Kesenian Wisata Budaya
Suku Rote Ndao – NTT
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala Rahmat, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “ Kesenian Wisata Budaya Suku Rote “ dan tulis di blog
dengan tujuan agar banyak para pembaca yang tadi tidak mengenal dengan jelas
Jaya Pura akan lebih mengenalnya dan setelah membaca blog saya banyak wisatawan
yang berkunjung ke Jaya Pura untuk menikmati objek – objek wisata yang di sana,
dan agar pemerintah Jaya Pura lebih mengembangkan lagi tempat – tempat wisata
yang belum terkenal dengan cara mengekspor melalui media iklan.
Makalah ini berisikan tentang Sejarah Suku
Rote ,
kebudaya, keseni dan adat Istiadat,
serta rumah adat Suku Rote . Diharapkan tulisan ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua. Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki masih
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 3 Januari 2016
Penulis
PEMBAHASAN
Hello semua Perkenalkan nama saya Karina Ginting,
saya biasa di panggil dengan sebutan Ginting oleh teman-teman saya, karena
Ginting merupakan nama marga bagi orang sumatera utara dan Saya lahir di
Jakarta pada tanggal 7 Febuary 1995 saya anak ke dari 2 bersaudara, kami berdua
perempuan, Status saya sebagai mahasiswa usaha jasa pariwisata di Unversitas
Negeri Jakarta atau yang biasa di kenal dengan UJP 2014. Awalnya saya tidak
begitu tau jelas mengenai jurusan yang saya pilih, karena tadinya jurusan ini
bukan pilihan yang pertama, melainkan pilihan yang ke dua bagi pada saat
menggikuti tes seksi masuk universitas, orang tua saya selalu menyakinkan saya
bahwa pilihan yang saya dapat tidak salah dan dari situ saya mulai menyukai
pariwisata seperti pepatah yang mengatakan “ My life is my adventure ”. Mari
para pembaca kita kupas satu persatu keunikan apa saja yang ada di Pulau Rote.
Pulau rote dalam wilayah pemerintahannya memiliki
wilayah 6 kecamatan, 65 desa dengan luas seluruhnya 1280 km2 jumlah
penduduk sampai tahun 1987 sebanyak 68.440 jwa.
Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau rote antara lain pulau ndao, ndana,
nuse, Usu, manuk, doo, Helina, Landu.ada pulau yang berpenduduk dan ada pula
yang tidak berpenduduk.
Wilayah kecamatan Rote Timur dengan nusak-nusak Landu,
Ringgaou, Bilba, Oepao. Kecamatan Rote Tengah dengan nusak-nusak Termanu,
Talae, Bokai, Keka. Kecamatan Pantai Baru dengan nusak Korbafo, Diu, Lelenuk.
Kecamatan Lobalain dengan nusak Lole, Ba’a, Lelain. Kecamatan Rote Barat Laut
dengan nusak Dengka, Oenale, dan Ndao.kecamatan Rote Barat Daya dengan nusak
Tie dan Delha. Nusak, yang menjadi wilayah kesatuan adat pada mulanya berasal
dari filosofis kehidupan orang rote melalui prinsip hidup mereka yakni:moa tua
do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat bersumber cukup dari
mengiris tuak dan memelihara babi.dan memang secara tradisional orang-orang
Rote memulai perkampungan melalui pengelompokkan keluarga batih dari pekerjaan
mengiris tuak tersebut.
v
Sejarah
Suku Rote atau Orang Rote berdiam
di Pulau Roti, Ndao dan sebagian pantai barat Pulau Timor, di Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Daerah mereka termasuk dalam wilayah Kabupaten Kupang. ada anggapan para
ahli bahwa penduduk di pulau-pulau itu sebenarnya berasal dari Pulau Seram di
Maluku Tengah, Jumlah populasinya sekitar 88.000 jiwa.
