Sunday, January 3, 2016

T2_Luthfi Maulana Arranhim_Solusi UNJ untuk Pariwisata Indonesia

Mengembangkan Pariwisata di Kabupaten Paling Timur di Pulau Bali



Karangasem adalah sebuah kabupaten dibagian paling timur yang ada di Pulau Bali. Ibukotanya berada di Amlapura. Mungkin banyak dari kita yang tidak mengetahui tentang kabupaten yang terkenal dengan “pariwisata spritual”nya ini. Ya, begitulah julukan bagi Kabupaten yang memiliki 2 Pura dari 9 Pura penjuru mata angin ini. Salah satunya adalah Pura Besakih yang merupakan Pura terbesar di Pulau Bali bahkan di Indonesia. Di kabupaten inipun penduduknya masih sangat sedikit dibanding kabupaten lain.
Karangasem mempunyai 8 kecamatan, 3 kelurahan, 75 desa, 52 Lingkungan dan 552 dusun, 185 Desa Adat dan 605 Banjar Adat. Dengan Luas daerahnya sekitar 839,54 km2 dan memiliki populasi 430.251 jiwa (2008). Berdasarkan jumlah penduduk yang mencapai ± 37.308 jiwa pada tahun 2010, Kota Amlapura dikategorikan sebagai kota kecil (SNI, 1994). Kota kecil diklasifikasikan sebagai kota dengan jumlah penduduk < 100.000 jiwa. Angka pertumbuhan penduduk rata-rata 0,88% per tahun. Luas wilayah Kota Amlapura mencapai 3.048 ha dan tingkat kepadatan penduduk netto mencapai 130 jiwa/ha. Perkembangan dan pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan kota.
http://www.balitrips.net/BaliMap/Karangaseminfo.html
Mengutip dari travel.kompas.com tentang Karangasem yang akan tata pariwisata. Menurutnya Pemkab Karangasem, Bali, perlu lebih menata dan menertibkan beberapa hal untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata, dengan harapan mampu menjadikan pariwisata sebagai pendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat
"Banyak hal yang perlu dilakukan Pemkab untuk menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri berkunjung ke Bali Timur, atau bisa sejajar dengan sektor pariwisata di Bali Selatan, yakni Kabupaten Badung dan Kota Denpasar," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Nyoman Kariasa, Minggu (13/2/2011).
Ia mengatakan, upaya tersebut antara lain dengan memperbaiki jalan-jalan yang rusak di jalur objek wisata, penertiban vila liar, penertiban izin  hotel dan restoran. Selain itu menanggulangi dampak penyakit rabies, membangun zebra cross di depan Pura Candidasa, pemangkasan pohon perindang yang mengganggu jalan, penataan kawasan di pintu masuk Yeh Malet serta masalah pungutan liar kepada wisatawan di Pura Besakih.
Semua masalah tersebut telah menjadi bahan pembahasan antara pihak PHRI Karangasem dengan Dinas Pariwisata, Pemkab dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang dipimpin Wakil Bupati Karangasem  I Made Sukerana didampingi Sekda Drs I Nengah Sudarsa, M.Si
Wakil Bupati I Made Sukerana mengharapkan, pengusaha yang terhimpun dalam PHRI tetap bersatu dan bersinergi untuk bersama-sama dengan pemerintah memajukan kepariwisataan Karangasem.
Sektor pariwisata  terbukti mampu memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah dalam bentuk PAD sehingga perlu upaya untuk senantiasa menjaga  kualitas pelayanan terhadap wisatawan. Oleh sebab itu berbagai kendala yang muncul  hendaknya dapat ditanggulangi secara bersama-sama dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.
