DIALOG
DENGAN JARO SAMI DI CIBEO
Hallo…apa kabar semua? Perkenalkan kembali
nama saya Berliana Indah Renata,
mahasiswa Universitas Negeri Jakarta. Para pembaca bisa memanggil saya Berliana.
Kalau kalian masih mengingat posting saya tentang pengalaman saya memandu wisata, menceritakan info tentang wisata budaya
di Banyumas, atau tentang wisata budaya di kampung Bena di Flores. Sekarang saya akan menceritakan kembali sedikit pengalaman saya sewaktu berkunjung ke suku
Baduy bersama dosen dan teman – teman Usaha Jasa Pariwisata.
Pada tanggal 22
Desember-24 Desember 2015 atas rencana mata kuliah pemanduan wisata budaya,
saya dan teman- teman melalukan observasi daerah tujuan wisata ke suku Baduy.
Benar- benar kesempatan yang luar biasa dan tak akan terlupakan karena dapat
berkunjung ke daerah tersebut untuk mempelajari banyak hal yang membuat kami
semakin menyadari betapa luar biasanya kebudayaan yang ada di Indonesia.
Perjalanan kami tempuh
dimulai dari Jakarta kami berangkat
dengan menggunakan kereta api lokal menuju Rangkas Bitung selama 1 sampai 2 jam
lamanya kemudian dari stasiun Rangkas Bitung perjalanan kami lanjutkan kembali
dengan menggunakan mobil ELF menuju desa Ciboleger, tidak bisa diceritakan
bagaimana sensasi perjalanan menuju ke desa tersebut, mungkin kalian akan
menemukan sensasi mengerikan sekaligus menyenangkan apabila kalian juga sudah
merasakannya. Sesampainya di Ciboleger kami beristirahat sejenak kemudian
perjalanan kami lanjutkan kembali dengan berjalan kaki menuju desa Baduy Luar
tempat kami nanti akan menginap selama 3 hari 2 malam. Selama disana kami juga
mengunjungi desa Baduy Dalam yang dimana perjuangan untuk bisa sampai kesana
ditempuh berjalan kaki selama 4 jam. Wah bisa dibayangkan bagaimana kami
menyusuri jalanan yang medan nya cukup membuat lelah tetapi terbayar dengan
pemandangan indah yang kami rasakan selama perjalanan.
Pertama saya akan sedikit
menjelaskan tentang suku Baduy, suku Baduy merupakan kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten
Lebak, Banten. Masyarakat desa Baduy memiliki kehidupan yang sederhana, yang
hanya bergantung pada alam. Mereka mengisolasi atau menutup diri dari pengaruh dunia luar dan
secara ketat menjaga cara hidup mereka yang tradisional. Tetapi walaupun menutup diri, untuk sistem
pendidikan, perlu diketahui pendidikannya orang Baduy Dalam tidak boleh
bersekolah formal akan tetapi orang Baduy Luar ada yang bersekolah formal.
Namun, biarpun mereka tidak sekolah formal mereka pun mengenyam pengetahuan dari
sekolan non-formal yang diberikan oleh orang tua serta masyarakat sekitar.
Pelajaran-pelajaran non-formal yang diberikan bisa berupa pelajaran tentang
kehidupan. Ada juga pelajaran manji buru atau pelajaran mengenai ritual-ritual
untuk menjaga diri dan juga menolong orang lain. Bahkan hampir 20% orang Baduy
dapat melakukan medis sendiri atau mereka disebut sebagai dukun paraji. Jadi
kalau mereka sakit mereka mencari obat atau ramuan sendiri untuk
menyembuhkannya menggunakan bahan yang di ambil dari alam.
Desa Baduy sendiri dibagi menjadi 2, yaitu
Baduy Dalam dan Baduy Luar. Desa Baduy memiliki populasi
sekitar 12.000 ribu jiwa, dengan 3.405 kepala keluarga dari 64 kampung yang
ada. Baduy Luar memiliki 61 kampung sedangkan Baduy Dalam memiliki 3 kampung (Cibeo,
Cikeusik, dan Cikertawana). Luas Baduy sekitar 5.360 ha dan dibagi menjadi
3.000 ha pelindung alam yang perlu dilestarikan dan diamankan. Masyarakat Baduy
itu cinta damai, tidak ada kekerasan dan perkelahian meskipun mereka sering
membawa golok. Mereka juga sangat mementingkan kesatuan dan persatuan serta
kegotong royongan. Dalam hal pembentukan rumah pun mereka tidak merusak alam
karena mereka cintta tanah air jadi harus melestarikan alam.
