TUGAS – 3 PARIWISATA SEJARAH DAN
BUDAYA INDONESIA
KEBUDAYAAN SUKU BANJAR
1
Pengantar
Assalamualaikum wr.wb
Hallo semua Pertama tama saya akan memperkenalkan diri
terlebih dahulu, Nama saya Muhammad Arifta saya berumur 19th dan di
tahun ini umur saya akan genap 20th, saya adalah mahasiswa
Universitas Negeri Jakarta, Fakultas Ilmu Sosial Program Studi Usaha Jasa
Pariwisata.
Di Artikel kali ini saya akan membahas tentang kebudayaan
yang terdapat di Indonesia, lebih rangkumnya saya akan membahas kebudayaan yang
terdapat di suku Banjar. Bahwa yang kita tau Indonesia ini memiliki beragam
kebudayaan dan suku bangsa di Indonesia maka dari itu sebagai generasi muda dan
insan pariwisata di Indonesia kita harus lebih bisa mengenal keberagaman yang
ada di Indonesia ini karena untuk menjadi insan pariwisata yang baik kita harus
bisa mengenal sejarah dan keberagaman yang ada Indonesia sebagai sumber dan
informasi yang akan di sampaikan kepada para wisatawan.
2.
Pembahasan
1.
Kondisi Geografis
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15'
sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur atau 114 19’’ 33’’ BT-116
33’ 28 BT dan 1 21’ 49’’ LS 1 10’’ 14’’ LS, dengan luas wilayah 37.377,53 km2
atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan.
Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah
selatan pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha.
Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota
dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya
pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan
Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu.
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat
bertiup dari Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan,
sedangkan angin dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya
musim kemarau.
2.
Kepribadian Suku Banjar
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan
material budaya yang berkaitan dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi,
akulturasi dan assimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam
aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih
dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama
sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun
dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha.
Suku bangsa
Banjar berasal dari daerah Banjar yang merupakan pembauran masyarakat
DAS DAS Bahan, DAS Barito, DAS Martapura dan DAS
Tabanio. Sungai Barito bagian hilir merupakan pusatnya suku Banjar.
Kemunculan suku Banjar bukan hanya sebagai konsep etnis tetapi juga konsep
politis, sosiologis, dan agamis.
Menurut Hikayat Banjar,
dahulu kala penduduk pribumi Kalimantan Selatan belum terikat dengan satu
kekuatan politik dan masing-masing puak masih menyebut dirinya berdasarkan asal
Daerah Aliran Sungai misalnya orang batang Alai, orang batang
Amandit, orang batang Tabalong, orang batang Balangan, orang batang
Labuan Amas, dan sebagainya. Sebuah entitas politik yang bernama Negara Dipa
terbentuk yang mempersatukan puak-puak yang mendiami semua daerah aliran sungai
tersebut. Negara Dipa kemudian digantikan oleh Negara Daha. Semua penduduk
Kalsel saat itu merupakan warga Kerajaan Negara Daha, sampai ketika seorang
Pangeran dari Negara Daha mendirikan sebuah kerajaan di muara Sungai Barito
yaitu Kesultanan Banjar. Dari sanalah nama Banjar berasal, yaitu dari
nama Kampung Banjar yang terletak di muaraSungai Kuin, di tepi kanan
sungai Barito. Kampung ini dipimpin oleh seorang Patih (Kepala Kampung) yang
bernama Patih Masih. Gabungan nama kampung Banjar dan nama Patihnya
tersebut sehingga kampung ini lebih dikenal dengan nama panjangnya Kampung
Banjar Masih. Kelak kampung ini berkembang menjadi Kerajaan Banjar Masih dengan
raja pertama Sultan Suriansyah, yang merupakan keponakan dari penguasa
Kerajaan Hindu Negara Daha yang terletak di pedalaman.
Kerajaan Banjar Masih merupakan
kerajaan baru yang muncul untuk memisahkan diri dari Negara Daha. Kerajaan
Banjar Masih dengan rakyatnya yang dikenal sebagai orang Banjar Masih,
merupakan entitas politik yang dibenturkan dengan orang Negara
Daha (atau disebut juga orang Banjar Lama/proto Banjar) yang
merupakan warga negara Kerajaan Negara Daha yang menjadi rivalnya. Kerajaan
Negara Daha (atau disebut juga wilayah Batang Banyu) akhirnya berhasil
ditaklukan dan wilayahnya dimasukan ke dalam Kerajaan Banjar Masih. Kekuatan
Kerajaan Banjar Masih didukung penuh oleh Kesultanan Demak yang memberi
persyaratan bahwa raja dan rakyat Banjar Masih (beserta bekas Negara Daha)
harus menerima agama baru yaitu agama Islam, yang kini menjadi identitas orang
Banjar sebagai etnoreligius/kultur grup Muslim yang membedakannya dari
masyarakat sekitarnya pada masa itu.