Asal-usul Nama Pulau Rote di Rote Ndao Dalam buku Land Taal &
Volkenkunde Van Netherlands Indie (1854) dinyatakan bahwa pada sekitar abad 3
sesudah penduduk mendiami Pulau Rote, disebelah utara Pulau Rote muncul
kapal-kapal Portugis sedang berlabuh dan mereka membutuhkan air minum. Di
pantai mereka bertemu seorang nelayan dan bertanya, “Pulau ini bentuknya
bagaimana?“ Nelayan ini menyangka bahwa mereka menanyakan namanya, sehingga
nelayan itu menjawab, “Rote“ (Rote is Mijn Naam). Kapten (nakhoda) kapal Portugis
ini menyangka bahwa bentuk pulau itu Rote, segera ia menamakan pulau itu Rote.
Demikian seterusnya pulau ini disebut Rote.
Dalam arsip pemerintah Hindia Belanda pulau ini ditulis dengan nama
..“Rotti atau Rottij“ kemudian menjadi “Roti“. Akan tetapi, masyarakat Rote
yang mempunyai sembilan dialek seringkali mereka menyebut pulau ini “Lote‘,
khusus bagi mereka yang tidak bisa menyebut huruf “R“, padahal nama asli dari
pulau ini adalah “Lolo Neo Do Tenu hatu“ (gelap) ada juga yang menyebut ..“Nes
Do Male“ (layu), dan lainnya menyebut “Lino Do Nes“ (pulau yang sunyi dan tidak
berpenghuni). Perbedaan dialek itu sebagian besar bersifat fonetis.
Dialek-dialek Dengka dan Oenale menyimpang lebih banyak daripada dialek-dialek
lainnya.
v Bahasa Suku Rote
Bahasa Roti termasuk
rumpun bahasa Austronesia dan terbagi ke dalam beberapa dialek, seperti Unale,
Ti, Termanu, Ringgou, Dengka, Ba'a, Bilba, Kolbaffo, Dela, Lole, Keka, Diu,
Lelenuk, Talae, Landu. Ahli lain menggolongkan bahasa mereka menjadi dialek Rote Barat
Daya, Rote Barat
Laut, Lobalain, Rote Tengah, Rote Timur dan dialek Pantai Baru.
vMata Pencaharian
Utama Suku Rote
Mata pencaharian
utama masyarakat
Suku Rote adalah bercocok tanam di ladang, dengan tanaman seperti
jagung, padi ladang, dan ubi kayu. Selain itu banyak pula di antara mereka yang
bekerja sebagai penyadap nira lontar dan beternak kerbau, sapi, kuda dan ayam.
Kaum wanita Suku Rote pandai
menenun kain dengan motif tradisional, menganyam barang dari pandan dan
sebagainya. Baca juga Sejarah Suku Atoni Di Nusa Tenggara
vKekerabatan
Dalam Suku Rote
Keluarga-keluarga
inti orang Rote mendiami
sebuah rumah, biasanya didirikan sekitar rumah pihak laki-laki. Secara
kekerabatan mereka tergabung ke dalam klen-klen yang disebut leo. Setiap leo
patrilineal ini dipimpin oleh seorang laki-laki senior yang disebut manek atau
mane leo. Kesatuan tempat tinggal atau kampung yang mereka sebut nggolok
terletak didataran yang cukup subur dan dekat dengan sumber air minum. Setiap
kampung dipimpin oleh seorang kepala yang mereka sebut temukung, ia dibantu
oleh beberapa orang tokoh yang disebut manaholo, manek dan fetor. Baca
juga Sejarah Suku Kedang Nusa Tenggara Timur
vAgama Dan Sistem Kepercayaan Suku Rote
Sistem kepercayaan
lama masyarakat
Suku Rote mengenal adanya Sang Pencipta yang disebut Lamatuan atau
Lamatuak. Manusia memandang Lamatuan ini sebagai Manadu (Pencipta), Mansula
(Pengatur atau Penyelenggara) dan Manfe (Pemberi Berkah). Ketiga wujud Lamatuan
tersebut mereka simbolkan dengan sebuah tiang bercabang tiga yang diletakkan di
dalam rumah, di sebelah kanan pintu masuk. Segala sesuatu dalam kehidupan
mereka dikaitkan kepada sistem kepercayaan tersebut. Sekarang banyak pula Orang
Rote yang sudah memeluk agama Protestan, Katolik dan Islam.