Baduy Luar dan Dalam itu
sebenarnya sama saja, yang membedakan adalah pakaian yang dikenakan. Jika Baduy
Dalam menggunakan baju putih, kain hitam (untuk bawahan), dan kain putih (untuk
ikat kepala). Sedangkan Baduy Luar mengenakan pakaian hitam dan ikat kepala
Biru Tua. Meskipun baju luarnya hitam tetapi dalamnya harus putih. Hatinya pun
sama seperti itu, biarpun rupanya jelek tetapi hatinya harus putih dan bersih.
Untuk bahasa yang digunakan adalah Bahasa Sunda. Sebenarnya orang Baduy Luar
bukan lah pelarian dari Baduy Dalam melainkan mereka bertugas sebagai pendamping
untuk menjaga dan mendampingi Baduy Dalam dari dunia luar.
Yang menjadi pembeda
antara Baduy Luar dan Baduy Dalam, mereka selain pakaiannya yaitu jika orang
Baduy Dalam berkunjung ke daerah lain misalkan ke Jakarta, maka mereka tidak
diperkenankan menggunakan kendaraan umum, melainkan harus berjalan kaki.
Sedangkan orang Baduy Luar boleh menggunakan kendaraan. Selain itu rumah orang
Baduy Dalam dalam pembuatannya tidak menggunakan paku hanya tatah dan baliung
saja, serta menggunakan tali rotan atau ijuk untuk mengikatnya.
Untuk struktur
oraganisasi yang ada terdapat pu’un, serat, bersa selapan, jaro tangtu (sebagai
pemangku adat), kemudian juga ada jaro tujuh sebagai lembaga adat dan juga bertugas untuk menghukum seseorang
dari masyarakat Baduy yang melanggar hukum adat. Biasanya seorang jaro itu
berasal dari keturunan dan yang kedua bukan dari keturunan melainkan ditunjuk.
Setelah memilih jaro baik itu dari keturunan atau ditunjuk semua tokoh
masyarakat, RT, RW berkumpul untuk melihat penunjukkan dari pilihan pu’un
terhadap sang jaro tersebut. Jaro ini memiliki tugas seperti untuk mengumpulkan
tokoh masyarakat seperti RT RW. Dan kalau ada penentuan adat dia diundang ke
Baduy Dalam untuk bermusyawarah di Balai Pertemuan.
Nah, pada saat kami berkunjung
ke Baduy Dalam, setelah melewati perjalanan yang cukup menguras keringat tiba
lah kami semua di desa Cibeo. Di desa
tersebut kami berkesempatan mencicipi durian yang sedang panen besar dan makan
siang perbekalan kami di rumah Mang Arja, salah satu penduduk Baduy Dalam yang
senantiasa menemani kami dan mengizinkan kami berkunjung ke rumahnya. Setelah itu
kami diberi kesempatan untukberbincang dengan Jaro Sami. Kami banyak bertanya
banyak hal, tentunya tetap memikirkan takut bila tersinggung dengan pertanyaan
kami. Tetapi dengan bantuan dosen kami pak Shobirien, beliau menyampaikan
setiap pertanyaan kami kepada Jaro karena Jaro sendiri menggunakan bahasa
sunda. Karena teknologi tidak boleh masuk ke baduy dalam, maka hanya beberapa
saja pertanyaan kami semua yang masih saya ingat. Diantaranya adalah:
1.
Ada berapa
rumah yang terdapat di desa Cibeo? Sampai sekarang ini di Cibeo terdapat 95
rumah. Tetapi rumah di Baduy bisa bertambah dan bisa berkurang apabila yang
punya rumah meninggal dan tidak punya keturunan, maka rumah akan dibongkar.
2.
