KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb.
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga tulisan ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya. Dan harapan saya semoga tulisan ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi tulisan agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tulisan ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tulisan ini.
Jakarta, Desember 2015
PEMBAHASAN
PESONA KOTA GORONTALO
`Gorontalo
adalah sebuah provinsi
di Indonesia.
Sebelumnya, semenanjung Gorontalo (Hulontalo) merupakan wilayah Kabupaten
Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo di Sulawesi
Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi
daerah di Era Reformasi, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22
Desember 2000
dan menjadi Provinsi ke-32 di Indonesia. Ibukota Provinsi Gorontalo adalah Kota
Gorontalo (sering disebut juga Kota Hulontalo) yang terkenal dengan julukan
"Kota Serambi Madinah". `Seperti halnya
daerah lain di Nusantara, Provinsi Gorontalo pun memiliki simbol pemaknaan
harkat dan martabat, baik itu melalui Hewan ataupun Tumbuhan. Adapun Simbol
atau Lambang Khas daerah Gorontalo yaitu:
Burung Maleo
- Sayap Burung Maleo
- Ukiran Bambu berkepala Buaya
- Pohon Pinang
Ø Sejarah
Menurut catatan
sejarah, Jazirah Semenanjung Gorontalo (Gorontalo Peninsula) terbentuk kurang
lebih 1300 tahun lalu, dimana Kerajaan Suwawa telah ditemukan berdiri pada
sekitar tahun 700 Masehi atau pada abad ke-8 Masehi. Hal ini
diperkuat dengan ditemukannya makam para Raja di tepian hulu sungai Bulawa.
Tidak hanya itu, makam Raja Suwawa lainnya dapat kita temukan di hulu sungai
Bone, yaitu makam Raja Moluadu (salah seorang Raja di Kerajaan Suwawa) bersama
dengan makam istrinya dan anaknya. Namun, sebagai salah satu jazirah tertua di Sulawesi
dan Nusantara, Semenanjung Gorontalo pun tidak hanya memiliki catatan sejarah
pada prasasti makam-makam Rajanya dahulu, melainkan pula memiliki situs
prasejarah yang telah ditemukan. Situs Oluhuta, merupakan sebuah situs
prasejarah dan memiliki makam prasejarah di dalamnya. hal ini dapat menjadi
bukti bahwa Gorontalo telah memiliki peradaban yang sangat lampau.
Sementara itu, Kota
Gorontalo merupakan salah satu kota tua di Pulau Sulawesi selain Kota Makassar,
Parepare
dan Manado.
Diperkirakan, Kota Gorontalo sudah terbentuk sejak kurang lebih 400 tahun yang
lalu atau sekitar tahun 1500-an pada abad ke-16. Kota Gorontalo pada saat itu
menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Kawasan Timur Indonesia,
selain Ternate (sekarang bagian dari Provinsi Maluku Utara) dan Bone (sekarang
bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan). Seiring dengan penyebaran agama
tersebut, Kota Gorontalo akhirnya menjadi pusat pendidikan dan perdagangan
masyarakat di wilayah "Tomini-Bocht" seperti Bolaang Mongondow
(Sulawesi utara), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala
(Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara. Hal ini dikarenakan, Kota
Gorontalo memiliki letak yang sangat strategis, posisinya menghadap langsung ke
Teluk Tomini
(bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kerajaan Gorontalo
mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di
pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan
ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi
Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe
kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke
satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan
Kelurahan Limba B. Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan
dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat
besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut
dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo
dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang
Mongondow. Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk
kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo.
Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut
"Pohala'a". Menurut Haga (1931)
daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
- Pohala'a Gorontalo
- Pohala'a Limboto
- Pohala'a Suwawa
- Pohala'a Boalemo
- Pohala'a Atinggola
Berdasarkan
klasifikasi adat yang dibuat oleh Mr.C.Vollenhoven, maka Semenanjung Gorontalo
termasuk kedalam 19 wilayah adat di Indonesia. Antara agama dengan adat di
Gorontalo pun menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan Syara'
bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling
menonjol di antara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih
banyak dikenal. Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan
penjelasan antara lain :
- Berasal dari
"Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang dipersingkat
menjadi Hulontalo.
- Berasal dari "Hua
Lolontalango" yang artinya orang-orang goa yang berjalan lalu lalang.
- Berasal dari
"Hulontalangi" yang artinya lebih mulia.
- Berasal dari "Hulua Lo
Tola" yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
- Berasal dari
"Pongolatalo" atau "Puhulatalo" yang artinya tempat
menunggu.
