Perjalan dari Ciboleger ke Marengo
Sumber foto:
syblikeren.blogspot.com
Salam, untuk anda yang ingin berwisata dan
belajar ke desa adat kanekes yaitu ke baduy, pasti akan berhenti di tugu atau
terminal Ciboleger yang merupakan pintu masuk untuk masuk ke kawasan desa adat
baduy.
Di sini saya akan bercerita mengenai pengalaman saya dan rombongan teman-teman Program Studi Pariwisata UNJ dari Terminal Ciboleger ke kawasan desa adat baduy, saya dan rombongan menumpang di desa Marengo baduy luar, sebenarnya banyak kampung di baduy yang bisa dijadikan tempat untuk menginap sementara atas ijin kepala desa dan warga setempat,mengapa saya bilang kampung, karena keseluruhan baduy itu berada di dalam desa Kanekes yang terdiri dari beberapa kampung.
Di sini saya akan bercerita mengenai pengalaman saya dan rombongan teman-teman Program Studi Pariwisata UNJ dari Terminal Ciboleger ke kawasan desa adat baduy, saya dan rombongan menumpang di desa Marengo baduy luar, sebenarnya banyak kampung di baduy yang bisa dijadikan tempat untuk menginap sementara atas ijin kepala desa dan warga setempat,mengapa saya bilang kampung, karena keseluruhan baduy itu berada di dalam desa Kanekes yang terdiri dari beberapa kampung.
Untuk akses gays, yang paling gampang untuk rombongan adalah turun di Stasiun Rangkasbitung. Setelah dari Stasiun Rangkasbitung, bisa melanjutkan perjalanan menggunakan mobil ELF dari terminal Aweh hingga ke pintu masuk baduy luar yaitu Ciboleger. Perjalanan dari Stasiun Rangkasbitung hingga Ciboleger, menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam. Dan jangan lupa membawa perbekalan yang akan dimasak disana yaa gays.
For your information nih gays. kita kenalan dulu ya sama
orang Baduy.
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 12.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Terdapat 61 desa (termasuk baduy luar dan baduy dalam) dan terdiri dari 64 RT. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek a–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Dan juga untuk kawasan Baduy Dalam sangat tabu untuk di foto apalagi pembuatan video.
Menurut
kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara
Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul
tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.
Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Gimana gays anda sudah mendapat gambaran mengenai orang Baduy? Kalau sudah kita lanjut ke cerita saya mengenai pengalaman ke Baduy, Ketika sampai di Ciboleger kita akan disuguhi pemandangan yang jauh dari kesan terminal, hanya ada tugu selamat datang Ciboleger dan dikelilingi oleh beberapa rumah dan warung yang menjual berbagai macam barang dan makanan.
Dan yang menarik juga ada sebuah mini market dipojokan jalan. Dan untuk anda yang ingin membawa keperluan logistik yang kiranya ada di mini market biasa dikota maka anda tidak perlu repot-repot untuk membawa logistik dari tempat anda tinggal, cukup beli disana saja.
Di Ciboleger kami pun beristirahat sejenak dan mengisi keperluan perut dengan makan di warung yang ada,di sana saya melihat banyak masyarakat yang membawa buah durian untuk dipanggul, dan ternyata pada saat itu saya beruntung karena di baduy sedang musim durian, banyak juga orang baduy luar yang membawa durian, dengan ciri khasnya memakai baju hitam dan memakai ikat kepala berwarna hitam dan bermotif batik biru, selain itu ternyata juga ada orang baduy dalam yang memakai iket putih dan berbaju putih atau hitam dan mengenakan celana hitam bergaris putih tak lupa dengan tas putih sederhana yang selalu dipundak dan golok yang selalu dipinggang.
Lalu setelah itu kami bergegas untuk masuk berkumpul kembali di warung makan terakhir sebelum memulai perjalanan, disana saya melihat juga ada seperti pasar kecil yang menjual sembako dan banyak juga toko oleh-oleh khas dari baduy seperti pakaian dan madu baduy. Setelah selesai kami pun berdoa dan memulai perjalan.
Kami dipandu oleh Kang Arji dan Mang Arja, Kang Arji adalah pemandu yang langsung ditunjuk oleh Jaro/Kepala Desa, dan dia adalah orang asli baduy luar dari kampung Marengo, lalu ada juga sosok lelaki tua yang berpakaian ala baduy dalam bernama Mang Arja, sebenarnya lebih tepat dipanggil Aki Arja mengingat usia beliau yang sudah menginjak 58 tahun, dia adalah orang asli baduy dalam yang berdomisili di kampung Cibeo.
Diperjalanan kami disambut oleh plang bertuliskan selamat datang di baduy, lalu setelah itu kami meminta izin dari jaro/kepala desat di kampung kadu ketug yang merupakan kampung terdepan jika ingin masuk dalam desa adat, di sana kami berdiskusi dengan Jaro Saija, dan diberikan buku peraturan jika ingin masuk ke dalam desa adat.
Di sana kami berbincang cukup lama karena ada sesi tanya jawab bersama dengan Jaro.
Singkat cerita perjalanan pun dimulai dengan cuaca yang mendukung, kami melewati hutan yang
rimbun dan udara yang sejuk. Setelah dari kampung Kadu Ketug kami melewati
kampung Balingbing, dari kejauhan sudah nampak sosok perempuan baduy luar yang
sedang menenun memakai alat sederhana yang menurut saya itu merupakan
pemandangan yang sangat keren, di kampung balingbing juga sudah ada wisatawan
yang sudah menginap disana.
Setelah berjalan sekitar 1 jam yang dikejar oleh keharuman buah durian, kami pun sampai di kampung Marengo yang merupakan kampung dari Kang Arji, pemandu kami yang akan menemani 3 hari kedepan. Setelah sampai kita langsung ada pembagian homestay lalu setelah itu mengumpulkan logistik dan berbagai keperluan bersama. Di home stay kami langsung berkenalan dengan yang mempunyai rumahnya.
Sekian cerita pengalaman saya dari terminal Ciboleger ke kampung Marengo semoga bermanfaat dan mohon maaf jika ada kesalahan dan jangan lupa untuk menghormati budaya setempat dan membuang sampah pada tempatnya.
Untuk cerita pengalaman di baduy yang lain bisa kalian baca
di postingan selanjutnya gaysss, untuk lebih jelasnya jangan lupa komentar dan
pertanyaannya yaaaa:). Salam
|
Achmed Habibullah Edinbur
4423143983
Usaha Jasa Pariwisata Kelas B
Wah bagus sekali ceritanya sangat menarik untuk di baca, ditambah pula gambar gambar yang bagus sehingga pembaca semakin luas wawasannya. Thx!
ReplyDelete