Mengembangkan Pariwisata di
Kabupaten Paling Timur di Pulau Bali
Karangasem adalah
sebuah kabupaten dibagian paling timur yang ada di Pulau Bali. Ibukotanya
berada di Amlapura. Mungkin banyak dari kita yang tidak mengetahui tentang
kabupaten yang terkenal dengan “pariwisata spritual”nya ini. Ya, begitulah
julukan bagi Kabupaten yang memiliki 2 Pura dari 9 Pura penjuru mata angin ini.
Salah satunya adalah Pura Besakih yang merupakan Pura terbesar di Pulau Bali
bahkan di Indonesia. Di kabupaten inipun penduduknya masih sangat sedikit
dibanding kabupaten lain.
Karangasem mempunyai 8
kecamatan, 3 kelurahan, 75 desa, 52 Lingkungan dan 552 dusun, 185 Desa Adat dan
605 Banjar Adat. Dengan Luas daerahnya sekitar 839,54 km2 dan memiliki populasi
430.251 jiwa (2008). Berdasarkan jumlah penduduk yang mencapai ± 37.308 jiwa
pada tahun 2010, Kota Amlapura dikategorikan sebagai kota kecil (SNI, 1994).
Kota kecil diklasifikasikan sebagai kota dengan jumlah penduduk < 100.000
jiwa. Angka pertumbuhan penduduk rata-rata 0,88% per tahun. Luas wilayah Kota
Amlapura mencapai 3.048 ha dan tingkat kepadatan penduduk netto mencapai 130
jiwa/ha. Perkembangan dan pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh terhadap
berbagai sektor kehidupan kota.
http://www.balitrips.net/BaliMap/Karangaseminfo.html |
Mengutip dari
travel.kompas.com tentang Karangasem yang akan tata pariwisata. Menurutnya Pemkab
Karangasem, Bali, perlu lebih menata dan menertibkan beberapa hal untuk
mendukung pengembangan sektor pariwisata, dengan harapan mampu menjadikan
pariwisata sebagai pendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan memperbaiki
tingkat kesejahteraan masyarakat
"Banyak hal yang
perlu dilakukan Pemkab untuk menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri
berkunjung ke Bali Timur, atau bisa sejajar dengan sektor pariwisata di Bali
Selatan, yakni Kabupaten Badung dan Kota Denpasar," kata Ketua Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Nyoman Kariasa, Minggu
(13/2/2011).
Ia mengatakan, upaya
tersebut antara lain dengan memperbaiki jalan-jalan yang rusak di jalur objek
wisata, penertiban vila liar, penertiban izin
hotel dan restoran. Selain itu menanggulangi dampak penyakit rabies,
membangun zebra cross di depan Pura Candidasa, pemangkasan pohon perindang yang
mengganggu jalan, penataan kawasan di pintu masuk Yeh Malet serta masalah pungutan
liar kepada wisatawan di Pura Besakih.
Semua masalah tersebut
telah menjadi bahan pembahasan antara pihak PHRI Karangasem dengan Dinas
Pariwisata, Pemkab dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang dipimpin Wakil
Bupati Karangasem I Made Sukerana didampingi
Sekda Drs I Nengah Sudarsa, M.Si
Wakil Bupati I Made
Sukerana mengharapkan, pengusaha yang terhimpun dalam PHRI tetap bersatu dan
bersinergi untuk bersama-sama dengan pemerintah memajukan kepariwisataan
Karangasem.
Sektor pariwisata terbukti mampu memberikan kontribusi besar
terhadap pembangunan daerah dalam bentuk PAD sehingga perlu upaya untuk
senantiasa menjaga kualitas pelayanan
terhadap wisatawan. Oleh sebab itu berbagai kendala yang muncul hendaknya dapat ditanggulangi secara
bersama-sama dengan melibatkan masyarakat sekitarnya.
Sukerana mengharapkan
segenap jajaran SKPD menyikapi berbagai keluhan dan aspirasi komponen
pariwisata, dengan harapan mampu menjadikan pariwisata Karangasem sejajar
dengan Bali Selatan. Berbagai usulan menyangkut pembenahan sarana
prasarana agar dapat diselaraskan dengan
anggaran yang tersedia pada APBD Induk 2011 yang ada di tiap-tiap SKPD.
