog nya, sudah jelas dan kata katanya sangat mudah dipahami,dan ada bukti foto pula, terimakasih
ReplyDeleteterimakasih kembali
DeleteAgama sunda wiwitan itu apa ya?
ReplyDeletesederhananya ajaran yang mengacu pada ajaran-ajaran karuhun atau leluhur, dalam ajaran sunda wiwitan sendiri tidak ada ritual ibadah khusus semacam shalat atau sembahyang hanya meyakini bahwa tuhan itu ada dan melakukan ajaran-ajaran yang baik sesuai dengan ajaran-ajaran karuhun tersebut
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteblog nya kerenn adii , jadi kita tau tentang masyarakat baduy & tempat nya pun menarik untuk dikunjungi .
ReplyDeletelanjutkan & sukses adi
oceh nunu terimakasih banyak atas komentarnya yaa, terimakasih juga udah berkunjung ke blog ini :D
Deleteyoi mantep dah. nanti lo jadi pemandu wisata pribadi gua ya :D
ReplyDeleteSiap ca dengan senang hati, tapi jadi pemandu di hidup luu juga ngga apa2 kok :D ehh
DeleteTerimakasih sudah berkunjung...