Jadi pada pra-Islam, penduduk
kampung Banjar Masih dan kampung sekitarnya yang ada di hilir sungai Barito
tergolong sebagai warganegara Kerajaan Negara Daha atauOrang Negara Daha. Namun
belakangan nama Banjar lebih populer sehingga dipakai untuk menamakan penduduk
pada kedua wilayah tersebut, walaupun pada kenyataan kebudayaan di wilayah
Batang Banyu merupakan kebudayaan Banjar yang lebih klasik. Penduduk Banjar dan
Negara Daha sebenarnya menggunakan bahasa yang sama namun berbeda dialek.
Peperangan antara Banjar melawan Negara Daha yang dimenangkan oleh Banjar ini
hampir mirip dengan peperangan antara Demak melawan Majapahit yang dimenangkan
oleh Demak, namun pebedaannya adalah Banjar kemudian dipakai sebagai nama etnik
dan sedangkan Demak bukan merupakan nama etnik. Di daerah asalnya, sekarang ini
suku Banjar terbagi menjadi tiga kelompok menurut lokasi pemukimannya,
berturut-turut kelompok pertama yaitu kelompok orang Banjar
Masih yang kini lebih dikenal sebagai orang Banjar Kuala karena secara
geografis mendiami bagian kuala/hilir, sedangkan kelompok kedua yaitu bekas
penduduk kerajaan Hindu Negara Daha (Banjar klasik) dikenal sebagai Banjar
Batang Banyu, sedangkan kelompok ketiga dikenal sebagai Banjar Pahuluan yang
hidup secara harmonis dengan tempat tinggal yang bersisian langsung dengan
beberapa sub suku Dayak yang masih menganut agama Kaharingan. Di wilayah
Pahuluan bagian utara masih dapat ditemukan kantong-kantong permukiman sub-sub
Dayak Maanyan seperti Dayak Warukin dan Dayak Balangan. Sedangkan di wilayah
Pahuluan bagian tengah dan selatan, ditemukan sub-sub Dayak Meratus (Banjar
arkhais) seperti Dayak Pitap, Dayak Labuhan dan lain-lain.
3. Sejarah Suku Banjar
Suku bangsa Banjar ialah penduduk
asli yang mendiami sebagian besar wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Mereka
itu diduga memiliki kesamaan dengan penduduk pulau Sumatera atau daerah
sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan ini sekitar lebih dari
seribu tahun yang lalu.
Suku Banjar berasal dari orang
Melayu Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang datang ke Kalimantan Selatan untuk
berdagang. Adat, bahasa dan kepercayaan mereka adalah akibat pengaruh
berabad-abad dari orang Dayak, Melayu dan Jawa. Ada juga orang Dayak yang
menjadi orang Banjar karena memeluk agama Islam. Orang Banjar dapat dibagi dua
dari segi dialek bahasa, yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Suku Banjar
terdapat di propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, Sumatera dan
Malaysia (Perak, Selangor dan Johor). Mereka juga terkenal dengan julukan
masyarakat air (‘the weter people’) karena adanya pasar terapung, tempat
perdagangan hasil bumi dan kebutuhan hidup sehari-hari di sungai-sungai kota
Banjarmasin, ibukota Propinsi Kalimantan Selatan.
4. Sub Suku Banjar
Suku Banjar yang semula terbentuk
sebagai entitas politik terbagi 3 grup (kelompok besar) berdasarkan
teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan
genetis yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli
Dayak, berikut pembagian sub suku banjar :
1. Grup
Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus yang
berbahasa Melayu (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)
2. Grup
Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha,
orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak
Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri
kelompok)
3. Grup
Banjar Kuala adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju
(Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung Bugis-Makassar, orang
Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orang Cina Parit yang masuk
Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih
berjalan hingga sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan
Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota
metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).
5.