Namun menurut tokoh
muda Bali yang juga praktisi dalam dunia Pariwisata, Ramia Adnyana,
menjelaskan, Karangasem merupakan kabupaten di Bali yang mulai menggeliat
sektor pariwisatanya.
Semua mengiringi
dinamika tiga kabupaten di Bali yang juga dikenal dalam dunia pariwisata
seperti Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Gianyar.
"Hanya saja
Karangasem memang melakukan diferensiasi atas Pariwisatanya. Sebagai kota yang
kaya warisan sejarah Kerajaan Bali di masa silam, Karangasem memiliki banyak
kelebihan berupa situs-situs peninggalan sejarah, dan situs itu kebanyakan
adalah lelaku spiritual Karangasem di masa lampau," tutur Ramia.
Bahkan menurutnya,
Karangasem bisa dikatakan sebagai pintu timur Bali. Potensi terbesar adalan
Pelabuhan Kapal Pesiar di Pelabuhan Padang Bai dan Pelabuhan Tanah Ampo.
Potensi Pariwisata Kapal Pesiar ini akan merunut pada jalur Singapura-Jakarta-Karangasem.
Diyakini Ramia, tiga
sektor penting, seperti Wisata Spiritual, Wisata Desa dan Wisata Laut adalah
segitiga besi dunia pariwisata yang akan tumbuh pesat di Karangasem.
Melipir lebih jauh
lagi, mari kita membahas tentang Pura terbesar yang ada di Indonesia yang
terletak di Kabupaten Karangasem. Pura Besakih adalah bagian tempat ibadah umat
Hindu yang terdiri dari 22 bangunan pura. Menurut perkiraan para ahli, proses
pembangunan Pura Besakih memakan waktu lebih dari 1.000 tahun hingga mencapai
bentuknya yang sekarang. Bukti-bukti peninggalan sejarah masa megalitik yang
ditemukan di sekitar kompleks pura ini, seperti menhir, tahta batu, dan
struktur teras berbentuk piramid menguatkan perkiraan tersebut.
Pura ini dibangun
berdasarkan konsep Tri Hita Karana, yaitu konsep keseimbangan antara manusia,
alam, dan Tuhan. Penataan bangunan pura disesuaikan dengan arah mata angin agar
struktur bangunannya dapat mewakili alam sebagai simbolisme adanya keseimbangan
tersebut.
Tiap arah mata angin
disebut mandala dengan dewa penguasa yang disebut “Dewa Catur Lokapala”.
Sebagai pusat (poros/tengah) dari keempat arah mata angin adalah Pura Penataran
Agung Besakih, yaitu pura terbesar yang ditujukan untuk memuja Dewa Siwa dengan
dikelilingi pura-pura lainnya. Di sebelah timur Pura Penataran Agung terdapat
Pura Gelap yang digunakan untuk memuja Dewa Iswara; di sebelah selatan ada Pura
Kiduling Kereteg untuk memuja Dewa Brahma; di sisi barat ialah Pura Ulun Kulkul
untuk memuja Dewa Mahadewa; serta di sisi utara adalah Pura Batumadeg yang
dimaksudkan untuk memuja Dewa Wisnu.
Pura Besakih via https://turdibali.wordpress.com/2012/07/30/objek-wisata-di-amlapurakarangasembali/ |
Di kompleks Pura
Besakih kerap diadakan berbagai macam ritual agama Hindu yang mencapai
puncaknya pada perayaan tiap seratus tahun Pura Besakih yang disebut Ekadasa
Rudra (terakhir dilakukan pada tahun 1979). Selain dapat menikmati peninggalan
sejarah, arsitektur khas, serta perayaan ritual keagamaan di pura ini,
wisatawan juga dapat melengkapi kunjungan wisata dengan mendaki Gunung Agung. Lokasi
Pura Besakih terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem,
Provinsi Bali, Indonesia.
