Sunday, January 3, 2016

TUGAS 5 - OBSERVASI BADUY



PROSES PEMBUATAN GULA MERAH DI BADUY

  Indonesia memiliki ragam budaya yang membuat Indonesia menjadi negeri yang kaya akan kebudayaannya. Beberapa daerah di Indonesia masih sangat kental dan masih menjunjung tinggi peraturan dari para nenek moyangnya, pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan tentang sebuah kampung adat yang berada di provinsi Banten, sebelumnya perkenalkan nama saya Nesya Fadhillah Adrianna, saya merupakan salah satu mahasiswi Universitas di Jakarta pada angkatan 2014 dengan jurusan Usaha Jasa Pariwisata. 

  Belum lama ini, pada tanggal 22-24 Desember 2015 kami para mahasiswa Usaha Jasa Pariwisata mendapatkan tugas observasi ke sebuah desa adat yang terletak di Banten dari mata kuliah Wisata Budaya. Sebelumnya kami mendapatkan tiga pilihan tempat yaitu, Cigugur, Ciptarasa dan Baduy. Kemudian,akhirnya pun angkatan kami memilih untuk mengunjungi Baduy. Kami datang ke Baduy menggunakan transportasi umum yaitu kereta yang menuju Stasiun Rangkasbitung. Kami melakukan perjalanan dimulai dai Stasiun Tanah Abang, kami menggunakan kereta Rangkas Jaya Ekspress dengan harga tiket sebesar Rp 15.000. Jarak yang kami tempuh selama perjalanan dari stasiun Tanah Abang sampai ke Stasiun Rangkasbitung memakan waktu kurang lebih selama 2 jam. Setelah dari Stasiun Rangkasbitung, kami melanjutkan perjalanan menggunakan mobil ELF dari terminal Aweh hingga ke pintu masuk baduy luar yaitu Ciboleger. Perjalanan dari Stasiun Rangkasbitung hingga Ciboleger, menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam. Tibanya di Ciboleger, kalian bisa mempersiapkan segala perbekalan yang kurang sebelum melakukan treckking. Setelah perlengkapan pun siap, kami harus berjalan kaki untuk menuju objek pertama yaitu Baduy Luar dengan waktu kurang lebih 2-3 jam tergantung kekuatan fisik masing-masing orang. Jalur yang kami lewati pun cukup menantang, namun meninggalkan kesan yang sangat dalam. Saya pun menyarankan bagi kalian yang ingin berkunjung ke Baduy jangan saat musim hujan tiba, karena trek nya sangat licin dan cukup berbahaya.

  Selama di Baduy, kami bermalam di baduy luar di desa Marengo. Di desa Marengo ini kehidupan mereka semua tanpa penerangan lampu karena belum ada listrik yang sampai kesana. Masyarakat mereka memang sengaja tidak mau menerima bantuan pemerintah dalam hal listrik, karena masyarakat mereka telah lama memegang adat mereka dari para nenek moyang terdahulunya. Ketika disana kami mencari data observasi mulai dari tentang bahasa, agama, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian, dll. Untuk melengkapi data observasi yang harus kami lengkapi, kami dipisah menjadi beberapa kelompok agar memudahkan kami mencari data yang spesifik dan jelas. Saat itu saya mendapatkan kelompok sistem mata pencaharian. Mata pencaharian masyarakat baduy mayoritas adalah petani, namun petani disini bukan hanya petani padi tetapi petani gula, petani buah-buahan ataupun petani sayuran. Selain menjadi petani, beberapa masyarakat Baduy juga bermata pencaharian sebagai wirausaha dengan cara menjual hasil kerajian tangan masyarakat baduy contohnya adalah kain tenun,gelang,baju, dan yang paling khas adalah madu hitam.
Gambar 1.1 Lodong

  Salah satu mata pencaharian masyarakat baduy yang akan saya bahas, adalah petani gula aren. Di daerah baduy, sangat mudah ditemukan pohon aren yang dapat diambil airnya sebagai gula aren. Dalam bahasa Baduy, gula aren berarti gula kawung. Dalam masyarakat mereka gula aren merupakan salah satu mata pencaharian pokok mereka juga. Untuk membuat gula kawung, mereka harus memanjat pohon aren untuk mengambil airnya. Air tersebut dalam bahasa Baduy bernama air nila. Biasanya air nila diambil sehari dua kali, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Hasil dari air nila di tampung di dalam bambu yang disebut dengan lodong. Satu buah lodong biasanya menghabiskan waktu  kurang lebih sekitar 10 jam.