Sukerana mengharapkan segenap jajaran SKPD menyikapi berbagai keluhan dan aspirasi komponen pariwisata, dengan harapan mampu menjadikan pariwisata Karangasem sejajar dengan Bali Selatan. Berbagai usulan menyangkut pembenahan sarana prasarana  agar dapat diselaraskan dengan anggaran yang tersedia pada APBD Induk 2011 yang ada di tiap-tiap SKPD.
Namun menurut tokoh muda Bali yang juga praktisi dalam dunia Pariwisata, Ramia Adnyana, menjelaskan, Karangasem merupakan kabupaten di Bali yang mulai menggeliat sektor pariwisatanya.
Semua mengiringi dinamika tiga kabupaten di Bali yang juga dikenal dalam dunia pariwisata seperti Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Gianyar.
"Hanya saja Karangasem memang melakukan diferensiasi atas Pariwisatanya. Sebagai kota yang kaya warisan sejarah Kerajaan Bali di masa silam, Karangasem memiliki banyak kelebihan berupa situs-situs peninggalan sejarah, dan situs itu kebanyakan adalah lelaku spiritual Karangasem di masa lampau," tutur Ramia.
Bahkan menurutnya, Karangasem bisa dikatakan sebagai pintu timur Bali. Potensi terbesar adalan Pelabuhan Kapal Pesiar di Pelabuhan Padang Bai dan Pelabuhan Tanah Ampo. Potensi Pariwisata Kapal Pesiar ini akan merunut pada jalur Singapura-Jakarta-Karangasem.
Diyakini Ramia, tiga sektor penting, seperti Wisata Spiritual, Wisata Desa dan Wisata Laut adalah segitiga besi dunia pariwisata yang akan tumbuh pesat di Karangasem.
Melipir lebih jauh lagi, mari kita membahas tentang Pura terbesar yang ada di Indonesia yang terletak di Kabupaten Karangasem. Pura Besakih adalah bagian tempat ibadah umat Hindu yang terdiri dari 22 bangunan pura. Menurut perkiraan para ahli, proses pembangunan Pura Besakih memakan waktu lebih dari 1.000 tahun hingga mencapai bentuknya yang sekarang. Bukti-bukti peninggalan sejarah masa megalitik yang ditemukan di sekitar kompleks pura ini, seperti menhir, tahta batu, dan struktur teras berbentuk piramid menguatkan perkiraan tersebut.
Pura ini dibangun berdasarkan konsep Tri Hita Karana, yaitu konsep keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Penataan bangunan pura disesuaikan dengan arah mata angin agar struktur bangunannya dapat mewakili alam sebagai simbolisme adanya keseimbangan tersebut.
Tiap arah mata angin disebut mandala dengan dewa penguasa yang disebut “Dewa Catur Lokapala”. Sebagai pusat (poros/tengah) dari keempat arah mata angin adalah Pura Penataran Agung Besakih, yaitu pura terbesar yang ditujukan untuk memuja Dewa Siwa dengan dikelilingi pura-pura lainnya. Di sebelah timur Pura Penataran Agung terdapat Pura Gelap yang digunakan untuk memuja Dewa Iswara; di sebelah selatan ada Pura Kiduling Kereteg untuk memuja Dewa Brahma; di sisi barat ialah Pura Ulun Kulkul untuk memuja Dewa Mahadewa; serta di sisi utara adalah Pura Batumadeg yang dimaksudkan untuk memuja Dewa Wisnu.
Pura Besakih via https://turdibali.wordpress.com/2012/07/30/objek-wisata-di-amlapurakarangasembali/

