Pariwisata Sejarah dan Budaya
Indonesia
Wisata sejarah dan Budaya di kota
Yogyakarta
Semangat pagi semua, Assalamualaikum Wr.
Wb salam hangat termanis untuk semua pembaca.
perkenankan saya untuk memperkenalkan diri nama saya Sabilah Ulfa Harnum
mahasiswi yang Alhamdulillah sampai saat ini masih aktif belajar di jurusan Usaha Jasa Pariwisata UNJ
semester 3.pada kesempatan kali ini saya akan membahas tenteng sebuah kota yang
sangat istimewa, kota yang sarat dengan objek wisata budaya dan sejarahnya.
Yogyakarta adalah salah satu
kota terbesar di Indonesia,selain kota terbesar ,Yogyakarta juga menjadi salah
satu kota tersibuk di Indonesia. Berbicara tentang Yogyakarta yang terbersit di
benak kita adalah keragaman budaya serta sejarahnya yang menarik dan unik untuk
dipelajari, ya memang tidak salah dalam materi kali ini saya akan menceritakan
tentang wisata sejarah dan budaya di
kota yang biasa disebut dengan kota budaya. Yogyakarta adalah kota yang biasa
disebut kota budaya mengapa demikian? Tidak perlu diragukan lagi jika sejarah
kebudayaan Yogyakarta tetap lestari hingga kini. Warisan nenek moyang masih
tetap bisa disaksikan di kota Istimewa ini seperti Candi Prambanan yang
merupakan peninggalan kerajaan Mataram kuno. Kesultanan Ngayogyakarta juga
masih tetap dipertahankan sampai sekarang sehingga membuat warisan budaya tidak
akan hilang.sebelum saya menceritakan wisata sejarahnya. Saya akan menceritakan
terlebih dahulu tentang asal usul nama Yogyakarta,ternyata selain kebudayaan
yang menarik asal usul namanya pun cukup unik, Nama Yogyakarta terambil dari dua kata, yaitu Ayogya atau '''Ayodhya''' yang berarti "kedamaian"
(atau tanpa perang, a
"tidak", yogya merujuk
pada yodya atau yudha, yang berarti
"perang"), dan Karta
yang berarti "baik". Ayodhya
merupakan kota yang bersejarah di India dimana wiracarita Ramayana
terjadi. Tapak keraton Yogyakarta sendiri menurut babad (misalnya Babad Giyanti) dan leluri (riwayat oral) telah berupa sebuah
dalem yang bernama Dalem
Gerjiwati; lalu dinamakan ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya.mungkin banyak
yang belum tahu bahwa dahulu Yogyakarta bukan merupakan sebuah daerah atau kota
melainkan sebagai sebuah Negara bagian atau kerajaan tersendiri.yogyakarta
memiliki status sebagai “Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state” dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav
Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda
(Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang
(Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh
Jepang disebut dengan Koti/Kooti.
Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk
mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan
pemerintah penjajahan tentunya.
Objek wisata
di Yogyakarta bukan hanya terkenal seantero Indonesia, namun juga sudah
terkenal di seluruh dunia, maka dari itu tidak sulit untuk menemukan wisatawan
mancanegara di kota istimewa ini.mungkin sudah menjadi rahasia umum untuk
setiap wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke kota ini selain ke kota bali
tentunya.kali ini saya akan mengajak pembaca untuk mengetahui objek wisata bersejarah
seperti candi prambanan, keraton Yogyakarta,goa jomblang dan objek wisata lain
disekitarnya.
A. Keraton Yogyakarta
Objek wisata pertama adalah
keraton Yogyakarta,keraton Yogyakarta berada di pusat kota Yogyakarta dekat
dengan alun-alun kota. Karaton
Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini
berlokasi di Kota
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun
kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih
berfungsi sebagai tempat tinggal sultan
dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga
saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota
Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan
berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja
Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi
bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik,
memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang
berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton
Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya.
Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula
mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995
Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO. Tata ruang dan arsitektur umum keratin
Yogyakarta, Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Keahliannya dalam bidang arsitektur
dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang
menganggapnya sebagai "arsitek" dari saudara Pakubuwono II Surakarta. Bangunan pokok
dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota
tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan
kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak
sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang
dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939).keraton Yogyakarta dibagi menjadi
beberapa bagian komplek, seperti komplek depan terdiri dari Gladhag-Pangurakan Gerbang utama untuk masuk ke
dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura Gladhag dan
Gapura Pangurakan yang
terletak persis beberapa meter di sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak
seperti pertahanan yang berlapis. Pada zamannya konon Pangurakan merupakan
tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi
mereka yang mendapat hukuman pengasingan atau pembuangan. Di komplek
bagian depan juga ada objek wisata yang unik yang sangat diminati oleh kaum
muda yaitu alun-alun lor,alun-alun lora dalah sebuah padang rumput yang cukup
luas pada zaman dahulu namun sekarang sedikit menyempit karena ada pelebaran
jalan, nah di dalam alun-alun ini terdapat sepasang pohon beringin yang sangat
besar dan diberi pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran atau Ringin Kurung (beringin yang dipagari).
Kedua pohon ini diberi nama Kyai
Dewadaru dan Kyai Janadaru.
Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih
Dalem yang boleh melewati atau berjalan
di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pula yang
dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan "Tapa Pepe" saat
Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah.
Pegawai atau abdi-Dalem Kori akan
menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan
kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil. Selain itu ada juga mitos lain
yang berkembang yaitu anda bisa berjalan diantara dua beringin kembar ini
Syarat untuk melakukan kegiatan ini hanya satu, yaitu Anda tidak boleh curang
atau mengintip sambil melewati celah di antara kedua pohon beringin itu. Jarak
yang harus Anda lewati sekitar 10-20 meter saja. Jika mengintip, maka dipercaya
Anda akan dihantui oleh hal-hal gaib.Meski dianggap mudah, tidak sedikit
wisatawan gagal melewati celah pohon beringin kembar itu. Mitosnya, jika Anda
dapat melewatinya, maka konon rezeki dan hidup Anda akan sukses. Jika tidak
berhasil, berarti Anda belum memiliki hati yang bersih.Kegiatan ini dapat Anda
lakukan pada siang atau malam hari. Akan tetapi, wisatawan gemar melakukannya
pada malam hari karena suasana dan atmosfirnya yang berbeda. Anda dapat menyewa
penutup mata seharga Rp 3.000 saja yang biasanya disewakan oleh orang setempat.
Ingat, jangan curang!.
masih dalam
komplek keraton ada lagi objek wisata yang pastinya tidak boleh terlewatkan
untuk dikunjungi, yaitu Kolam Pemandian Umbul Binangun, Taman Sari, Kraton
Yogyakarta. Kompleks Taman Sari merupakan peninggalan Sultan HB I. Taman Sari (Fragrant Garden) berarti taman yang
indah, yang pada zaman dahulu merupakan tempat rekreasi bagi sultan beserta
kerabat istana. Di kompleks ini terdapat tempat yang masih dianggap sakral di
lingkungan Taman Sari, yakni Pasareyan
Ledoksari tempat peraduan dan tempat pribadi Sultan. Bangunan yang
menarik adalah Sumur Gumuling
yang berupa bangunan bertingkat dua dengan lantai bagian bawahnya terletak di
bawah tanah. Pada masa lampau, bangunan ini merupakan semacam surau tempat
sultan melakukan ibadah. Bagian ini dapat dicapai melalui lorong bawah tanah.