Di
pulau Rote juga terdapat berbagai kesenian salah satunya adalah tari-tarian daerah-nya
yang begitu mengugah dan yang begitu indah di lihat mata.
v Tari-tarian dari pulau
Rote TEOTONA
Tarian
Perang Tradisional, TEOTONA ini, penarinya terdiri dari pria dan wanita yang
menarikan dari tarian ini adalah mereka melakukan gerakannya secara bersamaan.
Tarian ini menceritakan tentang peperangan, ketika perang telah usai dan tiba
saatnya bagi para pahlawan perang dari suku Rote Oenale ini untuk pulang
kembali ke wilayah mereka, maka yang pertama kali menyambut kedatangan kembali
para pahlawan perang ini adalah Tarian TEOTONA, kegembiraan begitu ekspresif
terpancar dari mimik dan gerak para penarinya.
Ini adalah busana pakian adat Rote,mereka
memakai sarung dan selempang dari tenun ikat yang buat dan di tambah dengan
beberapa asesori-asesoris yang mereka gunakan, seperti bulak
molik,habas,pending(ikat pinggang),ti'i langga.
v Rumah adat Rote
Rumah yang berbentuk panggung seperti yang ditemui di
beberapa daerah lain seperti sumba, manggarai, ngada.rumah adat Rote disebut
di-hak karena bertiang empat. Karena fungsinya berbeda maka rumah adat khusus
untuk kepala adat atau kepala suku mane-feto dinamai di-nek.
Inti dari rumah adat dihak itu terletak pada uma lai
(panggung berlantai papan) yang telah di pilah-pilah dalam fungsinya masing-masing.
Yakni :
1) sesoik muki dan sesoik dulu masing-msing berarti tempat
tidur kiri dan tempat tidur kanan, digunakan oleh lelaki dewasa yang belum
menikah.letak sosok mengapit pintu masuk, kemudian pada bagian kiri agak ke
tengah ada uma langgak (tempat menaruh mayat mati normal)
2) dan (3) ada pula uma dalek (tempat khusus bagi gadis); rao
yang terletak dekat uma
dalek sebelah kanan antara dapur/ perapian termasuk tempat bersalin bagi para
ibu (dekat api supaya mudah di ukup/ dimandikan air panas setelah melahirkan)
5) ada pula uma tena dalek diantara tiang depan
6) di inak semacam beranda tengah antara 4 tiang induk. Dalam
pembangunan rumah adat sangat diperhatikan letak kayu/ spar dodoik ona mak
(spar anak yatim piatu) fungsinya mencegah bakal orang tua yang meninggal dan
rumah yang di huni itu memiliki anak yatim piatu
Rumah Musalaki Sumber : http://gambarrumahh.com/gambar-rumah-adat-rote-ntt/ |
Ada beberapa rangkaian upacara adat kematian orang rote:
1.
Lakape, dilakukan pada waktu sebelum dan sesudah penguburan, saat ini
disajikan pelbagai masakan makanan yang enak yang sebenarnya diperuntukkan bagi
bekal penghapus dosa yang meninggal dunia- diberikan pada pelayat. Upacara
membersihkan dosa / silih dosa dilakukan dengan Lakape No (mencuci rambut
dengan santan kelapa ). Pelayat menari kebalai diiringi gong, gendang / tandak
bersama yang diikuti pri dan wanita, tua dan muda.
2. Mok Bingga,
acara ini dipimpin oleh Ibu ataupun saudara lelakinya bertujuan memisahkan
arwah orang yang meninggal dan yang masih hidup. Dilakukan sesudah
jenasah dikebumikan. Sang Ibu membawa sebotol gula air (tua nasu), seekor hewan
kurban, sayur daun kelor, dibawah pimpinan mane songgo didoakan mantranya.
Selesai keluarga makan bersama dalam satu nyiru dan minum
bersama tua nasu dari botol tadi.
3. Tuna latek faha kapa
langak merupakan adat kebiasaan memadatkan kuburan dengan menyembelih kerbau,
biasanya pelayat bubar sesudah kubur dipadatkan tanahnya. Dibunuh juga hewan
kecil ( kambing , domba ) dari keluarga berduka dan dibagi kepada pelayat
sebagai rasa terima kasih (tife kopa lates ). Para lelaki menyusun batu di tepi
kuburan.
4.
