Pada tugas 4 mata kuliah pemanduan wisata ini di
tentukan untuk memilih salah satu kota di pulau Jawa untuk dibahas tentang
wisata dan kebudayaannya. Saya akan membahas wisata budaya yang terdapat pada
kabupaten Tabanan, Pulau Bali.
Nama Denpasar dapat bermaksud pasar
baru, sebelumnya kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Badung, sebuah kerajaan yang
pernah berdiri sejak abad ke-19, sebelum kerajaan tersebut ditundukan oleh Belanda pada tanggal 20 September 1906, dalam
sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan Perang Puputan Badung. Setelah
kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, Denpasar
menjadi ibu kota dari pemerintah daerah Kabupaten Badung, selanjutnya
berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des.52/2/36-136 tanggal 23
Juni 1960, Denpasar juga ditetapkan sebagai ibu kota bagi Provinsi Bali yang
semula berkedudukan di Singaraja.
Kabupaten Tabanan adalah salah satu Kabupaten dari beberapa Kabupaten /
Kota yang ada di Provinsi Bali. terletak dibagian selatan Pulau Bali, Kabupaten
Tabanan memiliki luas wilayah 839,33 KM² yang terdiri dari daerah pegunungan
dan pantai. Secara geografis wilayah Kabupaten Tabanan terletak antara 1140 –
54’ 52” bujur timur dan 80 14’ 30” – 80 30’07” lintang selatan.
Sebagaimana telah dimaklumi bersama, bahwa potensi unggulan Kabupaten
Tabanan adalah bidang pertanian kerena sebagian besar mata pencaharian, soko
guru perekonomian daerah, serta penggunaan lahan wilayah Tabanan masih
didominasi bidang pertanian dalam arti luas. Kabupaten Tabanan terdiri dari 10
Kecamatan (Kecamatan Tabanan, Kecamatan Kediri, Kecamatan Kerambitan, Kecamatan
Selemadeg, Kecamatan Selemadeg Barat, Kecamatan Selemadeg Timur, Kecamatan
Penebel, Kecamatan Pupuan, Kecamatan Marga, dan Kecamatan Baturiti), Asal-usul suku Bali terbagi ke dalam tiga periode atau
gelombang migrasi: gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari
persebaran penduduk yang terjadi di Nusantara selama zaman
prasejarah gelombang kedua terjadi secara perlahan
selama masa perkembangan
agama Hindu di Nusantara gelombang ketiga merupakan gelombang
terakhir yang berasal dari Jawa, ketika Majapahit runtuh pada abad
ke-15 seiring dengan Islamisasi yang terjadi di Jawa sejumlah rakyat Majapahit memilih
untuk melestarikan kebudayaannya di Bali, sehingga membentuk sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik dengan tradisi asli Bali. Kebudayaan Bali terkenal akan seni tari, seni pertujukan, dan seni ukirnya.
Suku Bali juga memiliki aspek-aspek unik
yang terkait dengan tradisi religius mereka. Kehidupan religius mereka
merupakan sinkretisme antara agama
Hindu-Buddha dengan tradisi Bali.
Suku Bali memiliki cara tersendiri dalam menamai anak-anak mereka. Dengan
penamaan yang khas ini, masyarakat Bali dapat dengan mudah mengetahui kasta dan
urutan lahir dari seseorang.
Berikut adalah beberapa tempat wisata budaya
yang terdapat pada kabupaten Tabanan:
1. Tanah Lot adalah
sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar.
Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip
dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Dang
Kahyangan. Pura Tanah Lot merupakan pura laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga
laut. Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari
terbenam.
Pura Tanah Lot dibangun
sekitar abad ke-15 oleh Danghyang
Nirartha. Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa, yaitu Danghyang
Nirartha yang berhasil
menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad
Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu, penguasa Tanah
Lot yang bernama Bendesa Beraben merasa iri kepadanya karena para pengikutnya
mulai pergi untuk mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben kemudian
menyuruh Danghyang Nirartha meninggalkan Tanah Lot. Danghyang Nirartha
menyanggupi, tetapi sebelumnya ia dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu
ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura di sana. Ia juga
mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai
sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai
ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan
mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhirnya disebutkan bahwa
Bendesa Beraben menjadi pengikut Danghyang Nirartha.
1. Museum
Subak terletak di Desa Sanggulan, Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali.