Di bagian lain masih banyak lorong bawah tanah yang lain, yang merupakan jalan
rahasia, dan dipersiapkan sebagai jalan penyelamat bila sewaktu-waktu kompleks
ini mendapat serangan musuh. Sekarang kompleks Taman Sari hanya tersisa sedikit
saja.mungkin juga banyak yang belum tahu apa perbedaan keraton Yogyakarta
dengan keraton-keraton lain di nusantara, Pada mulanya Keraton Yogyakarta
merupakan sebuah Lembaga Istana Kerajaan (The Imperial House) dari Kesultanan Yogyakarta. Secara tradisi lembaga
ini disebut Parentah Lebet
(harfiah=Pemerintahan Dalam) yang berpusat di Istana (keraton) dan bertugas
mengurus Sultan dan Kerabat Kerajaan (Royal
Family). Dalam penyelenggaraan pemerintahan Kesultanan Yogyakarta
disamping lembaga Parentah Lebet terdapat Parentah nJawi/Parentah Nagari (harfiah=Pemerintahan
Luar/Pemerintahan Negara) yang berpusat di nDalem Kepatihan dan bertugas mengurus seluruh negara.Sekitar
setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khususnya Parentah nJawi) bersama-sama Kadipaten Paku Alaman diubah statusnya dari
negara (state) menjadi Daerah Istimewa setingkat
Provinsi secara resmi pada 1950,
Keraton mulai dipisahkan dari Pemerintahan Daerah Istimewa dan di-depolitisasi
sehingga hanya menjadi sebuah Lembaga
Pemangku Adat Jawa khususnya garis/gaya Yogyakarta. Fungsi Keraton
berubah menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya
Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta dibangun bukan
hanya sebagai tempat tinggal sultan pada zaman dahulu saja, pembangunan keraton
ini juga mempunyai makna filosofis yang tinggi, yang menarik adalah bahkan pohon beringin yang dibangun disekitar
halaman istana pun mempunyai makna filosofi tersendiri, Pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun utara
berjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon beringin
di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru, dewo=Tuhan)
dan mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia). Selain itu ada yang mengartikan
Dewodaru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangkan Janadaru adalah
lambang persatuan Sultan dengan rakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae)bermakna
"ayem" (damai,tenang,bahagia) maupun "gayuh" (cita-cita).
Pohon sawo kecik (Manilkara kauki;
famili Sapotaceae) bermakna
"sarwo becik" (keadaan serba baik, penuh kebaikan). sungguh objek wisata yang sangat menarik dan
patut untuk dikunjungi.
Untuk
tempat makan diarea wilayah keraton ada sebuah restoran yang sangat unik yaitu
bernama “Bela Raos”. Bela raos mulai beroperasi sejak 23 januari 2004, tujuan
didirakannya tempat makan ini adalah agar masyarakat umum dapat mengetahui dan
menikmati aneka kekayaan kuliner khas dari keraton Yogyakarta, makanan yang
disajikan pun makanan yang merupakan kesukaan sultan pada zaman dahulu.
Selain
melihat-lihat objek wisata sejarah keraton Yogyakarta, kita juga bisa melihat
wisata budaya yang ada di sekitar keraton, warisan budaya yang sangat bernilai
untuk masyarakat Yogyakarta dan terus dikembangkan hingga detik ini.
Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka
(heirloom). Upacara adat yang
terkenal adalah upacara Tumplak Wajik,
Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara
yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan
merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari klaim pihak
asing. Warisan budaya itu antara lain:
- · Tumplak Wajik
Upacara
tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari
beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang
digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat
pareden estri pada Garebeg Mulud
dan Garebeg Besar. Dalam
upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian.
Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi
dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat
musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan
pareden.
- · Garebeg
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun
kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan
ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar
(bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya
kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran
kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan
yang terdiri dari Pareden Kakung,
Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya
dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
- · Sekaten
Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan
selama tujuh hari. Konon asal usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara
ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad.
Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain.
Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk
ditempatkan di Pagongan Selatan
dan Utara di depan Mesjid Gedhe.
Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat
gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan secara bergantian menandai perayaan sekaten.Pada malam
kedelapan Sultan atau wakil yang dia tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin). Setelah
itu Sultan atau wakil dia masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian
maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari
terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (telur merah) merupakan
makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan
bunga kantil. Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan
suatu pasar malam yang dimulai sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten
yang sesungguhnya.
- · Upacara Siraman atau Jamasan Pusaka
Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu
Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah
upacara yang dilakukan dalam rangka membersihkan maupun merawat Pusaka
Kerajaan yang dimiliki. Upacara ini di
selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini
'tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan. Lokasi kedua dan
ketiga berturut turut di kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun.
- · Labuhan
Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan setidaknya di
dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi.
Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain batik),
rasukan (pakaian) dan sebagainya di larung (dihanyutkan). Anda pasti mengenal
kan sosok mbah marijan? Nah jika anda mengenal sosok beliau, beliau adalah
sosok yang sangat berjasa bagi kelangsungan upacara adat labuhan, apabila
upacara adat labuhan sedang diadakan di lereng gunung merapi maka mbah marijan
selaku juru kunci gunung merapi yang
memimpin upacara adat tersebut, sedangkan jika sedang diadakan di Pantai
Parang Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci
Cepuri Parang Kusumo.
