OBJEK DAYA TARIK WISATA
DESTINASI WISATA BUDAYA:
BANYUWANGI
Mata Kuliah Pariwisata Budaya
BANYUWANGI
Kabupaten Banyuwangi adalah
sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah
Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur pulau Jawa, di kawasan
Tapal Kuda, dan berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di
timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso
di barat. Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur
sekaligus menjadi yang terluas di Pulau Jawa, dengan luas wilayahnya yang
mencapai 5.782,50 km2, atau lebih luas dari Pulau Bali (5.636,66 km2). Di
pesisir Kabupaten Banyuwangi, terdapat Pelabuhan Ketapang, yang merupakan
perhubungan utama antara pulau Jawa dengan pulau Bali (Pelabuhan Gilimanuk).
Penduduk Banyuwangi cukup beragam.
Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura (kecamatan Muncar,
Wongsorejo, Kalipuro, Glenmore dan Kalibaru) dan suku Jawa yang cukup
signifikan, serta terdapat minoritas suku Bali, suku Mandar, dan suku Bugis.
Suku Bali banyak mendiami desa - desa di kecamatan Rogojampi, bahkan di desa
Patoman, Kecamatan Rogojampi seperti miniatur desa Bali di pulau Jawa. Suku
Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai
sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal
sebagai salah satu ragam tertua bahasa Jawa. Suku Osing Banyak mendiami di
Kecamatan Glagah, Licin, Songgon, Kabat, Rogojampi, Giri, Kalipuro, Kota serta
sebagian kecil di kecamatan lain.
Kabupaten Banyuwangi menyandang
beberapa julukan, diantaranya:
• The
Sunrise of Java
Julukan The Sunrise of Java
disandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain karena daerah yang pertama terkena
sinar matahari terbit di pulau Jawa.
• Kota
Osing
Salah satu keunikan Banyuwangi
adalah penduduk yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yaitu Jawa
Mataraman, Madura, dan Osing. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi.
Sebagai keturunan kerajaan Blambangan, suku osing mempunyai adat-istiadat,
budaya maupun bahasa yang berbeda dari masyarakat jawa dan madura.
1.1.1. Wisata
Kabupaten Banyuwangi memiliki
banyak objek wisata seperti
• Kawah
Ijen
• Pantai
Boom
• Pantai
Plengkung
• Pantai
Rajegwesi
• Pulau
Merah
• Watu
Dodol
• Teluk
Hijau
• Pantai
Lampon
• Pantai
Blimbingsari
• Rawa
Bayu
• Tabuhan
Island
• Air
Terjun Lider
• Wisata
Osing
• Wisata
arung jeram Kali Badeng
• Taman
Blambangan
• Taman
Sritanjung
• Taman
Tirtawangi
• Alam
Indah Lestari
• Taman
Nasional Alas Purwo
• Taman
Nasional Meru Betiri
• Savanna
Sadengan
• Taman
Jawatan
Tetapi hanya beberapa yang
termasuk dalam wisata budaya di Banyuwangi, diantaranya adalah wisata Osing, Napak Tilas, festival
Kuwung, Gandrung Ider Bumi, dan sebagainya.
Wisata Budaya Banyuwangi :
• Wisata
Suku Osing
Desa Wisata Osing atau Using
berada di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa
Timur; memiliki luas 117.052 m2 memanjang hingga 3 km di kedua sisinya.
Penduduk di desa ini merupakan kelompok masyarakat yang memiliki ada tistiadat
dan budaya khas sebagai satu suku, yang dikenal sebagai suku Osing (Using).
Pemerintah menetapkannya, sebagai daerah cagar budaya dan mengembangkannya
sebagai Desa Wisata Suku Osing (Using).
Asal mula nama desa Kemiren
disebutkan berasal dari kondisi desa yang banyak ditumbuhi tanaman kemiri dan
durian. Menurut sejarah masyarakat Desa Kemiren berasal dari orang-orang yang
mengasingkan diri dari kerajaan Majapahit setelah kerajaan ini mulai runtuh
sekitar tahun 1478 M. Selain menuju ke daerah di ujung timur Pulau Jawa ini,
orang-orang Majapahit juga mengungsi ke Gunung Bromo (Suku Tengger) di
Kabupaten Probolinggo, dan Pulau Bali. Kelompok masyarakat yang mengasingkan
diri ini kemudian mendirikan kerajaan Blambangan di Banyuwangi yang bercorak
Hindu-Buddha seperti halnya kerajaan Majapahit. Kemudian masyarakat Kerajaan
Blambangan berkuasa selama dua ratusan tahun sebelum jatuh ke tangan kerajaan
Mataram Islam pada tahun 1743 M.