Tepatnya di jalan Gatot Subroto, sekitar 2 km timur kota Tabanan. Museum ini
patut sekali anda kunjungi, karena disini kita mengetahu sejarah dan budaya
sistem subak yang masih eksis sampai sekarang. Letaknya pun satu jalur dengan
obyek-obyek wisata terkenal di Tabanan, seperti dari Alas
Kedaton menuju Tanah Lot, anda bisa sempatkan singgah ke museum ini.
Museum subak diresmikan pada tanggal 13 Oktober 1981 oleh Gubernur
Bali Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, dan berdirinya museum ini digagasi oleh I
Gusti Ketut Kaler, pakar adat dan agama yang waktu itu menjabat Kanwil
Departemen Agama Propinsi Bali. Ia melihat perlu adanya lembaga adat Subak yang
berupaya melestarikan warisan luhur budaya bangsa sejak abad XI ini. Upaya itu
akhirnya terwujud. Mulanya disebut “Cagar Budaya Museum Subak“.
infowisata-bali.blogspot.com
|
infowisata-bali.blogspot.com
|
Subak adalah sistem
pengelolaan distribusi aliran irigasi pertanian khas masyarakat Bali. Sistem
ini sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan terbukti mampu meningkatkan
produktifitas pertanian di Bali. Melalui sistem Subak, para petani
memperoleh jatah air sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh musyawarah
warga. Potensi kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Bali inilah yang
kemudian ‘diawetkan‘ menjadi
Museum Subak. Museum Subak diresmikan oleh Gubernur Bali
pada tanggal 13 Oktober 1981
Di Museum Subak ini terdapat
ruang pameran, ruang audio visual, ruang belajar, fasilitas penginapan,
perpustakaan, kantor dan miniatur sistem irigasi. Di ruang pameran terdapat
semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam sistem pertanian subak.
Mulai dari alat membajak sawah sampai memanen padi. Terdapat juga sistem
kalender perhitungan hari-hari baik sistem pertanian di Bali. Museum ini
merupakan Museum Khusus karena memamerkan satu tema, yaitu sistem pertanian di
Bali. Museum Subak dapat
dikunjungi pada hari Senin Sabtu jam 08.00-16.30, dan hari Jumat jam 08.00-13.00.
Museum ini memamerkan
miniatur Subak lengkap
dengan gambar-gambar proses pembuatannya, seperti tahapan menemukan sumber mata
air, membuat terowongan air dan membangun bendungan, serta membuat saluran
penghubung untuk mengalirkan air ke sawah-sawah penduduk
3. Tenganan adalah
sebuah desa tradisional di pulau Bali,
desa ini terletak di Kecamatan
Manggis, Kabupaten Karangasem di sebelah timur pulau Bali. Tenganan
bisa dicapai dari tempat pariwisata Candi
Dasa dan letak kira-kira 10 kilometer dari sana. Desa Tenganan
merupakan salah satu desa dari tiga desa Bali
Aga, selain Trunyan dan Sembiran.
Yang dimaksud dengan Bali Aga adalah desa yang masih mempertahankan pola hidup
yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang
diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan besar bangunan serta pekarangan,
pengaturan letak bangunan, hingga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan
adat yang secara turun-temurun dipertahankan.
Papan nama Desa Wisata Adat Tenganan Pegrisingan
(http://wisata.kompasiana.com)
|
Desa Wisata Adat Tenganan merupakan salah satu dari beberapa
desa kuno di Bali, yang biasanya disebut “Bali Aga”. Orang
Bali Aga yang dikenal dengan nama Pasek Bali. Ada beberapa versi tentang sejarah
tentang Desa Tenganan Pegeringsingan ini. Ada yang mengatakan kata Tenganan
berasal dari kata “tengah” atau “ngatengahang” yang berarti “bergerak ke daerah
yang lebih dalam“. Penurunan kata ini berhubungan dengan pergerakan orang-orang
desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman, dimana posisi desa ini
adalah di tengah-tengah perbukitan, yakni Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit
Timur (Bukit Kangin).
www.balitourismboard.org
|
www.balitourismboard.org
|
Kata Pegeringsingan diambil dari kata “geringsing”.