Untuk akses menuju keraton Yogyakarta sangat mudah karena lokasinya
tepat di jantung kota Yogyakarta atau dekat dengan alun-alun kota, kita bisa
menggunakan bis umum dengan tariff hanya sebesar 3.000 rupiah, jam buka objek
ini dibuka setiap hari kecuali jika adat upacara adat, Dibuka mulai pukul 08.30 - 14.00 kecuali hari
Jumat hanya sampai pukul 13.00.
B. Museum Sonobudoyo
Objek
wisata bersejarah yang kedua adalah museum Sonobudoyo, museum ini letaknya
dekat dengan keraton Yogyakarta anda hanya perlu menggunakan kendaraan seperti
transjogja ataupun becak kendaraan khas jogja. Museum Sonobudoyo adalah museum
sejarah dan kebudayaan Jawa,
termasuk bangunan arsitektur klasik Jawa. Museum ini menyimpan koleksi mengenai
budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia
di Jakarta.
Selain keramik
pada zaman Neolitik
dan patung perunggu dari abad ke-8, museum ini juga menyimpan beberapa
macam bentuk wayang kulit, berbagai senjata kuno (termasuk keris), dan topeng Jawa.Museum
Sonobudoyo terdiri dari dua unit. Museum Sonobudoyo Unit I terletak di Jalan
Pangurakan No. 6 Yogyakarta, sedangkan Unit II terdapat di nDalem
Condrokiranan, Wijilan, di sebelah timur Alun-alun Utara Keraton
Yogyakarta.Museum yang terletak di bagian utara Alun-alon Lor dari kraton Yogyakarta
itu pada malam hari juga menampilkan pertunjukkan wayang kulit
dalam bentuk penampilan aslinya (dengan menggunakan bahasa Jawa diiringi dengan
musik gamelan Jawa). Pertunjukan wayang kulit ini disajikan secara ringkas dari
jam 08.00-10.00 malam pada hari kerja untuk para turis asing maupun turis
domestik.
Sejarah
dari museum ini tidak terlepas dari keraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo dulu
adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali
dan Lombok. Yayasan ini berdiri di Surakarta pada tahun 1919 bernama Java
Instituut. Dalam keputusan Konggres tahun 1924 Java Instituut akan mendirikan
sebuah museum di Yogyakarta. Pada tahun 1929 pengumpulan data kebudayaan dari
daerah Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Panitia Perencana Pendirian Museum
dibentuk pada tahun 1931 dengan anggota antara lain: Ir.Th. Karsten P.H.W.
Sitsen, Koeperberg. Bangunan museum menggunakan tanah bekas “Shouten”
tanah hadiah dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan ditandai dengan sengkalan
candrasengkala “Buta ngrasa estining lata” yaitu tahun 1865 Jawa atau tahun
1934 Masehi. Sedangkan peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana VIII
pada hari Rabu wage pada tanggal 9 Ruwah 1866 Jawa dengan ditandai candra
sengkala “Kayu Winayang Ing Brahmana Budha” yang berarti tahun Jawa atau
tepatnya tanggal 6 Nopember 1935 tahun Masehi. Pada masa pendudukan
Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor
Sosial bagian pengajaran). Di jaman Kemerdekaan kemudian dikelola oleh Bupati
Utorodyopati Budaya Prawito yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta.Selanjutnya pada akhir tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke
Pemerintah Pusat / Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung
bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal dengan berlakunya Undang-undang
No. 22 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai
Otonomi Daerah. Museum Sonobudoyo mulai Januari 2001 bergabung pada Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY diusulkan menjadi UPTD Perda No. 7 / Th.
2002 Tgl. 3 Agustus 2002 tentang pembentukan dan organisasi UPTD pada Dinas
Daerah dilingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan SK Gubernur
No. 161 / Th. 2002 Tgl. 4 Nopember tentang TU – Poksi.Pada tanggal 6 November
1935 Masehi diresmikan dan dibuka untuk umum dengan ditandai candrasengkala Kayu Winayangan ing Brahaman Budha
yang menunjukan 9 Ruwah 1866 Jawa.