- Berasal dari Gunung Telu yang
artinya tiga buah gunung.
- Berasal dari "Hunto"
suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti
katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata "Hulontalo" hingga
sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda karena
kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis
menjadi Gorontalo.
Pada tahun 1824
daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen
disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889
sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal
dengan istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi
perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo Lo Pohalaa
dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu :
- Onder Afdeling Kwandang
- Onder Afdeling Boalemo
- Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada
tahun 1920
berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
- Distrik Kwandang
- Distrik Limboto
- Distrik Bone
- Distrik Gorontalo
- Distrik Boalemo
Gubernur Jenderal De Graeff yang
berparade di jalan-jalan Gorontalo (1926)
Pada tahun 1922
Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
- Afdeling Gorontalo
- Afdeling Boalemo
- Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone
berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari
1942.
Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944
wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik
ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan
inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone
dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Pada dasarnya
masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya
dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23 Januari
1942
dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal
saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi
rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat
wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik
Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja"
sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen
Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Ø Bahasa
Pada dasarnya
terdapat banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga bahasa yang cukup
dikenal masyarakat di wilayah ini, yaitu Bahasa Gorontalo, Bahasa Suwawa
(disebut juga Bahasa Bonda), dan Bahasa Atinggola (Bahasa Andagile). Dalam
proses perkembangannya Bahasa Gorontalo lebih dominan sehingga menjadi lebih
dikenal oleh masyarakat di seantero Gorontalo. Saat ini Bahasa Gorontalo telah
dipengaruhi oleh Bahasa Indonesia
dan Bahasa Melayu Manado, sehingga kemurnian bahasanya agak sulit diperoleh
dalam penuturan Orang Gorontalo.
Demi menjaga
kelestarian bahasa daerah, maka diterbitkanlah Kamus Bahasa Gorontalo-Bahasa
Indonesia, Kamus Bahasa Suwawa-Bahasa Indonesia serta Kamus Bahasa
Atinggola-Bahasa Indonesia. Selain itu, telah berhasil diterbitkan dan
disetujui oleh Kementerian Agama Republik Indonesia perihal penerbitan
Al-Qur'an yang dilengkapi terjemahan bahasa Gorontalo (Al-Qur'an terjemahan
Hulontalo). Disamping itu, pendidikan muatan lokal Bahasa Gorontalo masih terus
dipertahankan untuk dijadikan bahan ajar di Sekolah Dasar. Meskipun Catatan
Buku Tua Gorontalo yang ada di masyarakat sepenuhnya ditulis menggunakan Aksara
Arab Pegon (Aksara Arab Gundul) akibat dari afiliasi agama Islam dengan Adat
Istiadat, Gorontalo sebenarnya memiliki aksara lokal sebagai identitas kesukuan
yang sangat tinggi nilainya, yaitu "Aksara Suwawa-Gorontalo".
Adapun contoh penggunaan bahasa daerah
dalam kehidupan sehari-hari yang harus tetap dilestarikan:
- Permisi.... = Tabi' ....
- Silahkan... = Toduwolo ....
- Terima Kasih... = Odu'olo ...
- Iya ... = Jo ... (Kata Jo digunakan oleh laki-laki saat
menjawab sesuatu)
- Iya ... = Saaya ... (huruf 'a' diawal dibaca panjang,
kata Saaya digunakan oleh perempuan saat menjawab sesuatu)
Ø Kesenian
dan kebudayaan
·
Lagu Daerah
Gorontalo
sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam
kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat,
upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian adat. Tarian yang cukup terkenal di
daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan
Tari Langga. Sedangkan lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh
masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku),
Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo
Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung).
·
Alat musik
Gorontalo merupakan salah satu propinsi baru memisahkan diri dari propinsi
Sulawesi Utara pada tahun 2001, memiliki jenis kebudayan dan adat istiadat yang
beraneka ragam. Salah satu kesenian sebagai bagian dari kebudayaan daerah
Gorontalo yang cukup terkenal yaitu musik tradisional Polopalo. Menurut
masyarakat Gorontalo, musik tradisional Polopalo merupakan musik asli rakyat
Gorontalo, namun pada perkembangannya, ternyata ditemui ada alat musik daerah
lain yang hampir serupa dengan musik ini yakni alat musik Sasaheng dari
Sangihe Talaud dan Bonsing dari Bolaang Mongondow.
Alat musik tradisional
Polopalo merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat musik yang
sumber bunyinya diproleh dari badannya sendiri (M. Soeharto 1992 : 54), Dalam
artian bahwa ketika Polopalo tersebut di pukul atau sebaliknya memperoleh
pukulan, bunyinya akan dihasilkan dari proses bergetarnya seluruh tubuh
Polopalo tersebut.
