WISATA SEJARAH DAN BUDAYA CANDI
CANGKUANG
Assalamualaikum Wr.Wb
Perkenalkan
nama saya Selvia Rizalni, saya adalah mahasiswa Universitas Negeri Jakarta,
jurusan Usaha Jasa Pariwisata. Kali ini, saya akan membahas tentang wisata
sejarah dan budaya yakni Candi Cangkuang yang berlokasi di Garut, Jawa Barat.
Pada saat kegiatan Observasi Daerah Tujuan Wisata tanggal 9-11 November 2015,
saya dan teman-teman pergi ke salah satu objek wisata sejarah dan budaya ini.
Indonesia
memiliki banyak aneka ragam budaya, adat istiadat, dan tradisi yang sudah ada
sejak dahulu kala, ini karena nenek moyang yang telah menurunkan kebudayaan dan
adat istiadat tersebut ke anak-anaknya dan sampai saat ini kita masih menjumpai
peninggalan nenek moyang kita seperti kegiatan adat istiadat disetiap daerah
serta peninggalan yang bernilai sejarah. Dengan beragam budaya Indonesia,
orang-orang dari dalam maupun dari luar negeri tertarik untuk belajar,
mengetahui, dan melihat langsung kebudayaan tersebut. Dan ini menjadikan
pariwisata Indonesia beragam bentuknya seperti wisata budaya, wisata
pendidikan, wisata sejarah, dll.
Wisatawan
saat mereka hendak berlibur tentunya mereka sebelumnya memilih destinasi apa
yang cocok dengan kebutuhan mereka apakah itu wisata budaya, wisata edukasi,
wisata alam, atau yang lainnya dan di Indonesia-lah banyak destinasi wisata
yang beragam dan Anda tidak harus perlu ke luar negeri karena di Indonesia
banyak sekali destinasi wisata yang jika Anda berkunjung ke salah satunya, Anda
tidak akan menyesal.
Pemerintah
juga saat ini mendukung bidang pariwisata untuk memperlihatkan kebudayaan
Indonesia kepada wisatawan domestik maupun internasional, tidak hanya
kebudayaan saja, wisata alam yang ditawarkan oleh Indonesia kita ini sangat
berlimpah mulai dari sabang sampai merauke. Bahkan banyak wisatawan mancanegara
rela jauh-jauh ke Indonesia hanya sekedar berlibur dan menikmati indahnya wisata
alam Indonesia kita ini. Bahkan sudah banyak akomodasi yang mendukung untuk
mengembangkan destinasi wisata di Indonesia seperti restoran, akses jalan
menuju kesana, dan penginapan serta fasilitas pendukung lainnya.
Wisata
sejarah dan kebudayaan banyak ditemui di beberapa daerah di Indonesia seperti
Candi Cangkuang, Garut, Jawa Barat. Walaupun, destinasi wisata ini belum banyak
orang yang tahu tetapi saat Anda mengunjungi candi ini Anda akan terpukau saat
melihat langsung karena banyak nilai sejarah dan peristiwa unik yang dimana
Anda tidak akan menyesal untuk datang ke Candi Cangkuang ini. Saya akan
membahas tentang wisata sejarah dan kebudayaan yaitu Candi Cangkuang yang
berlokasi di kota pusatnya dodol yakni Garut, Jawa Barat, berikut ulasannya.
PEMBAHASAN
Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung
Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut,Jawa
Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.
Candi ini terletak bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah
makam kuno pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa
Cangkuang.
|
Lokasi
Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat
gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain Gunung Haruman, Gunung Kaledong,
Gunung Mandalawangi dan Gunung Guntur. Nama Candi Cangkuang diambil dari nama
desa tempat candi ini berada. Kata 'Cangkuang' sendiri adalah nama tanaman
sejenis pandan (pandanus furcatus), yang banyak terdapat di sekitar
makam, Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur Kampung Pulo. Daun cangkuang dapat
dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus. Cagar budaya
Cangkuang terletak di sebuah daratan di tengah danau kecil (dalam bahasa Sunda
disebut situ), sehingga untuk mencapai tempat tersebut melalui jalur utama,
pengunjung harus menyeberang dengan menggunakan rakit. Aslinya Kampung Pulo
dikelilingi seluruhnya oleh danau, akan tetapi kini hanya bagian utara yang
masih berupa danau, bagian selatannya telah berubah menjadi lahan persawahan.
