Monday, January 4, 2016

TUGAS 3 - PARIWISATA SEJARAH DAN BUDAYA INDONESIA



WAE REBO YANG LEBIH DULU MENDUNIA KETIMBANG MENGINDONESIA

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan pariwisatanya, mulai dari wisata alam yang berada di darat maupun dilautan, wisata budaya, wisata sejarah hingga wisata kulinernya. Pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan sedikit tentang kekayaan wisata budaya yang ada di Indonesia. Sebelumnya perkenalkan terlebih dahulu, nama saya Nesya Fadhilllah yang biasa dipanggil Nesya. Saya adalah seorang mahasiswi jurusan usaha jasa pariwisata yang ada di salah satu Universitas di Jakarta. Saya sudah mulai mengenal lebih dalam tentang pariwisata pada umur 15 tahun, ketika saya masuk di sekolah kejuruan. Namun pada saat itu saya mengambil jurusan perhotelannya, oleh sebab itu ketika memasuki perkuliahan saya ingin memperluas wawasan saya di bidang pariwisata yang pada akhirnya saya memilih jurusan Usaha Jasa Pariwisata. Selama saya berkuliah di jurusan tersebut, kini saya sudah mulai menyadari betapa luas peluang dan betapa indahnya negeri yang saya tinggali saat ini. Saya pun sadar, jika bukan dari generasi kami siapa lagi yang akan memulai untuk terus mengembangkan keindahan yang ada di negara Indonesia ini. Namun, akhir-akhir ini saya mulai kecewa dengan wisatawan-wisatawan lokal dari negara kita sendiri. Dapat kalian lihat kejadian rusaknya suatu objek wisata yang disebabkan oleh para pengunjungnya yang tidak sadar akan dampak negatif dari perbuatannya. Mungkin bukan hanya saya yang merasa kecewa dan sedih melihatnya, namun para masyarakat lain yang sadar akan kekayaan negerinya sendiri pun merasakan hal yang sama. Oleh sebab itu, mari kita terus menjaga, melestarikan dan turut mensupport kemajuan sektor pariwisata di Indonesia. Tanamkanlah jiwa untuk mencintai negerimu sendiri!

Gambar 1.1 Pulau Komodo
Salah satu destinasi pariwisata di Indonesia yang begitu indah adalah dari Indonesia timur, indonesia timur masih begitu kental akan budayanya. Saat ini juga Pariwisata di Indonesia bagian Timur mulai digencarkan lagi, karena untuk pemerataan sumber daya manusia dan penghasilan nya. Alamnya pun untuk di Indonesia timur masih sangat terjaga sehingga menarik banyak pengunjung untuk datang kesana. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas lebih kepada wisata budaya yang ada di Flores. Flores berada di provinsi Nusa Tenggara Timur, nama Flores berasal dari bahasa Portugis yang berarti “Bunga”. Flores merupakan daerah kepulauan, destinasi wisata yang terkenal di Flores adalah Pulau Komodo. Seperti namanya, pulau komodo menyajikan keindahan alamnya beserta fauna khasnya yaitu Komodo. Masih sedikit orang yang tahu bahwa Flores memiliki nama asli yaitu Nusa Nipa yang berarti Pulau ular. Luas pulau Flores sekitar 14.300 km2 dengan menyimpan begitu banyak rahasia. Flores dihuni oleh berbagai macam etnis, mulai dari Melayu, Melanesia dan Portugis. Namun, karena pernah menjadi jajahan bangsa Portugis, maka kebudayaan yang masih kental disana adalah kebudayaan Portugis, mulai dari genetik, agama dan budaya. 

Flores memiliki beragam attractions yang sangat menarik, budaya dan keramahannya sudah cukup memberikan kesan yang sangat dalam untuk para pengunjungnya. Jika anda penasaran untuk mengetahui lebih dalam kebudayaan masyarakat Flores, anda dapat menerobos pepohonan dan bukit yang curam untuk melihat langsung kehidupan desa adat dari zaman batu di Flores. Desa tradisional di Flores, masih bertahan dari pergeseran zaman yang dapat merusak nilai-nilai yang diberikan oleh nenek moyangnya. Di Flores pembinaan kearifan lokal dilakukan mulai dari rumah adat, cara menenun, melayani makanan hingga sistem adat kekeluargaan yang masih sangat di junjung tinggi. Semuanya menjadi satu dasar kesamaan tempat tinggal atau kampung. Contohnya seperti salah satu kampung yang biasa dikenal dengan orang-orang dengan Kampung diatas awan, ya Wae Rebo. 

Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur terkenal dengan keindahan alamnya. Bukan hanya pantai berwarna pink, danau tiga warna, atau pulau-pulau cantik di gugusan kepulauan Taman Nasional Komodo, tapi juga kebudayaan asli yang tersembunyi dibalik lebatnya hutan di pegunungan Manggarai. Pulau Flores merupakan salah satu pulau besar di Provinsi NTT yang terdiri dari berbagai macam budaya, diantaranya: Budaya Flores Timur, Sikka, Ende, Ngada dan Manggarai. Masing-masing kebudayaan, akan saya jabarkan sebagai berikut :  

1.      Manggarai, Waerebo

Gambar 1.2 Suasana Waerebo
Wae rebo adalah desa Manggaraian tua, yang memiliki keesotikan alam yang sangat indah dengan pemandangan gunung, desa ini menarik para pengunjung untuk melihat otentiknya perumahan di Manggarai. Secara letak geografis desa ini terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Desa Wae Rebo memiliki keunikan pada rumah adatnya, yaitu Mbaru Niang. Mbaru Niang merupakan rumah adat asal Flores yang kini sudah mulai langka karena hanya ada di kampung adat. Mbaru niang berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai dengan tinggi sekitar 8-10 meter dan diameter sekitar 10-15 meter. Mbaru niang ini sudah mendapatkan penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia Pasific pada tahun 2012 dan juga menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk arsitektur pada tahun 2013. Salah satu kearifan lokal di Wae rebo adalah menjaga kelestariam Mbaru Niang. Di Wae rebo hanya boleh ada tujuh buah Mbaru Niang, tidak kurang dan tidak lebih. Mbaru niang ini biasanya dihuni mulai dari enam hingga delapan keluarga. Sisa masyarakat yang tidak  tertampung di Wae rebo harus pindah ke kampung Kombo, yaitu sebuah kampung yang letaknya kira-kira lima kilometer dari Wae rebo.
Mbaru niang berbentuk kerucut dengan atap yang hampir menyentuh tanah. Atap rumah adat ini menggunakan daun lontar. Mbaru niang hampir mirip dengan rumah adat Honai di Papua. Secara keseluruhan bentuk kerucutnya ditutup dengan ijuk. Sedangkan 5 tingkat rumah ini terbuat dari kayu worok dan bambu yang dibangun tanpa paku. Untuk menyambung keseluruhan materialnya menggunakan tali rotan. Setiap lantai rumah Mbaru Niang ini memiliki fungsi yang berbeda-beda, yaitu :
a.       Tingkat pertama     : disebut Lutur digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga
b.      Tingkat kedua     :  loteng yang disebut Lobo digunakan untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang keseharian
c.       Tingkat ketiga       :Lentar digunakan untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti jagung, padi dan kacang-kacangan.
d.      Tingkat keempat       : Lempa rae digunakan untuk tempat stok pangan apabila terjadi kekeringan
e.       Tingkat kelima      : Hekang kode digunakan untuk tempat sesajian persembahan untuk para leluhur.

Sumber pencaharian penduduk Wae rebo bukan hanya dari tambahan wisatawan yang berkunjung. Kopi dan kain cura juga merupakan salah satu usaha yang menjadi penghasilan utama dari penduduk Wae Rebo. Kopi wae rebo berjenis arabika, sedangkan kain cura adalah kain tenun yang biasanya dilakukan oleh ibu-ibu di Wae rebo. Kain cura memiliki motif khas berwarna cerah. Sedangkan dalam pendidikan, di Wae rebo belum ada sekolah. Jadi anak-anak kecil di Wae rebo harus bersekolah di kampung Kombo.