Desa
Wisata Osing (http://kenali-negrimu.blogspot.com
Dapat diketemukan beragam
kebiasaan dan upacara adat istiadat masyarakat Osing yang masih dilaksanakan
dan dipertahankan antara lain:
1. Makan Sirih
Kegiatan Nyirih (http://siskanurifah.wordpress.com)
Mempersiapkan Nyirih,
terdiri dari tembakau, daun sirih dan kapur/injet
(http://siskanurifah.wordpress.com)
|
2. Bercocok Tanam
Panggung angklung paglak
setinggi 10 meter, dengan pilar hanya terbuat dari bambu. Sajian musik ini,
diperuntukkan untuk mengiringi saat panen tiba.
Sebagai ungkapan terimasih.
(http://siskanurifah.wordpress.com) |
Bapak-bapak suku Osing
bermain angklung paglak
(http://siskanurifah.wordpress.com) |
Panggung angklung paglak setinggi
10 meter, dengan pilar hanya terbuat dari bambu. Sajian musik ini,
diperuntukkan untuk mengiringi saat panen tiba. Sebagai ungkapan terimasih.
Dalam bercocok tanam, masyarakat
Kemiren menggelar tradisi selamatan sejak menanam benih, saat padi mulai
berisi, hingga panen. Saat masa panen tiba, petani menggunakan ani-ani diiringi
tabuhan angklung dan gendang yang dimainkan di pematang-pematang sawah. Saat
menumbuk padi, para perempuan memainkan tradisi gedhogan, yakni memukul-mukul
lesung dan alu sehingga menimbulkan bunyi yang enak didengar.
Bapak-bapak suku Osing
bermain angklung paglak
(http://siskanurifah.wordpress.com) |
3. Siklus Kehidupan Manusia
a. Upacara Masa Kehamilan
Upacara yang diadakan sejak
wanita mengandung untuk pertama kalinya hingga kandungan tersebut berusia
sekitar sembilan bulan.
Dalam jangka waktu tersebut,
diadakan upacara ataupun selamatan bersamaan dengan usia kandungan. Usia kandungan
yang dianggap penting, dan oleh sebab itu diadakan upacara yaitu upacara
selamatan usia kandungan 4 bulan, kemudian upacara Neloni, atau Telonan, yaitu
ketika usia kandungan sudah tiga bulan. Seorang ibu yang sudah mengandung tiga
bulan sudah nampak perubahan jasmaninya.
Antara bulan ke 4 sampai bulan ke
6, tidak diadakan upacara, dan ketika kandungan sudah berumur 7 bulan, barulah
diadakan upacara. Upacara kandungan tujuh bulan itu disebut Pitonan Piton-piton
atau Tingkeban.
Dalam upacara Tingkeban itu,
diadakan upacara yang agak meriah. Biasanya suami-istri dimandikan bersama
(siraman), memecah cengkir gading, upacara yang mengharapkan jenis kelamin apa
yang diduga akan lahir, laki-laki atau perempuan. Kemudian upacara menjual
rujak. Menjelang masa kelahiran masih ada upacara yang harus dilakukan yaitu
upacara Procotan.
b. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
Upacara kelahiran dan masa bayi,
meliputi upacara atau selamatan yang diselenggarakan sejak bayi lahir hingga
berusia satu tahun. Beberapa upacara yang harus dilakukan adalah Brokohan pada
masyarakat Jawa Mataraman yaitu upacara menyambut kelahiran bayi. Pada
masyarakat Osing dikenal dengan selamatan Jenang Abang Mapag Bayi, kemudian
diberi nama sesuai dengan hari kelahirannya. Misalnya hari Jum’at dinamakan
Jumahir bagi bayi laki-laki dan Jumati bagi perempuan. Kemudian upacara itu
dilanjutkan dengan upacara Mendem ari-ari, atau menanam tembuni (placentia).
Ari-ari anak perempuan ditanam di dalam rumah, sementara anak laki-laki ditanam
di luar rumah.
Pada waktu bayi mengalami pupak
puser, yaitu tanggalnya tali pusat bayi, diadakan selamatan, dan biasanya bayi
berumur 5 hari atau sepasar. Dalam upacara sepasaran, biasanya dilakukan
selamatan pemberian nama kepada bayi. Upacara Cuplak Puser dalam masyarakat
Osing disebut Nyukit Lemah. Pada saat ini bayi perempuan dilakukan khitan atau
sunat. Sebelum cuplak puser, setiap sore, ayah bayi melakukan upacara
obor-obor.