Berbicara tentang
pelestarian yang berkelanjutan dan berkesinambungan, tentu melibatkan banyak
aspek di dalam implikasi riilnya. Pelestarian tidak hanya mencakup bangunan
fisik dari obyek tersebut tetapi juga termasuk lingkungan yang ikut mendukung
pelestarian obyek tersebut. Dalam pariwisata berkelanjutan dinyatakan Recognation of symbiotic relationship between
tourism, the environment and development should stimulate conservation of
tourism attraction (France, 1997). Ini berarti pentingnya semua pihak untuk
berfikir jernih, positif dan holistik dalam pelestarian suatu obyek termasuk
dari sisi lingkungannya.
Agar membuat obyek
wisata budaya Pura Besakih ajeg sebagai obyek wisata budaya, maka perlu digali
upaya untuk memberi penyadaran kepada para stakeholder baik wisatawan,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pelaku pariwisata, para umat yang
berkunjung untuk bersembahyang maupun masyarakat pada umumnya. Penyadaran yang
dimaksud adalah perlunya penekanan-penekanan pada betapa pentingnya obyek
wisata budaya Pura Besakih tidak hanya sebatas sebagai obyek wisata, tetapi
hendaknya menjadi suatu yang monumental untuk dilestarikan, dipelihara, dan
dihargai keberadaannya sehingga akan tetap lestari. Hal ini sudah ditegaskan
dalam Bali Sustainable Development Project sejak tahun 1991 yang sangat memberi
perhatian dalam pelestarian nilai budaya Bali. Pada proyek tersebut diantaranya
menegaskan “the continuity of culture and the balance within culture” (Nelson :
1992 :54).
Bukan rahasia lagi
bahwa Bali merupakan tujuan utama para wisatawan baik itu wisatawan
internasional maupun wisatawan lokal. Jika objek pariwisata dapat memberikan
pelayanan yang baik dan memuaskan bagi siapa saja yang berkunjung niscaya keberadaan
objek wisata tersebut pasti akan ramai dikunjungi. Dalam perkembangan dunia
pariwisata terutama di objek wisata Pura Besakih ada beberapa masalah yang
penulis angkat dalam minat khusus kali ini yaitu berupa adanya pungutan liar,
keberadaan penyakit masyarakat (Pengemis), Perlunya kemitraan dan promosi di
Pura Besakih.
Masalah yang dihadapi
atau dirasakan penulis selam kunjungan ke objek wisata pura besakih yaitu
adanya Pungli (Pungutan Liar) oleh masyarakat sekitar di pura Besakih hal ini
bisa membuat ketidaknyamanan para wisatawan yang berkunjung. Bayangkan saja
penduduk sekitar yang memanfaatkan adanya pungutan liar yang menarik biaya Rp.
20.000 (dua puluh ribu rupiah) per orang jika ingin mengunjungi dan berkeliling
ke semua area pura besakih jika ada 100 wisatawan berapa jumlah Pungli dalam
sehari. Hal ini tentunya tidak dibenarkan, karena sebelumnya para wisatawan
sudah membayar tiket masuk atau biaya untuk dapat menikmati keindahan dan
keunikan objek wisata pura Besakih ini.
Dengan adanya Pungli
(pungutan liar) oleh masyarakat sekitar maka sudah seharusnya Pemerintah Daerah
untuk segera mencari solusi dan kebijakan yang dapat menguntungkan semua pihak
baik itu pihak Pemerintah Daerah, penduduk setempat serta nantinya para
wisatawan yang berkunjung.
Pariwisata bisa menjadi
sangat komersial, namun juga memiliki dampak negatif bagi daerah wisata
tersebut. Pariwisata seharusnya dapat mengembangkan aset warisan budaya sebagai
daya tarik utama dalam kepariwisataannya. Namun ada yang perlu dipahami dalam
menggunakan asset warisan budaya sebagai daya tarik wisata yaitu harus mengerti
konteks dan memahami setting/ lingkungan (sosio-kultural dan tingkat
perkembangan) dari industry pariwisata. Selain itu perlunya memahami karakter
tiap aset (‘place & cultural spaces’) sehingga perkembangan dan kemajuan
dunia pariwisatanya bisa semakin baik. Mengembangkan kemitraan dan partisipasi
masyarakat perlu juga dikembangkan agar masyarakat sekitar dan kemitraanya bisa
saling memenuhi dan bekerjasama sehingga bisa menguntungkan. Mengenal
stakeholders SDM & finansial, yaitu pengaturan serta pengelolaannya dengan
demikian dunia pariwisata bisa dijadikan salah satu hal yang dapat mengangkat
perekonomian masyarakat dan daerahnya.