  Selanjutnya setelah itu air nila tersebut ditampung didalam kuali besar, direbus diatas api bara besar lalu dihaduk tanpa berhenti searah dengan jarum jam hingga kental. Jika sudah kental dan susah diaduk, tandanya air nila sudah siap untuk dicetak. Untuk mencetaknya, masyarakat baduy masih menggunakan alat tradisional yaitu menggunakan cetakan dari batok kelapa ataupun kayu yang berbentuk bulat (ada juga yang semacam alat bermain congklak). Lama mencetaknya kurang lebih 5-10 menit untuk menunggu sampai gulanya kering.
Gambar 1.2 Alat cetak gula merah
Dalam proses pembuatannya, gula kawung ini dilakukan tidak didalam rumah, melainkan di saung yang letaknya tidak jauh dari kebun atau di saung dekat halaman rumah mereka. Hal ini dilakukan karena untuk membuat gula kawung ini membutuhkan api yang besar. karena jika dilakukan didalam rumah, sangat bahaya karena takut terjadinya kebakaran dan asapnya pun bisa mengganggu tetangga. 

  Air nila Gula kawung dari Baduy ini banyak dicari orang, konon karena rasa manis dari gula kawung ini memiliki rasa yang khas. Gula kawung dijual di pengumpul (reseller) lalu dijual kembali ke konsumen atau bisa juga dijual dengan cara langsung ke konsumen. gula kawung dijual dengan harga 5000-6000 rupiah/hulu atau /bundaran. Masyarakat baduy luar ini lebih sering menjual ke konsumen mulai dari pintu masuk Ciboleger, karena konon menurut mereka kandungan manis serta air dalam gula aren mereka ini bermanfaat mencegah lapar bagi para konsumen yang memakannya serta menahan dahaga jika kita merasa kehausan.
Gambar 1.3 Wajan untuk mengolah air nila hingga menjadi mengental

  Mungkin hanya itu saja yang dapat saya ceritakan mengenai pengalaman saya selama berkunjung di Desa Adat Baduy, semoga informasi yang saya sampaikan dalam cerita ini dapat menjadi manfaat untuk para pembaca dan jika ada yang kurang dalam tulisan, saya mohon maaf.



Nesya Fadhillah Adrianna
4423143911 
UJP A 2014
Universitas Negeri Jakarta

13 comments:

  1. Perbedaan gula aren yang di produksi di baduy sama gula aren pada umumnya itu terdapat di lingkup saat memasaknya yah? Atau ada hal lain yang membedakan antara gula aren yang dibuat pada suku baduy dengan gula aren pada umumnya?

    ReplyDelete
  2. Terimakasih sonya untuk komentarnya, Untuk proses pembuatannya masih sama seperti pada umumnya, namun di baduy masih menggunakan peralatan yang masih alami. Dan untuk rasa gulanya pun berbeda dengan gula yang ada di pasar. Bentuknya pun lebih besar gula baduy

    ReplyDelete
  3. Jadi secara singkat air nila yang dihasilkan dari pohon Aren tersebut lah yang banyak dipergunakan karena saya baru mengetahui bahwa air tersebut memiliki fungsi untuk menahan dahaga dan dapat mencegah rasa lapar. Terima kasih atas infonya

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya terima kasih juga mega untuk komentarnya, semoga bermanfaat ya :)

      Delete
  4. Artikel ini sangat menarik untuk dibaca serta menambah wawasan kita mengenai sekilas kehidupan di suku Baduy .
    Tetapi saya penasaran apakah dengan mata pencaharian sebagai petani gula aren sudah mencukupi kebutuhan masyarakat baduy itu sendiri ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih kak isna sudah berkomentar, Untuk mata pencaharian masyarakat baduy bukan hanya terpaku sbg petani gula aren. Biasanya mereka juga wirausaha di setiap rumahnya

      Delete
  5. Artikel ini sangat menarik untuk dibaca serta menambah wawasan kita mengenai sekilas kehidupan di suku Baduy .
    Tetapi saya penasaran apakah dengan mata pencaharian sebagai petani gula aren sudah mencukupi kebutuhan masyarakat baduy itu sendiri ?

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. dengan ada nya artikel ini dapat menambah wawasan saya bagaimana masyarakat baduy memanfaatkan alam nya untuk membuat gula merah
    apakah keistimewaan gula merah produksi masyarakat baduy di bandingkan dengan gula merah di daerah lain?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih amin atas komentarnya,
      Gula merah khas baduy masih dibuat dengan proses tradisonal yg membuat rasa gulanya pun khas. Gula ini di buat dengan kayu bakar dan dibungkus dengan daun, biasanya dibungkus dengan daun jati. Jadi dg hal tersebut gula merah khas baduy memiliki keistimewaan sendiri

      Delete
  8. Dari artikel ini jadi bisa tau sedikit kebudayaan dan mata pencaharian dari suku baduy. Sebelumnya saya pikir mereka cuma hidup dari apa yang mereka tanam dan buat sendiri, ternyata mereka juga punya hubungan sosial ekonomi yang luas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas komentarnya. Iya masyarakat baduy masih memiliki hubungan sosial dan ekonomi yang luas. Terutama utk masyarakat baduy luarnya

      Delete
  9. Tapi gula merahnya masih kalah manis sama si penulisnya😊

    ReplyDelete