Setelah bayi berumur sekitar 35
hari, atau selapan, diadakan upacara atau selamatan Selapanan. Dalam upacara
itu, bayi dicukur rambutnya untuk pertama kali atau disebut Mbuwang Rambut
Bajang. Namun untuk beberapa daerah, mencukur rambut itu dilakukan bersamaan
waktunya dengan Sepasaran. Kemudian bayi itupun diturunkan di tanah untuk
pertama kalinya. Upacara itu disebut Mudhun Lemah atau Tedak Siten pada
masyarakat Jawa Mataraman atau menginjak tanah, dalam upacara itu, diramalkan
tentang nasib serta jenis mata percaharian bayi tersebut apabila sudah dewasa.
Mudhun lemah pada masyarakat Osing Desa Kemiren tergolong unik, terdapat :
• Jenang
lintang
• Alu
berjumlah 4 buah
• Selametan
tumpeng serakat
• Selametan
tumpeng suwung
Adakalanya masa anak ini,
diadakan upacara mbuwang jangan.
c. Upacara Masa Kanak-Kanak
Upacara masa kanak-kanak, terdiri
dari beberapa upacara atau selamatan, sejak usia sekitar satu setengah tahun
hingga berumur sekitar 12 tahun. Menurut adat, masa kanak-kanak itu ukurannya
tidak jelas, demikian pula upacara yang harus dilakukan terhadapnya.
Upacara Nyapih, artinya memisahkan
si anak dari ibunya untuk tidak menetek lagi. Antara anak laki-laki dan
perempuan ada perbedaan usia dimulainya upacara Nyapih. Anak laki-laki lebih
cepat disapih dibandingkan dengan anak perempuan. Hal itu menurut anggapan,
makin lama anak laki-laki diberi susu oleh ibunya, akan berakibat kelambatan
berpikirnya dan bahkan dapat menyebabkan kecerdasannya berkurang.
d. Upacara Masa Remaja
Upacara masa remaja menginjak
dewasa, dilakukan pada waktu si anak memasuki akil-balig. Bagi anak perempuan,
tanda kedewasaan atau keperawanan itu dimulai apabila anak perempuan sudah
mengalami menstruasi yang pertama kali. Dalam masyarakat Osing haid pertama itu
disebut Munggah perawan atau Sukeran untuk masyarakat Jawa Mataraman. Peristiwa
itu ditandai dengan upacara atau selametan Jenang abang dan Jenang putih.
Bagi anak laki-laki, tanda
memasuki masa remaja, mulai anak itu dikhitan atau disunat. Namun untuk
beberapa daerah masyarakat Osing Banyuwangi, khitan itu diadakan semasa anak
masih bayi atau pada masa kanak-kanak yaitu sekitar umur 8 tahun. Namun dahulu
khitan itu dilaksanakan apabila anak sudah menginjak usia 15 tahun. Menurut
anggapan masyarakat jika anak itu dikhitan terlalu muda, pertumbuhan badannya
menjadi lamban (kecentet). Upacara khitan masyarakat Osing di Desa Kemiren
dengan melaksanakan beberapa upacara antara lain :
• Ngirim
donga
• Soben-soben
• Kebat-kebat
(termasuk njenang, nyawur, ngincok, katikan, ngerempah, masang penetep)
• Sedekah
• Ngoloni
• Ngarak
sunat
• Tangkeb-tangkeb
• Selametan
jenang sumsum
• Sepasaran
• Selapanan
Upacara ini memerlukan waktu
sampai satu minggu lebih. Bagi anak perempuan semacam khitan itu diadakan
ketika anak berusia sekitar sepasar atau selapan, dan upacara itu disebut
Nyunat. Upacara itu hanya dilakukan dalam kalangan keluarga terbatas saja.
Bagi anak perempuan, masih harus
mengalami upacara Ngasab atau Pangur atau Pasah untu bagi masyarakat Jawa
Mataraman, yaitu meratakan gigi bagian ujungnya. Di Madura upacara itu disebut
Papar gigi’. Upacara itu masih dilakukan dalam keluarga dimana anak gadisnya
sudah mendapatkan kain kotor yang pertama kali. Diasab dalam masyarakat Osing
bisa dilakukan saat upacara pernikahan.