Di kompleks Pura Besakih kerap diadakan berbagai macam ritual agama Hindu yang mencapai puncaknya pada perayaan tiap seratus tahun Pura Besakih yang disebut Ekadasa Rudra (terakhir dilakukan pada tahun 1979). Selain dapat menikmati peninggalan sejarah, arsitektur khas, serta perayaan ritual keagamaan di pura ini, wisatawan juga dapat melengkapi kunjungan wisata dengan mendaki Gunung Agung. Lokasi Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, Indonesia.
Berbicara tentang pelestarian yang berkelanjutan dan berkesinambungan, tentu melibatkan banyak aspek di dalam implikasi riilnya. Pelestarian tidak hanya mencakup bangunan fisik dari obyek tersebut tetapi juga termasuk lingkungan yang ikut mendukung pelestarian obyek tersebut. Dalam pariwisata berkelanjutan dinyatakan  Recognation of symbiotic relationship between tourism, the environment and development should stimulate conservation of tourism attraction (France, 1997). Ini berarti pentingnya semua pihak untuk berfikir jernih, positif dan holistik dalam pelestarian suatu obyek termasuk dari sisi lingkungannya.
Agar membuat obyek wisata budaya Pura Besakih ajeg sebagai obyek wisata budaya, maka perlu digali upaya untuk memberi penyadaran kepada para stakeholder baik wisatawan, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pelaku pariwisata, para umat yang berkunjung untuk bersembahyang maupun masyarakat pada umumnya. Penyadaran yang dimaksud adalah perlunya penekanan-penekanan pada betapa pentingnya obyek wisata budaya Pura Besakih tidak hanya sebatas sebagai obyek wisata, tetapi hendaknya menjadi suatu yang monumental untuk dilestarikan, dipelihara, dan dihargai keberadaannya sehingga akan tetap lestari. Hal ini sudah ditegaskan dalam Bali Sustainable Development Project sejak tahun 1991 yang sangat memberi perhatian dalam pelestarian nilai budaya Bali. Pada proyek tersebut diantaranya menegaskan “the continuity of culture and the balance within culture” (Nelson : 1992 :54).
Bukan rahasia lagi bahwa Bali merupakan tujuan utama para wisatawan baik itu wisatawan internasional maupun wisatawan lokal. Jika objek pariwisata dapat memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi siapa saja yang berkunjung niscaya keberadaan objek wisata tersebut pasti akan ramai dikunjungi. Dalam perkembangan dunia pariwisata terutama di objek wisata Pura Besakih ada beberapa masalah yang penulis angkat dalam minat khusus kali ini yaitu berupa adanya pungutan liar, keberadaan penyakit masyarakat (Pengemis), Perlunya kemitraan dan promosi di Pura Besakih.
Masalah yang dihadapi atau dirasakan penulis selam kunjungan ke objek wisata pura besakih yaitu adanya Pungli (Pungutan Liar) oleh masyarakat sekitar di pura Besakih hal ini bisa membuat ketidaknyamanan para wisatawan yang berkunjung. Bayangkan saja penduduk sekitar yang memanfaatkan adanya pungutan liar yang menarik biaya Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah) per orang jika ingin mengunjungi dan berkeliling ke semua area pura besakih jika ada 100 wisatawan berapa jumlah Pungli dalam sehari. Hal ini tentunya tidak dibenarkan, karena sebelumnya para wisatawan sudah membayar tiket masuk atau biaya untuk dapat menikmati keindahan dan keunikan objek wisata pura Besakih ini.
Dengan adanya Pungli (pungutan liar) oleh masyarakat sekitar maka sudah seharusnya Pemerintah Daerah untuk segera mencari solusi dan kebijakan yang dapat menguntungkan semua pihak baik itu pihak Pemerintah Daerah, penduduk setempat serta nantinya para wisatawan yang berkunjung.