Pada tahun 2012, sektor
perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar terhadap total
perekonomian sebesar 30,23 persen diikuti sektor pertanian sebesar 16,84 persen
dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 14,53 persen. Besaran Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku
mencapai Rp.83,94 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000)
mencapai Rp.32,80 triliun. Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 sebesar 6,65 persen,
terjadi pada Konsumsi Pemerintah sebesar 3,74 persen, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) 19,28 persen, Impor sebesar 9,87 persen, Ekspor sebesar 4,34
persen, Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba sebesar 7,57 persen, disusul Konsumsi
Rumah Tangga sebesar 7,22 persen, dan Konsumsi rumah tangga 3,50%. Kegiatan
ekspor barang dan jasa di Provinsi Bali pada bulan Mei 2013 mencapai nilai US$
50.600.499. Angka ini menurun 0,91 persen dibandingkan dengan nilai ekspor
keadaan bulan Mei 2012 yang mencapai US$ 51.067.171, dan meningkat 8,92 persen
jika dibandingkan dengan bulan April 2013 yang mencapai US$ 46.457.441.
Indek kualitas
lingkungan hidup di Bali kini mencapai
99,65 persen, suatu prestasi yang cukup
menggembirakan, karena cukup baik dibandingkan daerah lainnya di
Indonesia, tutur Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi, Bali, I Nyoman
Sujaya. Rata-rata capaian
standar pelayanan minimal bidang lingkungan di Pulau Dewata dalam beberapa
tahun belakangan ini sebesar 92 persen, sehingga melampaui rata-rata sasaran
nasional sebesar 66 persen.
Raport sementara
menunjukkan berkisar merah hingga hijau, yang menggambarkan tingkat ketaatan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup
relatif baik, karena tidak ada yang
memperoleh peringkat hitam.
Bali sebagai
daerah tujuan wisata yang menerima
kunjungan wisman 2,9 juta dan wisatawan nusantara lebih dari empat juta setiap
tahunnya mau tidak mau, kini tengah menghadapi berbagai masalah lingkungan,
tutur Pengamat agama, adat dan seni budaya Bali, Dr I Ketut Sumadi.
Ketua Program Studi
Pemandu wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu mengingatkan,
masalah lingkungan di Pulau Dewata yang perlu mendapat perhatian dan penanganan
dari semua pihak akibat dampak negatif pariwisata.
Bahkan pakar
lingkungan seringkali mengingatkan,
berkembangnya industri pariwisata di satu sisi berdampak negatif pada
lingkungan alam, termasuk perubahan flora-fauna, pencemaran, menurunnya
kualitas sumberdaya alam.
Demikian pula
menyebabnya rusaknya fasilitas dan lingkungan buatan , penurunan kualitas
lingkungan perkotaan, kualitas infrastruktur, berubahnya bentuk kota, restorasi
dan kompetisi.
Dampak pembangunan
pariwisata terhadap lingkungan fisik sangat mudah dilihat, baik yang terjadi
pada tanah, air maupun udara dalam beberapa tahun belakangan ini.