Upacara lain yang biasanya juga
diadakan pada saat anak menjelang dewasa, yaitu upacara Ngruwat atau Nglukat.
Ngruwat itu dilakukan oleh keluarga jika mempunyai anak hari kelahiran dan hari
pasarannya sama dengan orang tuanya ataupun ibunya. Di samping itu, jika anak
itu anak tunggal, anak kembar, baik laki-laki maupun perempuan semuanya.
Menurut adat, upacara ngruwat itu dilakukan bilamana seorang anak termasuk:
Ondal-andil (Ontang-anting) yaitu anak tunggal, Ontang-anting tunggak aren,
Pendawa Lima, Pendawa adang, Pendawa epil-epil, Kendhana-kedhini, Kembang
sepasang, Uger-uger lawang, Sendang kapit pancuran, Pancuran kapit sendang,
Pancuran mas, Pancuran inten, dan sebagainya.
e. Upacara Masa Dewasa
Upacara pernikahan juga disebut
Manten Osing. Masyarakat Osing menggelar hajat mantenan dengan sangat patuh
pada adat leluhurnya. Prosesinya bisa memakan waktu 1 minggu lebih. Upacaranya
meliputi :
• Ngirim
donga
• Hataman
• Sedekah
• Selametan
pecel pitik
• Kebat-kebat
(dari njenang dan sebagainya)
• Ngasab
• Paju
dandang
• Dumpilan
• Ngarak
manten
• Mbuwang
kuro
Jika dalam temanten itu terdapat
anak bungsu, diadakan upacara Ngosek ponjen. Jika ragil bertemu ragil (bungsu)
dari kedua mempelai, ada upacara Perang bangkat. Perkawinan anak pertama dengan
anak pertama ada upacara perang tamper, ada peras pikul, peras suwun, dan
sebagainya.
f. Upacara Masa Tua
Pada masyarakat Osing di Desa
Kemiren, Kecamatan Glagah, ada upacara Semoyo putu yang dilakukan jika
suami-istri telah menikahkan semua anaknya, dari anak-anaknya itulah mereka
berarti telah memiliki cucu. Semoyo putu juga biasa disebut Semoyo mantu. Upacaranya
terdiri :
• Sedekah
(ada tumpeng serakat, pecel pitik, jenang pancawarna, jenang sengkala)
• Siraman
• Peras
• Sego
golong
• Dan
lain-lain
4. Kesenian
Tari Ayam
Jago (http://siskanurifah.wordpress.com)
|
Tari Gandrung
(http://siskanurifah.wordpress.com)
|
Tari Barong (http://siskanurifah.wordpress.com) |
Kirab Tumpung Gunungan hasil bumi
http://banyuwangitourism.com/news/ |
Napak
Tilas Gelaran yang di laksanakan setiap tahunnya ini, diikuti oleh seluruh
masyarakat Banyuwangi. Menempuh jarak sejauh 3km, ratusan masyarakat antusias
mengikuti acara tersebut dengan berbagai kostum yang mereka gunakan baik dari
peserta perorangan maupun beregu. Selain itu, acara ini untuk memperingati
perang puputan Bayu melawan tentara Belanda pada tahun 1771 lalu. Menempuh
jarak 7 Km yang terdiri atas 2 Km jalan aspal dan 5 Km jalan setapak di tengah
hutan mulai dari Lapangan Sragi hingga wana wisata Rowo Bayu, Tempat petilasan
Prabu Tawangalun.
Namun ada yang berbeda dari Napak
Tilas sebelumnya, warga desa Songgon juga mengelar kirab Pusaka dan kirab
Tumpung Gunungan hasil bumi. Kirap yang menempuh jarak 3 Km ini juga finis di
tempat yang sama, ratusan pusaka yang dikirap ini adalah pusaka peninggalan
leluhur saat perang menghadapi tentara Belanda.
• Festival
Kuwung
Festival paling tua di kota yang
biasa dijuluki “Sunrise of Java”. Pawai yang sudah dikenal sebagai agenda
wisata tahunan Banyuwangi menjadi etalase yang memamerkan keaslian Banyuwangi,
baik kekayaan budaya, adat, maupun potensi unggulan yang ditampilkan oleh
perwakilan 24 kecamatan se-Kabupaten Banyuwangi.
Diawali dengan penampilan ritual
adat Seblang Olehsari yang diperagakan para gadis muda yang menggambarkan
tonggak sejarah Gandrung, pawai itu diikuti ratusan penari Gandrung dan
berbagai atraksi adat lainnya seperti adat budaya kebo-keboan dan upacara kemanten
Using.