Pariwisata bisa menjadi sangat komersial, namun juga memiliki dampak negatif bagi daerah wisata tersebut. Pariwisata seharusnya dapat mengembangkan aset warisan budaya sebagai daya tarik utama dalam kepariwisataannya. Namun ada yang perlu dipahami dalam menggunakan asset warisan budaya sebagai daya tarik wisata yaitu harus mengerti konteks dan memahami setting/ lingkungan (sosio-kultural dan tingkat perkembangan) dari industry pariwisata. Selain itu perlunya memahami karakter tiap aset (‘place & cultural spaces’) sehingga perkembangan dan kemajuan dunia pariwisatanya bisa semakin baik. Mengembangkan kemitraan dan partisipasi masyarakat perlu juga dikembangkan agar masyarakat sekitar dan kemitraanya bisa saling memenuhi dan bekerjasama sehingga bisa menguntungkan. Mengenal stakeholders SDM & finansial, yaitu pengaturan serta pengelolaannya dengan demikian dunia pariwisata bisa dijadikan salah satu hal yang dapat mengangkat perekonomian masyarakat dan daerahnya.
Pada tahun 2012, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar terhadap total perekonomian sebesar 30,23 persen diikuti sektor pertanian sebesar 16,84 persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 14,53 persen. Besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai Rp.83,94 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp.32,80 triliun. Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 6,65 persen, terjadi pada Konsumsi Pemerintah sebesar 3,74 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 19,28 persen, Impor sebesar 9,87 persen, Ekspor sebesar 4,34 persen, Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba sebesar 7,57 persen, disusul Konsumsi Rumah Tangga sebesar 7,22 persen, dan Konsumsi rumah tangga 3,50%. Kegiatan ekspor barang dan jasa di Provinsi Bali pada bulan Mei 2013 mencapai nilai US$ 50.600.499. Angka ini menurun 0,91 persen dibandingkan dengan nilai ekspor keadaan bulan Mei 2012 yang mencapai US$ 51.067.171, dan meningkat 8,92 persen jika dibandingkan dengan bulan April 2013 yang mencapai US$ 46.457.441.
Indek kualitas lingkungan hidup di Bali kini mencapai  99,65 persen, suatu prestasi yang cukup  menggembirakan, karena cukup baik dibandingkan daerah lainnya di Indonesia, tutur Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi, Bali, I Nyoman Sujaya.          Rata-rata capaian standar pelayanan minimal bidang lingkungan di Pulau Dewata dalam beberapa tahun belakangan ini sebesar 92 persen, sehingga melampaui rata-rata sasaran nasional sebesar 66 persen.
Raport sementara menunjukkan berkisar merah hingga hijau, yang menggambarkan tingkat ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup relatif  baik, karena tidak ada yang memperoleh  peringkat hitam.
Bali sebagai daerah  tujuan wisata yang menerima kunjungan wisman 2,9 juta dan wisatawan nusantara lebih dari empat juta setiap tahunnya mau tidak mau, kini tengah menghadapi berbagai masalah lingkungan, tutur Pengamat agama, adat dan seni budaya Bali, Dr I Ketut Sumadi.
Ketua Program Studi Pemandu wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu mengingatkan, masalah lingkungan di Pulau Dewata yang perlu mendapat perhatian dan penanganan dari semua pihak akibat dampak negatif pariwisata.      
Bahkan pakar lingkungan  seringkali mengingatkan, berkembangnya industri pariwisata di satu sisi berdampak negatif pada lingkungan alam, termasuk perubahan flora-fauna, pencemaran, menurunnya kualitas sumberdaya alam.
Demikian pula menyebabnya rusaknya fasilitas dan lingkungan buatan , penurunan kualitas lingkungan perkotaan, kualitas infrastruktur, berubahnya bentuk kota, restorasi dan kompetisi.
Dampak pembangunan pariwisata terhadap lingkungan fisik sangat mudah dilihat, baik yang terjadi pada tanah, air maupun udara dalam beberapa tahun belakangan ini.