Natu Buku Balek di mana mane songgo minta kesediaan bertemu dengan arwah
dan memohon agar arwah tidak boleh lagi mengganggu lagi keluarga yang masih
hidup. Biasanya diadakan sehari semalam ataupun beberapa hari lamanya , jamnya
tepat jam 12 malam. Tanda akhir keduakaanpun dinyatakan oleh mane songgo pada
sore harinya ada acara tambahan yang penting yaitu Buku Bakek semacam
pembayaran hutang, para pelayat dan keluarga menyumbang uang atau apa saja
sebagai tanda balasan atas jasa-jasa dari saudara mereka yang sudah meninggal
dunia.
Perkawinan merupakan bagian yang paling penting dalam
kehidupan yang dinantikan tidak saja oleh pengantin etapi oleh para orang tua
yang ingin mendapatkan cucu dari perkawinan mereka. Ada beberapa tahap
urusan perkawinan di Rote-Ndao yang secara tradisional dikenal
dimasyarakat luas antara lain:
1.tahap meminang disebut mbotik
2. jika diterima masuk tahap kedua perundingan belis
3. tahap ketiga trang kampung
Adat
perkawinan sororat dan levirat diijinkan, yaitu perkawinan berganti tikar yang
disebut alu anak. Menurut adat rote juga diperkenankan jika seorang yang sudah
beristri ingin menikah lagi dari adik perempuan dari istrinya maka berlaku
ketentuan hukum adat dangga lena atau nala langgak di mana lelaki harus
menyerahkan satu ekor kerbau kepada keluarga.
Tempat Parawisata
Selain dari itu Rote memiliki beberapa tempat parawiasata yakni:
1.
Nemberalla bech (Rote barat) Tempatnya sangat strategis, pasirnya putihdan
gelombang air laut sangat cocok untuk bermain sky.
2. Bo’a (Rote barat)
Tempat selancar.
3. Lua Lemba Sebuah gua yang memiliki
kedalaman ± 30m dan didalam terdapat air dimana air tersebut digunakan oleh
masyarakat sekitar. Gua tersebut berada di desa Sedeoen (Rote barat)
4.
Batu termanu (Rote tengah)
Batu Termanu
Sualai adalah batu rejeki bagi penduduk Rote Ndao. Batu Termanu Sualai
merupakan tempat pemujaan orang Rote Tengah, di mana lokasi pemujaan terletak
di puncak. Batu ini menurut
cerita rakyat; dahulunya sering berpindah-pindah mengelilingi Pulau Rote dan
ketika tiba di Rote Tengah, batu ini berhenti karena ritual/upacara adat untuk menyambut kedatangannya
sangat disenangi oleh penunggu obyek wisata ini. Berjarak + 15 km dari kota
Ba’a dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor
+ 15 menit.
Kedua batu ini
satu jenis pria yang berada di pinggir pantai Lely dan satu jenis wanita
terletak di sebelah kanan agak ke dalam laut. Mulanya Batu Termanu ini dari Vietnam pindah ke Maluku, suatu
ketika pindah ke Rote Barat Laut (Oelaba) lalu berpindah lagi ke Termanu (Rote
Tengah). Karena keadaan seperti itu maka orang Rote menganggap sebagai Batu Kramat
dimana para tua-tua adat sering berdoa di kaki batu untuk memohon turunnya
hujan.
Aktivitas: untuk menjelajah lokasi ini anda dapat
menghubungi penjaga situs (jupel), Sdr. Noldy Fanggidae.
Akomodasi (penginapan di sekitar Obyek
Wisata): Untuk penginapan anda dapat
menginap di Hotel Tiberias yang jarak dengan situs ini + 300 m. Hotel ini
adalah salah satu
hotel terbaik dengan harga kamar berkisar antara Rp .250.000. s/d Rp.500.000/malam Anda dapat menghubungi pemilik atas nama Baba Tje.
hotel terbaik dengan harga kamar berkisar antara Rp .250.000. s/d Rp.500.000/malam Anda dapat menghubungi pemilik atas nama Baba Tje.
Sumber
Referensi :
Nama Karina Ginting
4423143948 UJP A 2014
karinaginting02@yahoo.com
No comments:
Post a Comment