Pakaian Adat Masyarakat Baduy Dalam
Assalamualaikum wr.wb
Sebelum membahas tentang tema
yang akan saya jelaskan, saya terlebih dahulu akan memperkenalkan diri saya.
Nama saya adalah Nurul Hakim Aristia dan saya biasa di panggil dengan nama Tyas
oleh semua orang, baik keluarga maupun teman-teman. Jadi jika ada yang
memanggil saya Nurul saya terkadang suka tidak menyadari bahwa yang dipanggil Nurul
itu adalah saya. Bapak Hendro Kustanto selaku ayah saya memberikan nama Tyas
tersebut karena tyas adalah nama orang Jawa dan ayah saya menyukai nama
tersebut sehingga saya memiliki nama panggilan Tyas. Saya tinggal terpisah
dengan ayah saya. Ayah saya karena tuntutan pekerjaan beliau tinggal di
Surabaya. Surabaya adalah kota kelahiran saya, saya dan keluarga pernah sempat
tinggal di Surabaya selama 7 tahun sejak saya lahir sampai saya duduk di bangku
SD kelas 1. Kemudian mama saya mendapatkan tugas untuk pindah tugas ke Jakarta.
Karena ayah saya bekerja, maka beliau tidak bisa ikut. Saya dan keluarga
tinggal di Cipinang. Di Cipinang ini saya tinggal bersama nenek saya. Sejak SD
kelas 2, hingga kuliah ini saya masih tinggal dengan nenek saya. Saya tinggal
ber-empat dengan nenek saya, kakak saya, saya, dan adik saya.
Setelah menceritakan tentang diri saya, kemudian saya
akan membahas tentang perjalanan saya mengunjungi suku Baduy yang berada di
Banten. Saat pertama kali akan diadakan perjalanan menuju suku Baduy, saya sangat
gembira sekali. Saya tahu bahwa suku Baduy itu merupakan salah satu suku
pedalaman di Indonesia yang keberadaannya sangat diminati oleh para wisatawan.
Baduy merupakan suku yang masih sangat memelihara sekali kebudayaan aslinya dan
mereka masih menghormati perintah-perintah nenek moyangnya. Ini menjadi daya
tarik tersendiri oleh para wisatawan yang haus akan sebuah tempat yang masih
asri dan masih primitif.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Baduy, Baduy
menurut para ahli berdasarkan pada penemuan prasati sejarah kemudian ditelusuri
melalui catatan para pelaut Portugis dan Tiongkok dan dihubungkan dengan cerita
rakyat sunda.
Menurut para ahli sejarah masyarakat baduy memiliki
hubungan dengan Kerajaan Pajajaran. Pada saat itu Pangeran Pucuk dari Kerajaan
Pajajaran memerintahkan prajurit pilihan untuk menjaga kelestarian Gunung
Kendeng. Lalu para prajurit bermukim dan bertugas disana. Dengan kesimpulan
bahwa sejarah suku baduy berasal dari pasukan yang diutus oleh Pangeran Pucuk
dan menutup identitas mereka terhadap masyarakat luar agar tidak diketahui oleh
musuh-musuh dari Kerajaan Pajajaran.
Sejarah suku baduy versi dr. Van Tricht yang berkunjung
ke baduy pada tahun 1982 dan megadakan penelitian kesehatan disana berpendapat
bahwa masyarakat suku baduy sudah ada sejak lama dan merupakan masyarakat asli
wilayah tersebut. Dan dahulunya terdapat Raja yang berkuasa di wilayah
tersebut. Bernama Rakeyan Daramasiska untuk memerintyahkan masyarakat baduy
untuk tinggal didaerah tersebut dengan tujuan memlihara kebuyutan (ajaran nenek
moyang) dan menjadikan kawasan tersebut suci atau mandala. Dan sampai sekarang
masyarakat baduy masiyh memegang teguh kepercayaan tersebut.
