Wisata Budaya Di Desa
Ciptagelar
SEJARAH DESA CIPTAGELAR
Kampung
Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas
dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh
masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut
masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan
/ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau
'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah
kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun
menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat
yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Kasepuhan
berarti 'adat kebiasaan tua' atau 'adat kebiasaan nenek moyang'. Kampung
Gede Kasepuhan Ciptagelar merupakan nama baru untuk Kampung Ciptarasa. Artinya
sejak tahun 2001, sekitar bulan Juli, Kampung Ciptarasa yang berasal dari Desa
Sirnarasa melakukan "hijrah wangsit" ke Desa Sirnaresmi yang berjarak
belasan kilometer. Di desa inilah, tepatnya di Kampung Sukamulya, Abah Anom
atau Bapa Encup Sucipta sebagai puncak pimpinan kampung adat memberi nama
Ciptagelar sebagai tempat pindahnya yang baru. Ciptagelar artinya terbuka atau
pasrah. Kepindahan Kampung Ciptarasa ke kampung Ciptagelar lebih disebabkan
karena "perintah leluhur" yang disebut wangsit. Wangsit ini diperoleh
atau diterima oleh Abah Anom setelah melalui proses ritual beliau yang hasilnya
tidak boleh tidak, mesti dilakukan. Oleh karena itulah perpindahan
kampung adat bagi warga Ciptagelar merupakan bentuk kesetiaan dan kepatuhan
kepada leluhurnya. Masyarakat atau warga Kampung Ciptagelar sebenarnya tidak
terbatas di kampung tesebut saja tetapi bermukim secara tersebar di sekitar
daerah Banten, Bogor, dan Sukabumi Selatan. Namun demikian sebagai tempat
rujukannya, "pusat pemerintahannya" adalah Kampung Gede, yang dihuni
oleh Sesepuh Girang (pemimpin adat), Baris Kolot (para pembantu Sesepuh Girang)
dan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang ingin tinggal sekampung dengan
pemimpin adatnya. Kampung Gede adalah sebuah kampung adat karena eksistensinya
masih dilingkupi oleh tradisi atau aturan adat warisan leluhur. Secara
administratif, Kampung Ciptagelar berada di wilayah Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi,
Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.
Pemerintahan
Adat Ciptagelar
Abah anom berperan
sebagai kepala adat yang memiliki peranan dan pengaruh penting. Secara
struktural, Kasepuhan adat dipimpin oleh Kolot Girang yang didampingi oleh
Sesepuh Induk. Di tingkat daerah juga terdapat fungsi-fungsi struktural untuk
menjalankan roda dan tata kelola adat. Sesepuh Induk kerap menjadi duta dan
mediator untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat ke luar dan ke dalam,
misalnya mempertemukan Kolot
Lembur dengan Abah Anom.
Jika terjadi
permasalahan adat atau persoalan warga, misalnya telah terjadi sengketa tanah,
hal itu biasanya terlebih dahulu ditangani Kolot
Lembur di daerah. Jika masih
belum selesai, masalah tersebut kemudian dibawa ke sesepuh induk. Sesepuh induk
akan berusaha menyelesaikan. Jika juga tidak bisa, Abah Anom akan menjadi
pengadilnya. Meskipun urutannya seperti itu, Selama ini cukup jarang ada
konflik karena masyarakatnya memegang teguh aturan adat mereka. Dalam
pembangunan fasilitas umum, warga Kasepuhan Ciptagelar juga melakukannya dengan
bergotong royong.
Perangkat adat lain
yang menopang jalannya kehidupan masyarakat Ciptagelar adalah mabeurang(dukun bayi), bengkong (dukun sunat), dukun tani, dukun jiwa, paninggaran (menjaga lahan pertanian), juru
doa, juru pantun, juru sawer dan beberapa perangkat lainnya untuk
menjalankan fungsi keamanan. Selain itu ada juga pengawal atau ajudan yang
menemani kolot lebur jika bepergian dinas. Juga ada seorang pujangga keraton
yang bertugas memainkan kecapi buhun sembari berpantun.
Mata
Pencaharian
Bertani dan berladang
merupakan dua bidang pokok masyarakat adat Ciptagelar dalam memenuhi kehidupan
mereka. Bidang lainnya adalah beternak dan berkebun. Bila sawah dalam masa Boyor(cukup banyak airnya),
biasanya sembari dipakai untuk memelihara ikan, dan apabila musim kerik lahan
pertanian akan ditanami jenis tanaman yang memiliki waktu panen pendek.