Seribu peserta berpawai melintasi
sepanjang jalan protokol sejauh dua kilometer. Pawai menempuh rute dari depan
kantor bupati Banyuwangi di Jalan A Yani, Jalan PB Sudirman, Jalan Satsuit
Tubun, dan berakhir di Taman Blambangan
Selain berbentuk parade berjalan,
Festival Kuwung juga dikemas dengan parade mobil hias secara kolosal,
memamerkan potensi lokal seperti kerajinan maupun destinasi wisata. Iringan
musik khas seperti hadrah, kundaran, dan jaranan memeriahkan festival budaya
autentik Banyuwangi.
• Barong
Ider Bumi
Barong Ider Bumi adalah agenda
tahunan yang rutin diadakan oleh masyarakat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah,
Banyuwangi. Acara ini diadakan dengan swadaya masyarakat dan pemerintah
Kabupaten Banyuwangi memasukkan atraksi Barong Ider Bumi sebagai salah satu
rangkaian agenda Pariwisata Banyuwangi Festival. Barong adalah semacam kostum
dengan topeng dan pernak-pernik sebagai gambaran hewan yang menakutkan. Dalam
kepercayaan masyarakat suku Osing, Barong dipercaya sebagai lambang kebaikan
yang mempunyai kemampuan untuk mengusir roh-roh jahat. Masyarakat suku Osing
percaya jika mengadakan tradisi Barong Ider Bumi, maka kehidupan setahun
kedepan akan membahagiakan. Tradisi Budaya ini dilakukan sebagai bentuk rasa
syukur pada Yang Kuasa atas Karunia-NYA yang telah memberikan kententraman dan
kemakmuran pada warga Desa Kemiren. Selain itu juga suku Osing percaya kalau
tradisi ini digunakan untuk menghilangkan bala bencana. Tradisi Barong Ider
Bumi dilaksanakan pada dua hari setelah Hari Raya Idul Fitri.
Kata Ider Bumi merupakan
penggabungan dari dua kata yaitu Ider dan Bumi. Ider berarti mengelilingi /
berkelling, dan Bumi artinya jagat/ tempat berpijak. Ider Bumi mempunyai arti
mengelilingi tempat yang dipijak, intinya arti dari Barong Ider Bumi adalah
mengarak barong mengelilingi desa. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa rombongan
yang mengiringi barong saat berkelling desa. Di barisan depan adalah beberapa
tokoh adat yang membawa bokor (warga Kemiren menyebutnya Lukiran) yang berisi uang
logam Rp.100 berjumlah Rp.99.000 tepat, yang sudah dicampur beras kuning dan
bunga sembilan warna. Lalu ada barisan 7 orang nenek yang mengenakan selendang
berwarna putih polos dengan corak garis hitam yang disebut Selendang Solok.
Saat mengikuti iring-iringan
barong, nenek-nenek tersebut sambil nginang/nyusur, dengan mengunyah daun sirih
bercampur kapur gamping yang biasa dilakukan dalam masyarakat sejak dulu untuk
menjaga keawetan gigi. Sebelum barong diarak keliling Desa, para sesepuh
memainkan angklung di Balai desa untuk memulai ritual. Setelah itu, seluruh
warga Desa Kemiren keluar rumah lalu mulai berbaris mengajak barong Osing yang
diawali dari pusaran (gerbang masuk) desa ke arah barat menuju tempat.
KESIMPULAN
Indonesia negara berjuta-juta
potensi wisata, baik lekuk keindahan alam dan ragam budaya tidak terkecuali
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Banyuwangi sebagai kawasan multikultural
akibat sejarah dan perkembangannya merupakan kawasan potensi daya tarik wisata
yang menarik. Selain kawah Ijen, Pulau Merah, Pantai Plengkung, dan masih
banyak lagi, Banyuwangi juga khas dan popular dengan kekayaan buday suku Osing
sebagai penduduk dominan di kabupaten tersebut.
Wisata Osing pun berperan sebagai
wisata cagar budaya. Berisi muatan kegiatan dan ragram wisata yang mengeksplore
kehidupan dan budaya suku Osing, kebiasaan dan upacara adat yang masih
dilakukan sampai saat ini berdasarkan siklus kehidupan manusia, serta
kesenian-kesenian suku Osing seperti Tari Gandrung, Tari Ayam Jago, dan Tari
Barong. Di samping tari Barong terdapat juga Barong Ider Bumi. Barong adalah
semacam kostum dengan topeng dan pernak-pernik sebagai gambaran hewan yang
menakutkan. Dalam kepercayaan masyarakat suku Osing, Barong dipercaya sebagai
lambang kebaikan yang mempunyai kemampuan untuk mengusir roh-roh jahat.