Selain candi, di pulau itu juga terdapat pemukiman adat Kampung Pulo, yang juga
menjadi bagian dari kawasan cagar budaya.
Candi Cangkuang terdapat di sebuah pulau kecil yang
bentuknya memanjang dari barat ke timur dengan luas 16,5 ha. Pulau kecil ini
terdapat di tengah danau
Cangkuang pada koordinat 106°54'36,79" Bujur Timur dan 7°06'09"
Lintang Selatan. Selain pulau yang memiliki candi, di danau ini terdapat pula
dua pulau lainnya dengan ukuran yang lebih kecil.
Lokasi danau Cangkuang ini topografinya terdapat pada
satu lembah yang subur kira-kira 600-an m l.b.l. yang dikelilingi pegunungan: Gunung
Haruman (1.218 m l.b.l.) di sebelah timur - utara, Pasir Kadaleman
(681 m l.b.l.) di timur selatan, Pasir Gadung (1.841 m l.b.l.) di sebelah
selatan, Gunung Guntur (2.849 m l.b.l.) di sebelah
barat-selatan, Gunung Malang (1.329 m l.b.l.) di sebelah barat, Gunung
Mandalawangi di sebelah barat-utara, serta Gunung Kaledong (1.249 m l.b.l.) di
sebelah utara.
Pohon Cangkuang. Sumber: https://sonofmountmalang.files.wordpress.com/2012/11/cangkuang45.jpg
|
Akses
ke Candi Cangkuang
Bagi Anda yang berada di wilayah
Jakarta, akses menuju Candi Cangkuang tidak terbilang sulit. Secara umum, waktu
tempuh dari Jakarta menuju lokasi hanya memakan waktu sekitar 4-6 jam
tergantung hari libur atau bukan. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi,
Candi Cangkuang dapat ditempuh melalui jalan tol Cipularang keluar di Cileunyi.
Perjalanan dilanjutkan melalui jalur lintas selatan hingga Cagak Nagreg.
Silahkan ambil jalan ke kanan menuju arah Garut. Selanjutnya ikuti jalan hingga
tiba di Alun-alun kecamatan Leles. Beloklah ke kiri, lalu ikuti jalan desa,
kemudian Anda akan menemukan kawasan wisata Candi Cangkuang.
Bagi Anda yang ingin menggunakan kendaraan
umum, tidak perlu khawatir. Dari Jakarta, silahkan menumpang bus dari terminal
Lebak Bulus atau Kampung Rambutan menuju Garut yang melewati Cipularang. Saya
sarankan gunakan bus Primajasa dari Lebak Bulus mengingat pelayanannya lebih
baik dibanding bus lain. Selain itu armada bus Primajasa yang melayani rute
Garut-Lebak Bulus ini terbilang banyak sehingga Anda tidak perlu menunggu
terlalu lama. Rata-rata ongkos Jakarta ke Garut hanya sebesar Rp.35.000,00.
Sebaiknya minta kondektur bus untuk mengingatkan Anda ketika tiba di Alun-alun
kecamatan Leles.
Setelah tiba di Alun-alun kecamatan
Leles, Anda bisa melanjutkan perjalanan menggunakan dua jenis moda
transportasi. Bagi Anda yang ingin sensasi yang berbeda, silahkan naik andong
atau delman menuju situs Candi Cangkuang. Harganya terbilang murah, hanya
Rp.3.000,00 Anda sudah bisa menikmati goyangan kuda di tengah persawahan yang
dikelilingi gunung, Nikmat bukan? Kalau Anda takut, tidak mau repot, butuh
cepat, atau kemalaman, silahkan gunakan ojek menuju lokasi. Harganya pun beda
tipis. Hanya Rp.5.000,00 Anda akan tiba di lokasi hanya dalam waktu 5
menit.
