”Pakaian
Orang Baduy Dalam”
Suku baduy merupakan salah satu suku asli Banten dengan
jumlah penduduk suku baduy sekitar 5000-8000 orang. Lokasi suku baduy berada di
kaki pegunungan Kendeng, Desa Kenkes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Banten.
Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh
masyarakat luar dan berawal dari sebutan para peneliti. Peneliti menyamakan
mereka dengan kelompok masyarakat yang berpindah atau nomaden. Pada sejarah
“baduy” diberikan oleh pemerintahan kesultanan banten, ketika itu masyarakat
asli Banten enggan menerima ajaran islam mereka menolak dan diasingkan ke
daerah pedalaman.
Namun orang suku baduy lebih senang dengan sebutan lain untuk mereka yaitu “urang kenakes” atau dalam artinya orang kenakes berdasarkan asal daerah mereka yang tinggal di Kenakes.
Namun orang suku baduy lebih senang dengan sebutan lain untuk mereka yaitu “urang kenakes” atau dalam artinya orang kenakes berdasarkan asal daerah mereka yang tinggal di Kenakes.
Gambar 1. Pakaian
orang Baduy dalam.
sumber : http://sukubaduydalam2.blogspot.com/
Masyarakat
Baduy dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Baduy dalam dan Baduy luar. Pada
dasarnya pakaian adat yang dikenakan oleh keduanya sama, hanya saja pakaian
yang dikenakan oleh suku Baduy Dalam berwarna putih sebagai perlambang
kesucian, sementara pakaian yang dikenakan suku Baduy Luar berwarna hitam.
Untuk memenuhi kebutuhan sandangnya masyarakat suku Baduy melakukan penanaman
biji kapas, memanen, memintal, dan menenun sendiri kain yang digunakan sebagai
bahan pakaian.
Pakaian
yang dikenakan oleh kaum pria suku Baduy Dalam berupa baju lengan panjang yang
disebut jamang sangsang. Hal ini dikarenakan penggunaannya hanya disangsangkan
atau dilekatkan di badan. Desain baju sangsang cukup sederhana yaitu hanya
dilubangi pada bagian leher sampai bagian dada, tanpa kerah, tanpa kancing dan
tanpa kantong baju. Pembuatan baju adat ini hanya boleh dilakukan dengan tangan
dan tidak boleh dijahit dengan mesin. Bahan yang digunakan pun harus terbuat
dari benang kapas asli yang ditenun.
Penggunaan
baju sangsang ini dipadukan dengan kain sarung berwarna biru kehitaman, yang
hanya dililitkan pada bagian pinggang dan diikat dengan selembar kain agar
tidak terlepas. Ciri khas yang terdapat pada pakaian adat Baduy Dalam adalah
penggunaan ikat kepala berwarna putih yang berfungsi untuk menutup rambut
mereka yang panjang. Pemilihan warna putih pada pakaian adat suku Baduy Dalam
mengandung makna bahwa kehidupan mereka masih suci dan belum terpengaruh budaya
luar. Pada bagian bawah atau celana, Suku Baduy
hanya menggunakan kain bewarna biru kehitaman yang dililitkan pada bagian
pinggang. Celana ini diikat dengan selembar kain yang berfungsi sebagai ikat
pinggang. Bagi masyarakat Baduy Dalam maupun Luar biasanya jika hendak
bepergian selalu membawa senjata berupa golok yang diselipkan di balik
pinggangnya serta dilengkapi dengan membawa tas kain atau tas koja yang
dicangklek (disandang) di pundaknya.
-
Ikat kepala disebut
romal, iket, atau telekung
-
Baju disebut jamang
sangsang atau kutung
-
Sejenis kain sarung
yang digunakan sebagai pakaian bagian bawah disebut aros
-
Selembar kain yang
mengikat kain disebut beubeur
Kaum pria Baduy Dalam menggunakan celana dalam.
Gambar 2. Kaum perempuan Baduy Dalam. sumber http://tugaskab.blogspot.co.id/2013/01/kearifan-lokal-suku-baduy.html
Untuk kaum perempuan Suku Baduy Dalam pakaian yang mereka
gunakan juga berwarna putih, pakaian adatnya hanya berupa kain atau semacam
sarung bewarna biru kehitam-hitaman. Kain ini berupa kebaya dengan motif batik
yang dipakai dari tumit hingga ke dada. Perbedaan yang paling mencolok terlihat
jika pakaian ini dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan belum. Jika yang
sudah menikah baju terlihat terbuka di bagian dada sedangkan untuk perempuan
yang belum menikah maka bagian dada akan tertutup.
-
Kain yang menutupi
tubuh bagian atas disebut kemben
-
Kain yang menutupi
tubuh bagian bawah disebut lunas
Bagi kalangan orang tua, mereka hanya menggunakan lunas untuk
menutup dari bagian dada hingga kebawah. Perempuan Baduy Dalam, mereka tidak
menggunakan pakaian dalam.
Untuk
memenuhi kebutuhan pakaiannya, masyarakat suku Baduy menenun sendiri yang
dikerjakan oleh kaum wanita. Dimulai dari menanam biji kapas, kemudian dipanen,
dipintal, ditenun sampai dicelup menurut motifnya khasnya. Penggunaan warna
pakaian untuk keperluan busana hanya menggunakan warna hitam, biru tua dan
putih. Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam
dengan garis-garis putih, sedangkan selendang berwana putih, biru, yang
dipadukan dengan warna merah. Semua hasil tenunan tersebut umumnya tidak dijual
tetapi dipakai sendiri.
Bertenun biasanya dilakukan oleh
wanita pada saat setelah panen. Jenis busana yang dikerjakan antara lain, baju,
kain sarung, kain wanita, selendang dan ikat kepala. Selain itu, ada kerajinan
yang dilakukan oleh kalangan pria di antaranya adalah membuat golok dan tas
koja, yang terbuat dari kulit pohon teureup atau pun benang yang dicelup.
Bagi
masyarakat Baduy pakaian tidak hanya berfungsi melindungi tubuh saja, melainkan
sebagai identitas budaya. Tidak heran jika hanya dengan melihat model, potongan
dan cara berbusananya saja, secara sepintas orang akan tahu bahwa itu adalah
suku Baduy. Mereka mempercayai bahwa pakaian diwariskan oleh nenek moyang
mereka untuk dijaga. penggunaan warna pakaian untuk keperluan busana hanya
menggunakan warna hitam, biru tua dan putih. Kain sarung atau kain wanita
hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam dengan garis-garis putih. Untuk pakaian
bepergian, biasanya wanita Baduy memakai kebaya, kain tenunan sarung berwarna
biru kehitam-hitaman, karembong, kain ikat pinggang dan selendang. Warna baju
untuk Baduy Dalam adalah putih dan bahan dasarnya dibuat dari benang kapas yang
ditenun sendiri.
Terima kasih telah membaca postingan ini. setelah dibaca, mohon di komentari ya. Terima Kasih :)
Sumber
Nama : Raja Nurasima
Nim : 4423143944
Usaha Jasa PariwisataUniversitas
Negeri Jakarta
No comments:
Post a Comment