Monday, January 4, 2016

T5_Luthfi Maulana Arrahim_Observasi Baduy

Dari Perjodohan hingga Perkawinan di Baduy

Urang Kanekes, Orang Kanekes atau orang Baduy/Badui adalah suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 5.000 hingga 8.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk difoto, khususnya penduduk wilayah Baduy dalam.
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C. Tiga desa utama orang Kanekes Dalam adalah Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo.

Praktek Perjodohan

Pola perkawinan antara Baduy Tangtu (Dalam) dan Baduy Penamping (Luar), ternyata memiliki perbedaan dari sisi perjodohan. Bagi masyarakat Baduy dalam, praktek perjodohan haruslah tetap dipatuhi. Sedangkan bagi masyarakat Baduy luar, praktek perjodohan ini sedikit lebih longgar. Dalam masyarakat Baduy luar, sudah banyak ditemukan pasangan yang menikah berdasarkan hasil pilihannya sendiri, bahkan tanpa melibatkan orang tua. Bahkan pada masyarakat Baduy luar sudah dikenal model berpacaran (bobogohan) layaknya seperti masyarakat luar Baduy dengan model yang lebih sederhana.
Meskipun aturan adat merupakan hubungan antara laki-laki dan perempuan Baduy begitu ketat, akan tetapi warga muda-mudi Baduy tetaplah bergaul satu sama lainnya, layaknya seperti masyarakat luar Baduy. Hanya saja, ketika mereka hendak mengenal seorang gadis Baduy secara lebih dalam untuk dijadikan istri, maka biasanya mereka mengunjungi rumah seorang gadis tersebut secara berkelompok. Hal ini merupakan aturan adat untuk mencegah prilaku yang dilarang dalam ketentuan adat Baduy. Di antara ketentuan adat tersebut mengatakan bahwa seorang laki-laki Baduy yang bukan anggota keluarganya di larang menyentuh—seperti mencium atau lebih dari itu—seorang gadis Baduy. Dan jika hal itu terjadi, maka keduanya akan mendapatkan hukuman adat yang cukup berat.
Dalam masyarakat adat Baduy, ditentukan bahwa antara seorang pria dengan seorang wanita yang belum menikah dilarang berhubungan rapat, termasuk di dalamnya bersentuhan tangan. Karena itu hubungan berpacaran bagi masyarakat Baduy adalah hal yang dilarang oleh adat. Lalu bagaimana jika antara seorang laki-laki berkeinginan mengenal lebih jauh dengan seorang perempuan, aturan adat menentukan bahwa jika ada seorang pria hendak mengenal seorang perempuan atau berkunjung kerumah seorang perempuan tidak dilakukan dengan sendirian, akan tetapi dilakukan dengan  beramai-ramai bersama beberapa orang pria. Ketentuan adat ini diberlakukan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.