Sedangkan nama museum bernama Museum Sonobudoyo, sono berarti tempat dan budoyo
berarti budaya.Pada tahun 1939 ntuk menunjang dan melengkapi usaha dari Java
Instituut maka dibukalah Sekolah Kerajinan Seni Ukir atau Kunstambacht School.
Museum ini
dilengkapi dengan berbagai macam koleksi, bisa dibilang museum ini adalah
museum terlengkap yang ada di kota jogja karena terdiri dari Koleksi
Numismatik
dan Heraldik, Koleksi Filologi,
Koleksi Keramologika, Koleksi, Seni rupa, Koleksi Teknologi, Koleksi Geologi
, Koleksi Biologi, Koleksi Arkeologi,
Koleksi Etnografi, Koleksi Historika. Jam kunjungan museum selasa-kamis pukul
08.00-15.30 wib, jumat 08.00-14.00, sabtu dan minggu 08.00-15.30 sedangkan
untuk pagelaran wayang senin-sabtu 20.00-22.00
Tiket masuk museum sendiri
yaitu berkisar 3.000 rupiah untuk dewasa dan 2.500 rupiah untuk anak-anak,
serta 5.000 rupiah untuk wisatawan asing sedangkan untuk pagelaran wayang
dipatok harga 20.000 rupiah, sangat murah bukan.
Disekitar museum sonobudoyo
ada tempat makan yang sudah terkenal oleh wisatawan domestic maupun
mancanegara, menurut para penggemar kuliner jogja tidak lengkap rasanya jika
mengunjungi jogja tanpa mampir ke tempat makan ini, tempat makan ini bernama
angkringan gareng pethruk, seperti angkringan pada umumnya angkringan gareng
pethruk mempunyai makanan khas seperti nasi kucing dan berbagai macam sate,
namun makanan yang menjadi andalan dari angkringan ini adalah nasi bakarnya Ketika dibuka, isi nasi bungkus daun pisang
tersebut pun segera diketahui. Irirsan telur dadar, kering tempe, dan suwiran
ayam pedas menjadi lauk isian dari nasi bungkus tersebut. Sangat unik dan
lezat. Dengan ukuran porsi yang tak kecil membuat menu nasi bungkus ini menjadi
santapan yang mengenyangkan. Tidak sulit untuk menemukan angkringan ini karena
letaknya yang strategis dan dipenuhi dengan atribut tradisional khas kota
jogja. Buka setiap hari mulai pukul 17.00-23.00 wib.
C. Jalan Malioboro
Sudah puas mengunjungi objek
wisata yang bersejarah beserta warisan budanyanya? Kalau belum, saya akan
mengajak anda lagi untuk berwisata objek wisata kali ini bukan hanya terkenal
dengan sejarahnya saja tapi juga terkenal dengan tempat berbelanjanya.
Malioboro, Jalan Malioboro adalah
nama salah satu kawasan jalan
dari tiga jalan di Kota
Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke
perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo
Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.Pada
tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X nama dua ruas jalan
Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran Mangkubumi menjadi jalan
Margo Utomo, dan Jalan Jenderal Achmad Yani menjadi jalan
Margo Mulyo. Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini
antara lain Tugu
Yogyakarta, Stasiun
Tugu, Gedung
Agung, Pasar
Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.Jalan
Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan
khas Jogja dan warung-warung lesehan
di malam hari yang menjual makanan gudeg
Jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering
mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim, dan lain-lain di
sepanjang jalan.
Sejarah
malioboro, Dalam bahasa Sansekerta, kata “malioboro” bermakna karangan bunga.
itu mungkin ada hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara
besar maka jalan malioboro akan dipenuhi dengan bunga. Kata malioboro juga
berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama “Marlborough” yang
pernah tinggal disana pada tahun 1811-1816 M. pendirian jalan malioboro
bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta (Kediaman Sultan).Perwujudan
awal yang merupakan bagian dari konsep kota di Jawa, Jalan malioboro ditata
sebagai sumbu imaginer utara-selatan yang berkorelasi dengan Keraton ke Gunung
merapi di bagian utara dan laut Selatan sebagai simbol supranatural. Di era
kolonial (1790-1945) pola perkotaan itu terganggu oleh Belanda yang membangun
benteng Vredeburg (1790) di ujung selatan jalan Malioboro. Selain membangun
benteng belanda juga membangun Dutch Club (1822), the Dutch
Governor’s Residence (1830), Java Bank dan kantor Pos untuk mempertahankan
dominasi mereka di Yogyakarta. Perkembangan pesat terjadi pada masa itu yang disebabkan
oleh perdaganagan antara orang belanda dengan orang cina. Dan juga disebabkan
adanya pembagian tanah di sub-segmen Jalan Malioboro oleh Sultan kepada
masyarakat cina dan kemudian dikenal sebagagai Distrik Cina.