Islam Banjar
Istilah Islam Banjar menunjuk kepada
sebuah proses historis dari fenomena inkulturisasi Islam di Tanah Banjar, yang
secara berkesinambungan tetap hidup di dan bersama masyarakat Banjar itu
sendiri (Tim Haeda, 2009:3). Dalam ungkapan lain, istilah Islam Banjar setara
dengan istilah-istilah berikut: Islam di Tanah Banjar, Islam menurut pemahaman
dan pengalaman masyarakat Banjar, Islam yang berperan dalam masyarakat dan
budaya Banjar, atau istilah-istilah lain yang sejenis, tentunya dengan
penekanan-penekanan tertentu yang bervariasi antara istilah yang satu dengan
lainnya.
Inti dari Islam Banjar adalah terdapatnya karakteristik
khas yang dimiliki agama Islam dalam proses sejarahnya di Tanah Banjar. Menurut
Alfani Daud (1997), ciri khas itu adalah terdapatnya kombinasi pada level
kepercayaan antara kepercayaan Islam, kepercayaan bubuhan, dan kepercayaan
lingkungan. Kombinasi itulah yang membentuk sistem kepercayaan Islam Banjar.
Menurut Tim Haeda (2009), di antara ketiga sub kepercayaan itu, yang paling tua
dan lebih asli dalam konteks Banjar adalah kepercayaan lingkungan, karena
unsur-unsurnya lebih merujuk pada pola-pola agama pribumi pra-Hindu. Oleh
karena itu, dibandingkan kepercayaan bubuhan, kepercayaan lingkungan ini tampak
lebih fleksibel dan terbuka bagi upaya-upaya modifikasi ketika dihubungkan
dengan kepercayaan Islam.
Sejarah Islam Banjar dimulai seiring dengan sejarah
pembentukan entitas Banjar itu sendiri. Menurut kebanyakan peneliti, Islam
telah berkembang jauh sebelum berdirinya Kerajaan Banjar di Kuin Banjarmasin,
meskipun dalam kondisi yang relatif lambat lantaran belum menjadi kekuatan
sosial-politik. Kerajaan Banjar, dengan demikian, menjadi tonggak sejarah
pertama perkembangangan Islam di wilayah Selatan pulau Kalimantan. Kehadiran
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjar lebih kurang tiga abad kemudian merupakan babak
baru dalam sejarah Islam Banjar yang pengaruhnya masih sangat terasa sampai
dewasa ini.
6.
Bahasa
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, bahasa banjar adalah bahasa daerah kalimantan selatan yang
dipergunakan oleh suku banjar. Beberapa kata-kata dalam bahasa banjar untuk
kata ganti orang berdasarkan tingkatannya:
1. Halus
Ulun :
Saya
Piyan /
Dika :
Kamu
2. Netral / Sepadan
Aku,
diyaku :
Aku
Ikam,
Kawu :
Kamu
3. Agak Kasar
Unda / Sorang :
Aku
Nyawa :
Kamu
7. Kebudayaan Suku Banjar
1. Rumah Banjar
Rumah Banjar adalah rumah
tradisional suku Banjar. Arsitektur tradisional ciri-cirinya antara lain
mempunyai perlambang, mempunyai penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan
simetris. Rumah tradisonal Banjar adalah tipe-tipe rumah khas Banjar dengan
gaya dan ukirannya sendiri mulai berkembang sebelum tahun 1871 sampai
tahun 1935. Dari sekian banyak jenis-jenis rumah Banjar, tipe Bubungan Tinggi merupakan
jenis rumah Banjar yang paling dikenal dan menjadi identitas rumah adat suku
Banjar.
2. Keterampilan Mengolah Lahan Pasang Surut
Kehidupan orang Banjar terutama kelompok Banjar Kuala dan Batang Banyu
lekat dengan budaya sungai. Sebagai sarana transportasi, orang Banjar
mengembangkan beragam jukung (perahu) sesuai dengan fungsinya yakni Jukung
Pahumaan, Jukung Paiwakan, Jukung Paramuan, Jukung Palambakan, Jukung
Pambarasan, Jukung Gumbili, Jukung Pamasiran, Jukung Beca Banyu, Jukung Getek,
Jukung Palanjaan, Jukung Rombong, Jukung/Perahu Tambangan, Jukung Undaan,
Jukung Tiung dan lain-lain. Kondisi
geografis Kalimantan Selatan yang banyak memiliki sungai dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh orang Banjar, sehingga salah satu keahlian orang Banjar
adalah mengolah lahan pasang surut menjadi kawasan budi daya pertanian dan
permukiman. Sistem irigasi khas
orang Banjar yang dikembangkan masyarakat Banjar mengenal tiga macam kanal.
