Monday, January 4, 2016

Tugas-2 Solusi UNJ untuk Pariwisata Indonesia

 SOLUSI DESA TIHINGAN-KLUNGKUNG,
     BALI  SEBAGAI TEMPAT WISATA BAGI MASYARAKAT

Assalamu’alaikum wr.wb

Semoga bahagia! Semoga bahagia!

  Itulah kalimat pembuka penulis sampaikan , semoga pembaca berbahagia selalu dan selalu dilindungi Allah . Amin . Sebelumnya penulis akan berkenalan terlebih dahulu , okey saya M.Firza Alafiyata dari UNJ (Universitas Negeri Jakarta) angkatan 2014 biasa di panggil Alif atau Firza untuk kata Alif mungkin dikarnakan saya anak pertama dan Alif itu sendiri terdapat di Huruf Hijaiyah adalah huruf pertama, mungkin seperti itu sejarah singkatnya . Sekarang saya telah menginjak semester 3 yang katanya ,”semester 3 itu penuh dengan kerja keras dan membuat mahasiswa/i pusing kepalang dalam menyelesaikan tugas-tugasnya” namun itu semua saya membawanya dengan relax karna kalau terlalu membawanya pusing akan menyiksa diri kita sendiri tok . Next, saya anak laki-laki pertama dari tiga bersaudara yaitu adik saya yang kedua perempuan ,dan adik saya yang terakhir perempuan . Saya disini akan menjelaskan tentang permasalahan yang ada di sebuah desa di sekitaranBali yang menjadi tempat wisata disana , yaitu Desa Tihingan-Klungkung namanya . Untuk lebih jelasnya penulis akan jelaskan permasalahannya dibawah ini :

  Salah satu seni yang berkembang baik di Bali adalah seni musik tradisional, yaitu seni gamelan Bali.Dan salah satu desa yang yang menjadi sentra pengrajin dan pembuat instrumen gamelan adalah Desa Tihingan.Desa Tihingan merupakan salah satu desa yang menjadi tujuan wisata dengan masyarakatnya yang terkenal sebagai pembuat instrumen Gong (gamelan).

  Penduduknya sebagian besar (90%) perajin gong, baik perajin secara utuh (mampu memproduksi gong mulai dari pengolahan bahan hingga finishing gong secara lengkap) maupun perajin yang hanya mampu memproduski bagian-bagian dari gong, seperti: ceng-ceng, kempuk, dan panggul. Keahlian penduduknya dalam pembuatan gong inilah yang kemudian membuat nama desanya menjadi terkenal dan karenanya dijadikan sebagai salah satu daerah kunjungan wisata di Kabupaten Klungkung.

  Selain gong, mereka juga membuat semara pegulingan, gender wayang, kelentang/angklung dan lain sebagainya.Para perajin tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok tukang dan kelompok ahli.Kelompok tukang adalah orang-orang yang membuat gong yang berbahan logam kerawang.Sedangkan, kelompok ahli adalah orang-orang yang menyelaraskan suara gong tersebut.

  Klungkung adalah satu dari sepuluh kabupaten yang ada di Provinsi Bali.Desa Tihingan adalah salah satu dari 13 ( Tiga Belas ) Desa di wilayah Kecamatan Banjarangkan.Desa sebagai subsistem Kabupaten/Kota merupakan pelaksana pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan yang paling bawah dan sangat dekat bahkan bersentuhan langsung dengan masyarakat.Desa Tihingan terletak di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Kurang lebih 3 km ke arah barat dari kota Semarapura. Sangat mudah menemukan desa ini, letaknya pun tidak jauh dari kota.

  Sebagian besar penduduk desa memang bergelut di dunia seni gamelan ini, dan  keahlian mereka tentunya didapat secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Gong dari Tihingan ini terkenal akan kualitas bahan dan tentunya kualitas suara gamelan. Dan tak heran hasilnya banyak wisatawan domestik dan internasional yang tertarik mengoleksi gamelan Bali ini.

