Saturday, January 2, 2016

Tugas 5_M.Nur Sidiq_Observasi Suku Baduy

Tugas 5 Observasi Suku Baduy

Ciri Khas Baduy Yang Selalu Melekat

Assalamualaikum, wr. Wb.

            Sebelum saya memulai, saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama lengkap saya M. Nur Sidiq, saya biasa dipanggil sidiq. Saya lahir di Jakarta, 30 Agustus 1996 saya merupakan anak pertama dari kedua bersaudara. Saya dan adik saya terlampaui jauh sekali umurnya, karena adik saya baru berumur 2tahun. Adik saya bernama Muhammad Alrazi Azwan, entah kenapa nama kami berdua berbau arab. Sedangkan kami berdua tidak mempunyai keturunan arab atau timur tengah.

            Sebelumnya saya akan bercerita tentang pengalaman saya mengunjungi Suku Baduy. Mungkin bagi sebagian orang sudah mengetahui Suku Baduy, tetapi belum pernah melihatnya secara langsung. Dan bagi sebagian orang pula sudah melihatnya secara langsung, Suku Baduy berada di Wilayah Lebak, Banten. Untuk menuju ke Suku Baduy, apabila kita menggunakan transportasi kereta api kita turun di Stasiun Rangkas Bitung, bila kita rombongan dan sudah mengkonfirmasi terlebih dahulu ke orang Baduy maka kita akan disediakan elf. Transportasi menuju terminal terdekat dengan Suku Baduy, perjalanan dari Stasiun Rangkas Bitung menuju Terminal Ciboleger ± 2jam setelah sampai di Terminal Ciboleger kita masih harus melanjutkan perjalanan menuju Kepala Adat untuk melapor terlebih dahulu. Setelah itu kita harus melanjutkan lagi perjalanan menuju Baduy Luar ± 1jam dengan rute perjalanan menanjak.
            Kesenian atau ciri khas tidak terlepeas dari daerah itu sendiri, seperti halnya Yogyakarta memiliki ciri khas itu dengan motif batiknya. Sama seperti Baduy, daerah ini mempunyai ciri khasnya tersendiri yaitu dengan hasil kain tenunnya. Bahkan bukan hanya itu saja, di desa ini kita bisa melihat langsung alat tenun yang digunakan oleh masyarakat Baduy dan juga melihat secara langsung bagaimana caranya menenun. Meskipun tidak begitu dikenal seperti kain songket Palembang atau batik Pesisiran. Tenun Baduy ini memiliki kekhasan tersendiri baik dari segi bahan maupun ragam hias yang mendasari pembuatannya. Tenun Baduy juga dipercaya mengandung fungsi dan makna-makna simbolis yang berhubungan dengan tradisi dan kepercayaan orang Baduy. Bagi mereka, tenun selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sandang, juga memiliki fungsi sebagai identitas, khusunya terhadap nilai-nilai adat yang juga melambangkan eksistensi mereka. Perbedaan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar dapat dilihat dari warna dan tenunan yang mereka buat serta kenakan.
Baduy merupakan sebutan yang melakat pada orang-orang yang tinggal di sekitar kaki Pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dengan ciri-ciri yang khas dan ‘unik’ dibanding dengan orang-orang yang ada di sekitar mereka, demikian juga dengan orang-orang daerah Banten lainnya. Keunikan mereka terlihat jelas dalam cara berpakaian, keseragaman bentuk rumah, penggunaan bahasa, kepercayaan dan adat istiadat. Disamping itu, mereka juga sering menyebut diri sebagai urang (orang) Kanekes, urang Raweyan, urang Tangtu, urangGirang, urang Panamping, beberapa lagi menyebutnya dengan nama asal kampung mereka tinggal(urang Cibeo, urang Gajeboh, urang Kaduketang.
Keunggulan cita rasa dari pembuatan kain yang dimiliki orang Baduy berkembang dalam berbagai wujud, sifat, bentuk, kegunaan, ragam hias, serta menjadi jati diri dan ciri khas masyarakat adat tersebut. Bahan kain untuk memenuhi kebutuhan sandang telah dibuat sendiri dari potensi alam yang ada dan dibuat dengan menggunakan alat tenun yang mereka buat sendiri. Betapapun sederhananya bentuk, bahan, pola hias, dan teknik pembuatannya, tenun Baduy merupakan benda budaya yang bukan hanya didasari oleh fungsi saja tetapi juga merupakan perwujudan dari nilai-nilai tradisi, adat istiadat, sejarah, dan kekayaan alam yang merupakan cerminan dari budaya mereka.
Tenun Baduy Sebagai Identitas