Dengan berkembangnya
pariwisata, banyak masyarakat Bali yang menjual tanahnya kepada para pengusaha
untuk keperluan pembuatan tempat wisata, atau bahkan lebih parah adalah masyarakat
Bali yang tanahnya dicabut begitu saja oleh pemerintah atau pemerintah daerah,
dengan alasan tanah tersebut tanah negara.. Bila keadaan ini berlangsung terus,
maka akan muncul ribuan orang miskin, karena sebagai petani, ia tidak lagi
memiliki lahan garapan. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka perlu ada
ketegasan dalam penerapan aturan tata ruang, terutama untuk keperluan
pariwisata Bali. Program Bali Clean and Green yang dicanangkan pemerintah
Provinsi Bali perlu diapresiasi dalam mengatasi permasalahan pencemaran
lingkungan. Dukungan dari masyarakat sangat penting untuk merealisasikan
program dari pemerintah ini demi kelangsungan hidup bersama. Masyarakat jangan
secara mudah terpengaruh atas iming-iming uang terhadap pembangunan pariwisata
yang tidak sistematis, sehingga menyebabkan kerusakan dan keseimbangan terhadap
kearifan lokal berkurang. Kebijakan pembangunan daerah juga harus dilakukan
dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan dan bersifat
holistik seperti yang tertuang dalam Agenda 21 Nasional dan Agenda 21 Daerah
yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial dan
lingkungan ke dalam kebijakan. Dalaman tataran konkrit, kebijakan pembangunan
berkelanjutan dilakukan dengan penerapan prosedur perizinan yang lebih ketat,
yang terkoordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota.
Begitulah sebuah permasalahan
yang ada di sebuah obyek wisata atau sebuah Kabupaten yang memiliki potensi
wisata yang sangat beragam serta unik. Inilah yang menjadi tanggung jawab semua
pihak, bukan hanya oleh pemerintah setempat saja tetapi juga menjadi tanggung
jawab masyarakat sekitar yang harus sudah sadar akan potensi wisata di
daerahnya. Karangasem hanya satu dari ribuan Kabupaten yang ada di Indonesia
yang masih belum banyak terjangkau oleh wisatawan banyak.
Pendapatan dan mengembangkan
sebuah wisata memang perlu, tetapi harus juga melihat kondisi alam serta
masyarakat yang bijaksana. Tidak selamanya masyarakat mengandalkan sektor
Pariwisata saja, tetapi harus berimbang dengan sektor lain seperti pertanian,
nelayan serta pegawai negeri untuk tetap melanjutkan Bali yang asri dan tanpa
permasalahan yang ada.
Demi pengembangannya
lagi, Ada sebuah tugas pemerintah yaitu mencari sebuah mitra atau sponsor untuk
bekerja sama agar memajukan pariwisata di Karangasem. Bekerja sama dengan
sebuah agent travel tampaknya sangat pas sekali untuk membuat atau menyusun
sebuah agenda liburan yang menarik di tempat paling timur di Pulau Bali ini.
Dan pemerintahlah yang harus mensupport serta mempromosikan agar mendapat
banyak keuntungan untuk meningkatkan pendapatan perkapita di setiap Kepala
Keluarga di daerah Karangasem yang dekat dengan obyek wisata.
Penginapan di daerah
inipun juga belum banyak mungkin yang terkenal hanya Hotel Uyah Amed & Spa
Resort yang berada di Jl. Pantai Timur No. 801, Amed, Kec. Karangasem, Bali. Dan
beberapa penginapan lain seperti Blue Moons Villas, Santai Hotel dan juga Mimpi
Resort Tulamben. Seharusnya dari segi akomodasi di tingkatkan lagi untuk di
promosikan, bukan menambah atau menghilangkan lahan pertanian agar tetap
seimbangnnya ekosistem yang ada di Bali terutama Karangasem.
Tidak berhenti dengan
hanya mempromosikan saja, pemerintah dengan HPRI Karangasem harus aktif untuk
membantu masalah-masalah wisata yang ada di Pulau Bali agar Pemda Kabupaten
Karangasem mengerti akan kondisi Bali dan sebagainya. Serta dapat juga
mengembangkan jaringan pariwisata, dan dapat membantu mengidentifikasi jenis
wisata yang ada di Karangasem. Disini juga peran masyarakat sangat penting
untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kenyamanan di obyek wisata tersebut. Inovasi
dan penggunaan teknologi juga dapat membantu promosi dan mengenalkan Karangasem
di dunia pariwisata dengan menggunakan web yang terdapat berbagai objek wisata
dan dapat menjadi titik awal bagi wisatawan yang ingin berkunjung.
DAFTAR PUSTAKA
Luthfi Maulana Arrahim
UJP Kelas B 2014
4423143967
luthfimaulana1995@gmail.com
No comments:
Post a Comment