Geringsing adalah produk tenun tradisional yang hanya dapat ditemukan di
Tenganan. Gerinsing dianggap sakral yakni menjauhkan kekuatan magis jahat atau
black magic. Geringsing diturunkan dari kata “gering” yang berarti sakit dan
“sing” yang berarti tidak. Apa yang menarik dari Desa Tenganan Pegeringsingan
ini? Sebagai obyek wisata budaya yang dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten
Karangasem, Desa Tenganan memiliki identitas yang tidak dimiliki desa-desa di
Bali lainnya. Misalnya bangunan rumah yang masih tradisional, Budaya Tenganan
merupakan budaya tertua di Bali. Adat istiadat mereka diturunkan dari para
leluhur sejak abad ke-11 yang hingga sekarang masih dipegang teguh. Inilah desa tertua di Bali, dengan hukum Bali kuno. Sebagai symbol kebersamaan
upacara Teruna-Daa Ngejot diakhiri dengan makan bersama (Magibung) di halaman
Pura Bale Agung, dimana terjadi interaksi sosial pergaulan antara Teruna-Daa
yang mempererat persatuan dan kekerabatan.
Keseharian kehidupan di desa ini masih
diatur oleh hukum adat yang
disebut awig-awig. Hukum tersebut ditulis pada abad ke-11 dan diperbaharui pada
tahun 1842. Rumah adat Tenganan
dibangun dari campuran batu merah, batu sungai, dan tanah. Sementara atapnya
terbuat dari tumpukan daun rumbi. Rumah adat yang ada memiliki bentuk dan
ukuran yang relatif sama, dengan ciri khas berupa pintu masuk yang lebarnya
hanya berukuran satu orang dewasa. Ciri lain adalah bagian atas pintu terlihat
menyatu dengan atap rumah. Penduduk desa ini memiliki tradisi unik dalam
merekrut calon pemimpin desa, salah satunya melalui prosesi adat mesabar-sabatan
biu (perang buah pisang).
Perkawinannya tidak mengenal adanya poligami maupun
poliandri. Apabila salah satu wanita anggota masyarakat Desa Tenganan mengikat
perwakinan dengan pria luar Desa Adat Tenganan maka hak dan kewajibannya akan
dicabut dan harus meninggalkan desa. Sedangkan, apabila seoarang pria anggota
masyarakat dari Desa Adat Tenganan menikah dengan wanita dari luar Desa Adat
Tenganan maka sebelumnya harus menyamakan agamanya terlebih dahulu. Bila
menyamakan agama dengan pria Tenganan maka mereka bisa tetap tinggal di
Tenganan. Namun pasangan tersebut dan keturunannya tidak bisa menjadi
legislatif desa. Namun bila menyamakan agama dengan wanita luar Desa Adat
Tenganan tersebut maka pasangan tersebut harus meninggalkan Desa Adat Tenganan.
Budaya Seni Kerajinan Kain Gringsing
Yang Terdapat Di Desa Tenganan
Kain gringsing adalah
satu-satunya kain tenun tradisional Indonesia yang dibuat menggunakan teknik
teknik dobel ikat dan memerlukan waktu 2-5 tahun. Kain ini berasal dari Desa Tenganan, Bali. Umumnya, masyarakat Tenganan
memiliki kain gringsing berusia ratusan tahun yang digunakan dalam upacara
khusus. Kata gringsing berasal darigring yang berarti 'sakit' dan sing yang berarti 'tidak', sehingga bila
digabungkan menjadi 'tidak sakit'. Maksud yang terkandung di dalam kata
tersebut adalah seperti penolak bala. Di Bali, berbagai upacara, seperti
upacara potong gigi, pernikahan, dan upacara keagamaan lain, dilakukan dengan
bersandar pada kekuatan kain gringsing.
https://www.google.co.id/search?q=kesenian+desa+tenganan.com
|
Dewa
itu mengajarkan para wanita untuk menguasai teknik menenun kain gringsing yang
melukiskan dan mengabadikan keindahan bintang, bulan, matahari, dan hamparan langit lainnya.
Kain tenun yang berwarna gelap alami digunakan masyarakat Tenganan dalam ritual
keagamaan atau adat dan dipercaya memiliki kekuatan magis.
Kain ini juga disebut-sebut merupakan alat yang mampu menyembuhkan penyakit dan
menangkal pengaruh buruk. Proses pembuatan kain gringsing dari awal hingga
akhir dikerjakan dengan tangan. Motif-motif kuno kain gringsing lainnya yang
masih dikenal meliputi: Teteledan, Enjekan Siap, Pepare, Gegonggangan, Sitan
Pegat, Dinding Ai, Dinding Sigading, dan Talidandan. Warna dan keunikan desain
ikat mulai mengalami perubahan dibandingkan dengan motif kain-kain kuno yang
sebagian tersimpan di museum-museum di Eropa, seperti Museum Basel, Swiss. Pada tahun 1972, kelompok
peneliti dari Museum Fur
Berikut
adalah motif kain gringsing :
· a. Lubeng, dicirikan dengan kalajengking dan berfungsi sebagai busana adat dan
digunakan dalam upacara keagamaan. Ada beberapa macam motif Lubeng, yaitu
Lubeng Luhur yang berukuran paling panjang (tiga bunga berbentuk kalajengkin
yang masih utuh), Lubeng Petang Dasa (satu bunga kalajengking utuh di tengah
dan di pinggir hanya setengah), dan Lubeng Pat Likur (ukurannya terkecil).