Pekerjaan lain yang dianggap sebagai selingan, adalah membuat aneka kerajinan
anyaman, membuat gula, dll.
Selesai masa panen,
setiap keluarga biasanya akan menyisihkan dua ikat padi untuk diserahkan ke
pada sesepuh girang sebagai tatali panen, padi itu biasanya akan disimpan
di lumbung komunal yang juga dapat berfungsi sebagai cadangan jika datang musim paceklik,. Selain itu, Padi
di lumbung komunal juga dalam dipinjam oleh masyarakatnya. Salah satu Lumbung
padi atau Leuit komunal di Ciptagelar adalah leuit Si Jimat, leuit ini tempat penyimpanan indung pare (Bibit Padi)
Terdapat istilah maro yaitu sistem bagi dua antara pemilik
dan penggarap yang berlaku dalam pertanian dan juga peternakan. Selain
itu juga ada istilah bawon saat panen tiba bagi mereka yang
membantu panen. Misalnya jika seseorang membantu memanen padi sebanyak lima
ikat, maka akan mendapat satu ikat. Hal yang sama juga berlaku ketika menumbuk
padi menjadi beras.
Peraturan adat
Ciptagelar melarang untuk menjual padi dan atau beras beserta hasil olahannya.
Hal ini merupakan bentuk penghormatan mereka terhadap padi yang merupakan
kebiasaan dari masyarakat Sunda Lama. Kekinian, masyarakat telah diizinkan
untuk menjual padi apabila mengalami cadangan berlebih. Menjual padi dan
beras juga dilakukan terutama untuk membiayai pembangunan berbagai sarana dan
prasarana yang dibutuhkan, contohnya pembangunan saluran air, jalan,
jembatan, dan lain sebagainya,
Masyarakat ada
Ciptagelar juga mempunyai aturan yang mereka tetapkan terhadap wilayah-wilayah
hutan yang berada di wilayah mereka; Hutan Tua atau Leuweung Kolot yang merupakan hutan dengan kerapatan tinggi dan banyaknya
satwa, adalah hutan yang tidak boleh dieksploitasi. Leuweung Titipan, Hutan
Titipan atau Kramat merupakan wilayah hutan yang harus dijaga dan tidak boleh
digunakan tanpa mendapat izin sesepuh girang, pun memungkinkan dijelajahi untuk
mencari hasil hutan.Leuweung Sampalan atau hutan bukaan adalah wilayah hutan
yang boleh dimanfaatkan untuk keperluan menggarap ladang, perkebunan,
menggembalakan ternak, mencari kayu bakar, dll.
Leuit sebagai Tabungan
Kemandirian
Bagi masyarakat
Sunda, leuit atau lumbung padi bukan lah sesuatu
yang asing. Meski sekarang hanya terdapat di beberapa wilayah saja, di masa
lalu leuit memiliki peran vital bagi orang sunda;
sebagai tempat aman untuk menyimpan gabah atau beras hasil panen baik komunal
maupun individu. Saat musim paceklik tiba, simpanan gabah itu menjadi tabungan
yang berharga.
Sumber
Gambar : http://www.wacananusantara.org/masyarakat-adat-desa-ciptagelar/
Leuit masyarakat adat Ciptagelar bentuknya
menyerupai rumah dengan ukuran yang bervariasi. Satuleuit kurang lebih menampung 500 – 1.000
ikat pare gede —jenis padi yang
biasa mereka tanam—dengan satu ikatnya bisa mencapai 5
kg. Keberadaan leuit sangat vital bagi ketahanan pangan
penduduknya. Ketika seorang bayi lahir, sebagai “hadiah” bayi itu akan
dibangunkan leuit. Begitu juga saat seseorang akan
menikah, ia akan dinilai dari “kepandaian” dalam memperhatikan leuit-nya.
Padi yang ditanam
oleh masyarakat adat Ciptagelar adah jenis pare
gede yang biasanya panen
satu tahun sekali. Meski begitu, dalam satu kali musim panen, hasilnya telah
dapat mencukupi kehidupan mereka kurang lebih selama dua tahun. Pola tanam yang
yang dilakukan dalam menanam padi dengan sistem pola tanam serentak sehingga
panennya kerap juga serentak.
Masyarakat adat
Ciptagelar berusaha agar terus hidup mandiri, tanpa ketergantungan kepada pihak
lain. Dalam keluarga Kesatuan Adat Banten Kidul, bahkan jarang terdengar gagal
panen, hama menyerang, dan atau kabar tentang kekurangan pangan, apalagi hingga
kelaparan. Leuit mereka bahkan tidak pernah kosong sepanjang tahunnya.