Bolehkah
orang Baduy dalam menikah dengan orang diluar Baduy? menurut Jaro jika pihak
laki-laki maupun perempuan menikahi orang diluar Baduy nantinya tidak
diperbolehkan lagi tinggal di Baduy dalam.
3.
Kalau ada
masyarakat Baduy dalam yang melanggar peraturan, bagaimana sanksinya? Lalu
bagaimana bila wisatawan yang melanggarnya? Kalau masyarakat Baduy ada yang
melanggar, maka akan diasingkan di Baduy luar untuk dipekerjakan disana dan
tidak diijinkan masuk ke Baduy dalam selama 40 hari. Lalu jika wisatawan yang
melanggar, maka pembawa rombongan wisatawan tersebutlah yang akan diberi
teguran/peringatan.
4.
Berapa kali
desa Cibeo berpindah tempat? Desa Cibeo telah 3 kali berpindah tempat, karena
mencari tempat yang lebih luas, tetapi masih di lingkungan Baduy dalam.
5.
Bagaimana
kita dapat mengetahui bulan kawalu dalam pertanggalan Baduy? kita dapat
mengetahui bulan kawalu dengan mubculnya bintang kidang (rasi orion) dan
bintang kartika,namun merekalebih sering melihat bintang kidang sebagai patokan
awal mula mucul bulan kawalu.
6.
Bagaimana cara
melihat bintang kidang sebagai proses penentuan pembukaan perladangan? Mereka
melihatnya hanya dengan mata telanjang, dimana ciri-ciri bentuk bintang kidang
yaitu 3 bintang yang berjajar saat berada pas di tengah-tengah. Itu tandanya
proses perladangan dapat dimulai.
7.
Bagaimana
urutan bulan yang ada dalam pertanggalan Baduy? kalender bulan di Baduy
berpatokan pada perputaran bulan (komariah) yang terdiri dari 12 bulan, yaitu:
kapat, kalima, kanem, katujuh, kadalapan,kasalapan, kasapuluh, hapit lemah,
hapit kayu, kasa, karo, dan katiga.
Enak ya bisa jalan-jalan....bener tuh infonya kalo paraji bisa melakukan hal medis sendiri, mereka juga banyak bantu persalinan loh kadang-kadang. Postingannya menarik nih!😊
ReplyDeleteBaduy dalem pasti bagus banget ya, sayang gabisa foto baduy dalam
ReplyDeleteThanks for your information ber ��
Ingin kesana. Thank you untuk informasinya.
ReplyDeletewahh menarik sekali, informasinya sangat bermanfaat.
ReplyDeletewahhh seru juga kalau bisa kesana langsung melihat kehidupan Suku Baduy.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletealur cerita membuat penasaran untuk datang kesana. sukses utk perkuliahan nya mbak!
ReplyDeletealur cerita membuat penasaran untuk datang kesana. sukses utk perkuliahan nya mbak!
ReplyDeleteTerimakasih infonya,menarik.
ReplyDeleteTerimakasih infonya,menarik.
ReplyDeleteInfonya lumayan bagu, tapi bahasanya jangan terlalu formal. Ber, perhatikan lagi sasaran pembacanya ya, soalnya kalau sasaran lo anak kuliahan, terlalu kaku. Pasti bisa lebih ciamik lagi.
ReplyDeleteSuku baduy ya, gue juga udh pernah ke sana dan tempat foto yg dipakai itu sama persis sama yg gue pakai juga sama anak2 aiesec hampir 2 th lalu. Makasih info2 tambahannya. Moga makin hebat ya penelusuran budayanya. Kusuka aktifitasmu. Moga trs berlanjut bukan krn tgs kuliah aja. Go go! :)
Waah asik banget! Jadi pengen kesana juga :' Makasih infonya, sangat menarik ;)
ReplyDeleteinfonya bermanfaat kok,jadi pengen kesana makasih infonya
ReplyDeleteWaaah, dapet banyak pengalaman pasti di sana yaa. Apalagi jarak baduy dalam yang jauh. Jadi pengen ke sana�� Infonya bermanfaat banget nih beng. Thank you yaa��
ReplyDeleteWah... Terimakasih untuk info dan cerita pengalamannya. Sangat menarik.
ReplyDelete