Saturday, January 2, 2016

Tugas 5 Pengalaman di Baduy



Sistem Pencaharian masyarakat Baduy
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,perkenalkan nama saya Kamaluddin Latif saya merupakan mahasiswa UNJ jurusan Pariwisata ,kali ini saya akan memberikan pengalaman saya ketika saya mengunjungi daerah baduy tetapi saya akan membahas tentang sistem mata pencaharian yang berada didaerah baduy.Suku baduy menurut saya sangat unik karena mereka masih melestarikan kebudayaan nenek moyang mereka.Bayangkan saja mereka tidak menggunakan Listrik untuk penerangan dirumah mereka.Jadi jika kita ingin pergi kekamar mandi atau jalan jalan keluar ketika malam hari kita harus menggunakan senter untuk menerangi jalan menuju kamar mandi.Sekarang kita menuju kepembahasannya saja.
Suku Baduy adalah nama salah satu kelompok masyarakat kecil yang bertempat tinggal di Kabupaten Lebak Rangkasbitung, Banten. Sebutan ‘Baduy’ sendiri diambil dari sebutan penduduk luar yang berawal dari peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab—merupakan arti dari masyarakat nomaden. Disamping itu sebutan Baduy pun diperkirakan diambil dari nama gunung dan sungai Baduy yang terdapat di wilayah utara. Tapi suku yang masih memegang teguh adat Sunda ini lebih sering disebut sebagai masyarakat Kanekes karena nama desa tempat tinggal mereka yang bernama Kanekes. Keunikan suku Baduy yang masih tetap bertahan sampai sekarang adalah ketiadaannya teknologi dan modernisasi dalam hal sekecil apapun. Para penduduknya tidak mengenal pendidikan, benda telekomunikasi, listrik, bahkan alas kaki. Meskipun begitu, para penduduknya tergolong pintar dalam bertahan hidup dan berkreasi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat baduy merupakan masyarakat yang masih belum menerima teknologi,bukannya mereka tidak mau tetapi masyarakat baduy ingin kebudayaanya tetap terjaga.Seperti dalam kehidupa sehari hari masyarakat baduy masih tergantung terhadap alam.Masyarakat kanekes atau yang disebut masyarakat baduy mencari kebutuhan sehari hari dengan mengandalkan alam sekitar.
Baduy dalam atau yang disebut juga dengan Tangtu, adalah masyarakat baduy yang menolak modernisasi secara ketat dan memegang teguh aturan-aturan adat. Ciri khas Tangtu adalah pakaian yang serba putih atau biru tua dengan ikat kepala putih.
Baduy luar atau disebut juga Panamping, adalah masyarakat Baduy yang sudah tidak seketat Baduy dalam. Ciri khususnya adalah pakaian dan ikat kepala yang serba hitam. Yang terakhir adalah Dangka, masyarakat Baduy yang tinggal diluar desa Kanekes yaitu Padawaras dan Sirah Dayeuh yang dipercaya berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh dunia luar.
Penduduk suku Baduy merupakan penganut animisme atau pemujaan terhadap arwah nenek moyang, yang sering disebut sebagai Sunda Wiwitan. Inti dari kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan ketentuan adat yang mutlak—yang disebut juga pikukuh (kepatuhan)—dengan konsep yaitu tidak adanya perubahan sedikit pun atau tanpa perubahan apapun. Namun seiring dengan berjalannya waktu, beberapa agama telah mulai masuk ke dalam suku Baduy seperti Islam, Hindu, dan Buddha yang sedikit banyak mempengaruhi.
Meskipun anti teknologi, namun ikatan masyarakat Baduy terhadap penduduk luar sangatlah erat dan tetap bersifat kekeluargaan, tidak ada isolasi yang membuat mereka terasing. Hal ini juga yang membuat rutinnya kegiatan Seba di masyarakat Baduy, yaitu kegiatan yang diadakan setahun sekali untuk mengantarkan hasil bumi kepada Gubernur Banten. Orang Baduy juga biasa berkelana ke kota besar di sekitar mereka untuk berjualan dan hanya ditempuh dengan jalan kaki hingga berkilo-kilo meter. Dulu para orang Baduy hanya menggunakan sistem barter dalam memenuhi kebutuhan mereka, namun sekarang beberapa penduduknya telah menggunakan uang rupiah untuk berjualan.
Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
 padi yang biasa ditanam disini adalah padi huma yang hanya panen sekali dalam setahun. Masa panen tersebut juga digunakan suku Baduy sebagai hitungan umur mereka. Namun jika panen gagal atau sedang kekurangan pemasukan, suku Baduy memiliki cara lain untuk memenuhi kebutuhan dengan membuat berbagai aksesori tradisional hasil buatan tangan yang nantinya dijual, seperti baju khas Baduy, gelang rotan, cincin akar, dan lain-lain. Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang

                                                Source gambar http://baduy-trip.blogspot.co.id/
tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.
Biasaya dipagi hari para lelaki suku baduy sudah mulai mencari hasil panen dari hutan untuk dibawa ke desa luar,mereka sangat giat dalam melakukan aktivitas bekerja,dan ketika sang suami bekerja wanita baduy luar biasanya menenun kain untuk dijual.


                                             Gambar source : citaariani.wordpress.com
Gambar diatas merupakan aktivitas yag dilakukan wanita suku baduy dalam kegiatan sehari hari.Kita dapat melihat kegiatan ibu-ibu suku baduy ketika pagi sampai sore mereka mengerjakan pekerjaan menenun dan memasak.Mereka juga sangat pandai dalam mengurus rumah tangga.Disana juga jika sudah menikah tidak baik untuk menikah lagi jadi dapat dikatakan masyarakat baduy sangat setia dengan pasangannya masing-masing.
Mungkin cukup itu saja yang bisa saya sampaikan mungkin banyak kekurangan yang harus saya lengkapi,mungkin kritik dan saran dari para pembaca dapat membantu saya dalam mendalami masyarakat suku baduy.kurang lebihnya mohon maaf wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber
indonesiaindonesia.com
www.binasyifa.com

No comments:

Post a Comment