Sumber: http://jurnalpopuler.blogspot.co.id/2013/05/jalan-jalan-ke-candi-cangkuang.html
Sejarah
Candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita berdasarkan laporan Vorderman dalam
buku Notulen Bataviaasch
Genotschap terbitan tahun 1893 mengenai adanya sebuah arca yang rusak serta makam kuno di
bukit Kampung Pulo, Leles. Makam dan arca Syiwa yang dimaksud memang diketemukan. Pada awal penelitian
terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan sebuah bangunan candi. Makam kuno yang dimaksud adalah makam Arief Muhammadyang dianggap penduduk setempat sebagai leluhur mereka.
Selain menemukan reruntuhan candi, terdapat pula serpihan pisau serta batu-batu
besar yang diperkirakan merupakan peninggalan zaman megalitikum. Penelitian
selanjutnya (tahun 1967 dan 1968) berhasil
menggali bangunan makam.
Walaupun hampir bisa dipastikan bahwa candi ini merupakan peninggalan agama Hindu (kira-kira abad ke-8 M, satu zaman dengan candi-candi di situs Batujaya dan Cibuaya), yang mengherankan adalah adanya pemakaman Islam di
sampingnya.
Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang
merupakan reruntuhan bangunan candi dan di sampingnya terdapat sebuah makam
kuno berikut sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan bangunan.
Dengan ditemukannya batu-batu andesit berbentuk balok, tim peneliti yang
dipimpin Tjandrasamita merasa yakin bahwa di sekitar tempat tersebut semula
terdapat sebuah candi. Penduduk setempat seringkali menggunakan balok-balok
tersebut untuk batu nisan.
Berdasarkan keyakinan tersebut, peneliti melakukan
penggalian di lokasi tersebut. Di dekat kuburan Arief Muhammad peneliti
menemukan fondasi candi berkuran 4,5 x 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya
yang berserakan. Dengan penemuan tersebut Tim Sejarah dan Lembaga Kepurbakalaan
segera melaksanakan penelitian didaerah tersebut. Hingga tahun 1968 penelitian
masih terus berlangsung. Proses pemugaran Candi dimulai pada tahun 1974-1975
dan pelaksanaan rekonstruksi dilaksanakan pada tahun 1976 yang meliputi
kerangka badan, atap dan patung Syiwa serta dilengkapi dengan sebuah joglo
museum dengan maksud untuk dipergunakan menyimpan dan menginventarisir
benda-benda bersejarah bekas peninggalan kebudayaan dari seluruh Kabupaten
Garut. Dalam pelaksanaan pemugaran pada tahun 1974 telah ditemukan kembali batu
candi yang merupakan bagian-bagian dari kaki candi. Kendala utama rekonstruksi
candi adalah batuan candi yang ditemukan hanya sekitar 40% dari aslinya,
sehingga batu asli yang digunakan merekonstruksi bangunan candi tersebut hanya
sekitar 40%. Selebihnya dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.
Candi Cangkuang merupakan candi pertama dipugar, dan
juga untuk mengisi kekosongan sejarah antara Purnawarman dan Pajajaran. Para
ahli menduga bahwa Candi Cangkuang didirikan pada abad ke-8, didasarkan pada
tingkat kelapukan batuannya, serta kesederhanaan bentuk (tidak adanya relief).
Bangunan
Candi
Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita
saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi
ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan
tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit
padma, pelipit kumuda,
dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi
1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5
m dan lébar 1,26 m.
Tubuh bangunan candi bentuknya persegi empat 4,22 x
4,22 m dengan tinggi 2,49 m. Di sisi utara terdapat pintu masuk yang berukuran
1,56 m (tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak candi ada dua tingkat: persegi empat
berukuran 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,74 x 2,74 m yang tingginya 1,1
m. Di dalamnya terdapat ruangan berukuran 2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m.