  Apalagi hampir semua sanggar musik dan banjar di Bali membeli gamelan dari Desa Tihingan.Dan bahkan banyak yang dikirim ke luar negeri untuk aset di beberapa kedutaan RI.Selain membuat Gong, masyarakat di desa ini juga pandai membuat berbagai macam gamelan lainnya seperti Gender, Semara Pegulingan, Kelentangan dan Angklung.

  Jumlah wisatawan ”minat khusus” (special interest tourist) secara global semakin meningkat, ini meliputi wisatawan yang memperhatikan konservasi lingkungan, kehidupan masyarakat tradisional, wisata spiritual, wisata belajar, dll. Bagi pengelola kepariwisataan, produk yang menjadi ”tren pasar” tersebut dikenal dengan berbagai nama, terdapat variasi dalam penekanan daya tarik wisata yang ditonjolkan namun pada intinya semuanya bertemakan keunikan, alam dan konservasi. Seperti yang dijelaskan dalam Wikipedia (2009), Sustainable Tourism (Pariwisata Berkelanjutan) dijelaskan sebagai industri pariwisata yang memiliki komitmen untuk menimbulkan dampak ringan terhadap lingkungan, disamping membantu penduduk setempat untuk memperoleh pendapatan dan menciptakan lapangan kerja. Istilah yang menjadi payungnya adalah Sustainable Tourism yang selanjutnya muncul nama turunan seperti CBT (Community Based Tourism), Eco-Tourism, Responsible Tourism dan Coastal Tourism. 

  Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan perlindungan terhadap lingkungan dan kehidupan tradisional menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan kepariwisataan berbasis konservasi. Menjawab kecendrungan ini, banyak negara tertarik untuk mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan standar kehidupan rakyatnya baik secara finansial maupun sosial. Disamping hal tersebut, mengetahui bahwa wisatawan akan mengunjungi desanya, masyarakat akan termotivasi untuk melakukan perbaikan di berbagai sisi kehidupan termasuk menjaga peninggalan dan melestarikan alam sekitarnya.

  Bali merupakan sebuah provinsi yang memiliki lebih dari 700 desa dengan icon kepariwisataan baik secara nasional maupun dunia, yang terkenal karena budaya, keramah-tamahan penduduk dan alamnya yang indah. Setiap desa memiliki keunikannya tersendiri, seperti sekarang ini, menurut catatan peneliti, terdapat 3 desa yang sudah berkembang dengan baik sebagai daerah wisata yaitu : Tenganan, Panglipuran dan Trunyan.

  Bali sebagai salah satu destinasi wisata utama di dunia menerima kedatangan wisatawan rata-rata 1,3 juta per tahun, dengan pola pengeluaran sebagai berikut : Akomodasi 43,7%, Makanan 21,8%, Souvenir 17,5%, Tour 6,4%, Transportasi umum 4% (BTA, 2004). Secara umum terdapat 2 tipe wisatawan yang datang ke Bali yaitu : 1) Wisatawan bergrup dengan tingkat pengeluaran yang tinggi, 2). Wisatawan individu dengan tingkat pengeluaran yang rendah (TED, 2005). Wisatawan jenis pertama adalah wisatawan masal yang menghabiskan sebagian besar uangnya untuk akomodasi hotel mewah yang pemiliknya sebagian besar berasal dari luar Bali, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif kebocoran devisa. Wisatawan jenis kedua adalah merupakan wisatawan dengan minat khusus yang merupakan pasar dari CBT, pengeluaran wisatawan jenis ini dirasakan langsung oleh penduduk lokal.