Pertama, Anjir (ada juga yang menyebutnya Antasan) yakni semacam saluran primer
yang menghubungkan antara dua sungai. Anjir berfungsi untuk kepentingan umum
dengan titik berat sebagai sistem irigasi pertanian dan sarana transportasi.
Kedua, Handil (ada juga yang menyebut Tatah) yakni semacam saluran yang
muaranya di sungai atau di Anjir. Handil dibuat untuk menyalurkan air ke lahan
pertanian daerah daratan. Handil ukurannya lebih kecil dari Anjir dan merupakan
milik kelompok atau bubuhan tertentu. Ketiga, Saka merupakan saluran tersier
untuk menyalurkan air yang biasanya diambil dari Handil. Saluran ini berukuran
lebih kecil dari Handil dan merupakan milik keluarga atau pribadi.
3. Tradisi lisan
Tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat
dipengaruhi oleh budaya Melayu, Arab, dan Cina. Tradisi lisan
Banjar (yang kemudian hari menjadi sebuah kesenian) berkembang sekitar abad
ke-18 yang di antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin
berasal dari bahasa Arab, yakni madah (ﻤﺪﺡ) yang artinya pujian. Madihin
merupakan puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan
dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai
dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam
khasanah folklor Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut adalah
sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai
keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Lamut berasal dari
negeri Cina dan mulanya menggunakan bahasa Tionghoa. Namun,
setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-pedagang Cina, maka
bahasanya disesuaikan menjadi bahasa Banjar.
4.
Baayun
Maulid
Baayun asal
katanya “ayun” yang diartikan”melakukan proses ayunan”. Asal kata maulid
berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW.
Sebelum mendapat pengaruh Islam,
maayun anak sudah dilaksanakan ketika masyarakat masing menganut kepercayaan
nenek moyang. Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan Kaharingan. Setelah
Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama, akhirnya
upacara tersebut bisa “diislamisasikan”.
Dengan demikian, baayun anak
adalah salah satu tradisi simbol pertemuan antara tradisi dan pertemuan agama.
Inilah dialektika agama dan budaya, budaya berjalan seiring dengan agama dan
agama datang menuntun budaya.
5.
Perkawinan
Menurut Adat Banjar
Secara kronologis, maka peristiwa
perkawinan menurut adat suku Banjar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. BASASULUH
Bilamana seseorang telah sampai
saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang terdekat diadakanlah apa yang
yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan keterangan tentang calon
istri yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga yang
bersangkutan.
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
a. Tentang
agamanya
b. Tentang
keturunannya
c. Tentang
kemampuan rumah tangganya
d. Tentang
kecantikan wajahnya
Dari empat hal tersebut di atas
yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal yaitu agama dan
keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon istri di samping hal di atas,
akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal
itu sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka
kelak.
2. BADATANG
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan beberapa orang ke rumah calon istri yang disebut dengan istilah “badatang”. Kedatangan ini diterima antara kedua keluarga calon suami istri itu secara traditional biasanya lahirlah dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal
istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah ‘Balarangan’ tidak sama dengan
istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu perencanaan ancer – ancer
para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua anak masih remaja.
Menurut adat seorang gadis yang
akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya dia tidak diperkenankan keluar
rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
3. NIKAH
Yang dimaksud dengan nikah adalah
upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul di hadapan seorang penghulu
dan saksi – saksi. Acara ini sering kali juga disebut ‘Meantar Jujuran’
4. BATIMUNG
Bagi pengantin pria maupun wanita
terutama menjelang hari persandingan dua atau tiga hari sebelumnya, maka pada
malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang dikenal dengan istilah
‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras habis keringat tubuh,
menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Dengan demikian pada
saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan berkeringat lagi.
5. MANDI-MANDI
Pada waktu pagi hari menjelang
acara persandingan siang, pengantin wanita melangsungkan acara mandi – mandi
pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam bunga. Pada daerah Kuala
kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau ‘Bapapai’ dengan mayang
Pinang. Jumlah bunga – bunga yang diperlukan lebih banyak dan lebih berkesan
sebagai salah satu upacara.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.