Religi.
Sistem Pengetahuan, dan Tabu Warga
Kasepuhan Ciptagelar memeluk agama Islam. Namun dalam kehidupan sehari-hari
pelaksanaan kegiatan keagamaannya masih didominasi kepercayaan terhadap adat
dan tradisi nenek moyangnya (tatali paranti karuhun). Konsep atau pandangan
hidupnya lebih menitikberatkan pada adat dan tradisinya ketimbang merujuk pada
sumber utama agamanya (Al-Quran). Dalam hal ini, perenungan atas alam semesta
telah membawa mereka pada kesimpulan alam semesta merupakan sistem yang teratur
dan seimbang.
Keteraturan dan keseimbangan alam
semesta merupakan sesuatu yang mutlak. Adanya malapateka atau bencana menurut
pandangan warga kasepuhan adalah sebagai akibat keseimbangan dan keteraturan
alam semesta terganggu. Oleh karena itulah tugas utama manusia adalah
memelihara dan menjaga keseimbangan hubungan berbagai unsur yang ada di alam
semesta ini.
Warga Kasepuhan Ciptagelar mempunyai
keyakinan bahwa seseorang yang ingin sukses hidupnya atau bahagia, is harus
dapat mencapai satu kesatuan hidup atau rasa manunggal, yakni menyatukan alam
makro kosmos dengan mikro kosmos. Sebuah ungkapan yang sering dijadikan pedoman
untuk mencapai rasa yang dimaksud adalah tilu sapamilu, dua sakarupa, hiji eta
keneh (tiga sejenis, dua serupa, satu itu-itu juga). Ungkapan tersebut
merupakan suatu pernyataan yang menggambarkan bahwa manusia di dunia ini
mempunyai bermacam-macam keinginan, sikap, dan sifat yang pada hakekatnya sama
yaitu mahiuk yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
Selanjutnya dalam upaya mencapai
ketertiban dan keselarasan hidup manusia, warga Kasepuhan Ciptagelar harus
menyelaraskan ucapan, tingkah laku dan tekad (ucap lampah ka/awan tekad). Bagi
warga Kasepuhan Ciptagelar, pedoman hidup berupa tatali paranti karuhun - harus
dilaksanakan karena setiap pelanggaran terhadapnya akan mengakibatkan bencana
(kabendon), balk bagi dirinya maupun masyarakat. Dengan cara itu, maka warga
kasepuhan berharap dapat terhindar dari berbagai malapetaka.
Kepercayaan terhadap tatali paranti
karuhun terekspresikan dalam berbagai simbol berupa tabu (pantangan) dan
lambang-lambang tertentu yang mengandung makna simbolik. Sebagai contoh adalah
tabu untuk menjual beras, tabu mengeluarkan padi pada hari lahir (wedal), tabu
untuk bersiul di sekitar kampung, dan tabu untuk mengolah sawah pada hari
Jum\\\'at dan Minggu. Adapun lambang-lambang yang mempunyai makna simbolik
antara lain : sawen, rawun, pungpuhunan, dan tukuh lembur. Bagi warga Kasepuhan
Ciptagelar, tabu dan simbol-simbol tersebut merupakan alat yang menjaga
lingkungan keluarga dan komunitas mereka selamat dari gangguan orang maupun
roh-roh jahat.
Kepercayaan warga Kasepuhan
Ciptagelar yang tidak boleh diabaikan begitu saja adalah penghormatan kepada
Dewi Sri yang dipercayai sebagai "Dewi Padi". Misalnya pandangan
terhadap Dewi Sri yang mereka sebut Nyi Pohaci Sang-hyang Sri Ratna Inten
Purnama Alam Sajati; Dewi Sri hanya bersemayan pada padi sekali dalam setahun,
sehingga menyebabkan penanaman padi harus dilakukan sekali dalam setahun.
Menurut mereka, berbagai pelanggaran
terhadap padi dan tats cara dalam pemeliharaannya, akan menimbulkan
ketidakberhasilan panen (tidak sesuai dengan yang diharapkan). Oleh karena itu
mudah dimengerti apabila setiap siklus pertanian tidak lepas dari berbagai
upacara, misalnya: upacara sasarap, ngabersihan, ngaseuk, tebar, mipit,
ngadiukeun, nganyaran, ponggokan, dan seven taun. Demikian pula dalam segi
teknologi pertanian pun lebih banyak menggunakan alat-alat tradisional seperti
: etem (ani-ani), lesung, dan rengkong (alat pemikul yang berfungsi untuk
membawa pocongan padi dari lantayan ke leuit).
