Sunday, January 3, 2016

T3_Raja Nurasima_Tanjung Pinang_Pariwisata Sejarah dan Budaya Indonesia

”Wisata Budaya Melayu di Pulau Penyengat”
Tanjung Pinang, mungkin tidak banyak orang mengetahui dimana letak kota tersebut. Ada pula, yang merasa aneh ketika mendengar nama kota tersebut. Ketika orang yang tidak mengetahui daerah tersebut, maka mereka akan langsung berkata “dimana tuh?” “hah? Jauh banget” “oh, yang deket Malaysia itu?”. Kurang lebih orang-orang akan berkata demikian, untuk mengekspresikan apa yang mereka pikirkan saat mendengar kata Tanjung Pinang.  Tanjung Pinang terletak di provinsi Kepulauan Riau. Kebanyakan masyarakat Indonesia lebih mengetahui Batam yang merupakan salah satu kota di Kepulauan Riau. Padahal ibukota dari provinsi Kepulauan Riau adalah Tanjung Pinang. Kota Tanjung Pinang ini memiliki sejarah yang cukup panjang. Yaitu dimulai dari zaman sebelum kemerdekaan Indonesia.
                          Gambar 1. Tugu Raja Haji Fisabilillah ikon kota Tanjung Pinang
Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Riau. Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga. Tanjung Pinang terletak di koordinat 0º5′ Lintang Utara; 104º27′ Bujur Timur. Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja di sebelah utara; negara Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat di timur; Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi di selatan; Negara Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau di sebelah barat.
Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana sekitar 95% – nya merupakan lautan dan hanya sekitar 5% merupakan wilayah darat.
Sebelum kemerdekaan, Kota Tanjungpinang berasal dari Kerajaan Melayu yang didirikan sekitar Abad XVI. Menurut sejarah pusat pemerintahan berkedudukan di Pulau Penyengat, sekarang ini menjadi lokasi pariwisata budaya sebagai pusat pengembang budaya melayu. Dengan raja pertama yang memerintah adalah bernama Raja Abdul Rahman. Pada masa pemerintahan raja dari tahun 1722-1911. Raja Abdul Rahman menjalankan dengan adil dan bijaksana, sehingga kesejahteraan rakyatnya meningkat dan selain keberhasilan menjalankan roda pemeritahanya, kawasan ini menjadi terkenal di Nusantara serta kawasan Semenanjung.
                                                                                                  
Kawasan kota ini merupakan bagian dari Kerajaan Melayu, setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugal, Sultan Mahmud Syah menjadikan kawasan ini sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Malaka. Kemudian menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Johor, sebelum diambil alih oleh Belanda terutama setelah Belanda menundukan perlawanan Raja Haji Fisabilillah tahun 1784 di Pulau Penyengat.
Nama Tanjung Pinang , di ambil dari posisi wilayahnya yang menjorok ke laut yang banyak ditumbuhi pohon sejenis pohon pinang. Pohon yang berada di Tanjung tersebut menjadi petunjuk bagi para pelayar yang akan masuk ke sungai Bintan. Tanjung Pinang merupakan pintu masuk ke sungai Bintan, yaitu tempat dimana terdapat kerajaan Bentan.
                                                                          
Sejak abad ke-18, Tanjung Pinang memang sudah menjadi ibu kota bagi beberapa negara, karesidenan, dan provinsi. Kota itu beberapa kali dijadikan pusat pemerintahan Kesultanan Melayu dan Kesultanan Riau-Lingga. Belanda juga menjadikannya sebagai pusat karesidenan yang wilayahnya membentang dari Siantan di Laut Natuna hingga ke wilayah yang kini dikenal sebagai Riau dan Sumatera Utara.
Tanjung Pinang sangat erat dengan budaya melayu karena mayoritas penduduk di kota ini adalah orang melayu. Sehingga tradisi melayu masih sangat terjaga kelestariannya di Tanjung Pinang. Budaya khas melayu seperi bahasa, adat istiadat, kesenian khas melayu, rumah panggung khas melayu, dan kebiasaan-kebiasaan orang melayu. Semuanya masih bisa disaksikan di Tanjung Pinang. Keanekaragaman budaya melayu tersebut terdapat dalam bentuk

