Sistem Pencaharian masyarakat Baduy
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh,perkenalkan
nama saya Kamaluddin Latif saya merupakan mahasiswa UNJ jurusan Pariwisata
,kali ini saya akan memberikan pengalaman saya ketika saya mengunjungi daerah
baduy tetapi saya akan membahas tentang sistem mata pencaharian yang berada
didaerah baduy.Suku baduy menurut saya sangat unik karena mereka masih
melestarikan kebudayaan nenek moyang mereka.Bayangkan saja mereka tidak
menggunakan Listrik untuk penerangan dirumah mereka.Jadi jika kita ingin pergi
kekamar mandi atau jalan jalan keluar ketika malam hari kita harus menggunakan
senter untuk menerangi jalan menuju kamar mandi.Sekarang kita menuju
kepembahasannya saja.
Suku Baduy adalah nama salah satu kelompok masyarakat kecil
yang bertempat tinggal di Kabupaten Lebak Rangkasbitung, Banten. Sebutan
‘Baduy’ sendiri diambil dari sebutan penduduk luar yang berawal dari peneliti
Belanda yang menyamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab—merupakan arti
dari masyarakat nomaden. Disamping itu sebutan Baduy pun diperkirakan diambil
dari nama gunung dan sungai Baduy yang terdapat di wilayah utara. Tapi suku
yang masih memegang teguh adat Sunda ini lebih sering disebut sebagai
masyarakat Kanekes karena nama desa tempat tinggal mereka yang bernama Kanekes.
Keunikan suku Baduy yang masih tetap bertahan sampai sekarang adalah
ketiadaannya teknologi dan modernisasi dalam hal sekecil apapun. Para
penduduknya tidak mengenal pendidikan, benda telekomunikasi, listrik, bahkan
alas kaki. Meskipun begitu, para penduduknya tergolong pintar dalam bertahan
hidup dan berkreasi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat
baduy merupakan masyarakat yang masih belum menerima teknologi,bukannya mereka
tidak mau tetapi masyarakat baduy ingin kebudayaanya tetap terjaga.Seperti
dalam kehidupa sehari hari masyarakat baduy masih tergantung terhadap
alam.Masyarakat kanekes atau yang disebut masyarakat baduy mencari kebutuhan
sehari hari dengan mengandalkan alam sekitar.
Baduy
dalam atau yang disebut juga dengan Tangtu, adalah masyarakat baduy yang
menolak modernisasi secara ketat dan memegang teguh aturan-aturan adat. Ciri
khas Tangtu adalah pakaian yang serba putih atau biru tua dengan ikat kepala
putih.
Baduy luar
atau disebut juga Panamping, adalah masyarakat Baduy yang sudah tidak seketat
Baduy dalam. Ciri khususnya adalah pakaian dan ikat kepala yang serba hitam.
Yang terakhir adalah Dangka, masyarakat Baduy yang tinggal diluar desa Kanekes
yaitu Padawaras dan Sirah Dayeuh yang dipercaya berfungsi sebagai pelindung
dari pengaruh dunia luar.
Penduduk
suku Baduy merupakan penganut animisme atau pemujaan terhadap arwah nenek
moyang, yang sering disebut sebagai Sunda Wiwitan. Inti dari kepercayaan
tersebut ditunjukkan dengan ketentuan adat yang mutlak—yang disebut juga
pikukuh (kepatuhan)—dengan konsep yaitu tidak adanya perubahan sedikit pun atau
tanpa perubahan apapun. Namun seiring dengan berjalannya waktu, beberapa agama
telah mulai masuk ke dalam suku Baduy seperti Islam, Hindu, dan Buddha yang sedikit
banyak mempengaruhi.
Meskipun
anti teknologi, namun ikatan masyarakat Baduy terhadap penduduk luar sangatlah
erat dan tetap bersifat kekeluargaan, tidak ada isolasi yang membuat mereka
terasing. Hal ini juga yang membuat rutinnya kegiatan Seba di masyarakat Baduy,
yaitu kegiatan yang diadakan setahun sekali untuk mengantarkan hasil bumi
kepada Gubernur Banten. Orang Baduy juga biasa berkelana ke kota besar di
sekitar mereka untuk berjualan dan hanya ditempuh dengan jalan kaki hingga
berkilo-kilo meter. Dulu para orang Baduy hanya menggunakan sistem barter dalam
memenuhi kebutuhan mereka, namun sekarang beberapa penduduknya telah
menggunakan uang rupiah untuk berjualan.
Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan
menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Ketika pekerjaan mereka
diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar
wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah
yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan
mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
padi yang biasa
ditanam disini adalah padi huma yang hanya panen sekali dalam setahun. Masa
panen tersebut juga digunakan suku Baduy sebagai hitungan umur mereka. Namun
jika panen gagal atau sedang kekurangan pemasukan, suku Baduy memiliki cara
lain untuk memenuhi kebutuhan dengan membuat berbagai aksesori tradisional
hasil buatan tangan yang nantinya dijual, seperti baju khas Baduy, gelang
rotan, cincin akar, dan lain-lain. Perdagangan yang semula hanya dilakukan
dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual
hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli
kebutuhan hidup yang
Source gambar http://baduy-trip.blogspot.co.id/
tidak
diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah
Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.
Biasaya
dipagi hari para lelaki suku baduy sudah mulai mencari hasil panen dari hutan
untuk dibawa ke desa luar,mereka sangat giat dalam melakukan aktivitas
bekerja,dan ketika sang suami bekerja wanita baduy luar biasanya menenun kain
untuk dijual.
Gambar
source : citaariani.wordpress.com
Gambar
diatas merupakan aktivitas yag dilakukan wanita suku baduy dalam kegiatan sehari
hari.Kita dapat melihat kegiatan ibu-ibu suku baduy ketika pagi sampai
sore mereka mengerjakan pekerjaan menenun dan memasak.Mereka juga sangat pandai
dalam mengurus rumah tangga.Disana juga jika sudah menikah tidak baik untuk
menikah lagi jadi dapat dikatakan masyarakat baduy sangat setia dengan
pasangannya masing-masing.
Mungkin cukup itu saja yang bisa saya sampaikan mungkin
banyak kekurangan yang harus saya lengkapi,mungkin kritik dan saran dari para
pembaca dapat membantu saya dalam mendalami masyarakat suku baduy.kurang
lebihnya mohon maaf wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber
indonesiaindonesia.com
www.binasyifa.com
No comments:
Post a Comment