  Desa di Bali merupakan unit yang cukup mandiri selain memiliki struktur pemerintahan desa administratif, juga memiliki struktur kepengurusan tradisional yang disebut Desa Pekraman atau Desa Adat.Setiap desa di Bali adalah unik, terdapat variasi dari ritual dan upacara adat yang dilaksanakan di desa berdasarkan pada Agama Hindu. Mata pencaharian utama penduduk desa adalah petani kebun maupun sawah, nelayan, pengerajin dan sebagian bekerja di kantor pemerintahan dan menyediakan jasa. Alam di pedesaan di Bali masih asli, dan asri dengan udara segar dan pemandangan yang indah.

  Di tahun 1970-an Perencanaan Pengembangan Kepariwisataan Bali yang didisain oleh SCETO memfokuskan kepada pengembangan 3 resort pariwisata yaitu : Nusa Dua, Kuta dan Sanur. Dalam pejalanannya timbul kesadaran bahwa model pengembangan tersebut memberikan keuntungan yang sangat sedikit terhadap masyarakat lokal pengusung budaya Bali.Masyarakat mulai berpikir bahwa pariwisata di Bali semestinya adalah untuk masyarakat Bali.Menimbang hal tersebut banyak desa tertarik untuk menjadi daerah wisata. Namun demikian disadari pula bahwa menjadi desa wisata tanpa adanya kesiapan yang matang akan mendatangkan lebih banyak kerugian dibandingkan dengan keuntungan yang akan diterima oleh desa dan masyarakat setempat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang tingkat kesiapan Desa Tihingan sebagai desa wisata, yang sesuai denganperencanaan pemerintahan Kabupaten Klungkung maupun keinginan pengurus desa untuk menjadikan Desa Tihingan sebagai CBT.

  Adapun pokok permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah : bagaimanakah tingkat kesiapan Desa Tihingan sebagai CBT ditinjau dari segi fisik yaitu kesiapan fasilitas infrastruktur maupun suprastruktur, atraksi wisata, pelayanan kepariwisataan, keramahtamahan masyarakat (hospitality) dan kesiapan untuk mengelola kepariwisataan? 

Berdasarkan permasalahn-permasalahan yang sudah dikemukakan, solusinya dapat sampaikan dari persoalan-persoalan tersebut yaitu:

  Seperti disebutkan dalam Monografi Desa Tihingan (1988), Desa Tihingan adalah sebuah desa yang terletak 7 km dari Ibu Kota Kabupaten Klungkung.Desa memiliki atraksi wisata berupa alam persawahan di tepi aliran sungai Tukad Jinah dikombinasikan dengan atraksi situs purba (perapen) dan pura.Atraksi tersebut telah dirintis dan dikemas kedalam produk sebagai atraksi wisata tracking.Atraksi lainnya adalah ritual dan upacara adat yaitu piodalan di beberapa Pura milik desa yang memiliki prosesi upacara yang unik, industri rumah tangga pembuatan kopi bubuk dan yang dijadikan atraksi unggulan yaitu pengrajin alat musik gong.

  Faktor yang memperkuat potensi Desa Tihingan sebagai Desa Wisata adalah terdapat banyak atraksi wisata disekitar desa yang dapat dinikmati wisatawan sepanjang rute menuju Desa Tihingan dari arah Denpasar, ini meliputi : Batu Bulan (tari Barong), Celuk (kerajinan perak), Pasar Sukawati (souvenir khas Bali), Mas (ukiran kayu), Ubud (lukisan dan berbagai kerajinan), Desa Kamasan (lukisan wayang), dan Museum Gunaksa yang berjarak sekitar 2 km sebelum memasuki Desa Tihingan.

  CBT adalah model manajemen kepariwisataan yang dikelola oleh masyarakat setempat yang berupaya untuk meminimalkan dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan dan budaya dan pada saat yang sama menciptakan dampak ekonomi yang positif. Masyarakat tinggal disekitar obyek dan daya tarik pariwisata, sesungguhnya penduduk adalah bagian dari atraksi wisata itu sendiri.Konsep CBT bermakna bahwa manajemen pariwisata ditempat bersangkutan dikelola oleh masyarakat setempat, ini meliputi pengelolaan kepariwisataan secara menyeluruh di lokasi tersebut, termasuk penyiapan semua produk/pelayanan yang dibutuhkan oleh wisatawan. Dengan cara demikian memungkinkan untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan kepariwisataan untuk masyarakat setempat, serta menempatkan mereka sebagai subjek kegiatan kepariwisataan bukan sebagai objek.