Gambar 1.3 Waerebo
Ritual yang masih dilaksanakan di Wae rebo adalah ritual Pa’u Wae Lu’u. Ritual ini dipimpin oleh ketua adat Wae Rebo, dengan tujuan meminta ijin dan perlindungan kepada roh leluhur terhadap tamu yang berkunjung ataupun tinggal di Wae rebo hingga para tamu meninggalkan kampung tersebut. tidak hanya itu, ritual ini juga ditujukan untuk para pengunjung yang sudah sampai di temat asal mereka. Karena bagi masyarakat Wae rebo, wisatawan yang datang dianggap sebagai saudara yang sedang pulang kampung. Sebelum ritual tersebut selesai, para pengunjung tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan apapun termasuk mengambil foto. Selain itu, terdapat beberapa larangan ketika para pengunjung yang datang ke Wae rebo yaitu harus memakai pakaian sopan, untuk para wanita tidak boleh menggunakan tank top ataupun hot pants. Hal lain yang harus diperhatikan adalah dilarang untuk menunjukkan kemesraan, baik itu dengan lawan jenis maupun sejenis meskipun sudah berstatus suami istri. Dan para pengunjung juga diharuskan untuk melepas alas kaki ketika masuk kedalam rumah. Ada beberapa alternative cara menuju kesana diantaranya, Jika kita dari Jakarta menggunakan Transportasi udara maka kita harus mengambil penerbangan menuju Denpasar, setelah itu dari Denpasar lanjut penerbangan menuju Ruteng, Lalu dari Ruteng bisa melanjutkan lagi perjalanan menuju Dange atau Dintor sebuah desa terakhir sebelum menuju waerebo. Namun kekurangan jika kita menggunakan transprtasi udara adalah penerbangan rute Denpasar-Ruteng tidak terjadi setiap hari. Transportasi selanjutnya yang bias kita gunakan adalah Transportasi Darat, kita bisa menggunakan Transportasi bus tujuan Bima, kita bisa menemukan bus jurusan Bima ini di Terminal Rawamangun, setelah sampai di terminal Bima dilanjutkan lagi menuju pelabuhan sape menggunakan elf. Setelah menempuh waktu kurang lebih 4 jam maka sampailah di pelabuhan sape, untuk tiba di pelabuhan bajo memakan waktu 6 jam. Saat tiba di pelabuhan Labuan bajo kita bisa melanjutkan perjalanan menuju wae rebo menggunakan bus atau jasa travel dengan jurusan Labuan Bajo-Ruteng. Sesampainya di Ruteng kita melanjutkan perjalanan lagi menuju Dange. Namun transportasi disini sangat minim sekali hanya tersedia bemo, angkot dan itupun jarang beroperasi setiap hari. Transportasi yang tersedia setiap hari hanya sebuah mobil bak atau Truk, orang Ruteng menyebutnya ‘oton kayu”. Sebuah transportasi khas masyarakat sana yang mana belakangnya terbuka dan diisi oleh papan-pan kayu sebagai tempat duduk nya. Transportasi ini bias ditemukan di terminal Mena, jarak tempuh dari Ruteng menuju Dange sekitar 4 jam. Dange merupakan desa terakhir sebelum melanjutkan perjalanan menuju waerebo, untuk menuju waerebo wisatawan harus melakukan trecking yang memakan waktu sekitar 4-5 jam tergantung kondisi cuaca dan fisik masing-masing wisatawan. 

2.      Budaya Flores Timur

Gambar 1.4 Suku Lamaholot
Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan dengan kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut Flores dan selatan, laut Sawu. Orang yang berasal dari Flores Timur sering disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang digunakan bahasa suku Lamaholot. Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan ritual suku. Rumah adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan dan yang empunya bumi). Pelapisan sosial masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama, karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal dan mengolah tanah dari suku Mehen. Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku Ketawo. Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai berikut: Ola tugu,here happen, lLua watana, Gere Kiwan, Pau kewa heka ana, Geleka lewo gewayan, toran murin laran. Artinya: Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut), berkarya di gunung, melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi kepada pertiwi/tanah air, menerima tamu asing.

3.      Budaya Sikka

Sikka berbatasan sebelah utara dengan laut Flores, sebelah selatan dengan Laut Sabu, dan sebelah timur dengan kabupaten Flores Timur, bagian barat dengan kabupaten Ende. Luas wilayah kabupaten Sikka 1731,9 km2. Ibu kota Sikka ialah Maumere yang terletak menghadap ke pantai utara, laut Flores. Konon nama Sikka berasal dari nama suatu tempat dikawasan Indocina. Sikka dan dari sinilah kemungkinan bermula orang berimigrasi kewilayah nusantara menuju ke timur dan menetap disebuah desa pantai selatan yakni Sikka. Nama ini Kemudian menjadi pemukiman pertama penduduk asli Sikka di kecamatan Lela sekarang. Turunan ini bakal menjadi tuan tanah di wilayah ini. Pelapisan sosial dari masyarakat Sikka. Lapisan atas disebut sebagai Ine Gete Ama Gahar yang terdiri para raja dan bangsawan. Tanda umum pelapisan itu di zaman dahulu ialah memiliki warisan pemerintahan tradisional kemasyarakatan, di samping pemilikan harta warisa keluarga maupun nenek moyangnya. Lapisan kedua ialah Ata Rinung dengan ciri pelapisan melaksanakan fungsi bantuan terhadap para bangsawan dan melanjutkan semua amanat terhadap masyarakat biasa/orang kebanyakan umumnya yang dikenal sebagai lapisan ketiga yakni Mepu atau Maha. Secara umum masyarakat kabupaten Sikka terinci atas beberapa nama suku; (1) ata Sikka, (2) ata Krowe, (3) ata Tana ai, desamping itu dikenal juga suku-suku pendatang yaitu: (4) ata Goan, (5) ata Lua, (6) ata Lio, (7) ata Ende, (8) ata Sina, (9) ata Sabu/Rote, (10) ata Bura. Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kelender pertanian sbb: Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk membersihkan kebun, menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari, Pebuari, Maret) masa untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan Balu Goit - Balu Epan - Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam palawija /kacang-kacangan. Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin (Agustus - September).