Kreativitas mereka dalam membuat kain tenun terbentuk melalui suatu perjalanan panjang. Selama kurun waktu yang lama, melalui pelbagai kegiatan tradisi dan budaya yang mendasarinya, masyarakat adat Baduy menciptakan pelbagai teknik pembuatan kain tenun dan ragam hiasnya. Apabila dilihat dari latar belakang kehidupan orang Baduy, seni tenun Baduy telah bersatu dengan kegiatan tradisi dan keseharian mereka. Menenun mempunyai nilai estetika, kegiatan menenun juga memiliki makna ketaatan untuk para wanita Baduy.
Seperti yang diungkapkan Kayam (1981:60), bahwa dalam batasan geografis khususnya di Asia Tenggara, kesenian telah tumbuh sebagai bagian dari kebudayaan masyarakatnya. Dengan demikian, kesenian mengandung sifat-sifat atau ciri-ciri yang khas. Pertama, memiliki jangkauan yang terbatas pada kebudayaan yang menunjangnya. Kedua, merupakan pencerminan dari satu budaya yang berkembang. Ketiga, merupakan bagian dari satu ‘kosmos’ kehidupan yang tidak terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi. Keempat, merupakan kreativitas individu, tetapi tercipta secara bersama dengan sifat kolektivitas masyarakat yang menunjangnya.
Keterampilan membuat seni tenun pada orang Baduy bisa dikatakan tidak terlepas dari latar belakang yang dipengaruhi pelbagai unsur sejarah. Diperkirakan keahlian membuat tenun telah dimiliki oleh masyarakat Nusantara yang hidup pada  abad ke-8 sampai abad ke-2 Sebelum Masehi. Kapas merupakan salah satu bahan utama dalam membuat kain tenun. Kapas itu mereka proses menjadi benang dengan pemintalan sederhana, kemudian ditenun dengan alat dari kayu yang mereka buat sendiri. Pengetahuan tentang kapas sebagai bahan benang diduga telah dimiliki oleh Orang Kanekes sejak lama. Pada masa Kerajaan Pajajaran, Masyarakat Baduy setiap tahun sudah biasa memberikan persembahan 10 pikul kapas kepada kerajaan dan tradisi pembuatan kain dari bahan kapas dinyatakan sudah ada sejak masa tersebut (Iskandar, 2005:236). Ada yang beranggapan bahwa busana orang Baduy saat ini merupakan busana yang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat pada masa silam.
Kain tenun sebagai fungsi utamanya untuk dijadikan pakaian, merupakan satu dari kebutuhan hidup bagi orang Baduy di samping makanan dan rumah untuk tempat tinggal. Tenun Baduy tampak sederhana jika dibanding dengan tenunan dari daerah lain. Namun, reka hias dan kerajinan tangan tenun orang Baduy ini merupakan karya cipta yang tinggi. Selain karena merupakan gabungan dari ungkapan estetis dan alam, reka hias itu juga mewakili sikap hidup mereka yang menyimpan ribuan tabu dalam alam kosmosloginya. Di setiap kegiatan ritual, daur hidup keluarga, dan berhubungan dengan alam kepercayaan, sepotong kain tenun hampir selalu menjadi bagian yang mempunyai peran.
Keragaman dan keunikan kain tenun Baduy merupakan cerminan dari filosofi hidup mereka. Serta merupakan kreasi dari bentuk-bentuk simbolis yang tertuang dalam adat hingga keseharian mereka. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai kepercayaan ini, oleh Kartiwa (2007:9) dikatakan bahwa unsur-unsur tersebut merupakan satu bentuk ekspresi pengakuan terhadap keberadaan, keagungan, dan kebesaran Tuhan, Sang Maha Pencipta kehidupan semua makhluk di dunia.
Kain tenun dalam Masyarakat adat Baduy, tidak hanya berfungsi sekedar penutup tubuh yang melindungi pemakainya dari kondisi cuaca atau iklim. Bukan pula sekedar benda fisik yang dapat digunakan untuk menggendong bayi, atau fungsi-fungsi fisik lainnya. Kain tenun juga memiliki arti lain daripada sekedar kebutuhan fungsional. Bentuk dan corak keindahan dalam selembar kain, tidak semata-mata bertalian dengan pemenuhan keindahan saja. Melainkan terkait secara menyeluruh dengan kebudayaan dan ciri khas pemangkunya.