Itu
sekilas mengenai sejarah Baduy. Saya berserta teman-teman dari Universitas
Negeri Jakarta khususnya jurusan Usaha Jasa Pariwisata melakukan perjalanan ke
Baduy atas berdasarkan perintah dosen kami yaitu Bapak Shobirien untuk
observasi ke suku tersebut. Pertama kami semua bertemu di stasiun Tanah Abang dan
kemudian pada pukul 08.00 WIB kereta RangkasJaya menuju stasiun RangkasBitung
membawa kami. Setelah tiba di RangkasBitung, kami melanjutkan perjalanan kami
dengan menaiki ELF. ELF membawa kami menuju dimana Baduy berada selama 2 jam
dengan akses yang kurang baik. Hampir setiap jalan selalu berlubang dan tidak
jarang ELF kami harus bergantian jalur. Setelah tiba disana, kami harus
menempuh perjalanan dengan jalan kaki selama kurang leih 2 jam. Saat pertama
kali hendak berjalan kaki tersebut, banyak terdapat porter-porter yang
menawarkan jasanya untuk membawakan tas kami yang begitu berat. 1 tas dihargai
berkisar RP.20.000,00. Setelah itu kami tiba di rumah penduduk Baduy luar.
Kemudian kami beristirahat sejenak. Pada saat malam hari nya diadakan diskusi
tanya jawab oleh warga setempat dan dengan mahasiswa mahasiswi UNJ beserta para
dosen. Keesokan harinya kami melanjutkan
perjalanan menuju Baduy dalam yang harus ditempuh dengan berjalan kaki selama 3
jam. Saat sudah tiba di Baduy dalam saya
dan teman-teman melihat masyarakat Baduy dalam dengan pakaian khas mereka.
Saya akan membahas pakaian yang
mereka gunakan. Dilihat dari sisi
pola berbusana yang mereka kenakan antara Orang Baduy dalam dan luar menurut
mereka pada prinsipnya sama. Dalam pandangan Orang Baduy, hal ini diyakini
karena mereka berasal dari satu keturunan yang sama, yang memiliki keyakinan,
tingkah laku, cita-cita, antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Kalaupun
ada sedikit perbedaan dalam berbusana, menurut mereka perbedaan itu hanya
terletak pada bahan dasar, model dan warnanya saja. Meskipun begitu, jika
dilihat dari kepatuhan mereka dalam mengenakan busana yang berbeda tersebut
pastilah mempunyai prinsip yang tak bisa dicampuradukkan.
Dilihat dari sisi pola berbusana yang mereka
kenakan—antara Orang Baduy Tangtu dan Panamping—menurut mereka pada prinsipnya
sama. Dalam pandangan Orang Baduy, hal ini diyakini karena mereka berasal dari
satu keturunan yang sama, yang memiliki keyakinan, tingkah laku, cita-cita,
antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Kalaupun ada sedikit perbedaan
dalam berbusana, menurut mereka perbedaan itu hanya terletak pada bahan dasar,
model dan warnanya saja. Meskipun begitu, jika dilihat dari kepatuhan mereka
dalam mengenakan busana yang berbeda tersebut pastilah mempunyai prinsip yang
tak bisa dicampuradukkan.
Busana
yang dikenakan oleh Orang Baduy Tangtu berwarna putih atau biru. Dengan pola
berpakaian seperti itu, orang Baduy Tangtu yakin bahwa pakaian yang mereka
kenakan dan serba putih polos itu sebagai simbol makna suci bersih atau
kesucian. Sedangkan untuk Orang Baduy Panamping berwarna hitam. Untuk Baduy
Tangtu, pakaian yang biasa digunakan oleh para pria Baduy dicirikan dengan tiga
bagian;
Pertama, dengan
memakai baju lengan panjang yang disebut jamang sangsang. Istilah itu muncul
karena biasanya mereka memakai baju dengan cara disangsangkan atau dilekatkan
di bagian bahu badan. Desain baju sangsang ini hanya dilubangi atau dalam
istilah sunda dicoak pada bagian leher sampai bagian depan dada. Potongan
bajunya tidak memakai kerah, tidak memakai kancing bahkan tidak dilengkapi
dengan kantong baju seperti yang biasa kita pakai.