Di dasarnya terdapat cekungan berukuran 0,4 x 0,4 m yang dalamnya 7 m.
Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca (tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Kaki kiri menyilang datar yang
alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah
beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan
adanya kepala nandi ini, para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua
tangannya menengadah di atas paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut,
penghias dada dan penghias telinga.
Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian
tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak
18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm
& 45 cm (tinggi 6 cm dan 19 cm), tinggi 41 cm.
Candi Cangkuang sebagaimana terlihat sekarang ini,
sesungguhnya adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan aslinya
hanyalah 40%-an. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang
sebenarnya belumlah diketahui. Candi ini berjarak sekitar 3 m di sebelah
selatan makam Arif
Muhammad/Maulana
Ifdil Hanafi.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Cangkuang
Kampung
Pulo
Kampung pulo merupakan suatu
perkampungan yang terdapat di dalam pulau di tengah kawasan Situ Cangkuang.
Kampung Pulo ini sendiri terletak di Desa Cangkuang, Kampung Cijakar, kecamatan
Leles, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat.
Adapun batas administrasi dari Kampung Pulo adalah
sebagai berikut:
Utara : desa Neglasari kecamatan Kadungora
Selatan : desa Margaluyu dan desa Sukarame kecamatan
Leles
Timur : desa Karang Anyar dan desa Tambak Sari
kecamatan Leuwigoong
Barat : desa Talagasari kecamatan Kadungora dan desa
Leles Kecamatan Leles
Menurut cerita rakyat, masyarakat
Kampung Pulo dulunya beragama Hindhu, lalu Embah Dalem Muhammad singgah di
daerah ini karena ia terpaksa mundur karema mengalami kekalahan pada
penyerangan terhadap Belanda. Karena kekalahan ini Embah Dalem Arif Muhammad
tidak mau kembali ke Mataram karena malu dan takut pada Sultan agung. Beliau
mulai menyebarkan agama Islam pada masyarakat kampong Pulo. Embah Dalem Arif
Muhammad beserta kawan-kawannya menetap di daerah Cangkuang yaitu Kampung Pulo.
Sampai beliau wafat dan dimakamkan di kampumg Pulo. Beliau meninggalkan 6 orang
anak Wanita dan satu orang pria. Oleh karena itu, dikampung pulo terdapat 6
buah rumah adat yang berjejer saling berhadapan masing- masing 3 buah rumah
dikiri dan dikanan ditambah dengan sebuah masjid. Jumlah dari rumah tersebut
tidak boleh ditambah atau dikurangi serta yang berdiam di rumah tersebut tidak
boleh lebih dari 6 kepala keluarga. Jika seorang anak sudah dewasa kemudian
menikah maka paling lambat 2 minggu setelah itu harus meninggalkan rumah dan
harus keluar dari lingkungan keenam rumah tersebut. Walaupun 100 % masyarakat
kampong Pulo beragama Islam tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian
upacara ritual hindhu.
Keterangan
Denah Komplek Rumah Adat Kampung Pulo :
1. Rumah
Kuncen
2. Rumah
Adat
3. Rumah
Adat
4. Rumah
Adat
5. Rumah
Adat
6. Rumah
Adat
7. Mesjid
Kampung Pulo
Dalam adat istiadat Kampung Pulo terdapat beberapa
ketentuan yang masih berlaku hingga sekarang yaitu :
·
Dalam
berjiarah kemakam-makam harus mematuhi beberapa syarat yaitu berupa bara api,
kemenyan, minyak wangi, bunga-bungaan dan serutu. Hal ini dipercaya untuk
mendekatkan diri (pejiarah) kepada roh-roh para leluhur.
·
Dilarang
berjiarah pada hari rabu, bahkan dulu penduduk sekitar tidak diperkennankan
bekerja berat, begitu pula Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau menerima tamu
karena hari tersebut digunakan unutk mengajarkan agama. Karena menurut
kepercayaan bila masyarakat melanggarnya maka timbul mala petaka bagi
masyarakat tersebut.