Leuit bagi warga Kasepuhan
Ciptagelar tidak hanya berarti gudang tempat penyimpanan padi melainkan
berkaitan dengan kepercayaan mereka yakni simbol dari penghormatan mereka pada
Dewi Sri (dewi penguasa dan pemelihara padi). Kepercayaan tersebut telah
terinternalisasi dalam kehidupan mereka, sehingga berdasarkan kepercayaan
mereka apabila padi tidak disimpan di leuit maka mereka bisa kabendon (celaka).
Manifestasi dari kepercayaan
tersebut di atas adalah adanya kebiasa¬an, aturan atau pantangan/tabu yang
berkaitan dengan leuit, misalnya : tabu menjual beras dan menggiling padi
dengan heuleur (mesin perontok padi). Masyarakat diperbolehkan menjual padi
dengan syarat padi yang dijual adalah padi hasil panen tahun lalu yang telah
dirasulkeun secara adat oleh sesepuh girang. Dalam hal ini warga kasepuhan
hanya menjual kelebihan padi hasil panen tahun lalu.
Sistem Kemasyarakatan
Kesatuan terkecil dalam sebuah
masyarakat adalah keluarga. Sebuah keluarga di Kasepuhan Ciptagelar terdiri
atas bapak, ibu dan anak. Namun demikan ada juga yang tinggal beberapa anggota
keluarga lain (saudara). Mereka semua hidup dan makan dalam satu atap atau
dikenal dengan istilah sadapur, dan segenap anggota keluarga yang hidup dalam
satu rumah (satu atap) serta makan dari satu dapur itu disebut sabondoroyot.
Meskipun wewenang dalam menentukan kebijakan rumah tangga ada pada suami-isteri
sebagai kepala rumah tangga, \\\'intervensi\\\' orang yang paling tua atau
orang yang dituakan yang tinggal dalam rumah tangga itu, relatif menentukan.
Dalam hal perkawinan, terdapat
kecenderungan melakukan perkawinan dengan sesama warga Kasepuhan Ciptagelar
(endogami kelompok sosial). Sebelum melaksanakan upacara perkawinan, orang tua
dari kedua mempelai akan meminta restu terlebih dahulu kepada sesepuh girang.
Setelah upacara perkawinan, mereka biasanya tinggal pada kerabat isteri
(uxorilokal/matrilocal) atau tinggal di rumah baru (neolokaO.
Sistem kekerabatan masyarakat
Kasepuhan Ciptagelar adalah bilateral/parental, dengan pengertian bahwa
hubungan sanak-saudara ditentukan melalui garis keturunan pihak ayah dan pihak
ibu. Pola untuk menentukan garis keturunan yang tidak membedakan garis ayah
maupun garis ibu ini sama dengan yang dianut masyarakat Sunda pada umumnya di
Jawa Barat. Hal tersebut dapat dipahami mengingat warga Kasepuhan Ciptagelar
termasuk suku Sunda.
Selanjutnya, dalam kehidupan
sehari-hari, komunitas Kasepuhan Ciptagelar diorganisasikan oleh suatu elite
kepemimpinan lokal yang berpusat pada kekuasaan seorang pemimpin adat yang
disebut sesepuh girang. Sesepuh girang adalah seseorang yang diangkat secara
adat untuk memimpin komunitas Kasepuhan dan biasanya merupakan anak dari
sesepuh girang sebelumnya yang menurut kepercayaan mereka, penunjukkan sesepuh
girang ini merupakan perintah dari karuhun. Jabatan sesepuh girang ini
merupakan jabatan yang bersifat turun-temurun dan s9lalu diwariskan kepada anak
laki-laki (tidak harus yang pertama/sulung).
Sesepuh girang dibantu oleh beberapa
orang yang dalam struktur organisasi Kasepuhan Ciptagelar disebut dengan basis
kolot. Basis Kolot adalah beberapa orang yang dijadikan pembimbing, penasihat
serta yang memberikan pertimbangan kepada sesepuh girang berkaitan dengan
kepentingan kelompok sosial Kasepuhan Ciptagelar. Masing-masing bans kolot ini
mempunyai tanggung jawab sesuai bidangnya masing-masing, yaitu Girang Serat,
Sesepuh Kampung, Pamakayan (Dukun Tani), Bengkong, Juru Pantun, Indung Beurang,
Dalang, Tukang Tinggar, Penghulu, Tukang Bas (kayu/bangunan), Panganteur,
Tukang Bebersih, dan Kemit. Dalam melancarkan urusan di bumi ageung terdapat
beberapa orang yang membantu, yaitu sebagai : Candoli, Palawari, Pangejeg, dan
Tukang Potong.