1.      Rumah Adat Kepulauan Riau memang sangat kaya dengan keragaman seni dan budayanya, seperti halnya keragaman bentuk dari rumah adat. Salah satu bentuk rumah tradisional masyarakat Kepulauan Riau adalah Limas Potong. Jenis rumah adat melayu yang lain adalah rumah tradisional Belah Bubung. Lain halnya rumah adat di provinsi Riau daratan, rumah tradisionalnya yaitu Rumah Lontik dan Rumah Salaso Jatuh Kembar.
Rumah Limas Potong berbentuk rumah panggung, sebagaimana rumah tradisional di Sumatra pada umumnya. Tingginya sekitar 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Dinding rumah dibuat dari susunan papan warna coklat, sementara atapnya berupa seng warna merah. Kusen pintu, jendela serta pilar anjungan depan rumah dicat minyak warna putih.
Adapun rumah adat Kepulauan Riau lainnya yaitu Belah Bubung. Dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau rumah Bumbung Melayu. Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang Melayu karena bentuk atapnya terbelah. Disebut rumah Rabung karena atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan Belanda, karena bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah Kelenting dan Limas.

2. Seni Tari

Daerah Riau atau secara administratif disebut Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dari mulai sastra, musik, dan tari. Salah satu dari kekayaan Kepri ialah Tari Melemangdan Tari Tandak.

-Tari Melemang
Salah satu tarian tradisional dari Kepulauan Riau yakni Tari Melemang. Menurut sejarahnya tari Melemang berasal dari Tanjung Pisau Negeri Bentan Penaga, kecamatan Bintan. Tarian ini pertama kali dimainkan sekitar abad ke-12. Ketika itu, tari Melemang hanya dimainkan di istana Kerajaan Melayu Bentan yang pusatnya berada dibukit batu, Bintan. Tarian ini hanya dipersembahkan bagi Raja ketika sang Raja sedang beristirahat, karena merupakan istana yang ditarikan oleh para dayang kerajaan. Namun setelah kerajaan Bentan mengalami keruntuhan tari Melemang berubah menjadi tarian hiburan rakyat.Tari melemang biasanya dimainkan oleh 14 penari, diantaranya seorang pemain berperan sebagai Raja, seorang berperan sebagai permaisuri, seorang berperan sebagai puteri, empat orang sebagai pemusik, seorang sebagai penyanyi serta enam orang sebagai penari, mereka menggunakan kostum bergaya melayu sesuai dengan perannya.
- Tari Tandak
Tarian tandak ini merupakan tarian dengan mengkombinasikan nyanyian. Bentuk tariannya berupa pantun yang saling bertimbal-balik antara kelompok pria dan wanita. Lagu atau pantun pada tarian ini berisi tentang hal-hal yang ada di bumi atau mengenai kehidupan sehari-hari manusia. Tari tandak adalah tarian pergaulan yang sangat digemari atau disukai di daerah Riau. Tari ini merupakan gabungan antara seni tari dan sastra, biasanya dipertunjukan pada malam hari.
Tarian ini bertujuan agar pemuda dan pemudi mempunyai kesempatan untuk bertemu. Pertemuan itu kadang-kadang berakhir pada jatuh cinta. Tari Tandak menjadi media silaturahmi tempat bertemunya antara pemuda dan pemudi antar kampung. Banyak pasangan suami istri yang bermula dari pertemuan acara tari Tandak ini namun ada pula yang kisah cintanya tidak direstui pihak keluarga.
Tarian ini juga melambangkan ikatan ikatan yang terjalin antara teman-teman yang berlainan kampung. serta menciptakan rasa aman antar kampung. Dalam tarian ini, semua peserta bebas memilih pasangan. Karena tarian ini merupaka hiburan sekaligus silaturahmi, acara ini banyak dihadiri oleh warga, dari anak kecil hingga orang dewasa. Secara rutin acara tari tandak ini dilaksanakan setiap bulan  Juli-Oktober setiap tahunnya, di mana pada bulan-bulan tersebut para petani usai melaksanakan panen.