Kedua, Adapun untuk
pakaian bawahnya, mereka menggunakan kain serupa sarung atau rok yang berwarna
biru kehitaman. Cara memakainya hanya dililitkan pada bagian pinggang yang disebut
dengan aros. Untuk mengencangkannya dan agar tidak melorot, maka sarung tadi
diikat dengan selembar kain. Hal ini dilakukan karena lelaki Baduy Tangtu tidak
mengenakan celana dalam.
Ketiga, Yang
menarik dari busana masyarakat Baduy adalah kekhasannya dalam memakai ikat
kepala berwarna putih untuk orang Baduy Tangtu. Ikat kepala ini berbentuk
segitiga dan berfungsi sebagai penutup rambut mereka yang panjang, kemudian
dipadukan dengan selendang atau hasduk.
Semua pakaian yang
dikenakan oleh orang Baduy dikerjakan secara mandiri oleh mereka tanpa bantuan
tehnologi. Adapun proses pembuatan baju-nya adalah diharuskan hanya menggunakan
tangan dan tidak boleh dijahit dengan mesin, hal ini dilakukan menurut mereka
demi untuk menjaga kealamian tradisi. Dilihat dari bahan dasarnya, busana yang
dipakai orang Baduy terbuat dari benang kapas asli yang ditenun dari serat daun
pelah.
Di samping busana wajib yang dikenakan di
atas, Orang Baduy biasanya selalu membawa tas yang terbuat dari kulit pohon.
Tas itu mereka sebut dengan tas koja yang berfungsi sebagai alat untuk membawa
bekal. Asesoris busana lainnya yang kerapkali dibawa oleh orang Baduy adalah
senjata tajam sejenis golok yang diselipkan di pinggang. Keberadaan golok ini
bagi mereka di samping sebagai alat jaga diri, yang lebih penting dari itu
menurut mereka adalah dalam rangka mempermudah mereka beraktivitas, mengingat
mereka lebih banyak hidup di areal hutan yang membutuhkan keberadaan alat itu.
Sumber : http://didisadili.blogspot.com/
|
Sumber : http://sukubaduydalam2.blogspot.com/
|
kami pada saat itu mengunjungi Baduy dalam tepatnya di desa Cibeo hanya selama kurang lebih satu jam. kemudian kami melanjutkan perjalanan kami kembali ke baduy luar dengan berjalan kaki selama kurang lebih 3 jam. setibanya di Baduy luar tepatnya di homestay kami, kami langsung segera membersihkan badan kami karena sudah berjalan kaki cukup jauh. setelah itu kami beristirahat. keeskokan harinya kami pulang dengan elf lagi dan menaiki kereta rangkasjaya. Demikian sedikit cerita pengalaman saya, semoga informasi yang sudah saya
jelaskan diatas tentang pakaian orang Baduy bermanfaat. Jika adanya
kesalahan mohon dimaafkan. wassalamualaikum wr wb.
Daftar Pustaka
Nurul Hakim Aristia
UJP'14 A
4423143981
aristia.tyas@gmail.com
Terimakasih tyas atas infonya, ini sangat membantu dan bermanfaat terutama untuk orang orang yg belum terlalu mengetahui info ini.
ReplyDeleteMakasih tyas atas infonya
ReplyDeleteNice info lohh, bermanfaat bgt!!
ReplyDeleteJadi tau tentang suku baduy, tulisannya juga ringan dan ngga boring. Bagus bgt!
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThank you for this interesting information Tyas. Mudah untuk dimengerti dan sangat menarik!
ReplyDeletenice!
ReplyDeleteThanks for the information! Jadi lebih tau tentang suku baduy yang ada di indonesia. Smg bs bermanfaat buat saya dan bagi orang lain yang membacanya (:
ReplyDeletesaya tertarik Anda mengulas ttg pakaian suku Baduy. Sangat informatif.
ReplyDeletesangat informatif. saya jadi tahu lebih mendalam tentang suku Baduy
ReplyDelete