Pada era tahun 60-an
sampai sekitaran tahun 90-an, Polopalo biasanya dimainkan pada waktu – waktu
tertentu, yang pada hari tersebut merupakan hari yang spesial menurut
masyarakat Gorontalo. Contohnya, pada waktu masyarakat daerah Gorontalo telah
selesai melaksanakan panen raya atau pada waktu bulan t’rang (bulan
purnama). Tradisi memainkan musik Polopalo dilaksanakan tanpa menunggu perintah
atau komando, dalam hal ini masyarakat tergerak dengan sendirinya karena merasa
harus bergembira bersama dalam mensyukuri hari yang indah atau hari yang
spesial tersebut. Biasanya musik tradisonal Polopalo itu dimainkan kira – kira pukul
22.00 sampai pukul 01.00 waktu setempat.
Musik Polopalo saat ini
agaknya kurang diminati masyarakat. Kemungkinan penyebabnya antara lain, alat musik ini hanya
dimainkan sendiri dengan variasi nada terbatas. Untuk lebih diminati,
kemungkinan pengembangannya pada bentuk komposisi musik, yang diharapkan dapat
menggugah generasi muda sebagai penerus kebudayaan, yang sehari-harinya mereka
banyak mengkonsumsi berbagai aliran musik baru yang beraneka ragam. Oleh sebab
itu pengambangan musik Polopalo diharapkan akan menghasilkan harmonisasi dan
improvisasi variatif mengikuti perkembangan musik pada umumnya.
·
Tarian Adat
Tari Saronde adalah tari pergaulan
keakraban dalam acara resmi. Tarian ini diangkat dari tari adat malam
pertunangan pada upacara adat perkawinan daerah Gorontalo. Saronde sendiri
terdiri dari musik dan tari dalam bentuk penyajiannya. Musik mengiringi tarian
Saronde dengan tabuhan rebana dan nyanyian vokal, diawali dengan tempo lambat
yang semakin lama semakin cepat. Dalam penyajiannya, pengantin diharuskan
menari, demikian juga dengan orang yang diminta untuk menari ketika dikalungkan
selendang oleh pengantin dan para penari dan diiringin oleh musik khas suara
rebana
Pakaian
Adat
Tari Dana-dana merupakan Tarian
pergaulan remaja gorontalo yang berkembang dari masa kemasa, tarian ini
melambangkan cinta kasih dan kekeluargaan
·
Upacara Adat
Masyarakat
suku Gorontalo terkenal sebagai masyarakat yang tidak pernah terjadi konflik
atau perselisihan antar suku atau antar individu dalam masyarakat. Sistem
kekerabatan yang sudah melekat erat terus dipelihara dengan baik sehingga
masyarakat sudah terbiasa gotong royong dan terbiasa menyelesaikan masalah
secara musyawarah dan secara mufakat. Beberapa kebiasaan dan kebudayaan yang
dilestarikan oleh suku Gorontalo adalah sebagai berikut:
1. Tata
dan aturan dalam upacara perkawinan. Dalam melakukan
upacara perkawinan, ada banyak aturan dan tata cara yang harus dilakukan oleh
mempelai suku Gorontalo. Kebanyakan dari tata aturan dan upacara perkawinan
suku Gorontalo masih memegang tradisi turun temurun yang terus dilestarikan
sebagai salah satu kebudayaan Indonesia. Berikut adalah beberapa tata cara
pelaksanaan upacara perkawinan suku Gorontalo:
Upacara
diadakan di rumah kedua mempelai, yakni mempelai pria dan wanita secara
bergantian.
Upacara
pernikahan bisa berlangsung lebih dari dua hari.
Para
kerabat bergotong royong dalam mempersiapkan acara pernikahan ini beberapa hari
sebelum pernikahan dilaksanakan.
Kedua
mempelai menggunakan pakaian adat yang diberi nama Bili’u.
Tempat
pelaminan yang digunakan pada saat resepsi menggunakan adat Gorontalo.
2. Tondhalo
(upacara tujuh bulanan). Setiap daerah memiliki acara adat
tersendiri dalam mewujudkan rasa syukur atas kehamilan yang berusia tujuh
bulan. Termasuk dalam masyarakat suku Gorontalo yang memiliki upacara adat yang
diberi nama Tondhalo. Syarat yang harus dilakukan dalam upacara adat ini adalah
sebagai berikut:
Kedua
orang tua jabang bayi harus menggunakan pakaian adat Gorontalo.