3. Senjata Khas Kepulauan Riau
TumbukLada (Badik Tumbuk)
Tumbuk Lada merupakan sejenis senjata tradisional dari daerah Kepulauan Riau yang digunakan para panglima perang dalam pertempuran. Selain itu, Tumbuk Lada atau disebut Badik Tumbuk ini pada zaman dulu juga menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat selain keris di Kepulauan Riau, Deli, Siak dan Semenanjung Tanah Melayu. Panjang pedang ini mencapai satu meter. Pada pangkal sarung Tumbuk Lada terdapat bonjolan bundar yang selalunya dihias dengan ukiran yang dipahat. Sarung senjata ini selalunya dilapis dengan kepingan perak yang diukir dengan pola-pola rumit.Panjang bilah tumbuk lada sekitar 27 cm hingga 29 cm. Lebar bilahnya sekitar 3.5 cm hingga 4 cm. Dari tengah bilah sampai ke pangkalnya terdapat alur yang dalam.Tumbuk Lada digunakan secara menikam, mengiris dan menusuk dalam pertempuran jarak dekat. Ia boleh dipegang dengan dua jenis genggaman yaitu dengan mata keatas ataupun mata ke bawah. Senjata lainnya adalah kelewang, digunakan prajurit tempo dulu.

4. Pakaian Adat Khas Kepri
Pria:
Pakaian pria yang digunakan pria disebut baju teluk belanga. Baju ini dipadankan dengan celana panjang yang disuji. Sehelai kain diikatkan ditengah badan hamper menyentuh lutut. Bagian kepala ditutup dengan destar atau tanjak. Pada hari pernikahan pengantin pria memakai jubah yang dilengkapi celana panjang, kain selempang dan ikat pinggang. Pengantin ini memakai  tutup kepala yg disebut ketu.
Wanita:
Wanita memakai atasan berupa baju kurung dan kain selempang yang telah disuji. Bawahannya adalah kain songket dengan motif yang cantik. Pakaian ini dilengkapi dengan perhiasan berupa anting, gelang dan cincin. Pakaian pengantin dilengkapi baju telepuk dan kain cual. Sanggul kepala dihiasi tusuk cempaka emas dan penutup dahi atau pasiani. Perhiasan lain yang biasa digunakan adalah pending gelang dan cincin terbuat dari emas.