  Ada beberapa jenis manajemen kepariwisataan yang diformulasikan oleh para ahli yang berorientasi pada konservasi. Istilah yang memayungi adalah ”suistainable tourism” (Pariwisata Berkelanjutan), ini meliputi : CBT, eco-tourism, responsible tourism, marine tourism, green tourism dan lain lain. Beberapa dari istilah terkait akan dibahas pada bagian berikut.

  Istilah sustainable tourism dalam makna yang paling murni adalah industri yang mengupayakan untuk membuat dampak yang ringan terhadap lingkungan dan budaya lokal, sementara membantu untuk mendatangkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan konservasi terhadap ekosistem.Tanggung jawab ini mencakup lingkungan dan budaya yang sifatnya sensitif (Getaways, 2009).

  WTO (World Tourism Organization) dalam situsnya menjelaskan sustainable tourism sebagai kepariwisataan yang mengarahkan kepada pengelolaan terhadap semua sumber yang dilakukan sedemikian rupa sehingga kebutuhan, ekonomi, sosial dan keindahan dapat terpenuhi sekaligus menjaga integritas budaya, proses ekologi yang esensial, keragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan pada lingkungan yang bersangkutan.

  Getaways juga mengemukakan sebuah definisi yang mengambil sudut pandang yang seimbang antara masyarakat lokal, wisatawan dan alam, sustainable tourism didefinisikan sebagai sebuah proses yang memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut dan masyarakat tuan rumah sekaligus melindungi dan memenuhi kebutuhan dimasa yang akan datang. Definisi ini menekankan pada pemenuhan terhadap kebutuhan konsumen yang merupakan orientasi dasar dari praktek bisnis yang sehat disamping orientasi terhadap konservasi.

  Mengembangkan suatu daerah wisata memerlukan perencanaan yang komprehensif, ini dilakukan agar hasil yang positif yang diharapkan dapat dicapai, dan agar dampak negatif dapat diminimalkan. Merujuk kepada definisi desa wisata, desadesa yang bisa dikembangkan dalam program desa wisata akan memberikan contoh yang baik bagi desa lainnya, namun demikian suatu desa dapat dijadikan sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain sebagai berikut :
  • Aksesibilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi.
  • Memiliki obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.
  • Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.
  • Keamanan di desa tersebut terjamin.
  • Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai.
  • Beriklim sejuk atau dingin.
  • Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.

  Manajemen daya tarik wisata adalah suatu upaya untuk memanfaatkan tempat, potensi wisata, objek wisata dengan cara mengatur, membina dan memelihara objek serta wisatawan dengan organisasi pengeola yang ada melalui perencanaan yang matang sesuai tujuan dan sasaran (Fandeli, 1995). Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan khususnya pasal 1 menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata (DTW) adalah elemen terpenting dalam pengembangan suatu destinasi atau daerah tujuan wisata.Dikatakan demikian kerena secara pimer wisatawan yang bermaksud berkunjung ke daerah tujuan wisata karena termotivasi oleh objek dan daya tarik wisata yang berbeda dari yang biasa dilihat. Kemudian seiring perjalanan waktu motivasi itu akan berkembang dan beragam.