Dengan berkembangnya pariwisata, banyak masyarakat Bali yang menjual tanahnya kepada para pengusaha untuk keperluan pembuatan tempat wisata, atau bahkan lebih parah adalah masyarakat Bali yang tanahnya dicabut begitu saja oleh pemerintah atau pemerintah daerah, dengan alasan tanah tersebut tanah negara.. Bila keadaan ini berlangsung terus, maka akan muncul ribuan orang miskin, karena sebagai petani, ia tidak lagi memiliki lahan garapan. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka perlu ada ketegasan dalam penerapan aturan tata ruang, terutama untuk keperluan pariwisata Bali. Program Bali Clean and Green yang dicanangkan pemerintah Provinsi Bali perlu diapresiasi dalam mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan. Dukungan dari masyarakat sangat penting untuk merealisasikan program dari pemerintah ini demi kelangsungan hidup bersama. Masyarakat jangan secara mudah terpengaruh atas iming-iming uang terhadap pembangunan pariwisata yang tidak sistematis, sehingga menyebabkan kerusakan dan keseimbangan terhadap kearifan lokal berkurang. Kebijakan pembangunan daerah juga harus dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan dan bersifat holistik seperti yang tertuang dalam Agenda 21 Nasional dan Agenda 21 Daerah yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan ke dalam kebijakan. Dalaman tataran konkrit, kebijakan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan penerapan prosedur perizinan yang lebih ketat, yang terkoordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota.
Begitulah sebuah permasalahan yang ada di sebuah obyek wisata atau sebuah Kabupaten yang memiliki potensi wisata yang sangat beragam serta unik. Inilah yang menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya oleh pemerintah setempat saja tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat sekitar yang harus sudah sadar akan potensi wisata di daerahnya. Karangasem hanya satu dari ribuan Kabupaten yang ada di Indonesia yang masih belum banyak terjangkau oleh wisatawan banyak.
Pendapatan dan mengembangkan sebuah wisata memang perlu, tetapi harus juga melihat kondisi alam serta masyarakat yang bijaksana. Tidak selamanya masyarakat mengandalkan sektor Pariwisata saja, tetapi harus berimbang dengan sektor lain seperti pertanian, nelayan serta pegawai negeri untuk tetap melanjutkan Bali yang asri dan tanpa permasalahan yang ada.
Demi pengembangannya lagi, Ada sebuah tugas pemerintah yaitu mencari sebuah mitra atau sponsor untuk bekerja sama agar memajukan pariwisata di Karangasem. Bekerja sama dengan sebuah agent travel tampaknya sangat pas sekali untuk membuat atau menyusun sebuah agenda liburan yang menarik di tempat paling timur di Pulau Bali ini. Dan pemerintahlah yang harus mensupport serta mempromosikan agar mendapat banyak keuntungan untuk meningkatkan pendapatan perkapita di setiap Kepala Keluarga di daerah Karangasem yang dekat dengan obyek wisata.
Penginapan di daerah inipun juga belum banyak mungkin yang terkenal hanya Hotel Uyah Amed & Spa Resort yang berada di Jl. Pantai Timur No. 801, Amed, Kec. Karangasem, Bali. Dan beberapa penginapan lain seperti Blue Moons Villas, Santai Hotel dan juga Mimpi Resort Tulamben. Seharusnya dari segi akomodasi di tingkatkan lagi untuk di promosikan, bukan menambah atau menghilangkan lahan pertanian agar tetap seimbangnnya ekosistem yang ada di Bali terutama Karangasem.

Tidak berhenti dengan hanya mempromosikan saja, pemerintah dengan HPRI Karangasem harus aktif untuk membantu masalah-masalah wisata yang ada di Pulau Bali agar Pemda Kabupaten Karangasem mengerti akan kondisi Bali dan sebagainya. Serta dapat juga mengembangkan jaringan pariwisata, dan dapat membantu mengidentifikasi jenis wisata yang ada di Karangasem. Disini juga peran masyarakat sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kenyamanan di obyek wisata tersebut. Inovasi dan penggunaan teknologi juga dapat membantu promosi dan mengenalkan Karangasem di dunia pariwisata dengan menggunakan web yang terdapat berbagai objek wisata dan dapat menjadi titik awal bagi wisatawan yang ingin berkunjung. 

DAFTAR PUSTAKA



Luthfi Maulana Arrahim
UJP Kelas B 2014 
4423143967
luthfimaulana1995@gmail.com

No comments:

Post a Comment