6. BATAPUNG
TAWAR
Seiring dengan acara mandi –
mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung tawar’, dimaksudkan
sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita. Untuk itu
disediakan apa yang dinamakan ‘peduduk’, yaitu seperangkat keperluan pokok
bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari sagantang
beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga
butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya,
sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk : beras melambangkan
rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambang manis
(kehidupan), ayam lambang cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum, lading
makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang persediaan dalam
hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap sirih lambang
kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur lambang keterampilan
kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada bidan
kampong yang memimpin acara mandi – mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.
7. BATAMAT
AL-QUR’AN
Baik pengantin pria maupun
pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan biasanya melangsungkan
acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an sebanyak 22 surah yang
dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah ke 114 (An-Nas)
ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup dengan do’a khatam
Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.
8. WALIMAH
Yang dimaksud dengan ‘walimah’
ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian acara-acara perkawinan tersebut.
Besar kecilnya walimah ini tergantung pada kemampuan keluarga ‘ahli bait’
masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Biasanya membagi-bagi tugas
sebagai berikut:
a. Nang
jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
b. Nang
meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)
c. Nang
meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
d. Nang
meurus karasmin (mengurus kesenian)
e. Nang
besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
f. Nang
besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
g. Nang
menerima saruan (penerima tamu)
Dalam susunan pembagian tugas ini
jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan merupakan adat yang sangat
menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan memberikan tenaga dan
jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.
9. PETATAIAN
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang biasanya diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai warti yang terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita yang berlatar belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas piring kuningan besar yang diletakkan di atas bokor sesanggan kuningan.
10. BATATAIAN
Merupakan puncak dari acara
perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara betataian (bersanding)
pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling bahagia oleh kedua
pengantin ataupun keluarga mereka.
a. Pengantin
Wanita
b. Pengantin
Pria
c. Tahap-tahapan
betataian
·
Pengantin pria diantar
·
Betawak nasi lamak
·
Sujud dan makan bersama
·
Usung jinggung dan diarak
11. KELAMBU PENGANTIN
Begitu pentingnya kelambu
pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang untuk melihat sampai
dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu.
Kelambu ini selalu ditempatkan di
kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang utama, yakni ruangan tempat tidur
sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah bubungan tinggi (rumah beanjung).
Karena pada waktu itu belum mengenal atau belum banyak mengenal ranjang.
Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam bentuk segi empat yang umumnya
mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di atas kelambu di pasang
langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman kembang pancar matahari.
6. Teater
Satu-satunya seni teater tradisional
yang berkembang di pulau Kalimantan adalah Mamanda. Mamanda
adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dariKalimantan
Selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip
dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan
penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar
lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup.
Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman
ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan. Sebab pada kesenian
Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana
Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua,
Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).
Tokoh-tokoh ini wajib ada dalam setiap Pementasan. Agar
tidak ketinggalan, tokoh-tokoh Mamanda sering pula ditambah dengan tokoh-tokoh
lain seperti Raja dari Negeri Seberang, Perompak, Jin, Kompeni dan tokoh-tokoh
tambahan lain guna memperkaya cerita.
Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam
lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan
sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara
etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti paman
dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi mamanda
berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam
sistem kekerabatan atau kekeluargaan.
7.
Pasar
Terapung
Pasar terapung
ini sudah ada lebih dari 400 tahun lalu dan merupakan sebuah bukti aktivitas
jual-beli manusia yang hidup di atas air. Seperti halnya pasar-pasar yang ada
di daratan, di pasar terapung ini juga dilakukan transaksi jual beli barang
seperti sayur-mayur, buah-buahan, segala jenis ikan, dan berbagai kebutuhan
rumah tangga lainnya. Pembelian dari tangan pertama disebut dukuh, sedangkan
tangan kedua yang membeli dari para dukuh untuk dijual kembali disebut
panyambangan.
Salah satu keunikan dari Pasar
Terapung adalah desak-desakan antara perahu besar dan perahu kecil yang mencari
pembeli, serta penjual yang bersliweran kesana kemari dan kapalnya yang
dimainkan gelombang Sungai Barito. Pasar terapung tidak memiliki organisasi
seperti pasar di daratan, sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan
pengunjung atau pembagian pedagang bersarkan barang dagangan.
8.