Perkembangan
pada masa itu didominasi oleh Belanda dalam membangun fasilitas untuk
meningkatkan perekonomian dan kekuatan mereka, Seperti pembangunan stasiun
utama (1887) di Jalan Malioboro, yang secara fisik berhasil membagi jalan
menjadi dua bagian. Sementara itu, jalan Malioboro memiliki peranan
penting di era kemerdekaan (pasca-1945), sebagai orang-orang Indonesia berjuang
untuk membela kemerdekaan mereka dalam pertempuran yang terjadi Utara-Selatan
sepanjang jalan.Sekarang ini
merupakan jalan pusat kawasan wisatawan terbesar di Yogyakarta, dengan sejarah
arsitektur kolonial Belanda yang dicampur dengan kawasan komersial Cina dan
kontemporer. Trotoar di kedua sisi jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil
yang menjual berbagai macam barang dagangan. Di malam hari beberapa restoran
terbuka, disebut lesehan, beroperasi sepanjang jalan. Jalan itu selama
bertahun-tahun menjadi jalan dua arah, tetapi pada 1980-an telah menjadi salah
satu arah saja, dari jalur kereta api ke selatan sampai Pasar Beringharjo.
Hotel jaman Belanda terbesar dan tertua jaman itu, Hotel Garuda, terletak di
ujung utara jalan di sisi Timur, berdekatan dengan jalur kereta api. Juga
terdapat rumah kompleks bekas era Belanda, Perdana Menteri, kepatihan yang kini
telah menjadi kantor pemerintah provinsi.Malioboro juga menjadi
sejarah perkembangan seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi Indonesia di
Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut, buku yang
berisi 110 penyair yang pernah tinggal di yogyakarta selama kurun waktu lebih
dari setengah abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat
dinamika seni budaya Jogjakarta. Jalan Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para
“seniman jalanan” dengan pusatnya gedung Senisono. Namun daya hidup seni
jalanan ini akhirnya terhenti pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup.
Karena
banyaknya objek wisata yang menarik di Yogyakarta maka penginapan di kota ini
pun membludak, namun saya mempunyai satu rekomendasi tempat menginap yang nyaman
namun tetap murah meriah dan letaknya di pusat kota, Tetap irit meski menginap
di hotel. Whiz Hotel Yogyakarta cocok bagi kamu yang ingin berlibur dengan
bujet murah tapi tetap mendapatkan fasilitas lengkap ala hotel. Dengan tarif
minimum sekitar Rp350.000 per malam, anda sudah bisa menikmati kamar
hotel dengan desain minimalis modern di kawasan pusat kota. Whiz Hotel
Yogyakarta terletak di pusat kota Jogja, tepatnya di kawasan Malioboro. Kamu
bisa dengan mudah menikmati suasana khas Malioboro, seperti Malioboro Mall yang
hanya berjarak 100 meter, atau kamu juga bisa mampir ke Pasar Beringharjo atau
Museum Benteng Vredeburg yang berjarak 600 meter. Jangan lupa beli oleh-oleh di
pusat jajanan Bakpia Pathuk yang hanya berjarak 700 meter.
Fasilitas yang dimiliki oleh Whiz Hotel Yogyakarta memiliki 100 kamar. Setiap kamarnya dialasi oleh lantai kayu dan beberapa kamar memiliki jendela kedap suara. Kamu juga bisa menikmati berbagai fasilitas di Whiz Hotel Yogyakarta, seperti WiFi gratis, TV kabel, lift, hingga kamar mandi dengan shower. Area parkir yang luas pun semakin memudahkan kamu yang membawa kendaraan pribadi.
KERATON YOGYAKARTA JALAN
MALIOBORO
Sabilah Ulfa Harnum
4423143947
sabilah.ulfa@gmail.com
·
Recomended banget nih,kalo bisa di tambah lagi referensi lainnya di yogyakarta :)
ReplyDelete