Sunday, January 3, 2016

tugas -5 observasi suku baduy

Tugas -5 Observasi Suku Baduy

“Pemulasaran  Jenazah dan Mendoakan Arwah di Baduy”


Assalamualaikum wr.wb dalam kesempatan kali ini izinkan saya Nurdiana Safitri dari Usaha Jasa Pariwisata 2014 untuk sedikit bercerita mengenai pengalaman yang saya alami saat mengungjungi dan belajar mengenai kebiasaan dan aktivitas suku Baduy atau yang biasa disebut “urang kanekes”.  Saya akan membawa pembaca untuk sedikit lebih mengenal mengenai masyarakat Baduy dan seperti apa kah kebiasaan dan ciri mereka


Orang kanekes atau masyarakat Baduy  memiliki dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat dari nenek moyang.  Orang Kanekes memiliki hubungan sejarah dengan Orang Sunda. Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya. Satu-satu nya perbedaan adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Masyarakat Kanekes sangat menutup diri dari pengaruh dunia luar dan sangat ketat menjaga tata cara hidup yang tradisional. Mereka memiliki peraturan yang tak tertulis yang masih di pegang teguh sampai saat ini.Orang Kanekes terbagi atas 3 kelompok yaitu :
·         Tangtu
·         Penamping
·         Dangka

·         Tangtu ( Baduy Dalam)

Kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy Dalam), yang sangat ketat dalam mematuhi dan mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di 3 Desa : Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri dari orang kanekes dalam ini yaitu pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu orang asing (bule). Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang  Kanekes. Tidak seperti orang Kanekes Luar, warga kanekes dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Dapat dilihat dari beberapa peraturan yang dianut. Berikut, contoh beberapa peraturan yang dianut oleh suku Baduy Dalam antara lain :
1.       Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan sebagai sarana transportasi
2.       Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
3.       Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu’un atau ketua adat)
4.       Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.

·         Panamping (Baduy Luar)

Kelompok masyarakat luar atau yang disebut panamping  (Baduy Luar) yang tinggal di berbagai desa yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes dalam seperti : Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.
Kanekes Luar merupakan orang yang telah keluar dari adat dan keluar dari wilayah Kanekes dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkan nya warga Kanekes dalam ke Kanakes Luar yaitu :
1.       Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes dalam
2.       Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
3.       Menikah dengan anggota Kanekes Luar

Ciri-ciri masyarakat Orang Kanekes Luar :
·         Mereka telah mengenal teknologi ,seperti barang elektronik
·         Proses pembangunan rumah penduduk telah menggunakan alat bantu seperti : gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya telah dilarang oleh adat Kanekes Dalam
·         Menggunakan pakaian adat warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki) yang menandakan mereka tidak suci atau sudah menikah. Kadang memakai pakaian modern seoerti kaos oblong dan celana
·         Menggunakan peralatan rumah tangga seperti kasur, bantal, piring, dan gelas kaca juga plastik
·         Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes dalam
·         Sebagian dari mereka sudah terpengaruh dan berpindah agama menjadi muslim