Upacara-upacara Adat
1) Upacara Iingkaran hidup
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar
masih melakukan berbagai upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup.
Upacara-upacara yang dimaksud adalah upacara yang berkaitan dengan kelahiran
seperti: upacara selamatan pemberian nama dan upacara mengubur bali (ari-ari
atau tembuni); upacara masa kanak-kanak bagi anak laki-laki biasa dilakukan
upacara khitanan dan upacara helaran; upacara yang berkaitan dengan perkawinan
seperti lamaran, akad nikah, dan lain-lain; dan upacara yang berkaitan dengan
kematian.
2) Upacara pertanian
Desa adat ini kaya sekali dengan ritual atau upacara -
upacara adat. upacara - upacara adat antara lain
1. Ritual Ngaseuk : Ritual yang diselenggarakansebelum
menanam padi, pada ritual ini di mulai dengan Ziara kemakam leluhur dan memohon
izn pada Yang Maha Kuasa.
2. Ritual Sapeng : Ritual yang dilakukan satu minggu
setelah penanaman perdana padi, untuk memohon restu agar padi dapat tumbuh
dengan baik.
3. Ritual Nyiram : Dilakukan pada saat padi akan keluar bunga
supaya terhindar dari hama.
4. Ritual Sawean dilakukan setelah padi berbunga, dan
memberikan pengobatan dengan tujuan agar padi selamat dan terisi.
5. Ritual Mipit Pare : dilakukan saat akan memotong padi
disawah dengan memohon kepada sang penciptaagar diberi hasil panen yang banyak
dan memohon izin kepada kepada leluhur untuk memotong padi.
6. Ritual Ngabukti : Upacara saat padi pertamakali ditumbuk
dan dimasak.
7. Ritual Ponggokan : Satu minggu sebelum Serentaun yaitu
baris kolot membahas besarnya pajak /jiwa.
8. Ritual SerenTaun : Puncak dari segala Acara kegiatan Kasepuhan
yang dilakukan hanya di Kampung Gede sebagai pusat pemerintahan setiap tahun
Kesenian
Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar
mengenal berbagai macam kesenian dan beberapa di antaranya berhubungan erat
dengan uparaca adat karena sering dipentaskan pada upacara-upacara adat yang
biasa dilaksanakan, seperti pada upacara ngaseuk, mipit, nganyaran, dan upacara
sepanjang lingkaran hidup (khitanan dan pernikahan). Jenis jenis kesenian
tersebut antara lain genjring, pencak silat, pantun, calung, wayang golek, dog¬dog
lojor, topeng, jipeng, dan angklung.
Istilah genjring diambil dari nama
alatnya (waditra), yaitu semacam alat dengan membran terbuat dari kulit,
sedangkan memainkannya dengan cara dipukul menggunakan telapak tangan
(ditepak). Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar mengenal kesenian ini sebagai
kesenian tradisional yang bernafaskan ke-Islaman. Genjring ini biasanya
dimainkan oleh dua belas prang pemain.
Pantun adalah cerita dalam bentuk
puisi Sunda lama yang diceritakan atau dinyanyikan dalam bentuk prolog atau
dialog. Seni pantun dimainkan seorang diri oleh Ki Juru Pantun. Dia membawakan
atau menembangkan lakon sambil memetik kecapi. Lakon yang dibawakan adalah
Munding Jalingan dan Perenggong Jaya.
Pada jenis kesenian dog-dog lojor,
pemainnya berjumlah 6 orang; 2 orang sebagai penabuh dog-dog dan 4 orang
penabuh angklung. Jika dimainkan oleh 12 orang; 4 orang penabuh dog-dog dan 8
orang penabuh angklung. Para pemain dog-dog lojor ini akan berkeliling kampung
sambil melantunkan musiknya.
