Monday, January 4, 2016

T5_MuhammadArifta_ObservasiBaduy

T5- Sistem Pemerintahaan Kepuunan dan Kepala Desa Baduy


OBSERVASI BADUY

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri saya terlebih dahulu karena pepatah pernah mengatakan tak kenal maka tak sayang , nama saya Muhammad Arifta  saya adalah seorang mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Progam Studi Usaha Jasa Pariwisata. Disini saya akan menceritakan pengalaman saya tentang observasi baduy yang dilaksanakan kemarin Pada tanggal 22 – 24 Desember 2015. Pada Observasi Baduy kemarin saya menginap disalah satu rumah warga di pemukiman Masyarakat Baduy luar. Kami disambut hangat disana, tetapi yang saya ketahui masih banyak masyarakat Baduy luar yang tidak mengerti bahasa Indonesia, dikarenakan mayoritas penduduk di baduy luar maupun baduy dalam ini menggunakan bahasa Sunda kasar. Padahal masyarakat Baduy luar sudah dikatakan sudah mengenal banyak budaya luar yang masuk ke masyarakat ini. Berbeda dengan baduy dalam yang sampai sekarang masih kental dengan kepatuhan dan adat yang berlaku disana. Untuk mencapai Baduy Dalam sendiri kita harus berjalan kaki sekitar kurang lebihnya sekitar 3 – 4 jam perjalanan dengan melawati pemukiman warga dan perbukitan yang terdapat disana. Lebih jelasnya disini saya akan membahas tentang Dua Sistem Pemerintahan yang berada di Baduy Yaitu Kepuunan dan Kepala Desa yang trerdapat di Baduy.
Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Baduy adalah salah satu suku di Banten yang sampai saat ini masih memegang teguh budayanya. Suku Baduy terletak di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten Selatan di daerah Pegunungan Kendeng. Banyak cerita konon orang Baduy adalah keturunan orang papajaran yang berasal dari para senapati dan punggawa setia raja yang melarikan diri pada abad ke- XII .Masyarakat Baduy terbagi menjadi dua bagian yakni Baduy dalam dan Baduy luar. Orang Baduy dalam bertempat tinggal di Kampung Kajeroan yang terdiri dati tiga kepu’unan yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana. Ketiga kepu’unan tersebut berada di Desa

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ2segWB2g7ZXf9o6zebJSAOSGlLjwBTW4gSBgqnRzNYh4N2D8gG86MGmsMwUgKsSdv0p96qxeCIcIe8qw9n7V5UWZJSba-9Trzq6cHk34QWireO4AMQoKyqK4tXTgYANMUS6LLbRCS5lK/s1600/baduy.jpg

Tangtu Tilu (pasti tiga). Sedangkan Baduy luar menempati banyak kampung ada sekitar 60 kampung. Masyarakat Baduy dalam dan luar mempunyai perbedaaan meskipun tidak banyak berbeda, mulai dari pakaian dan aturan-aturan yang dianutnya. Baduy merupakan sebutan populer orang lain terhadap masyarakat Desa Kanekes Banten. Sebutan Baduy muncul sesudah agama Islam masuk ke daerah Banten utara pada abad ke-16, sekitar Akan tetapi, orang Baduy dipaparkan oleh Judistira Garna, sebagai berikut: “Kesetiaan orang Baduy kepada agama yang diwarisi secara turun temurun dari nenek moyangnya seperti keadaan sebelum Hindu dan Islam berkembang di Jawa Barat serta letak desanya yang tak mudah dicapai orang seolah-olah memperkuat angggapan bahwa orang Baduy itu bukan orang Sunda”. Blume pernah menulis bahwa masyarakat Baduy berasal dari Kerajaan Sunda Kuno, yakni Pajajaran, yang bersembunyi ketika kerajaan Pajajaran runtuh pada awal abad ke-17, dan sejalan pesatnya kemajuan kerajaan Banten Islam .Terlepas dari perdebatan para ahli sejarah tentang sebuatan Baduy, penelusurannya dapat diteruskan dan ditemukan di banyak sumber. Karena itu, menurut Saleh Danasasmita dan Anis Djatisunda, Baduy adalah masyarakat setempat yang dijadikan mandala (kawasan suci) secara resmi oleh raja, sebab masyarakatnya berkewajiban memelihara kabuyutan, tempat pe-muja-an nenek moyang, bukan Hindu atau Budha. Kabuyutan di Desa Kanekes dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau Sunda Wiwitan. Dari sinilah, masyarakat Baduy sendiri menyebut agamanya adalah Sunda Wiwitan, Sunda Pertama.Hal itu menjelaskan juga bahwa asal usul Baduy secara tepat bisa ditemukan di dalam diri masyarakat Baduy sendiri yang kukuh melestarikan alam lindung pegunungan Kendeng sebelum ekspedisi Islam datang mengubah kepercayaan Masyarakat Baduy sendiri.

Masyarakat Baduy sejak dahuluselalu berpegang teguh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Kepala Adat. Kepatuhan kepada ketentuan-ketentuan tersebut menjadi pegangan mutlak untuk menjalani kehidupan bersama. Selain itu, didorong oleh keyakinan yang kuat, hampir keseluruhan masyarakat Baduy Luar maupun Baduy Dalam tidak pernah ada yang menentang atau menolak aturan yang diterapkan sang Kepala Adat. Dengan menjalani kehidupan sesuai adat dan aturan yang ditetapkan oleh Kepala Adat di sana, akan tercipta sebuah komunitas dengan tatanan masyarakat yang amat damai dan sejahtera. Mengamati kehidupan suku Baduy tampak seperti sebuah kehidupan penuh dengan keselarasan dan ketenangan. Rumah-rumah yang mempunyai model dan gaya arsitektur yang sama, mata pencaharian atau kegiatan yang sama, dan berpakaian sama. Seperti tidak ada yang membedakan mereka, ‘tidak ada kaya miskin’ dalam kehidupan sosial ekonomi mereka. Saling percaya dan menghormati kepunyaan masing-masing. Jika mereka mempunyai uang lebih, uang terssebut mereka belikan beras atau emas.Emas mereka kenakan setiap hari, tanpa ada pandangan banyak emas banyak uang, emas hanya mereka gunakan sebagai hiasan seorang wanita. Sedangkan padi atau beras mereka simpan di leuit (gubuk tempat menyimpan padi) yang terletak di sebelah perkampungan. Tempat yang terpisah dari tempat tinggal mereka tidak membuat mereka ‘was-was’ atau kawatir jika dicuri orang, karena memang di sana tidak ada pencuri. Mereka akan malu jika melakukan perbuatan tercela dan takut melanggar hukum adat yang berlaku karena pada hakekatnya masyarakat baduy harus taat pada peraturaan adat yang berlaku disana.

Sumber Terkait:

Muhammad Arifta
4423143965
Usaha Jasa Pariwisata 2014 A
Pemanduan Wisata Budaya


No comments:

Post a Comment