Pernikahan di Baduy

Pernikahan di Baduy merupakan sebuah proses serius di kalangan warga Baduy. Setelah menikah, keluarga baru ini harus sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, sebelum pernikahan ada serangkaian proses adat yang harus dijalankan calon mempelai laki-laki.
Ada tiga proses lamaran yang diajukan keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan. Lamaran pertama diajukan untuk mengungkapkan keinginan meminang anak perempuan. Setelah delapan bulan, lamaran kedua diajukan. Lamaran kedua merupakan bukti kesungguhan keluarga laki-laki menikah dengan anak perempuan keluarga itu. Selang lima bulan, lamaran ketiga diajukan, dan jika disetujui pernikahan dapat segera dilangsungkan.Ketiga lamaran ini harus dilalui oleh setiap warga Baduy, terutama di Baduy Dalam. Untuk Baduy Luar, banyaknya lamaran bisa kurang dari tiga kali. Selama masa lamaran ini, pinangan laki-laki masih mungkin ditolak. Selama masa lamaran, warga Baduy menjalani “bobogohan” atau yang kita kenal sebagai pacaran. Bobogohan merupakan saat perkenalan antara laki-laki dan perempuan yang akan menikah atau dinikahkan. Laki-laki mengunjungi perempuan, calon istrinya. Tetapi, kedatangan laki-laki ini tidak boleh sendiri. Ia harus datang bersama teman- teman laki-laki.
Selain itu, laki-laki harus membantu calon mertuanya bekerja di ladang. Orangtua perempuan akan menilai kerja calon menantunya, apakah layak untuk mendampingi putrinya kelak. Di Baduy keluarga baru harus menghidupi diri masing-masing dengan bekerja di ladang. Akan tetapi, tidak semua calon pengantin menjalani bobogohan. Anak-anak yang dijodohkan sering diberitahu dan dipertemukan pada hari upacara pernikahan berlangsung. Selain itu, warga Baduy memang tidak boleh menolak perjodohan yang dibuat orangtua. Sebelum lamaran pertama diajukan, Puun harus mengetahui dan menyetujui rencana pernikahan ini. Puun juga ikut menentukan hari yang baik untuk menikah.
Dalam setahun, setiap Puun hanya bisa menikahkan sampai enam pasang. Jika permintaan pernikahan lebih dari enam pada tahun itu, pasangan yang terakhir harus menunggu tahun berikutnya. Untuk menikah, mempelai laki-laki harus membawa perkakas dapur, seperti dandang, sepan (panci pengukus), atau tempat nasi yang disebut baris, dan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Peralatan dapur ini harus baru dan bisa diperoleh dari hasil keringat sendiri atau mengambil kepunyaan keluarga. Nantinya, alat-alat ini diserahkan kepada orangtua mempelai perempuan. Keluarga baru harus membeli sendiri perkakas mereka.
Pernikahan dilakukan secara sederhana. Baju yang dikenakan oleh mempelai tidak berbeda dari baju khas suku Baduy, hanya saja baju ini baru dan warnanya putih. Acaranya hanya makan bersama di rumah setelah Puun menikahkan pasangan itu. Seusai acara makan bersama, usai pula rangkaian upacara pernikahan. Pasangan baru ditinggalkan sendiri tanpa ada bekal apa pun sebagai laki-laki dan perempuan yang baru menikah.
via http://yulutrip.blogspot.co.id/2013/07/suku-baduy-urang-kanekes.html
Suku Baduy selama ini dikenal sebagai suku yang memegang teguh adat untuk melindungi diri dari pengaruh luar yang begitu kencang menerpa. Pernikahan suku Baduy adalah bentuk yang tak luput dari ketetapan menjalankan adat. Salah satu langkah yang ditempuh untuk menjaga adat ini dengan menjaga "kemurnian" warga Baduy, yaitu dengan menolak pernikahan di luar suku Baduy. Kebanyakan dari mereka menikah antarsepupu. Pernikahan boleh dilakukan antara warga Baduy dari kampung yang berbeda, termasuk antara Baduy Dalam dan Baduy Luar. Pasangan ini bisa memutuskan di mana mereka tinggal kemudian, tentu saja dengan persetujuan puun.
Perjodohan masih menjadi kebiasaan suku Baduy untuk mendapatkan pasangan bagi anak mereka. Beberapa keluarga, akhir-akhir ini mulai membebaskan anak mereka untuk memilih pasangan hidup masing-masing. Penentuan jodoh bagi anak hanya melibatkan ayah saja. Ibu (atau ambu dalam bahasa Sunda) jarang diikutsertakan. Anak pun jarang diajak berbicara tentang perjodohan ini. Warga Baduy yang masih muda belum boleh menikah. Sekitar tahun 80-an, umumnya perempuan Baduy menikah pada umur 15 tahun. Saat ini kebanyakan perempuan dilamar pada usia 18 sampai 20 tahun. Sementara untuk laki-laki, usia pernikahan di atas 20 tahun. Bahkan ada pula warga yang menikah pada usia 25 sampai 30 tahun. Bagi warga Baduy Dalam, pernikahan adalah sekali untuk seumur hidup. Mereka tidak mengenal perceraian. Perceraian hanya terjadi jika salah satu meninggal. Janda/duda yang ditinggalkan boleh menikah lagi. Proses yang harus ditempuh sebelum pernikahan adalah upaya untuk mendapatkan pendamping yang tepat demi kelanggengan pernikahan. Adapun Baduy Luar mengizinkan adanya perceraian tanpa kematian.