Madihin
Madihin berasal
dari kata madah dalam bahasa arab artinya nasihahat. Madihin dapat diartikan
sebagai sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia, karena ia nenyanyikan
syair-syair yang berasal dari kata akhir persamaan bunyi atau sebagai kalimat
puji-pujian ( bahasa arab) karena bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang
kadang kala berupa puji-pujian. Menurut (2006) mendifinisikan madihin yaitu
puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam
bahasa Banjar. Penyampaian syair-syair yang dibacakan oleh seniman madihin yang
disebut Pamadihin.
Pamadihinan termasuk profesi yang
lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi
dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini
konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa
dengan sebutan hormat Datu Madihin. Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul
Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran
Purwa Sari. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis
menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Kesenian madihin pada umumnya
dipergelarkan pada malam hari, lamanya sekitar 2 sampai 3 jam ditempatkan
diarena terbuka. Seniman pamadihin ini terdiri dari 1 samapai 4 orang pria atau
wanita.Seorang pamadihin harus memiliki keterampilan memukul terbang sesuai
dengan penyajian syair-syair yang dibacakan, madihin ini temanya saling sindir
menyindir antara pamadihinnya.
9. Musik
Salah satu kesenian berupa musik
tradisional khas Suku Banjar adalah Musik Panting. Musik ini disebut
Panting karena didominasi oleh alat musik yang dinamakan panting, sejenis
gambus yang memakai senar (panting) maka disebut musik panting. Pada awalnya
musik panting berasal dari daerah Tapin, Kalimantan Selatan. Panting merupakan
alat musik yang dipetik yang berbentuk seperti gabus Arab tetapi ukurannya
lebih kecil. Pada waktu dulu musik panting hanya dimainkan secara perorangan
atau secara solo. Karena semakin majunya perkembangan zaman dan musik panting
akan lebih menarik jika dimainkan dengan beberapa alat musik lainnya, maka
musik panting sekarang ini dimainkan dengan alat-alat musik seperti babun,
gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang. Nama musik
panting berasal dari nama alat musik itu sendiri, karena pada musik panting
yang terkenal alat musik nya dan yang sangat berperan adalah panting, sehingga
musik tersebut dinamai musik panting. Orang yang pertama kali memberi nama
sebagai musik panting adalah A. SARBAINI. Dan sampai sekarang ini musik panting
terkenal sebagai musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Selain itu, ada sebuah kesenian musik tradisional Suku
Banjar, yakni Musik Kentung. Musik ini berasal dari daerah Kabupaten
Banjar yaitu di desa Sungai Alat, Astambul dan kampung Bincau,
Martapura. Pada masa sekarang, musik kentung ini sudah mulai langka. Masa
dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja pada
bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau dalam
pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat berbunyi dari
kepunyaan lawan bertanding.
10. Tarian Banjar
Seni Tari Banjar terbagi menjadi dua,
yaitu seni tari yang dikembangkan di lingkungan istana (kraton), dan seni tari
yang dikembangkan oleh rakyat. Seni tari kraton ditandai dengan nama
"Baksa" yang berasal dari bahasa Jawa (beksan) yang menandakan
kehalusan gerak dalam tata tarinya. Tari-tari ini telah ada dari ratusan tahun
yang lalu, semenjak zaman hindu, namun gerakan dan busananya telah disesuaikan
dengan situasi dan kondisi dewasa ini. Contohnya, gerakan-gerakan tertentu yang
dianggap tidak sesuai dengan adab islam mengalami sedikit perubahan.
11. Kuliner Khas Banjar
Masakan tradisional Banjar diantaranya: sate Banjar, soto
Banjar, ketupat Kandangan, kue bingka dan lain-lain.
Dalam pembuatan
makanan diperlukan sistem teknologi yang digunakan untuk membuat makanan
tersebut mempunyai nilai lebih. Bagaimana cara mengolah, memasak dan
menyajikannya juga harus diperhatikan, palagi penggunaan bumbu-bumbunya. Salah
satu hasil makanan orang Banjar yang terkenal adalah SOTO BANJAR yang telah
tuurun temurun menggunakan resep warisan leluhur mereka.
12. Senjata Tradisional Banjar
1.
Serapang
Serapang adalah tombak bermata lima
mata dimana empat mata mekar seperti cakar elang dengan bait pengait di tiap
ujungnya. Satu mata lagi berada di tengah tanpa bait, yang disebut “besi lapar”
yang di percaya dapat merobohkan orang yang memiliki ilmu kebal sekuat apappun.