·         Dangka
Apabila Kanekes Luar dan Kanekes dalam tinggal di wilayah kanekes, maka “Kanekes Dangka” tinggal di luar wilayah Kanekes, dan saat ini yang tersisa ada desa Padawaras ( Cibengkung ) dan Sirahdayeuh ( Cihandam ). Desa Dangka tersebut berfungsi sebagai semcam “buffer zone” atas pengaruh dari luar.
                Pertama kali sampai di desa ciboleger suasana yang terlihat adalah beberapa rumah penduduk yang berdempetan seperti pada umumnya. Berbagai cinderamata telah terpampang disepanjang jalan menuju desa baduy luar. Perjalanan yang ditempuh cukup memakan waktu dan tenaga,ketika mencoba menelusuri lebih dalam terlihat hutan dan dataran yang menanjak menuju baduy luar. Saya sejenak berpikir bagaimana bisa warga nya melewati kesehariaan nya yang sebagian tenaga nya telah terpakai untuk menempuh perjalanan saya merasa salut dan bangga melihat masyarakat yang memiliki semangat tinggi untuk bekerja sehari-hari harus melewati jalan yang memiliki medan yang cukup sulit. Apalagi, apabila dilewati lansia atau warga di bawah umur. Namun,perjalanan yang lelah cukup terbayar melihat pemandangan yang asri dan kaya nya alam yang kita miliki,serta kental nya ragam budaya dan keeratan masyarakat yang masih memegang teguh warisan leluhur yang tetap dijaga,dipelihara,dipertahankan dan tidak boleh di injak oleh sembarang orang pun terbayarkan sesampainya disana.  Keterbukaan dan keramah tamahan mereka membuat saya merasa nyaman untuk tinggal, walaupun hanya sementara di sana. Saya sadar andai diperkotaan masyarakat tidak berpikir induvidualisme dan mengedepankan gotong royong, tentu kita dapat memperkuat tali kesaudaraan sesama makhluk hidup yang saling membutuhkan. Masyarakat kanekes pun terlihat kuat dan bugar walaupun sudah lanjut usia mereka masih aktif dan semangat bekerja tanpa beban yang sangat jauh berbeda dengan kondisi masyarakat di perkotaan. Sejenak saya berpikir untuk menghabiskan masa tua saya tinggal di pedesaan pasti akan terasa nyaman dan damai ^_^
Masyarakat baduy memiliki banyak sekali budaya dan kebiasaan yang unik dan jarang sekali masih di terapkan di desa-desa di pelosok Indonesia. Beruntung saya dalam kesempatan minggu lalu masih diberikan kesehatan untuk terjun langsung dan belajar mengenai salah satu warisan budaya yang sangat kental yang hingga saat ini masih di pegang teguh oleh warga baduy baik Baduy dalam maupun Baduy luar. Kepatuhan terhadap nenek moyang bukan saja menjadi panutan bagi mereka namun juga telah mendarah daging, Saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu tour Guide kita Mang Aja yang sedikit bercerita ia pernah berjalan kaki dari Baduy Dalam hingga Jakarta tanpa berkendara,namun ketika ia sampai di Monas ia menaiki lift dan selepas perjalanan dari jakarta, ia sakit malaria 2 minggu yang diperkirakan karena mang Aja menaiki lift yang merupakan alat teknologi buatan manusia,Seperti mitos namun percaya tidak percaya melawan tata adat malah datang sebuah bala. Namun dalam kesempatan kali ini saya di berikan tugas oleh Bapak Shobirin NurRasyid sebagai dosen pembimbing Pembanduan dan Wisata Budaya untuk menjelaskan mengenai “Pemulasaran jenazah dan mendoakan arwah di Baduy”.
Pemulasaran Jenazah adalah merawat atau mengurus jenazah yang telah mati untuk segera siap di antarkan ke tempat peristirahatan terakhir atau segera di kuburkan. Secara garis besar sama dengan masyarakat pada umumnya,yang membuat berbeda adalah cara penguburan mayat nya. Pemakaman umum pada masyarakat Kanekes selalu berada di sebelah selatan dari perkampungan. Pemakaman Mereka memiliki salah satu istilah “kaparupuhun” yang artinya (kehilangan) untuk peristiwa kematian dan “ngahiyang” (mendiang). Jika terjadi kematian, masyarakat kanekes tidak seperti kita yang biasanya di ikuti dengan tangisan hiruk pikuk dari anggota keluarga maupun kerabat terdekat yang ditinggalkan karena sedang berduka.  Melainkan Suasana tenang dan tertib mengiringi kepergian jenazah ke tempat pemakaman. Pengurusan Jenazah orang Kanekes dilakukan oleh orang khusus yang jabatannya penghulu atau orang yang di anggap dapat atau mampu membersihkan jenazah dari dosa-dosa yang melekat pada tubuhnya.

Pertama-tama jenazah itu dimandikan dengan air bersih, kemudian di bungkus dengan kain kafan, selanjutnya siap untuk dikuburkan.  Keberangkatan Jenazah ke kuburan, di pimpin oleh jaro tangtu (pemimpin Baduy dalam) dan ceurik panglayuan (tangisan jenazah) yang dilakukan salah seorang anggota keluarga jenazah. Jenazah orang Kanekes akan di kuburkan dari barat ke timur dengan kepala di sebelah barat. Posisi penguburannya berbaring dengan wajah menghadap ke selatan, yaitu ke arah Sasaka Pada Ageung. Seperti contoh saat kita umat muslim mengubur jenazah mengahadap ke kiblat, mereka juga memiliki tata cara sendiri.  Dari hasil wawancara saya ke warga setempat mereka tidak memiliki proses 7 hari-40 hari an seperti yang biasa kita lakukan dalam mendoakan arwah yang telah pergi. Yang lebih unik lagi yaitu disana kita tidak akan menemukan tempat pemakaman umum, karena cara mengubur atau menata kuburan berbeda dengan masyarakat pada biasanya. Masyarakat Kanekes membuat kuburan dengan rata layaknya tanah datar dan tidak ada ciri khusus, apabila ingin berziarah, mereka cukup mendoakannya dirumah saja. Kira-kira seperti itulah informasi yang dapat saya ambil mengenai  “Pemulasaran jenazah dan mendoakan arwah di Baduy”. Yang dapat kita teladani adalah betapa kaya nya budaya kita yang harus kita jaga yang masih sangat melekat seperti di Baduy yang semoga dalam kesempatan selanjutnya saya masih dapat merasakan indahnya alam di Baduy dan demi keberlangsungan anak cucu di masa depan.

Nurdiana Safitri
4423143987
UJP/B
dianasftr25@gmail.com
path; Nurdiana safitri
twitter: @dianasafitrii
ig: sftrdiana

No comments:

Post a Comment