  Oleh sebab itu apabila merencanakan pegembangan sebuah DTW apakah itu potensi wisata telah ada atau benar-benar membuat DTW baru perlu memperhatikan beberapa hal.Dengan tujuan agar DTW itu menguntungkan semua pihak sehingga DTW tersebut dapat berkelanjutan sesuai konsep sustainable development tourism. Adapun elemen dasar yang hendak dipertimbangakan dalam mengelola DTW adalah :
  • Penentuan zone (zoning) disini ditekankan pada pengaturan fisik dengan menonjolkan core product atau objek central menjadi tujuan utama barulah diikuti oleh produk pendukung lainnya.
  • Dilakukan secara bertahap, maksudnya agar ada kesiapan baik dari pengelola maupun masyarakat lokal untuk beradaptasi dengan aktivitas pariwisata yang dikembangkan.
  •  Mengacu pada teknik konservasi alam maupun budaya, agar DTW yang dikembangkan dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya karena kelestariannya tetap terjaga.
  • Berbasis pada masyarakat lokal (community based tourism) karena pengembangan DTW harus menguntungkan masyarakat lokal baik secara ekonomi, sosial dan budaya.
  • Program pendidikan masyarakat dan pekerja di bidang pariwisata agar wisatawan dapat dilayani secara profesional.
  • Informasikan kepada wisatawan yang berkunjung atau yang akan berkunjung tentang latar belakang sosial budaya masyarakat lokal. Sebaliknya masyarakat lokal juga hendaknya diberikan pengetahuan tentang latar belakang sosial budaya calon wisatawan. Agar tidak terjadi kesalahpahaman bahkan antara tuan rumah dan wisatawan. Karena kurang pahamnya kedua belah pihak tentang kebudayaan masing-masing. Melakukan pemantauan terhadap dampaknya, sehingga dampak positif selalu dapat ditingkatkan dan dampak negatif dapat diminimalkan. Dengan demikian pengelolaan suatu DTW niscaya akan berhasil. Suatu gambaran tolakukur keberhasilan pengelolaan DTW diantaranya dapat dilihat dari meningkatnya kunjungan wisatawan, lama tinggal (length of stay), kunjungan berulang-ulang (repeaters guest) tetapi DTW tetap lestari. Karena dengan kondisi ini secara ideal akan diikuti oleh pembangunan sektor lainnya sehingga logikanya pendapatan juga meningkat.
  Fasilitas yang diperlukan oleh wisatawan terbagi dua yaitu infrastruktur dan suprastruktur. Infrastruktur merupakan fasilitas pendukung kepariwisataan yang secara tidak langsung diperlukann untuk kegiatan kepariwisataan, fasilitas ini antara lain : sistem pembuangan, jaringan listrik, air, jaringan telokomunikasi, toilet, tempat parkir dll. Sedangkan suprastuktur meliputi fasilitas yang secara langsung dipergunakan oleh wisatawan yang antara lain meliputi : fasilitas penginapan, transportasi, tempat makan dan minum, tempat berbelanja, dll.

Dari sudut pandang pemasaran, Middleton membagi pelayanan kepariwisataan ke dalam 5 komponen yaitu :
  • Atraksi wisata
  • Akomodasi
  • Transportasi
  • Travel organiser dan
  • Organisasi kepariwisataan.
  Jika ingin mengembangkan kepariwisataan ke 5 komponen di atas harus tersedia, yang bentuknya dapat berbeda sesuai kebutuhan.Ada ahli yang menambahkan satu komponen lagi, yaitu fasilitas sebagi tambahan dari 5 komponen yang telah diformulasikan oleh Middleton. Yang termasuk dalam fasilitas ini misalnya tempat berbelanja, jasa komunikasi , suvenir dan lain-lain.

Kesimpulan 

  Dari pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari segi atraksi, keterbukaan masyarakat dan jasa yang dibutuhkan oleh wiatawan yang mana hal ini disuplai oleh masyarakat secara perseorangan sudah menunjukan tingkat kesiapan yang baik.Namun kondisi infrastruktur memiliki tingkat kesiapan yang rendah, infrastruktur memerlukan investasi yang tinggi dan adalah merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah di berbagai tingkat baik provinsi, kabupaten, maupun desa untuk menyiapkannya.