Sementara itu dalam kaitan dengan seni tenun, warna putih yang digunakan pada bahan kain tenun Baduy tidak diwarnai atau tetap menggunakan warna asli kapas yang putih. Dalam kepercayaan orang Baduy warna putih bermakna terang, bersih, atau sebagai Hyang yang tidak memiliki wujud. Hal ini berkaitan dengan makna kesucian, terletak pada tingkat atas dari sistem nilai kepercayaan yang mereka anut. Sedangkan Warna hitam pada pakaian Baduy Luar, menurut penelaahan Jatisunda (2008), mengandung makna gelap atau malam. Gelap atau hitam dalam konteks budaya Baduy akan menjadi pelindung di balik yang putih atau terang.
Seni tenun baduy dalam lingkup kehidupan masyarakat adat Baduy menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Kain telah terjalin erat ke dalam lingkaran budaya hidup masyarakatnya. Sejak lahir, menjalani hidup di dunia hingga meninggal dunia ‘dibungkus’ dengan kain tenun.
Tenun sangat dekat dengan kehidupan, khususnya dalam lingkungan keluarga. Aktivitas menenun sepintas memang tampak sebagai kegiatan sambilan yang seolah-olah hanya merupakan aktivitas pengisi waktu luang bagi kaum perempuan Baduy. Namun, apabila ditelusuri secara mendetail dan mendalam, ternyata aktivitas menenun mengandung sejumlah nilai. Menenun mempunyai nilai kedisiplinan. Kepada setiap anak perempuan yang lahir di Baduy, sejak kecil, mereka sudah ditanamkan kedisiplinan yang tinggi dengan cara mempelajari aturan adat dan nilai-nilai Masyarakat Adat Baduy. Salah satunya berhubungan dengan aktivitas menenun.
Kegiatan menenun pada masyarakat Kanekes pun dipercaya merupakan wujud dari ketaatan yang dilakukan oleh perempuan Baduy terhadap aturan adat yang mereka junjung. Orang Baduy yang selalu merasakan kondisi ketercukupan, dan karenanya tidak lagi merasa perlu atau gelisah mencari sesuatu hal lain dari luar. Konsep bermukim dalam ketercukupan inilah yang terus-menerus dibina oleh tradisi Baduy dari generasi ke generasi, hingga saat ini. Kegiatan menenun merupakan penjabaran dari konsep tersebut. Kegiatan memenun terus mereka galakan sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan akan pakaian yang dapat mereka upayakan secara mandiri.
Tidak dikembangkannya sistem pemikiran ataupun teknik yang lebih canggih, bukan karena rendahnya mutu sumber daya manusianya, tetapi lebih dapat dimengerti dari nilai kesahajaan dan kesederhanaan mereka. Sebagaimana yang tertuang dalam ungkapan bijak mereka: sare tambah teu tunduh, ngawadang tambah teu lapar, make tambah teu taranjang. Artinya, tidur sekedar pelepas kantuk, makan sekedar pelepas lapar, berpakaian untuk menuntupi badan.
Kekhususan Seni Tenun Baduy
Kekhasan tenun Baduy adalah bahannya yang agak kasar dan warnanya cenderung dominan. Bintik-bintik kapas dari proses pemintalan tradisional telah menghasilkan tekstur yang khas tenun Baduy dengan alat pemintal tradisional yaitu gedogan/raraga. Kain tenun yang awalnya dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan sandang, dibuat sederhana dengan menggunakan motif geometris.
Wanita Tangtu (Baduy Dalam) hanya menenun dua warna tenunan yaitu hitam/biru tua (nila) dan putih polos. Sedangkan jenis dan motif yang dihasilkan para perajin tenun Baduy dari masa ke masa relatif tidak mengalami perubahan begitu banyak. Wanita suku Baduy dalam pembu

