Sunday, January 3, 2016

T5_Observasi Baduy_Raja Nurasima

”Pakaian Orang Baduy Dalam”

Suku baduy merupakan salah satu suku asli Banten dengan jumlah penduduk suku baduy sekitar 5000-8000 orang. Lokasi suku baduy berada di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kenkes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat luar dan berawal dari sebutan para peneliti. Peneliti menyamakan mereka dengan kelompok masyarakat yang berpindah atau nomaden. Pada sejarah “baduy” diberikan oleh pemerintahan kesultanan banten, ketika itu masyarakat asli Banten enggan menerima ajaran islam mereka menolak dan diasingkan ke daerah pedalaman.
Namun orang suku baduy lebih senang dengan sebutan lain untuk mereka yaitu “urang kenakes” atau dalam artinya orang kenakes berdasarkan asal daerah mereka yang tinggal di Kenakes.
                                              Gambar 1. Pakaian orang Baduy dalam. 
sumber : http://sukubaduydalam2.blogspot.com/
Masyarakat Baduy dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Baduy dalam dan Baduy luar. Pada dasarnya pakaian adat yang dikenakan oleh keduanya sama, hanya saja pakaian yang dikenakan oleh suku Baduy Dalam berwarna putih sebagai perlambang kesucian, sementara pakaian yang dikenakan suku Baduy Luar berwarna hitam. Untuk memenuhi kebutuhan sandangnya masyarakat suku Baduy melakukan penanaman biji kapas, memanen, memintal, dan menenun sendiri kain yang digunakan sebagai bahan pakaian.
Pakaian yang dikenakan oleh kaum pria suku Baduy Dalam berupa baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang. Hal ini dikarenakan penggunaannya hanya disangsangkan atau dilekatkan di badan. Desain baju sangsang cukup sederhana yaitu hanya dilubangi pada bagian leher sampai bagian dada, tanpa kerah, tanpa kancing dan tanpa kantong baju. Pembuatan baju adat ini hanya boleh dilakukan dengan tangan dan tidak boleh dijahit dengan mesin. Bahan yang digunakan pun harus terbuat dari benang kapas asli yang ditenun.
Penggunaan baju sangsang ini dipadukan dengan kain sarung berwarna biru kehitaman, yang hanya dililitkan pada bagian pinggang dan diikat dengan selembar kain agar tidak terlepas. Ciri khas yang terdapat pada pakaian adat Baduy Dalam adalah penggunaan ikat kepala berwarna putih yang berfungsi untuk menutup rambut mereka yang panjang. Pemilihan warna putih pada pakaian adat suku Baduy Dalam mengandung makna bahwa kehidupan mereka masih suci dan belum terpengaruh budaya luar. Pada bagian bawah atau celana, Suku Baduy hanya menggunakan kain bewarna biru kehitaman yang dililitkan pada bagian pinggang. Celana ini diikat dengan selembar kain yang berfungsi sebagai ikat pinggang. Bagi masyarakat Baduy Dalam maupun Luar biasanya jika hendak bepergian selalu membawa senjata berupa golok yang diselipkan di balik pinggangnya serta dilengkapi dengan membawa tas kain atau tas koja yang dicangklek (disandang) di pundaknya. 
-          Ikat kepala disebut romal, iket, atau telekung
-          Baju disebut jamang sangsang atau kutung
-          Sejenis kain sarung yang digunakan sebagai pakaian bagian bawah disebut aros
-          Selembar kain yang mengikat kain disebut beubeur
Kaum pria Baduy Dalam menggunakan celana dalam.

      Gambar 2. Kaum perempuan Baduy Dalam. sumber http://tugaskab.blogspot.co.id/2013/01/kearifan-lokal-suku-baduy.html

Untuk kaum perempuan Suku Baduy Dalam pakaian yang mereka gunakan juga berwarna putih, pakaian adatnya hanya berupa kain atau semacam sarung bewarna biru kehitam-hitaman. Kain ini berupa kebaya dengan motif batik yang dipakai dari tumit hingga ke dada. Perbedaan yang paling mencolok terlihat jika pakaian ini dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan belum. Jika yang sudah menikah baju terlihat terbuka di bagian dada sedangkan untuk perempuan yang belum menikah maka bagian dada akan tertutup.
-          Kain yang menutupi tubuh bagian atas disebut kemben
-          Kain yang menutupi tubuh bagian bawah disebut lunas
Bagi kalangan orang tua, mereka hanya menggunakan lunas untuk menutup dari bagian dada hingga kebawah. Perempuan Baduy Dalam, mereka tidak menggunakan pakaian dalam.

Untuk memenuhi kebutuhan pakaiannya, masyarakat suku Baduy menenun sendiri yang dikerjakan oleh kaum wanita. Dimulai dari menanam biji kapas, kemudian dipanen, dipintal, ditenun sampai dicelup menurut motifnya khasnya. Penggunaan warna pakaian untuk keperluan busana hanya menggunakan warna hitam, biru tua dan putih. Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam dengan garis-garis putih, sedangkan selendang berwana putih, biru, yang dipadukan dengan warna merah. Semua hasil tenunan tersebut umumnya tidak dijual tetapi dipakai sendiri.
Bertenun biasanya dilakukan oleh wanita pada saat setelah panen. Jenis busana yang dikerjakan antara lain, baju, kain sarung, kain wanita, selendang dan ikat kepala. Selain itu, ada kerajinan yang dilakukan oleh kalangan pria di antaranya adalah membuat golok dan tas koja, yang terbuat dari kulit pohon teureup atau pun benang yang dicelup. 

Bagi masyarakat Baduy pakaian tidak hanya berfungsi melindungi tubuh saja, melainkan sebagai identitas budaya. Tidak heran jika hanya dengan melihat model, potongan dan cara berbusananya saja, secara sepintas orang akan tahu bahwa itu adalah suku Baduy. Mereka mempercayai bahwa pakaian diwariskan oleh nenek moyang mereka untuk dijaga. penggunaan warna pakaian untuk keperluan busana hanya menggunakan warna hitam, biru tua dan putih. Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam dengan garis-garis putih. Untuk pakaian bepergian, biasanya wanita Baduy memakai kebaya, kain tenunan sarung berwarna biru kehitam-hitaman, karembong, kain ikat pinggang dan selendang. Warna baju untuk Baduy Dalam adalah putih dan bahan dasarnya dibuat dari benang kapas yang ditenun sendiri.

Terima kasih telah membaca postingan ini. setelah dibaca, mohon di komentari ya. Terima Kasih :)


Sumber

Nama : Raja Nurasima
Nim : 4423143944
Usaha Jasa PariwisataUniversitas Negeri Jakarta

No comments:

Post a Comment