·
Bentuk
atap rumah selamanya harus mamanjang (jolopong)
·
Tidak
boleh memukul Goong besar
·
Khusus
di kampong pulo tidak boleh memelihara ternak besar berkaki empat seperti
kambing, kerbau, sapi dan lain-lain.
·
Setiap
tanggal 14 bulan Maullud mereka malaksanakan upacara adapt memandikan
benda-benda pusaka seperti keris, batu aji, peluru dari batu yang dianggap
bermakna dan mendapat berkah. Yang berhak menguasai rumah- rumah adat adalah
wanita dan diwariskan pula kepada anak perempuannya. Sedangkan bagi anak
laki-laki yang sudah menikah harus meninggalkan kampung tersebut setelah 2
minggu.
Desa Cangkuang terletak diantara
kota Bandung dan Garut yang berjarak kurang lebih 2 km dari kecamatan Leles dan
17 km dari Garut atau 46 km dari
Bandung. Kondisi lingkungan di Kawasan ini memiliki kualitas lingkungan yang
baik, kebersihan yang cukup terjaga dan juga bentang alam yang baik. Tingkat
Visabilitas di kawasan ini digolongkan cukup bebas dengan tingkat kebisingan
yang rendah.
Sumber daya listrik untuk
keperluan penerangan dikawasan ini berasal dari PLN yang alirannya diambil
secara tidak langsung melalui salah satu rumah penduduk di kampong Cangkuang.
Sumber air bersih dikawasan ini beraal dari sumur dan air danau dengan kualitas
air yang jernih, rasa yang tawar dan bau air yang normal. Berhubung karena
tidak boleh adanya bangunan lain yang dibangun di kampung Pulo maka di kampong
Pulo tersebut tidak terdapat fasilitas wisata Lainnya.
Sumber:http://pariwisata.garutkab.go.id/index.php?mindex=daf_det_budaya&s_name=Pemukiman_Tradisional&id_det=149
Ini adalah tampilan Kampung
Pulo, Garut, Jawa Barat. Sumber: http://indonesia.gunadarma.ac.id/wp-content/uploads/2011/10/Kampung-Pulo.jpg
|
Makam Embah Dalem
Arief Muhammad
Letak makam Arif Muhammad yang
berdekatan dengan Candi Cangkuang menurut dugaan, diantaranya bertujuan untuk
proses syiar Islam serta melambangkan kerukunan umat beragama yang sudah ada
sejak zaman nenek moyang kita.
Sumber: http://www.garutonline.8k.com/wisata/situskuno.htm
Embah Dalem Arief Muhammad serta
masyarakat setempat yang telah membendung daerah ini, sehingga terbentuk sebuah
danau dengan nama Situ Cangkuang. Setelah daerah ini selesai dibendung, maka
dataran yang rendah menjadi danau, dan bukit-bukit menjadi pulau-pulau. Pulau
tersebut antara lain Pulau Panjang (dimana kampung pulo ada), Pulau Gede, Pulau
Leutik (kecil), Pulau Wedus, Pulau Katanda, dan Pulau Masigit. Embah Dalem
Arief Muhammad berasal dari Kerajaan Mataram, Jawa Timur. Ia dan pasukannya
datang dengan tujuan untuk menyerang tentara VOC di Batavia dan menyebarkan
agama Islam di Desa Cangkuang.
Desa Cangkuang, khususnya Kampung
Pulo, waktu itu sudah dihuni oleh penduduk yang menganut agama Hindu. Hal itu
terbukti dari adanya candi Hindu yang sekarang telah dipugar. Metode dakwah
yang dilakukan Arief Muhammad tidak jauh dari pola dakwah Wali Songo. Secara
bijaksana Embah Dalem Arief Muhammad mengajak masyarakat setempat untuk
menganut Islam.