Rumah
Sumber
Gambar : https://www.pinterest.com/pin/377739487468034071/
Komponen permukiman yang penting dan
berfungsi sebagai tempat tinggal warga adalah rumah. Rumah-rumah warga
Kasepuhan Ciptagelar menunjukkan adanya kesamaan dengan pola arsitektur Sunda
pada umumnya. Adapun bahan-bahan yang digunakan cenderung menggunakan material
yang terdapat di sekitar pemukiman, seperti dinding bilik (anyaman bambu),
rangka kayu dan atap dari ijuk, rumbia atau tepus.
Jenis rumah mereka adalah rumah
panggung dengan kolong setinggi kurang lebih 60 sentimeter. Kolong tersebut
umumnya ditutup dengan papan. Adapun bentuk rumahnya rata-rata persegi panjang
dengan suhunan panjang (ditambah teritis di bagian depan dan belakang) serta
suhunan jure yaitu bentuk atap perisai yang memanjang.
Material atap yang banyak dipakai
adalah daun tepus, rumbia, atau ijuk. Menggunakan atap genting merupakan hal
yang tabu bagi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar karena bahan pembuat genting
adalah tanah. Seorang informan menuturkan, "Kalau belum mati mengapa harus
beratapkan tanah." Pada saat dilakukan pendataan, terdapat juga warga yang
mengganti material atapnya dengan seng karena alasan faktor ekonomis; harga
seng lebih murah dibandingkan harga daun tepus. Lagi pula, seng lebih tahan
lama dibandingkan dengan rumbia yang harus diganti setiap 4 tahun.
Bentuk dasar yang menjadi pola
mayoritas pada rumah masyarakat Kasepuhan Ciptagelar, terbagi atas tiga
ruangan, yaitu tepas atau ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Tepas
adalah ruang tempat menerima tamu dan dianggap sebagai daerah laki-laki
walaupun kadang¬kadang wanita juga diperbolehkan masuk.
Ruang tengah terdiri atas tengah
imah dan pangkeng. Tengah imah merupakan daerah netral sehingga terbuka untuk
semua jenis kelamin anggota keluarga dan biasanya digunakan untuk berkumpul
semua anggota keluarga. Pangkeng (ruang tidur) merupakan kategorisasi dari
daerah wanita. Meskipun suami dapat masuk ke dalam ruang ini, ruang tidut lebih
menggambarkan ciri kewanitaan. Ruang tidur biasanya terletak di sebelah kanan
bagian rumah (merupakan hasil pembagian dengan ruang tengah).
Ruang belakang yang terdiri atas
padaangan/goah dan dapur, dikategorikan sebagai daerah wanita. Goah adalah
ruang khusus untuk wanita karena beras identik dengan sifat kewanitaan (dewi
padi). Laki-laki dilarang masuk sama sekali ke daerah ini. Daerah dapur juga merupakan
daerah wanita. Laki-laki boleh masuk ke dapur, tetapi mereka tidak biasa
bercakap-cakap (berusaha untuk tidak mengobrol) di dapur, kecuali sesama
anggota keluarga atau kerabat dekat.
Pintu masuk rumah terbagi dua, yaitu
pintu depan dan pintu belakang yang terletak di samping rumah. Mengenai letak
pintu ini terdapat kepercayaan bahwa apabila rumah mempergunakan dua pintu atau
lebih, maka pantang untuk membuat pintu belakang sejajar dengan pintu depan
karena rejeki yang masuk dari pintu yang satu akan langsung keluar lagi melalui
pintu yang lain (bablas). Oleh karena itu, pintu belakang diletakkan di samping
rumah menjadi pintu samping.
Menurut pandangan kosmologis, rumah
dipandang sebagai dunia dan alam semesta. Dalam kepercayaan masyarakat Sunda umumnya,
terdapat pandangan bahwa dunia ini terbagi menjadi dunia bawah (buana
rangrang), dunia tengah (buana panca tengah), dan dunia atas (buana alit).
Dunia tengah merupakan pusat alam semesta dan manusia menempatkan dirinya pada
pusat alam semesta tersebut. Oleh karena itu, rumah sebagai tempat tinggal
manusia harus terletak di tengah antara dunia atas (langit) dan dunia bawah
(bumi) dan tidak terletak di dunia atas atau bawah.