Ada
seorang anak perempuan yang digendong oleh ayah jabang bayi mengelilingi rumah,
lalu akhirnya masuk ke dalam kamar menemui ibu yang sedang mengandung.
Setelah
calon ayah dan anak perempuan yang digendongnya bertemu dengan ibu yang
mengandung jabang bayi, maka tali yang terbuat dari daun kelapa yang melingkari
perut ibu tersebut dipotong atau diputuskan.
Adanya
tujuh jenis makanan yang dihidangkan dalam tujuh nampan yang berbeda.
Makanan
ini dibagikan kepada seluruh undangan termasuk anak kecil yang digendong tadi.
3. Aqiqah.
Upacara aqiqah pada umumnya biasa dilakukan setelah bayi
berusia empat puluh haru. Namun ada juga masyarakat yang melakukannya pada saat
bayi kurang dari empat puluh hari atau bahkan lebih dari empat puluh hari.
Tentu saja ini disesuaikan dengan kemampuan si orang tua bayi. Masih ada
beberapa upacara adat masyarakat Gorontalo yang lain, namun tidak mungkin
dibahas satu persatu disini karena keterbatasan tempat. Dalam artikel
berikutnya kita akan membahas mengenai rumah adat, bahasa dan perkembangan
masyarakat suku Gorontalo.
·
Rumah Adat
DULOHUPA - Gorontalo memiliki rumah
adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Pomboide dan Dulohupa.
Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan
Jenderal Sudirman, Limboto. Dulohupa terletak di di Kelurahan Limba U-2,
Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Akan tetapi, rumah adat Dulohupa yang
satu ini kini tinggal kenangan karena sudah diratakan dengan tanah. Rumah adat
ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
Pada
masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan
kerajaan, untuk memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur
pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan),
Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
Orang
Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek
Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan
adalah dialek Gorontalo.
Penarikan
garis keturunan yang berlaku di masyarakat Gorontalo adalah bilateral, garis
ayah dan ibu. Seorang anak tidak boleh bergurau dengan ayahnya melainkan harus
berlaku taat dan sopan. Sifat hubungan tersebut berlaku juga terhadap saudara
laki-laki ayah dan ibu.
Menurut
masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya
‘pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila.
Kemudian dia menikah dengan salah seorang perempuan pendatang yang bernama Tilopudelo
yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Perahu tersebut berpenumpang delapan
orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan orang Gorontalo, tepatnya yang
menjadi cikal bakal masyarakat keturunan Gorontalo saat ini. Sejarawan
Gorontalo pun cenderung sepakat tentang pendapat ini karena hingga saat ini ada
kata bahasa Gorontalo, yakni 'Hulondalo' yang bermakna 'masyarakat, bahasa,
atau wilayah Gorontalo'. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah
menjadi Hulontalo dan akhirnya menjadi Gorontalo.
BANTAYO
PO BOIDE - Rumah adat Gorontalo yang satu ini bisa dijumpai berdiri
gagah di depan rumah dinas Bupati Gorontalo. Dalam artian harfiah, kata Bandayo
berarti gedung atau juga bisa diartikan sebagai bangunan. Sementara kata
Pomboide atau Po Boide berarti sebagai tempat untuk bermusyawarah. Jadi, meski
merupakan dua bangunan berbeda, namun Doluhapa dan Bandayo Pomboide memiliki
fungsi yang kurang lebih sama. Dahulu, Bandayo Pomboide ini digunakan sebagai
tempat pelaksanaan pagelaran budaya khas Gorontalo. Berbeda dari Doluhapa,
bagian dalam si Bandayo Pomboide ini memiliki banyak sekat sehingga ada beragam
ruangan dengan fungsi yang juga beragam.
·
Pakaian Adat
Gorontalo
memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan,
baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara
perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala.
Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning
keemasan, dan hijau
·
Kerajinan Tangan
Sebagian
masyarakat Gorontalo bekerja sebagai pengrajin anyaman, seperti peci anyaman
yang terbuat dari kayu keranjang karena sebagian besar warga Gorontalo beragama
Muslis dan peci tersebut bertuliskan Provinsi Gorontalo. Setiap
daerah pasti memiliki ciri khasnya masing-masing. begitu pula dengan jazirah
semenanjung Gorontalo. Masyarakat Gorontalo memiliki ciri khas
"sandang" atau pakaian bersama aksesoris yang melengkapinya. Adapun
kerajinan tangan khas masyarakat Gorontalo yaitu:
-Upiya
Karanji atau Songkok Gorontalo, songkok ini terbuat
dari anyaman rotan dan sangat nyaman digunakan karena memiliki sirkulasi udara
yang sangat baik. Presiden RI ke-4, Bapak Abdurrahman Wahid atau yang lebih
dikenal dengan Gusdur pun setia menggunakan Songkok Gorontalo ini.