atan kain tenun, biasanya berfokus pada dua jenis kain tenun, antara lain:
  1. Sarung/samping, sarung atau samping Baduy sangat sederhana, terutama pada tenunan kain samping aros dan sarung poleng hideung yang berwarna biru tua atau hitam yang dihiasi motif kotak-kotak tipis berwarna hitam atau hanya bermotif polos, samping pada umumnya berwarna dasar hitam dipadu dengan garis-garis kecil warna biru terang. Samping dapat dijahit dibuat menjadi sarung atau kulot (semacam rok pada wanita).

2.      Tenunan bodasan/boeh tenunan polos putih yang biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat baju, ikat kepala, atau selendang. Ikat kepala selalu dikenakan kaum laki-laki, baik anak-anak maupun orang yang lebih tua.


Alat dan Perlengkapan Menenun


a.       Caor/dodogong, sebilah papan yang diletakkan horizontal, sebagai sandaran punggung penenun. Selain itu berfungsi jug untuk menarik kain tenunan agar terbentang kencang.
b.      Taropong, sepotong bambu (tamiang), tempat memasukkan benang kanteh (pakan).
c.       Tali caor, tali yang mengikatkan bilah caor dengan kain yang ditenun di sebelah kiri dan kanan penenun.
d.      Suri/Sisir, alat berbentuk sisir, untuk membereskan benang pakan dan benang lusi.
e.       Hapit, bilahan papan untuk menggulung kain hasil tenun.
f.       Barera, sebilah kayu alat bertenun untuk merapatkan benang pakan agar kain tenun menjadi rapat
g.       Jingjingan, bagian dari gedogan, tempat menambatkan lusi.
h.      Limbuhan, sebilah kayu yang memanjang seperti mistar berbentuk bulat untuk merenggangkan kedudukan benang tenun
i.        Kekedalpatitihantotojer, bilahan kayu tempat kaki penenun bertelekan
j.        Rorogan, sebilah kayu alat penahan berera, terletak sebelah kanan penenun.
k.      Totogan, bilahan papan/kayu sebagai alat penahan ketika proses bertenun.
l.        Cangcangan, bilahan papan/kayu, sebagai penguat alat bertenun
Selain raraga (seperangkat alat tenun) di atas, terdapat alat atau perlengkapan lainnya yang biasa digunakan dalam menenun tenun Baduy di antaranya: 
Ø  dadampar (bilahan papan yang digunakan untuk tempat duduk penenun), 
Ø  Galeger (bilahan papan/kayu, sebagai penguat alat bertenun), 
Ø  Kincir (alat untuk memintal benang kanteh), 
Ø  golebag (tempat untuk memindahkan benang hasil pintalan) 
Ø  pihane (alat untuk membereskan benang kanteh). 
Ø  Seungkeur (sebilah papan/bambu untuk menentukan ukuran lebar kain yang ditenun), 
Ø  tudingan/tutuding (sebilah kayu/bambu untuk alat mengait atau mengambil dan atau membetulkan sesuatu yang letaknya agak jauh dari penenun).
Selain dipakai untuk sehari – hari oleh masyarakat Baduy, kain tersebut biasanya mereka jual kepada tourist yang datang ke kampung tersebut dan kisaran harga untuk kainnya itu adalah 15 – 30 ribu rupiah. Jika kita tahu bagaimana cara menenunnya, harga itu tidak sebanding dengan lelah dan capek mereka karena mereka harus duduk selama berjam – jam. Tapi mereka tidak perduli akan hal itu, karena bagi mereka menenun itu merupakan hal yang dilakukan untuk mengusir kebosanan mereka. Selain itu mereka senang apabila kain hasil buatan mereka banyak yang tahu.
Sekian informasi mengenai alat tenun dan kain khas yang dimiliki masyarakat Baduy. Saya tahu masih terdapat kesalahan dalam penulisan maupun informasi  yang kurang, maka dari itu penulis memerlukan kritik dan saran yang membangun untuk dimasa yang akan datang.
Wassalamualaikum, wr. Wb

M.Nur Sidiq
Usaha Jasa Pariwisata "A" 2014
4423143979

sidiqmuhamamd3008@gmail.com


Daftar Pustaka

3 comments:

  1. ohh ternyata kesenian baduy seperti inii

    ReplyDelete
  2. Boleh juga tuh kesana untuk mengisi liburan dan menambah pengetahuan

    ReplyDelete
  3. sudah bagus sih, tapi menurut gue kurang informasi menuju ke tempat suka baduy luar dan dalamnya karena itu yang paling penting, dan photo-photo setiap jarak 1 KM,di sana memiliki trek-treknya sendiri dan kegiatan berbeda dari masyarakatnya dari tempat-tempat berbeda. terima kasih.

    ReplyDelete