Sarannya

  Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang latar belakang wisatawan dan dampak kepariwisataan melalui berbagai aktivitas untuk mencegah terjadinya degradasi budaya.Selain dari pada itu masyarakat perlu diberikan penyuluhan dan program penguatan dalam rangka menerapkan pengetahuan tentang higienes dan sanitasi.Pengetahuan produk dan penyediaan pelayanan berstandar CBT perlu juga diberikan kepada masyarakat, sehingga segala sesuatu yang sudah ada dapat ditingkatkan mutu dan standarnya unuk memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen. Untuk pengelolaan kepariwisataan meskipun masyarakat Sangat yakin tentang kemampuan beberapa warganya dalam bidang ini namun seperti normanya sebuah bisnis perlu dibuatkan wadah dengan anggaran dasar dan rumah tangga juga jelas, sumber daya manusia yang mengelola jelas terlihat dalam struktur organisasi dan pelaksanaan yang baik (good practice) perlu dilatih dan dibiasakan dan dukungan pemerintah mutlak diperlukan selain juga upaya pemerintah untuk penyiapan infrastruktur.

Demikianlah penulis yang dapat sampaikan solusi dari permasalahan di atas semoga bermanfaat kedepanya dan penulis berharap bagi pembaca mari kembangkan DKW , tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia tercinta ini , karna semua itu dimulai dari diri sendiri.

Wabillahitaufik Walhidayah Wassalamu’alaikum wr.wb

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1988. Monografi Desa Tihingan. Desa Tihingan.
Bali Tourism Authority. 2005. Home page, cited 21 February 2005. http://www.balitourismauthority.net.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2009. UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Getaways.2009. Getways Website.Cited : 21/12/09.
Goodfrey, K. dan Clarke, J. 2003, The Tourism Development Hand Book, London : Continuum.
Ted Case Study. 2005. Tourism in Bali, cited 21 February 2005. http://www.american.edu/project/mandala/TED/balitour.htm
Wearing, dan Neil. 2003, Ekotourism Impact Potentials and Possibilities, Oxford : Butterworth.
Wikipedia. 2009. Download:10/30/2009. http://.wikipedia.org.
World Tourism Organisation.2009. WTO Website.Cited : 21/12/09.
http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/06/tihingan-desa-perajin-gamelan-bali.html Diakses pada tanggal 28 Desember 2015 pukul 16.00 WIB

12 comments:

  1. Tulisan ini sangat bermanfaat, karena sebagai rakyat Indonesia kita harus bangga dengan ragam kekayaan alam yg kita miliki, oleh karena itu kita harus menjaga area objek wisata yang ada, dan perlu adanya publikasi yg positif agar masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri, bisa mengenali wisata khususnya dipulau bali contohnya seperti tulisan ini.

    ReplyDelete
  2. Tq gan atas infonya sangat bermanfat untuk kita semua

    ReplyDelete
  3. Wonderfull indonesia smoga yg nulis jdi tourgide yaa

    ReplyDelete
  4. Kalau wisata Indonesia deh the best nya hahahaha :D

    ReplyDelete
  5. tema wisata yang bagus gan, makasih info yang bermanfaat bgt gan

    ReplyDelete
  6. Semakin banyaknya budaya dan wisata yang ada di indonesia ini sangat berguna untuk membuat Indonesia dilirik oleh dunia sebagai negaranya wisatawan karena banyaknya sejarah dan keindahan alamnya, nice info nih, keep blogging~

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. Thanks for share your knowledge for us.

    ReplyDelete
  9. Thanks for share your knowledge for us.

    ReplyDelete
  10. terima kasih tulisannya kak, menambah wawasan saya. Semoga wisata Indonesia bisa semakin maju

    ReplyDelete
  11. Kita sebagai warga Indonesia memang perlu sekali mendorong pemerintah untuk memajukan dan menjaga tempat-tempat wisata Indonesia. Termasuk mengulas tulisan seperti ini :)

    ReplyDelete