2. Tiruk
Tiruk adalah tombak panjang lurus
tanpa bait digunakan untuk berburu ikan haruan (ikan gabus) dan toman di
sungai.
3. Pangambangan
Pangambangan adalah tombak lurus
bermata satu dengan bait di kedua sisinya.
4. Duha
Duha adalah pisau bermata dua yang
sering digunakan untuk berburu babi.
13. Oleh Oleh Khas Banjar
1.
Batu Mulia
Kota Martapura, ibu kota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan selain
dikenal sebagai serambi Makkah-nya Kalimantan, juga dikenal sebagai "kota
intan". Kota Martapura inilah 'surga-nya' pecinta batu mulia. Hampir semua
jenis batu mulia bisa ditemukan di sini!. Dari harga ribuan sampai milyaran
rupiah, semua ada di sini. Pusat konsentrasi jual-beli batu mulia letaknya
tepat di tengah kota, yaitu di pertokoan Cahaya Bumi Shalawat (CBS). Selain
lokasinya yang strategis, karakter proses jual beli batu mulia disini layaknya
pasar tradisional, sehingga proses interaksi antara penjual dan pembeli lebih
intens, dekat, dan akrab, Jadi kalau anda berkunjung ke sini jangan heran kalau
tempat ini tidak pernah sepi dari pengunjung, baik wisatawan lokal, interlokal,
maupun mancanegara.
2.
Kain
Sasirangan
Kain sasirangan
adalah kain khas suku Banjar di Kalimantan selatan. Nama "Sasirangan"
sebenarnya adalah kata kerja, yaitu mengadopsi dari proses pembuatannya.
"Sa" yang berarti "satu" dan "sirang" yang
berarti "jelujur/lajur". Secara harfiah sasirangan bisa diartikan
sebagai proses pen-jelujur/lajur-an yang di simpul/diikat dengan benang atau
tali lainnya kemudian di celup untuk pewarnaannya.
Sasirangan setidaknya mengenal 19 motif, di antaranya sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu karang), hiris pudak (irisan daun pudak), bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), naga balimbur (ular naga), daun jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), kulat karikit (jamur kecil), gigi haruan (gigi ikan gabus), turun dayang(garis-garis), kangkung kaombakan (daun kangkung), dan jajumputan (jumputan). Selain itu ada pula kambang tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri manangis (putrid menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan sedang diterpa angin), dan benawati (warna pelangi).
Menurut sejarahnya, masing-masing motif kain sasirangan mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam ritual upacara adat suku banjar, ada yang khusus untuk pengobatan orang sakit (ghaib), laung (ikat kepala adat Banjar), Kakamban (serudung), udat (kemben), babat (ikat pinggang), tapih bahalai (sarung/jarik untuk perempuan), dan lain sebagainya.
Seiring ke-khasan kain Sasirangan yang "menjual", peruntukan kain sasirangan tidak hanya sebagai bagian dari ritual adat suku Banjar saja, tapi sudah melebar dan meluas melampaui batas-batas sakral sebagaimana fungsi awalnya. Sekarang, ditangan pejuang-pejuang kreatif, (tanpa berusaha mengubah fungsi utamanya), kain kebanggan masyarakat Kalimantan Selatan ini telah menjelma menjadi berbagai produk seni yang menakjubkan, bahkan sudah siap untuk go internasional!
Sasirangan setidaknya mengenal 19 motif, di antaranya sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu karang), hiris pudak (irisan daun pudak), bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), naga balimbur (ular naga), daun jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), kulat karikit (jamur kecil), gigi haruan (gigi ikan gabus), turun dayang(garis-garis), kangkung kaombakan (daun kangkung), dan jajumputan (jumputan). Selain itu ada pula kambang tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri manangis (putrid menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan sedang diterpa angin), dan benawati (warna pelangi).
Menurut sejarahnya, masing-masing motif kain sasirangan mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam ritual upacara adat suku banjar, ada yang khusus untuk pengobatan orang sakit (ghaib), laung (ikat kepala adat Banjar), Kakamban (serudung), udat (kemben), babat (ikat pinggang), tapih bahalai (sarung/jarik untuk perempuan), dan lain sebagainya.