Pedoman dakwah yang diajarkan
oleh Arief Muhammad berprinsip pada ajaran Islam yang tidak mengenal kekerasan
dan paksaan, melainkan dengan perdamaian dan keikhlasan hati. Ajaran-ajaran
yang disampaikan dan ditulis Arief Muhammad dalam naskah-naskah tidak berbeda
dengan apa yang kita dapatkan dari para ulama sekarang ini. Dengan mengacu pada
Al-Qur’an dan Hadits, beliau mengajarkan berbagai hal untuk menghadapi segala
kehidupan membentuk pribadi umat menjadi muslim yang sejati dengan mentauhidkan
Allah SWT, berakhlak baik, dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT.
Adapun hal-hal yang membuktikan
adanya penyebaran Islam yang dilakukan pada permulaan abad XVII, antara lain :
1. Naskah Khotbah Jum’at yang terbuat dari kulit
kambing dengan memiliki ukuran 176 X 23 cm. Walaupun terlihat agak sedikit
rusak, namun tulisan dalam naskah tersebut masih terbaca jelas.
2. Kitab Suci Al Qur’an yang terbuat dari kulit kayu
(saih) dengan memiliki ukuran 33 X 24 cm. Karena sudah dimakan usia, kondisi
kitab ini terlihat sobek. Walau demikian kitab Al Qur’an ini masih bisa dibaca
dengan jelas.
3. Kitab Ilmu Fikih yang terbuat dari bahan kulit
kayu (saih) dengan memiliki ukuran 26 X 18,5 cm.
4. Makam Embah Dalem Arief Muhammad yang berada
disebelah selatan Candi Cangkuang. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kerukunan
hidup beragama di Nusantara sudah terbina sejak ratusan tahun yang lalu
Para penduduk Kampung Pulo
berangsur-angsur menganut agama Islam, tapi sebagian kepercayaan lamanya masih
mereka laksanakan. Sebagai contoh, hari Rabu menjadi hari besar bagi mereka,
dan bukan hari Jum’at.
Sumber: http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_barat-candi_cangkuang
|
Makam Embah Dalem Arif
Muhammad. Sumber: http://picture.triptrus.com/image/2014/06/makam-embah-dalem-arif-muhammad.jpeg
|
Di Candi Cangkuang juga terdapat
sebuah museum berikut ulasannya.
Di lokasi ini juga terdapat Museum
Candi Cangkuang. Di museum ini terdapat 16 koleksi naskah kuno yang menggunakan
alas kertas daluang, kertas tradisonal masyarakat pada masa lalu. Naskah-naskah
tersebut secara umum merupakan naskah Islam beraksara Arab, maupun aksara
Pegon. Kondisi naskah-naskah ini hampir sebagian besar rusak. Sampai sejauh
ini, sudah ada upaya perawatan secara tradisonal maupun memanfaatkan teknologi
digital. Di museum ini juga dipaparkan cara pembuatan kertas tradisional
daluang. Terdapat pula foto-foto Candi Cangkuang pada saat pemugaran tahun
1967. Silahkan kunjungi museum ini untuk menambah pengetahuan Anda
tentang dinamika Candi Cangkuang.
Sumber: http://jurnalpopuler.blogspot.co.id/2013/05/jalan-jalan-ke-candi-cangkuang.html
|
Sumber: http://assets.kompas.com/data/photo/2013/07/31/1230502garutkitab2780x390.JPG
|
Saat saya dan teman-teman pergi
ke Candi Cangkuang dalam rangka Observasi Daerah Tujuan Wisata pada tanggal
9-11 November 2015, saat kami pertama kali tiba disana menggunakan bus, kami
berjalan sebentar menuju rakit untuk menyebrang danau supaya dapat sampai di
Candi Cangkuang karena candi ini berlokasi di tengah-tengah pulau dan disamping
danau terdapat persawahan untuk naik rakit tersebut tidak lebih dari 15 menit
kami sudah sampai, dan rakit tersebut harus berisi sekitar 20-30 orang dan
setibanya kami, pertama kami disambut jajanan ringan seperti jagung bakar, toko
souvenirs, dll. Lalu, kami berjalan sebentar untuk menuju Candi Cangkuang, lalu
terdapat Kampung Pulo, kampung ini sangat unik karena hanya memiliki 6 rumah
dan 1 masjid konon melambangkan 6 putri dan 1 putra dari Embah Dalem Arif
Muhammad. Lalu, berjalan lagi dan menaiki beberapa anak tangga, lalu sampailah
kami di Candi Cangkuang, pertama kami berkumpul di sebuah museum dan nantinya
kami akan berdiskusi tentang Candi Cangkuang dan Kampung Pulo kepada tour guide
lokal disana, kami bertanya tentang sejarah Candi Cangkuang dan Kampung Pulo
hingga perkembangannya saat ini. Lalu, kami diperkenankan melihat-lihat museum,
setelah itu kami pergi untuk melihat Candi Cangkuang secara dekat dan masuk
kedalamnya untuk perempuan yang sedang berhalangan tidak diperkenankan masuk ke
dalam Candi Cangkuang dan kami juga melihat makam dari Embah Dalem Arif Muhammad.
Lalu, disana pemandangannya cukup asri. Setelah itu, tur kami selesai dan
melanjutkan perjalanan untuk makan siang, tidak lupa kami berfoto terlebih
dahulu. Lalu, tour guide lokal disana menjelaskan tentang Kampung Pulo dan kami
sempat bercengkrama dengan masyarakat Kampung Pulo. Dan tur kami pun selesai
dan melanjutkan ke destinasi berikutnya. Akomodasi
yang mendukung di destinasi wisata Candi Cangkuang sangat mendukung mulai dari
restoran dan fasilitas pendukung lainnya. Anda tidak akan khawatir repot-repot
mencari restoran karena restoran di objek wisata Candi Cangkuang sudah baik dan
bersih.
Toko souvenirs banyak ditemukan
di destinasi wisata Candi Cangkuang, jalan setapak untuk menuju destinasi Candi
Cangkuang digunakan oleh para pemilik toko souvenirs untuk menjajakan souvenirs-nya
mulai dari replika Candi Cangkuang dengan berbagai macam ukuran dan harga, tas
yang berbentuk anyaman, slyer untuk dikepala, dll.
Setelah berwisata sejarah dan
budaya, kita bisa membeli buah tangan berupa makanan khas Garut, yaitu dodol.
Didekat pintu masuk Candi Cangkuang, ada beberapa toko penjual dodol aneka rasa
dengan harga yang terjangkau.
Saat kami berdiskusi tentang
Candi Cangkuang dengan tour guide lokal.
|
Saat kami berfoto didepan
Candi Cangkuang.
|
PENUTUP
Wisata
sejarah dan budaya di Indonesia dapat kita temui di berbagai daerah di
Indonesia, wisata ini dapat menjadi edukasi bagi para wisatawan yang senang
dengan sejarah. Candi Cangkuang merupakan pilihannya, destinasi wisata ini
berlokasi di Garut, Jawa Barat. Untuk fasilitasnya, Anda akan merasa cukup
puas, Anda akan menemukan beberapa restoran, dan fasilitasnya sudah baik.
Banyak toko souvenirs yang menjualkan barangnya kepada Anda. Bahkan dodol
makanan khas Garut ini dapat Anda temukan di destinasi wisata Candi Cangkuang.
Tetapi, diingat untuk para wisatawan harus tetap menjaga kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: http://jurnalpopuler.blogspot.co.id/2013/05/jalan-jalan-ke-candi-cangkuang.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Cangkuang
http://pariwisata.garutkab.go.id/index.php?mindex=daf_det_budaya&s_name=Pemukiman_Tradisional&id_det=149
http://www.garutonline.8k.com/wisata/situskuno.htm
http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_barat-candi_cangkuang
Selvia
Rizalni
Usaha
Jasa Pariwisata 2014 Kelas B
4423143978
Selvia.rizalni2296@gmail.com
Hahaha baru tau di jakarta ada candi...keren.. Next trip coba ah maen kesana..
ReplyDelete