DAFTAR PUSTAKA




LLuthfi Maulana Arrahim
  4423143967
  Usaha Jasa Pariwisata (B) 2014 
Universitas Negeri Jakarta
  Instagram : @luthfim
  Twitter : @Maulana0308


15 comments:

  1. Judul yang sangat menarik tentang tradisi perkawinan di baduy yang mengangkat tentang aspek budaya dikemas dengan bahasa yang lugas dan menarik, yang harus ditambahkan mungkin beberapa photo lagi yang dapat menunjang pembahasan serta sumber referensi yang lebih kredibel.

    ReplyDelete
  2. judul tentang baduy nya sangat bagus apalagi tentang pernikahannya , kalau bisa lebih banyak lagi referensi tentang baduy luar dan dalam nya. maka nya jangan ngaku orang banten kalau belum pernah ke baduy.

    ReplyDelete
  3. Sangat bagus informasinya, memberikan wawasan yang luas ke masyarakat seperti saya yang sama sekali belum tahu baduy itu seperti apa :)

    ReplyDelete
  4. Info yg menarik... Thanks infonya

    ReplyDelete
  5. Wah pembahasan yang bagus, hebat sekali orang baduy tidk mengenal perceraian...

    ReplyDelete
  6. Wah pembahasan yang bagus, hebat sekali orang baduy tidk mengenal perceraian...

    ReplyDelete
  7. Informasinya menarik untuk menambah wawasan saya tentang suku baduy. Dan juga dapat dijadikan referensi untuk dijadikan liburan saya

    ReplyDelete
  8. Wah baguss banget nih infonyaa.. thks ya sist ^^

    ReplyDelete
  9. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  10. Sangat informatif dan menarik sekali pembahasannya. Cocok juga buat generasi muda jaman sekarang untuk membacanya. Agar tidak melakukan pacaran yg aneh2/yg mengarah kedalam zina. dan agar giat dalam bekerja seperti generasi muda suku baduy yg ingin menikah

    ReplyDelete
  11. bagus pembahasannya, jadi lebih terbuka pandangan mengenai baduy. lebih bagus lagi kalo ada beberapa foto tambahannya

    ReplyDelete
  12. Informasi di atas sangat menarik di kala problematika pasangan yang marak terjadi sekarang sekarang ini.
    saya sangat apresiasi sekali atas sikap keteguhan suku Baduy dalam menjunjung tinggi adat istiadat mereka hingga saat ini. Walaupun ada beberapa hal yang mungkin mereka harus bersikap fleksibel dan dinamis demi kemajuan dan kelangsungan hidup para individu suku baduy.
    andai saja kebiasaan kebiasaan suku Baduy yaitu mencari pasangan paling tepat sebelum menikah dan menikah hanya sekali seumur hidup serta tidak ada perceraian selain ditinggal mati pasangannya, dapat dianut oleh seluruh masyarakat dimanapun, mungkin tidak akan adalagi berita berita perceraian yg terjadi. Semua pasangan dalam keluarga pun akan harmonis hingga akhir hayat.
    namun menurut saya utk perjodohan, tetap harus melibatkan seorang ibu dan si calon mempelai. Karna hal inilah yang sangat mendasari keberlangsungan hidup setelah pernikahan kelak.

    ReplyDelete
  13. Cara yang baik dan sangat bagus untuk mengemas Informasi dengan unsur-unsur kebudayaan suatu daerah dengan keragaman unsur budaya yang berbeda , karna dari situ kita dapat belajar walaupun memeliki keberagaman yang indah tetapi hati kita tetap satu indonesia. Good job

    ReplyDelete
  14. Topik yg menarik. Menambah wawasan. Sangat edukatif

    ReplyDelete