Pusat budaya dan sejarah Melayu di Tanjung Pinang adalah pulau penyengat. Pulau ini terletak 1,50 Km dari kota Tanjung Pinang. Transportasi menuju pulau ini adalah menggunakan perahu motor yang biasa disebut oleh masyarakat sekitar dengan nama pompong. Pompong ini tersedia baik di pelabuhan Tanjungpinang maupun di pelabuhan Penyengat yang melayani penumpang dari pagi yaitu sekitar pukul 06.00 WIB sampai dengan malam sekitar pukul 21.00 WIB. Dari Tanjungpinang menuju Pulau Penyengat memerlukan waktu kurang lebih 15 menit perjalanan yang ditempuh dengan pompong. Ongkos untuk para penumpang pompong berbeda, yaitu apabila warga Pulau Penyengat dikenakan ongkos sebesar Rp. 1000,- sampai dengan 1500,- tetapi apabila pengunjung akan dikenakan ongkos sebesar Rp. 2000,-. Namun apabila ada pesta perkawinan ataupun khitanan di Pulau Penyengat dan kebetulan banyak warga Tanjungpinang yang menjadi undangan, maka para undangan yang datang dari luar Penyengat tidak dipungut bayaran karena tuan rumah telah menyediakan kendaraan laut tersebut yaitu dengan jalan menyewa 2 sampai 4 pompong untuk keperluan menjemput dan mengantar para undangan yang datang. Untuk membedakan pompong penumpang dengan pompong yang mempunyai hajat, biasanya di atap depan pompong tersebut diselipkan bunga manggar yaitu sejenis hiasan dari lidi yang dililitkan kertas krep berwarna-warni sebagai tanda agar penumpang tidak keliru. Hiasan ini biasa digunakan oleh masyarakat melayu ketika menyelenggarakan sebuah hajatan, baik hajat perkawinan, khitanan, khatam Al-Quran, dan lain-lain.
Selain itu tempat menunggu penumpangpun dibedakan pula, apabila untuk penumpang umum pompong yang menunggu di pelabuhan depan, sedangkan untuk para undangan di pelabuhan belakang yang berjarak sekitar 100 meter. Adapun alat transportasi di darat yaitu kendaraan berupa becak motor yang dapat dipakai oleh masyarakat setempat dan pengunjung. Rata-rata ongkos becak ini adalah Rp.2000,-. Untuk para pendatang atau wisatawan yang ingin mengunjungi situs-situs bersejarah mereka dikenakan biaya Rp15.000 sekali jalan yang dapat mengelilingi seluruh tempat wisata yang ada di Pulau penyengat.
            Nama Penyengat di berikan kepada pulau ini di karenakan  beberapa waktu yang lalu (sebelum zaman kerajaan) ada beberapa pelaut suku Bugis yang datang mengambil air bersih dan saat itu di serang oleh Penyengat (lebah) yang mengakibatkan 1 orang meninggal dunia. Sejak saat itu, beberapa rekan nya menamakan pulau ini sebagai Pulau Penyengat. Sekarang pulau penyengat telah di jadikan seperti desa wisata karena banyak wisatawan yang mengunjungi pulau ini. Bahkan ada anggapan jika seseorang yang datang ke Tanjung Pinang lalu tidak menyingahi pulau ini. Maka orang tersebut dianggap belu pernah menginjakkan kaki di Kepulauan Riau.
Tempat wisata yang menjadi ikon pulau penyengat adalah Masjid Sultan Riau. Masjid ini berdiri pada tanggal 1 Syawal 1249 H (1832 M) oleh Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Riau VII. Bangunannya megah dan terawat dengan baik. Pesona masjid ini sudah menarik perhatian para pengunjung bahkan ketika masih diperjalanan menuju pulau penyengat karena bangunan masjid yang berwarna kuning mencolok. Walau terkesan tidak lazim untuk bangunan mesjid yang umumnya berwarna putih. Warna kuning sendiri memiliki arti yang sangat dalam bagi Kesultanan Riau yakni lambang kebangsawanan, kejayaan dan kemasyuran. Dan warna kuning juga menjadi warna yang melambangkan ciri khas orang Melayu.
                                   Gambar 2. Masjid Raya Sultan Riau Penyengat
Keistimewaan lain dari Masjid Penyengat adalah memiliki empat pilar yang berfungsi sebagai pengeras saat datang waktu sholat.  Dan ada empat menara yang menghias kubahnya yang berbentuk seperti bawang. Ada dua bangunan kembar di kiri dan kanan depan masjid. Sementara di bagian belakang terdapat sejumlah makam keluarga Sultan. Pesona bangunan masjid ini juga terlihat dari kubah-kubahnya yang berjumlah 17 buah yang merepresentasikan jumlah rakaat shalat 5 waktu.
Masjid Raya Sultan Riau berukuran 18×19,80 m. Berdiri di atas lahan seluas sekitar 55×33 m. Keseluruhan bangunan masjid berwarna kuning. Menurut cerita masyarakat, Sultan memerintahkan menggunakan putih telur untuk memperkuat dinding masjid. Sementara untuk warna menggunakan kuning telur. Tentu saja di butuhkan berton-ton telur yang digunakan untuk mengecat masjid ini agar tampak mencolok. Namun sayang sekali, di zaman sekarang warna masjid yang kuning sudah menggunakan cat.
Adapun daya tarik lain yang membuat Pulau Penyengat selalu dikunjungi oleh para wisatawan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri terutama wisatawan yang datang dari negara Singapura dan Malaysia mereka ingin mengunjungi peninggalan-peninggalan sejarah selain masjid yaitu, bekas istana atau kedaton, makam raja-raja Melayu beserta keluarganya, benteng pertahanan, tempat pemandian puteri, dan lain-lain. Warga Singapura dan Malaysia yang berkunjung ke Penyengat terutama ingin berziarah ke makam Raja-raja. Alasannya Raja-raja yang dimakamkan di Pulau Penyengat adalah raja-raja Melayu yang kekuasaannya mencakup negeri Singapura dan Malaysia. 
                                Gambar 3. Makam para raja yang menjadi tempat ziarah
Tempat yang tak kalah penting untuk dikunjungi adalah makam Raja Ali Haji sang pujangga melayu atau lebih terkenal sebagai pencipta Gurindam Dua Belas. Gurindam dua belas adalah sekumpulan syair yang diciptakan oleh Raja Ali Haji di Pulau Penyengat. Beliau adalah seorang sastrawan di Kepulauan Riau pada masanya dan diakui sebagai salah satu Pahlawan Nasional.
Mengenai sebab-sebab Raja Ali Haji menciptakan gurindam adalah sebagai mas kawin yang diberikan kepada Engku Puteri Hamidah yang tinggal di Pulau Penyengat. Mas kawin ini dipahatkan di batu marmer sebagai bukti rasa cintanya. Raja Ali Haji menulis Gurindam Dua Belas berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Kumpulan pasal-pasal dalam Gurindam Dua Belas ini berisi tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak, kewajiban orang tua, budi pekerti luhur, dan hidup dalam bermasyarakat. Sesuai dengan prinsip gurindam, yaitu larik pertama adalah “syarat” sedangkan larik kedua merupakan “jawab”, larik kedua pada Gurindam Dua Belas menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada seseorang apabila seseorang masuk ke dalam kondisi pada larik pertama. Apabila banyak mencela orang, itulah tanda dirinya kurang berarti bila seseorang berada dalam kondisi sering (banyak) mencela orang lain, berarti ia adalah orang yang kurang baik atau memiliki cacat yang sebenarnya pantas dicela. Gurindam Dua Belas menggunakan Bahasa Melayu yang merupakan dasar dari Bahasa Indonesia.
                                      Gambar 4. Gurindam dua belas pasal pertama
Dalam kata-kata yang termaktub di gurindam tersebut sangat kental sekali nuansa keislaman, dikarenakan gurindam tersebut memang berisi wejangan maupun nasehat yang sangat berguna dan bersifat universal bagi masyarakat, khususnya masyarakat dimana Raja Ali Haji itu tinggal, yaitu masyarakat Melayu. Hal ini dimungkinkan karena dominannya unsur Islam dalam kehidupan bermasyarakat di kebudayaan Melayu sebagai dampak dari lancarnya proses Islamisasi di wilayah tersebut, khususnya kepulauan Riau.
Di pulau Penyengat ini juga terdapat balai adat melayu. Balai Adat merupakan salah satu komponen perangkat adat-istiadat masyarakat melayu. Di Balai Adat biasanya digunakan oleh para tokoh ,cendekiawan, alim ulama, dan masyarakat untuk berkumpul bermusyawarah dan bermufakat serta segala kegiatan yang berhubungan dengan adat. Dahulu pada masa kerajaan, balai adat merupakan salah satu dari tiga komponen perangkat eksistensi dari sebuah kerajaan, yaitu Istana, Masjid, dan Balai Adat.
                         Gambar 5. Balai Adat Melayu Indera Perkasa di pulau Penyengat
Di dalam gedung, kita dapat melihat tata ruang dan beberapa benda perlengkapan adat resam Melayu, serta berbagai perlengkapan atraksi kesenian yang digunakan untuk menjamu tamu-tamu tertentu. Di bagian bawah Balai Adat ini terdapat sumur air tawar yang konon sudah berabad lamanya dan sampai sekarang airnya masih mengalir dan dapat langsung diminum.
                                    Gambar 6. Pelaminan khas melayu di balai adat
Balai adat ini juga biasa digunakan oleh warga pulau penyengat untuk melangsungkan acara pernikahan. Balai adat ini menyediakan pelaminan dan bahkan menyediakan kamar pengantin. Semuanya bernuansa melayu lengkap dengan aksen warna mencoloknya, namun itulah yang menambah semarak pernikahan adat melayu.