Seiring ke-khasan kain Sasirangan yang "menjual", peruntukan kain sasirangan tidak hanya sebagai bagian dari ritual adat suku Banjar saja, tapi sudah melebar dan meluas melampaui batas-batas sakral sebagaimana fungsi awalnya. Sekarang, ditangan pejuang-pejuang kreatif, (tanpa berusaha mengubah fungsi utamanya), kain kebanggan masyarakat Kalimantan Selatan ini telah menjelma menjadi berbagai produk seni yang menakjubkan, bahkan sudah siap untuk go internasional!
3.
Panting
Panting adalah
alat musik petik khas Kalimantan Selatan yang bentuk dasarnya mirip gambus Arab
dengan ukuran yang lebih kecil, tapi mempunyai hiasan dengan ornament ukiran
dan painting khas Kalimantan Selatan di beberapa bagian. Seperti
ukiran kepala naga di bagian kepala Panting dan ornament khas suku Banjar di
bagian lambung.
Kata
"Panting" berarti petik, mengadopsi dari cara memainkannya yakni,
membunyikan senar dengan teknik petikan/sentilan. Awalnya, "Panting"
hanya memiliki tiga buah tali atau dawai, dimana masing-masing mempunyai fungsi
masing-masing. Tali pertama disebut pangalik. Yaitu tali yang dibunyikan untuk
penyisip nyanyian atau melodi. Tali kedua, disebut panggundah atau pangguda
yang digunakan sebagai penyusun lagu atau paningkah. Sedang tali ketiga disebut
agur yang berfungsi sebagai bass.
Tali "Panting" pada masa lalu dibuat dari haduk hanau (ijuk), serat nenas, serat kulit kayu bikat, benang mesin, atau benang sinali. Tapi sekarang benang nilon dan kawat/string (dengan empat bentangan pada badan "Panting") tampak lebih banyak digunakan karena lebih mudah didapatkan dan bunyinya yang jauh lebih merdu.
Seiring semakin kreatif dan variatifnya ornament penghias yang melekat di badan panting, fungsi panting sekarang tidak hanya untuk dinikmati alunan nada-nadanya saja, tapi juga cocok untuk benda seni pajangan penghias ruangan.
Tali "Panting" pada masa lalu dibuat dari haduk hanau (ijuk), serat nenas, serat kulit kayu bikat, benang mesin, atau benang sinali. Tapi sekarang benang nilon dan kawat/string (dengan empat bentangan pada badan "Panting") tampak lebih banyak digunakan karena lebih mudah didapatkan dan bunyinya yang jauh lebih merdu.
Seiring semakin kreatif dan variatifnya ornament penghias yang melekat di badan panting, fungsi panting sekarang tidak hanya untuk dinikmati alunan nada-nadanya saja, tapi juga cocok untuk benda seni pajangan penghias ruangan.
4.
Miniatur rumah adat banjar
Suku Banjar
mempunyai beberapa jenis rumah adat yang sangat khas di antaranya bubungan
tinggi, gajah baliku, palimasan, balai bini, tadah alas, gajah manyusu, balai
laki, palimbangan, cacak burung, lanting, joglo gudang, dan joglo bangun
gudang. Untuk souvenir miniatur rumah adat banjar, sesuai dengan aslinya bahan
baku utamanya adalah kayu. Hanya saja, jenis kayu yang di digunakan adalah kayu
agatis, bukan kayu ulin/kayu besi seperti bahan kayu rumah aslinya. Saat ini,
miniatur rumah adat Banjar asli Banjarmasin ini menjadi buruan kolektor, baik
dari dalam negeri maupun luar negeri.
Demikian artikel tentang informasi Suku
Budaya Banjar Kalimantan ini yang dapat saya berikan, mohon maaf jika terjadi kesalahaan dalam pengetikan atau
terdapat kata kata yang kurang dimengerti.
Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan bisa memberikan pengetahuan lebih banyak
tentang wawasan ilmu pengetahuan budaya
di Indonesia ini, khususnya Suku Budaya Banjar Kalimantan. Kritik dan saran
sangat saya perlukan untuk perbaikan dan pembelajaran yang lebih bagi diri saya
sendiri maupun para pembaca artikel saya ini. Akhir kata saya ucapkan kurang
lebihnya terimakasih…
Wassalamualaikum wr.wb
Muhammad Arifta
4423143965
Usaha Jasa Pariwisata 2014 Kelas A
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment