Sunday, January 3, 2016

TUGAS 5 - OBSERVASI BADUY

Halo dunia! halo kawan-kawan insan pariwisata! Perkenalkan nama saya Garin Girindra Dwi Saputra, saya biasa di panggil garin, gar, rin, atau gege. Saya merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang dilahirkan 19 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 9 Mei di DKI Jakarta. Saya adalah mahasiswa semester 3 jurusan pariwisata di Universitas Negeri Jakarta, di semester 3 ini merupakan semester yang bisa dikatakan cukup berat dan cukup menguras tenaga, pikiran dan juga batin karena banyaknya tugas yang menumpuk di semester ini, dan pada kesempatan ini saya akan menceritakan pengalaman saya di sebuah desa adat yang mungkin sudah banyak orang yang tau tentang desa adat ini, desa adat tersebut adalah desa adat Baduy yang terletak di wilayah Banten, saya pergi ke desa adat tersebut untuk melaksanakan observasi untuk tugas UAS pemanduan wisata Budaya. Saya berangkat ke desa adat Baduy bersama teman-teman satu angkatan saya di jurusan pariwisata, untuk menuju ke desa adat Baduy cukuplah mudah, kalian bisa menuju kesana dengan menggunakan kereta api ataupun bus. Sebelum berangkat, saya dan teman-teman terlebih dahulu menghubungi seorang tour guide yang merupakan warga Baduy yaitu Kang Arji untuk menjemput dan menemani kami selama berada disana. Untuk perjalanan kali ini, saya dan teman-teman saya menggunakan kereta api dan memesan tiket untuk berangkat dari stasiun Tanah Abang dengan jurusan menuju Rangkas Bitung menggunakan kereta api “Rangkas Jaya” dengan harga 15 ribu rupiah saja, cukup murah bukan? Lama perjalanan dari stasiun Tanah Abang menuju ke stasiun Rangkas Bitung memakan waktu sekitar 2 jam saja. Setelah sampai di stasiun Rangkas Bitung, kemudian saya dan teman-teman menuju ke desa Ciboleger ditemani oleh Kang Arji dengan menggunakan angkutan umum berupa minibus elf dengan harga sekitar 30 ribu rupiah per orang untuk sekali berangkat dan bisa menampung sekitar 15 orang, namun jika kalian ingin menyewa minibus tersebut maka harganya pun bisa sedikit lebih murah dengan harga 800 ribu per minibus untuk pulang pergi kemudian saya dan teman-teman memutuskan untuk menyewa 4 minibus, karena kami berjumlah sekitar 60 orang. Untuk mencapai desa Ciboleger dari stasiun Rangkas Bitung dengan menggunakan minibus akan memakan waktu selama kurang lebih 1 jam 30 menit, sesampainya di desa Ciboleger saya dan teman-teman mulai berjalan kaki dengan ditemani Kang Arji dan Kang Arja untuk menuju ke Baduy luar tepatnya desa Kanekes untuk meminta izin ke Jaro atau perangkat desa adat Baduy atau jika di kota biasa disebut lurah. Setelah meminta izin, kita dipersikahkan untuk mengisi buku tamu. Sebelum berangkat menuju homestay, saya dan teman-teman terlebih dahulu berdiskusi tentang desa adat Baduy dengan bapak Jaro, dalam diskusi tersebut kami dijelaskan sedikit tentang desa adat Baduy dan dipersilahkan untuk bertanya tentang apapun mengenai desa adat Baduy. Setelah selesai berdiskusi saya dan teman-teman langsung menuju ke homestay yang terletak di desa Marengo dan menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama 20 menit, di perjalanan ini lah saya melihat sosok Kang Arja yang merupakan warga asli Baduy dalam, seorang pria paruh baya yang memakai baju khas Baduy dalam yang berwarna hitam dengan celana hitam juga, menggunakan udeng berwarna putih yang juga ciri khas  Baduy dalam dan berjalan tanpa alas kaki. Bagi saya yang masih muda, jalur yang saya dan teman-teman lalui merupakan jalur yang diisi batu-batuan serta tanah merah itu cukup melelahkan dan membuat kaki sakit walaupun saya menggunakan alas kaki, tak terbayang bagaimana rasanya jika menjadi sosok Kang Arja yang sudah paruh baya dan tidak memakai alas kaki melewati jalur tersebut, mungkin beliau sudah biasa melewatinya sehingga sepertinya beliau baik-baik saja dan tenaga beliau tidak begitu terkuras. Di tengah perjalanan, Kang Arja sempat memetik sehelai daun dari sebuah pohon dan berkata bahwa daun tersebut bisa digunakan untuk mengobati penyakit kulit, mendengar perkataan beliau saya dan teman-teman menjadi takjub dengan sosok Kang Arja, yang mewakili sosok orang Baduy dalam yang tak pernah melalui pendidikan formal namun pengetahuan nya tentang alam sangat luar biasa. Sesampainya di desa Marengo, saya dan teman-teman pun langsung menaruh barang-barang dan beristirahat di homestay masing-masing. Saya kemudian mencoba mengobrol dengan Kang Arja dan bertanya-tanya tentang Baduy, namun sepertinya beliau kurang mengerti atau