Di tengah era modern seperti sekarang ini. Dimana pengaruh globalisasi semakin menjadi musuh kelestarian budaya bangsa. Pulau Penyengat masih menawarkan nostalgia kebesaran Kesultanan Melayu Riau dan juga kebudayaan melayu yang masih sangat terjaga. Di Pulau kecil ini kita bisa mengetahui betapa majunya kerajaan melayu  pada zaman dahulu. Karya-karya agung dalam bidang sastra lahir dari pulau ini. Peninggalan-peninggalan bersejarah masih terawat meskipun usianya sudah tidak muda lagi. Semua dipadukan dengan alam pulau yang asri dengan keramahan penduduk Pulau Penyengat yang melemparkan senyum kepada setiap tamu yang datang.
Sebagai orang-orang yang mendalami kepariwisataan Indonesia. Kisa sebagai mahasiswa pariwisata harus mengetahui setiap potensi wisata Indonesia. Wisata tidak selalu tentang wisata alam yang hanya mengandalkan keindahan pemandangannya saja. Namun, potensi wisata seperti wisata budaya dan sejarah juga harus dikembangkan. Karena wisata budaya dan pendidikan akan memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang keunikan budaya setiap daerah di Indonesia untuk kita semua. Sebagai penutup dari artikel ini, izinkan saya untuk menyampaikan sebuah pantun.
Dari Lingga ke pulau Bintan
Pergi ke pasar membeli buah
Demikianlah informasi saya sampaikan
Mohon maaf atas kata yang salah
Terima kasih J

Sumber :

Nama : Raja Nurasima
Nim : 4423143944
Usaha Jasa Pariwisata
Universitas Negeri Jakarta



No comments:

Post a Comment