4.      Budaya Ende

Batas-batas wilayahnya yang membentang dari pantai utara ke selatan itu adalah dibagian timur dengan kabupaten Sikka, bagian barat dengan kabupaten Ngada, utara dengan laut Flores, selatan dengan laut Sabu. Luas kabupaten Ende 2046,6 km2, iklim daerah ini pada umumnya tropis dengan curah hujan rata-rata 6096 mm/tahun dengan rata rata jumlah hari hujan terbanyak pada bulan November s/d Januari. Daerah yang paling terbanyak mendapat hujan adalah wilayah tengah seperti kawasan gunung Kalimutu, Detusoko, Welamosa yang berkisar antara 1700 mm s/d 4000 mm/tahun. Nama Ende sendiri konon ada yang menyebutkannya sebagai Endeh, Nusa Ende, atau dalam literatur kuno menyebut Inde atau Ynde. Ada dugaan yang kuat bahwa nama itu mungkin sekali diberikan sekitar abad ke 14 pada waktu orang-orang maleyu memperdagangkan tenunan besar nan mahal yakni Tjindai sejenis sarung patola dalam pelayaran perdagangan mereka ke Ende. Ende/Lio sering disebut dalam satu kesatuan nama yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian sikap ego dalam menyebutkan diri sendiri seperti : Jao Ata Ende atau Aku ata Lio dapat menunjukan sebenarnya ada batas-batas yang jelas antara ciri khas kedua sebutan itu. Meskipun secara administrasi masyarakat yang disebut Ende/Lio bermukim dalam batas yang jelas seperti tersebut di atas tetapi dalam kenyataan wilayah kebudayaan (tereitorial kultur) nampaknya lebih luas Lio dari pada Ende.

Gambar 1.5 Wilayah Ende
Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk. Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun alang-alang. Lapisan bangsawan masyarakat Lio disebut Mosalaki ria bewa, lapisan bansawan menengah disebut Mosalaki puu dan Tuke sani untuk masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat Ende bangsawan disebut Ata NggaE, turunan raja Ata Nggae Mere, lapisan menegah disebut Ata Hoo dan budak dati Ata Hoo disebut Hoo Tai Manu.

5.      Budaya Ngada

Ngada merupakan kabupaten yang terletak diantara kabupaten Ende (di timur) dan Manggarai (di barat). Bajawa ibu kotanya terletak di atas bukit kira-kira 1000 meter di atas permukaan laut. Masyarakat ini dikenal empat kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan yang berbeda. Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa. Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri kekrabatannya dengan mendukung semacam tanda kesatuan mereka. Arti keluarga kekrabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu (satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu. Contoh setiap anggota kekrabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku, terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu. 

Rumah tradisional disebut juga Sao, bahan rumah terbuat seperti di Ende/Lio (dinding atap, dan lantai /panggungnya). Secara tradisional rumah adat ditandai dengan Weti (ukiran). Ukiran terdiri dari tingkatan-tingkatan misalnya Keka, Sao Keka, Sao Lipi Wisu, Sao Dawu Ngongo, Sao Weti Sagere, Sao Rika Rapo, Sao Lia Roda. Pelapisan sosial teratas disebut Ata Gae, lapisan menengah disebut Gae Kisa, dan pelapisan terbawah disebut Ata Hoo. Sumber lain menyebutkan pelapisan sosial biasa dibagi atas tiga, Gae (bangsawan), Gae Kisa = kuju, dan golongan rendah (budak). Ada pula yang membagi atas empat strata, Gae (bangsawan pertama), Pati (bangsawan kedua) Baja (bangsawan ketiga), dan Bheku (bangsawan keempat). Para istri dari setiap pelapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut saja Inegae/Finegae dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran. Masyarakat Nagekeo pendukung kebudayaan Paruwitu (kebudayaan berburu), masyarakat Soa pendukung Reba (kebudayaan tahun baru, pesta panen), Pendukung kebudayaan bertani dalam arti yang lebih luas ialah Ngadhu/Peo, terjadi pada sebagian kesatuan adat Nagekeo, Riung, Soa dan Ngada.

Mungkin hanya itu saja yang bisa saya ceritakan mengenai Sejarah dan Budaya Flores, Nusa Tenggara Timur. Semoga informasi yang saya sampaikan dalam cerita ini dapat menjadi manfaat untuk para pembaca dan jika ada yang kurang dalam tulisan, saya mohon maaf.


Sumber :

Nesya Fadhillah A
4423143911
UJP A 2014
Universitas Negeri Jakarta

1 comment:

  1. salah satu kekayaan alam Indonesia di Indonesia Tengah yang mau saya kunjungi nantinya yaitu Nusa Tenggara Timur, apalagi dengan adanya hewan purbakala yaitu Komodo yang di jaga baik baik disini merupakan suatu aset menarik utk diteliti dan dikunjungi

    ReplyDelete