Asal Usul Suku
Baduy/Kanekes Banten
Orang Kanekes atau orang Baduy
adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar
kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda
yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan
masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah
tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau
"orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang
mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Di Baduy sendiri memiliki 64 desa
dengan 3 desa yaitu baduy dalam dan 61 desanya adalah Baduy luar. Dikatakan
Baduy Dalam karena letaknya yang masih jauh dari Baduy luar dan bila kita ingin
ke Baduy Dalam kita harus menempuh jarak kurang lebih 15km dengan waktu 3 jam.
Selain itu orang-orang Baduy dalam masih sangat menyatu dengan alam. Maksudnya,
mereka sangat berpegang teguh dengan peraturan-peraturan dari nenek moyangnya
dahulu. Seperti contohnya rumah mereka tidak boleh menyentuh tanah, mereka pun
tidak menggunakan alas kaki untuk berjalan, untuk mandi pun mereka tidak pernah
menggunakan bahan-bahan kimia seperti sabun ataupun pasta gigi. Di baduy dalam
pun tidak terdapat kamar mandi, kegiatan mck mereka di sungai.
Bahasa yang mereka gunakan adalah
Bahasa Sunda dialek a–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka
lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan
pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya
tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya
tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
Menurut kepercayaan yang mereka
anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh
dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula
dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan
mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa
atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Pendapat mengenai asal-usul orang
Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya
dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan
perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar
Sunda' yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan
Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan
Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten,
wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda.
Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat
dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil
bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang
disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu
dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang
sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit
di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang
khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai
sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut
(Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa
pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang
mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan
musuh-musuh Pajajaran.
Gambar 1.1 Keadaan desa Baduy |
Ada versi lain dari sejarah suku
baduy, dimulai ketika Kian Santang putra prabu siliwangi pulang dari arabia
setelah berislam di tangan sayyidina Ali. Sang putra ingin mengislamkan sang
prabu beserta para pengikutnya. Di akhir cerita, dengan 'wangsit siliwangi'
yang diterima sang prabu, mereka berkeberatan masuk islam, dan menyebar ke penjuru
sunda untuk tetap dalam keyakinannya. Dan Prabu Siliwangi dikejar hingga ke
daerah lebak (baduy sekarang), dan bersembunyi hingga ditinggalkan. Lalu sang
prabu di daerah baduy tersebut berganti nama dengan gelar baru Prabu Kencana
Wungu, yang mungkin gelar tersebut sudah berganti lagi. Dan di baduy dalamlah
prabu siliwangi bertahta dengan 40 pengikut setianya, hingga nanti akan terjadi
perang saudara antara mereka dengan kita yang diwakili oleh ki saih seorang
yang berupa manusia tetapi sekujur tubuh dan wajahnya tertutupi oleh bulu-bulu
laiknya monyet.dan ki saih ini kehadirannya di kita adalah atas permintaan para
wali kepada Allah agar memenangkan kebenaran.
Kepercayaan masyarakat Kanekes
yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek
moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh
agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan
adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan
sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh'
(kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apapun",
atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh
dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
Objek kepercayaan terpenting bagi
masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap
paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan
pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan
dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa
anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di
kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.
Apabila pada saat pemujaan
ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka
bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut
akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu
lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen
(Permana, 2003a).Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan
masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan
kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.
Terdapat perbedaan antara
masyarakat Baduy Luar dengan Baduy dalam, diantaranya :
a. Baduy Luar
Baduy Luar merupakan orang-orang
yang telah keluar dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang
menyebabkan dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya,
peraturan yang ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy
luar lebih mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
Penyebab :
- - Mereka telah melanggar adat masyarakat Baduy
Dalam.
- -Berkeinginan untuk keluar dari Baduy Dalam
- -Menikah dengan anggota Baduy Luar
Proses Pembangunan Rumah penduduk
Baduy Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll,
yang sebelumnya dilarang oleh adat Baduy Dalam.
Menggunakan pakaian adat dengan
warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak
suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
b. Baduy Dalam
Baduy Dalam adalah bagian dari
keseluruhan Suku Baduy. Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih
memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka.
Sebagian peraturan yang dianut
oleh suku Baduy Dalam antara lain:
- - Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk
sarana transportasi
- -Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
- -Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan
(kecuali rumah sang Puun)
- -Larangan menggunakan alat elektronik
(teknologi)Menggunakan Kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun
dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Masyarakat Kanekes yang sampai
sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing,
terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar.
Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam
wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda
kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin
melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara
seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi
(padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur
Jawa Barat)
Pada saat ini orang luar yang
mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per
kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga
para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut,
bahkan untuk menginap satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti
adat-istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak
boleh berfoto di wilayah Baduy Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di
sungai. Namun demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing
(non-WNI). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu
ditolak masuk.
Pada saat pekerjaan di ladang
tidak terlalu banyak, orang Baduy juga senang berkelana ke kota besar sekitar
wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi
dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah
kenalan yang pernah datang ke Baduy sambil menjual madu dan hasil kerajinan
tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang
untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Hanya ini informasi yang dapat saya sampaikan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembacanya. Terus jaga alam sekitar kita, lestarikan terus kekayaan kebudayaan Indonesia.
M. Rizki Eka Putra
4423143962
UJP A 2014
Universitas Negeri Jakarta
Informasinya cukup lengkap.. (y)
ReplyDeleteSangat menarik sekali, saya suka!
ReplyDeleteLanjutkan gan! Mantap!
ReplyDeleteLanjutkan gan! Mantap!
ReplyDeletemantap
ReplyDeletemantap
ReplyDeleteGokil mas, menarik sekali
ReplyDeleteJadi pengen pergi ke baduy~~~
ReplyDeletesaya suka dengan gaya bahasa anda sangat ringkas namun jelas
ReplyDelete