Bagian-bagian rumah dapat dibagi
menjadi bagian kepala yang menyimbolkan dunia atas, bagian badan mewakili dunia
tengah dan bagian kaki yang menyimbolkan dunia bawah. Oleh karena rumah tidak
boleh terletak di dunia bawah atau dunia atas, maka tiang rumahpun tidak boleh
diletakkan di atas tanah. Rumah harus diberi alas yang berfungsi memisahkan
lantai rumah dengan tanah, dengan demikian terdapat kolong di bawah lantai
rumah. Di Kasepuhan Ciptagelar, kolong tersebut pada umumnya ditutupi dengan
papan. Kolong memisahkan bagian tengah tempat manusia beraktivitas sehari-hari
dengan dunia bawah (tanah) sedangkan atap menyimbolkan dunia atas. Oleh karena
itu, memakai genteng yang terbuat dad tanah merupakan hal yang tabu karena
tanah merupakan wujud dari dunia bawah (tempat untuk orang mati).
Makanan
Khas
1.
Bandros Mang ATA
Mungkin setiap kali
kita berkunjung atau berlibur ke kota-kota yang ada di Jawa Barat, Bandros
adalah bukan suatu hal yang asing lagi ketika mendengarnya. Makanan yang satu
ini memang enak sekali untuk dinikmati. Nah, di Sukabumi sendiri terdapat suatu
Bandros yang sangat terkenal dan sudah meleganda, hampir setiap pecinta kuliner
di Sukabumi tau akan hal ini. Namanya adalah “Bandros ATA”.
Sumber
Gambar Dari : http://www.qolbunhadi.com/ini-dia-makanan-serta-oleh-oleh-khas-sukabumi-yang-wajib-kamu-coba/
Bandros ATA mulai
berjualan sekitar pukul 8 malam sampai jam 6 pagi. Letaknya berada di Jl.
Gudang No. 04 kota Sukabumi. Walaupun Bandros ATA ini masih buka walaupun sudah
larut malam, namun tempat ini tidak pernah sepi dari pengunjung. Biasanya para
pengunjung yang datang ke Bandros Mang ATA ini menghabiskan waktunya di sini
sambil mengobrol bersama teman-temannya, dan memang tempatnya pun enak dipakai
untuk nongkrong.
Selain itu, yang
membuat terkenal Bandros ATA ini adalah karena memiliki ciri khas tersendiri
yang tidak bisa kita dapatkan di Bandros yang lain. Teksur bagian atas bandros
yang lembut serta bagian bawahnya yang garing dan kering membuatnya semakin
diminati.
Harga Bandros ATA
sendiri te,bilang cukup murah, bisa dinikmati mulai harga Rp. 5.000,-. Sebagai
pendamping bandros, di sini pun disajikan sebuah teh hangat. Tidak seperti teh
hangat pada umumnya, teh yang dijual di sini menggunakan daun teh asli,
memiliki warna yang tidak terlalu kental serta agak kehijauan, serta dibuat
tidak terlalu manis. Tentunya, teh dan bandros merupakan gabungan yang sangat
maknyus.
2.
Mochi
Sukabumi
Banyak mochi yang
beredar, namun harus kita akui, bahwa mochi dari Sukabumi lah yang paling
terkenal diantara mochi-mochi lainnya. Di Sukabumi sendiri banyak penjual mochi
bertebaran di mana-mana. Namun dari sekian banyak penjual mochi yang ada, mochi
merek Lampion lah yang paling terkenal. Selain karena merek ini adalah pioner
pembuat mochi, harus diakui juga mochi ini memang paling enak rasanya dan
memiliki tekstur halus dan kenyal. Walaupun harganya terbilang lebih malah dari
pesaingnya, namun itu tidak mengurungkan niat para pecinta kuliner untuk membeli
mochi di mochi lampion ini.
Sumber
Gambar Dari : http://www.qolbunhadi.com/ini-dia-makanan-serta-oleh-oleh-khas-sukabumi-yang-wajib-kamu-coba/
Mochi lampion
sendiri terletak di Jl. Bhayangkata Gg. Kaswari II No. 19 kota Sukabumi.
Uniknya mochi lampion ini tidak membuka cabang dan hanya bisa diperoleh dengan
mendatangi langsung tempatnya. Saking terkenalnya mochi lampion ini, banyak
artis dan media nasional yang sudah datang dan berkunjung ke tempat ini.
3.
Tutug
Oncom
Tutug oncom
terdapat di angkringan kota Paris. Walaupun baru dibuka sekitar setahun yang
lalu, namun tempat ini ramai dikunjungi setiap malamnya oleh para pengunjung.
Banyak yang bilang angkringan di tempat ini makanannya enak-enak, banyak
variasinya dan murah-murah. Dan salah satu makanan yang paling favorit di
angkringan ini adalah tutug oncom.