· b. Sanan Empeg, dicirikan dengan tiga bentuk kotak-kotak/poleng
berwarna merah-hitam. Fungsi kain gringsing bermotif ini adalah sebagai sarana
upacara keagamaan dan adat, yaitu sebagai pelengkap sesajian bagi masyarakat
Tenganan Pegeringsingan. Bagi masyarakat Bali di luar desa Tenganan, kain ini
digunakan sebagai penutup bantal/alas kepala orang melaksanakan upacara manusa
yadnya potong gigi.
· c. Cemplong, dicirikan dengan bunga besar di antara bunga-bunga
kecil sehingga terlihat ada kekosongan antara bunga yang menjadi cemplong. Gringsing
cemplong juga berfungsi sebagai busana adat dan upacara agama. Jenis-jenisnya
terdiri dari ukuran Pat Likur (24 benang), senteng/anteng (busana di pinggang
wanita), dan ukuran Petang Dasa (40 benang) yang sudah hampir punah.
Budaya Seni Geret Pandan (Perang
Pandan)
lontartradisi.blogspot.com
|
Tradisi perang pandan yang diadakan setiap tahun di desa Tenganan yaitu sebuah desa
Bali Aga yang berada di kabupaten Karangasem, Bali. Tradisi perang pandan atau
dalam bahasa Bali disebut dengan Mekare-kare dilakukan oleh pemuda dengan
berpakaian adat Bali dengan bertelanjang dada. Prosesi perang pandan atau
mekare-kare di Tenganan merupakan upacara persembahan untuk menghormati para
leluhur dan juga Dewa Indra yang merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan
Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenag-wenang, yang
melarang rakyatnya menyembah Tuhan. Keyakinan beragama di Tenganan berbeda
dengan Agama Hindu lainnya di bali, tidak mengenal kasta
dan meyakini Dewa Indra sebagai dewa Perang dan dewa dari segala Dewa. Untuk
menhormati Dewa Indra mereka melakukan upacara perang Pandan.Tradisi ini
diawali dengan melakukan ritual mengelilingi desa untuk memohon perlindungan
dan keselamatan untuk sukses acara ini diselenggarakan.
Upacara perang pandan ini, memakai senjata pandan berduri yang
perlambang sebuah gada yang dipakai berperang, perang berhadapan satu lawan
satu dan diikuti oleh para lelaki baik itu anak-anak, dewasa maupun orang tua.
Upacara perang pandan dirayakan pada bulan ke 5 kalender bali, selama 2 hari,
setiap pertarungan berjalan singkat sekitar 1 menit dilakukan bergilir selama 3
jam. Alat utama dalam tradisi ini adalah Tameng / perisai yang biasanya terbuat
dari bambu atau rotan dan daun pandan yaitu tumbuhan semak yang daunnya
memiliki duri-duri yang sangat tajam. Acara ini dilakukan oleh sepasang pemuda
yang satu sama lainnya saling menjadi lawan mirip dalam pertandingan olah raga
tinju dan ada seseorang yang bertugas untuk memimpin jalannya pertandingan layaknya
wasit. Pertandingan akan berakhir setelah salah satu peserta sudah menyerah
atau dirasa sudah cukup oleh pemimpin pertandingan. Karena tajamnya duri pandan
yang dipakai dalam tradisi ini maka hampir semua peserta akan tergores dan
mengucurkan darah, setelah acara selesai semua peserta akan diobati dengan obat
tradisional yang telah disiapkan dan biasanya terbuat dari parutan kunyit
dengan ditambahkan minyak kelapa. Akhir dari tradisi ini adalah peserta maupun
masyarakat desa akan menyantap hidangan yang telah tersedia secara bersama-sama
(megibung) dan disini terlihat kebersamaan dan kebahagian yang begitu kental.
Daftar
Pustaka
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSangat membantu.. Makasih infonya
ReplyDeletebagus dan menarik (y)
ReplyDelete