Masyarakat suku Osing percaya jika mengadakan tradisi Barong Ider Bumi, maka
kehidupan setahun kedepan akan membahagiakan. Tradisi Budaya ini dilakukan
sebagai bentuk rasa syukur pada Yang Kuasa. Tradisi Barong Ider Bumi
dilaksanakan pada dua hari setelah Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu Napak Tilas, acara ini
untuk memperingati perang puputan Bayu melawan tentara Belanda pada tahun 1771
lalu. Perang Puputan Bayu adalah
peperangan yang terjadi antara pasukan VOC Belanda dengan pejuang-pejuang Blambangan pada tahun
1771-1772 di bayu (Kecamatan Songgon sekarang).
Masih sangat banyak budaya yang
dilestarikan oleh kabupaten Banyuwangi sampai saat ini. Keindahan dan keunikan
ragam budaya yang kaya ini kemudian dikemas dengan menarik dalam beberapa
event, festival, bahkan desa adat. Oleh karena itu, patutlah kita juga bangga
dengan kekayaan ragam budaya negara kita Indonesia, dan melestarikannya sama
seperti masyarakat Banyuwangi dan masyarakat daerah lainnya dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
http://gpswisataindonesia.blogspot.co.id/2014/05/desa-wisata-kemiren-suku-osing-using.html
http://sunriseofjava.com/berita-178-menengok-desa-wisata-kemiren.html
http://banyuwangitourism.com/news/memperingati-hari-jadi-banyuwangi-harjaba-yang-ke-242-banyuwangi-gelar-napak-tilas.html
http://banyuwangitourism.com/content/barong-ider-bumi
Sudah bagus. Trimakasih memberi info tentang Banyuwangi
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTulisan yang menarik, terus semangat dalam menulis.
ReplyDeleteSangat menginspirasi kalangan muda untuk mengenal lebih dekat gambaran budaya Banyuwangi yang tak kalah dari sisi kualitas.
ReplyDeleteTerimakasih atas informasinya ribka hotma gabe... :*
ReplyDeletePas saya baca ini, saya langsung penasaran dgn budaya banyuwangi secara langsung, bermanfaat banget infonya. Ternyata banyuwangi itu tdk kalah unik dan menarik dar kota-kota lain yg ada di indonesia. Terima kasih untuk infonya :)
ReplyDeleteInfonya sangat lengkap sekali, terima kasih gabe
ReplyDeleteInfonya sangat lengkap sekali, terima kasih gabe
ReplyDeleteTernyata Banyuwangi sangat kaya akan budaya dan destinasi wisata, merupakan The Sunrise of Java lagi. Banyuwangi keren.. :)
ReplyDeleteMakasih infonya sangat menambah wawasan saya
Ternyata banyuwangi mempunyai budaya dan destinasi yg tidak kalah dari kota-kota lain di indonesia jadi wajar saja mereka merupakan the sunrise of java.
ReplyDeleteMembahas kebudayaan banyuwangi secara detail, keren!! Terimakasih infonya :)
ReplyDeleteterimakasih utk informasinya.
ReplyDeletesaran saya utk menambah foto dalam momen festival kuwung. karena biasanya festival itu ramai dan menarik. oke. sekian
Bermanfaat banget nih, bisa untuk referensi wisata dan menulis juga. Thanks banget infonya.
ReplyDeleteTernyata banyak sekali tempat wisata di banyuwangi dan ternyata tarian barong dr banyuwangi? Wow info yg menarik
ReplyDeleteJadi lebih tau tentang banyuwangi...ah pengen kesana mau liat sunrisenya hehe.. Makasih ya infonya, jd lebih tau tentang banyuwangi
ReplyDeleteWaw jadi pingin punya pacar org banyuwangi
ReplyDeleteWahh keren yaa bayuwangi jadi pengen rencana liburan kesana ..ihiyyy
ReplyDeleteArtikel yang bagus membahas daerah di ujung timur Jawa
ReplyDeletewaah infonya sangat berguna.. jadi nambah lagi ilmunya☺
ReplyDeletePaket Wisata Banyuwangi
ReplyDeletePaket Tour Banyuwangi
Paket Wisata Banyuwangi Murah