Sumber
Gambar Dari : http://www.qolbunhadi.com/ini-dia-makanan-serta-oleh-oleh-khas-sukabumi-yang-wajib-kamu-coba/
Angkringan ini
mulai buka dari jam 7 malam dan tutup pada jam 12 malam. Namun jika ingin
berkunjung ke sini dan mendapati menu makanan yang masih lengkap, ada baiknya
kamu datang sebelum pukul sembilan malam, karena jika lebih dari jam itu
biasanya makanan di angkringan ini sudah mulai habis. Selain menjual tutug
oncom, di sini juga menjual makanan malam seperti bandrek, sekoteng, pisang
pandan, susu murni dan masih banyak yang lainnya.
4.
Geco
(Toge Tauco)
Geco adalah
singkatan dari Toge Tauco. Makanan ini bisa kamu temukan di Jl. Jendral
Sudirman yang berhadapan langsung dengan RS. Assyifa. Makanan ini adalah salah
satu tempat makanan favorit untuk dijadikan sarapan pagi. Setiap paginya sering
terlihat penjual geco sibuk melayani para pembelinya, mulai dari yang memesan
satu bungkus sampai yang belasan bungkus.
Sumber
Gambar Dari : http://www.qolbunhadi.com/ini-dia-makanan-serta-oleh-oleh-khas-sukabumi-yang-wajib-kamu-coba/
Walaupun tempat
yang menjual geco ini berada di pinggir jalan, namun tidak mengurungkan niat
para pembeli untuk menikmati kelezatannya. Harga geco ini juga terbilang murah,
kamu cukup mengeluarkan uang sebesar Rp. 7.000,- untuk menikmati makanan yang
satu ini.
Akses
ke Ciptagelar
Jarak
Kampung Ciptagelar dari Desa Sirnaresmi 14 Km, dari kota kecamatan 27 Km, dari
pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi 103 Km dan dari Bandung 203 Km ke arah
Barat. Kampung Ciptagelar dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat (mobil)
dan roda dua (motor). Jenis kendaraan roda empat harus mempunyai persyaratan
khusus, yakni mempunyai ketinggian badan cukup tinggi di atas tanah serta dalam
kondisi prima. Apabila tidak mempunyai persyaratan yang dimaksud kecil
kemungkinan kendaraan tersebut sampai ke lokasi. Dan umumnya mobil-mobil
demikian hanya sampai di kantor Desa Sirnaresmi yang sekaligus merupakan tempat
parkirnya. Selebihnya menggunakan kendaraan ojeg atau mobil umum (jenis jeep)
yang hanya ada sewaktu-waktu atau jalan kaki. –
Daftar Pustaka
Mohammad Shun Farid Al Fatih –
4423143930
Usaha Jasa Pariwisata B 2014
Kampung adat yg unik dan bagus untuk dikunjungi nih
ReplyDelete👍Kampung adat yang wajib di kunjungi
ReplyDelete👍Kampung adat yang wajib di kunjungi
ReplyDeleteCiptagelar, desa yang pantas dikunjugi semoga akses kesana bisa juga lebih baik ya jadi ingin liburan ke sana nanti hihi
ReplyDeleteKampungnya menarik untuk dikunjungi :D
ReplyDeleteWah baru tahu ada lagi kampung adat selain baduy (y)
ReplyDeleteWah,baru tau ada wisata budaya di Ciptagelar.Di tunggu informasi lainyaa (y)
ReplyDeletekampungnya bagus kita kesana tidak hanya mendapatkan keindahan alamnya saja tapi kita dapat mempelajari kebudayaan serta sistem pemerintahan adat desa tersebut bisa jadi rekomendasi study tour yangmendidik nih
ReplyDeleteKampung yang cukup menarik untuk di kunjungi
ReplyDeleteKampung yang menarik dan pantas dikunjungi sepertinya.
ReplyDeleteKampungnya bagus! Jenis2 keseniannya jg unik
ReplyDeletemenarik membahas yang jarang dicari khalayak
ReplyDeleteSebelumnya ga pernah tau tentang desa Ciptagelar. Tapi karna artikel ini bisa tau lebih dalam (malah komplit) tentang desa yang sepertinya asing banget di kuping masyarakat indonesia. Makasih infonya!
ReplyDeleteBudaya di kampung itu unik unik sekali, dan infonya lengkap sekali
ReplyDeleteInformasi yang bagus, semoga kampung ciptagelar akan semakin terkenal di kemudian hari.
ReplyDeletedesa yang menarik untuk dikunjungin, semoga aksesnya bisa lebih mudah lagi
ReplyDelete