mungkin sedikit lupa Bahasa Indonesia sehingga tidak begitu banyak pertanyaan saya yang terjawab, namun Kang Arja tetaplah sosok yang ramah dan murah senyum karena saat mengobrol dengannya beliau selalu sempat tersenyum. Hari pun mulai sore dan saya pun pergi untuk mandi di sungai yang ada di belakang homestay saya, setelah selesai mandi saya kembali ke homestay untuk tidur karena saya cukup mengantuk karena berjalan cukup jauh, saya pun terbangun malam hari sekitar pukul 7 kemudian saya keluar homestay dan melihat Kang Arja sudah tidak berada di desa Marengo lagi, kemungkinan dia sudah pulang pada saat saya mandi. Keesokan harinya saya dan teman-teman sudah bersiap-siap sejak pukul 6 pagi untuk pergi menuju ke desa Cibeo di Baduy dalam dan Kang Arja pun juga sudah siap untuk mengantar kami ke desa Cibeo. Kami pun memulai perjalanan sekitar jam 7 dan menempuh jalur yang cukup ekstrim seperti naik gunung, Kang Arja terlihat memimpin jalan di paling depan rombongan kami. Saya dan teman-teman menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam dan sampai di desa Cibeo di Baduy dalam sekitar pukul 12 siang, lalu kami semua berisitirahat dan makan siang di rumah Kang Arja, sebelum makanan dibagikan kami pun disuguhi buah durian oleh Kang Arja. Memang warga Baduy kebanyakan penghasilannya dari buah durian, tak terkecuali Kang Arja, dan rasa durian disana sangat enak dan juga manis karena Kang Arja berkata kalau durian-durian di Baduy ini matang di pohon sehingga buah durian ini jatuh sendiri dan tidak perlu susah-susah untuk mengambilnya dan rasanya pun akan lebih enak daripada durian yang biasanya. Setelah selesai beristirahat kami langsung memulai diskusi dengan Jaro dari desa Cibeo dan dijelaskan mengenai budaya yang ada di Baduy dalam. Setelah diskusi selesai, kami pun langsung kembali menuju desa Marengo untuk kembali beristirahat, rasanya sangat melelahkan harus kembali menempuh perjalanan yang sangat berat namun kami harus tetap semangat, masa kami kalah sama Kang Arja sih. Di perjalanan pulang Kang Arja kembali menemani kami dan memimpin jalan karena beliau lah yang mengetahui jalur mana yang harus dilalui karena kami akan melewati jalur yang sedikit berbeda dari jalur berangkat, alhasil perjalanan pun menjadi lebih cepat 1 jam dari perjalanan berangkat, saya pun kembali dibuat kagum oleh Kang Arja. Sesampainya di desa Marengo saya pun beristirahat di homestay dan kembali mengobrol dengan Kang Arja, saya bertanya pada beliau kemarin pulang jam berapa, kemudian Kang Arja menjawab dia pulang sekitar jam setengah 6, saya pun kaget dan bertanya memangnya Kang Arja masih bisa melihat karena setengah 6 sudah lumayan gelap menurut saya dan perjalanan yang ditempuh juga cukup lama karena saat tadi berangkat saja memakan waktu kurang lebih 5 jam, lalu Kang Arja berkata dia masih bisa melihat jalan, lalu saya bertanya lagi beliau sampai dirumah jam berapa, saya lebih kaget lagi ketika beliau menjawab kalau dia sampai dirumah sekitar jam setengah 7, wow saya dan teman-teman yang masih muda dan segar saja butuh waktu 5 jam untuk sampai ke rumah Kang Arja, tapi Kang Arja yang paruh baya hanya butuh waktu 1 jam dan itupun malam dan beliau tak memakai alas kaki sama sekali, sunggu sosok yang hebat memang Kang Arja, saya sangat salut dan kagum kepada beliau. Keesokan harinya tiba saatnya bagi saya dan teman-teman untuk pulang ke Jakarta dan itu berarti saya dan teman-teman akan berpisah dengan Kang Arja, agak sedikit berat saya rasa untuk berpisah dengan Kang Arja, apalagi keramahan dan sifat murah senyum beliau. Saya dan teman-teman pun bergegas untuk pergi kembali ke desa Ciboleger dan menunggu minibus menjemput, Kang Arja pun kembali menemani saya sampai ke desa Ciboleger dan tidak bisa menemani sampai ke stasiun karena beliau sebagai orang Baduy dalam dilarang untuk naik kendaraan apapun. Sesampainya di desa Ciboleger minibus kami pun telah menjemput, lalu saya dan teman-teman berpamitan pada Kang Arja dan saya menyempatkan untuk berfoto bersama Kang Arja untuk kenang-kenangan.

Begitulah singkatnya cerita saya saat berada di desa adat Baduy dan juga tentang sosok Kang Arja, lelaki asal Baduy dalam yang kuat, sangat baik hati, dan juga murah senyum yang membuat saya kagum selama berada di desa adat Baduy. Sekian cerita dari saya, semoga dapat menginspirasi kawan-kawan insan pariwisata se-Indonesia, wassalam!
Foto Bersama Kang Arja


Garin Girindra Dwi Saputra
4423143943
Usaha Jasa Pariwisata (A) 2014
Universitas Negeri Jakarta

No comments:

Post a Comment