-Sulaman Karawo atau
Sulaman Kerawang, Sulaman khas
Gorontalo ini menjadi kekayaan budaya tersendiri dan bernilai seni tinggi. Kini
sulaman Karawo tidak hanya diminati di dalam negeri namun juga di luar negeri.
-Batik
Gorontalo, Batik Gorontalo pada dasarnya sama dengan Batik pada umumnya,
yang membedakannya hanya pada motif atau corak yang dimuat pada kain batik itu
sendiri.
·
Pariwisata
1. Taman
laut Olele
Perjalanan
pengunjung yang melalui pesisir pantai Gorontalo akan membawa pengunjung pada
sebuah pemandangan yang eksotik, laut yang biru dan tenang berada di kawasan
Teluk Tomini yang kaya akan ikannya. Disini pengunjung dapat memuaskan diri
bermain snorkling melihat eksotiknya pemandangan taman bawah laut.
Disinyalir Taman Laut Olele lebih alami di banding dengan taman laut lain
yang ada di Indonesia. Taman Laut Olele berada di Desa Olele Kec. Kabila Bone ±
20 Km dari Kota Gorontalo.
2. Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone
Dulu taman ini
bernama Dumoga Bone adalah sebuah taman rekreasi yang mempunyai aneka ekologi
langka. Secara geografi kawasan ini terletak diperbatasan peralihan geografi
daerah Indomalayan di sebelah Barat, Papua-Australia sebelah Timur (Wallaceae
Area). pengunjungakan dibuat takjub saat memasuki kawasan cagar alam ini.
Terdapat berbagai jenis anggrek, serta aneka tanaman hias dan bunga bangkai
(Amorphophallus companulatus).
3. Menara
Mulia
Apabila
pengunjung ingin menikmati suasana yang sedikit berbeda,pengunjung bisa mencoba
menjelajahi pemandangan Danau Limboto yang indah. pengunjung bisa menaiki
Menara Kemuliaan, melihat menggunakan teleskop dari ketinggian 60 meter. Di
dalam Menara Mulia terdapat cindera mata yang diperlihatkan dan juga beberapa
restoran dengan kuliner khas Gorontalo.
4. Benteng
danau Limboto Otanaha
Memiliki ciri
khas arsitektur eropa, temboknya kokoh, pintu dan jendelanya tinggi. Benteng
Danau Limboto Otanaha merupakan sebuah tempat wisata Gorontalo berupa bangunan
sejarah peninggalan kolonial Belanda. Sampai saat ini tempat ini masih dijaga
dan dilestarikan sebagai tempat
wisata di Gorontalo. Benteng ini berlokasi di desa sebelah barat kota,
daerah Dembe I, sekitar 8 Km dari kota Gorontalo.
5. Tangga
2000 dan Jejak kaki Lahilote
Dilihat dari
atas ketinggian, wisata tangga 2000 dan juga jejak kaki Lahilote ini, dapat
pengunjung nikmati pemandangan indah danau Tomini. Merasakan semilir dinginnya
angin yang menerpa pohon kelapa pada saat malam hari. Terdapat sebuah batu yang
berukuran besar nampak seperti jejak kaki manusia, menurut cerita, “Lahilote”
merupakan jejak kaki seorang pria menikah dengan seorang malaikat yang jatuh ke
bumi.
PENUTUP
Kesimpulan
yang bisa saya ambil berdasarkan data diatas bahwa Gorontalo adalah sebuah
provinsi di Indonesia, yang sebelumnya belum menjadi provinsi sendiri.
Gorontalo memilki keberagaman kesenian dan kebudayaan yang bisa kita pelajari.
Dari kesenian dan kebudayaan yang dimiliki oleh Gorontalo kita jadi bias lebih
belajar mengenai banyaknya keunikan yang ada di Indonesia ini. Dan Gorontalo
memiliki banyak sekali tempat wisata yang patut kita kunjungi jika kita ke
Gorontalo. Jika ada niatan untuk bepergian ke Pulau Sulawesi jangan lupa
kunjungi Gorontalo.
Sekian
informasi yang bisa saya berikan, jika banyak kekurangan mohon dimaafkan.
Wasalamualaikum wr.wb
DAFTAR
PUSTAKA
keren keren
ReplyDelete