Assalamualaikum kawan kawan
Perkenalkan nama saya Muhamad
Shafwan Iswara, saya adalah anak pertama dari dua bersaudara yang berasal dari
keluarga ternama di ibukota ini yaitu DKI Jakarta. Saya terlahir di kota ini
tepat nya pada tanggal 5 Maret 1995, tapi perlu kalian ketahui saya tidak asli
berasal dari Jakarta alias bukan orang asli Jakarta. Ayah saya adalah orang
campuran dari daerah Jawa Timur dan Belanda dan Ibu saya adalah orang asli dari
Nusa Tenggara Barat. Orang tua saya memberikan nama Muhamad Shafwan Iswara
diperoleh dari banyak cerita, yang pertama yaitu Muhamad nama ini di ambil dari
nama rasul kita yaitu Muhammad SAW, yang kedua Shafwan nama ini adalah murni
nama saya sendiri yang di karenakan saya adalah anak pertama (Shaf = barisan
& wan(one) = satu atau pertama), dan yang terakhir adalah Iswara, Iswara
ini sendiri adalah nama keluarga yang saya sebutkan tadi di atas, dan ini
adalah nama turun temurun dalam keluarga saya yang sudah bertahun tahun silam
lamanya, jika anda tanyakan dari kapan, saya tidak bisa menjawab nya karena
saya sendiri pun tidak mengetahui asal usul nya.
Inilah saatnya
Anda membangkitkan imajinasi tentang kehidupan dari sebuah kerajaan terbesar di
Indonesia lebih dari 700 tahun yang lalu. Ya, inilah situs Kerajaan Majapahit
dari masa abad XIII – XV Masehi. Berlokasi di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur
sebagai tempat dimana Anda dapat mengenang kebesarannya dan tidak lagi
menganggap bahwa kita hanya tahu dari buku sejarah atau pelajaran saat sekolah
dahulu.
Trowulan adalah
satu-satunya situs kota di Indonesia yang luasnya mencapai 11 x 9 km 99 km² dan
menyimpan ratusan ribu peninggalan arkeologis, baik yang sudah ditemukan maupun
yang masih terkubur. Berwisata ke tempat ini bukan sekedar liburan, namun Anda
juga bisa menapaki sejarah besar dari sebuah kerajaan yang menjadi inspirasi
Bangsa Indonesia tentang "Persatuan Nusantara". Selain itu Anda akan
mengetahui bagaimana tingkat peradaban di Trowulan di masa Majapahit, mulai
dari sistem pemerintahan, perdagangan, hubungan luar negeri, teknologi,
arsitektur, pertanian, hingga seni kerajinan.
Pada kali ini
saya memasukan segmen sekitar pelajar SMA ataupun mahasiswa dalam mata
pelajaran Sejarah khususnya pada yang mempelajari tentang kerajaan kerajaan
yang pernah ada di Indonesia ini, dengan ini saya berharap para siswa ataupun mahasiswa
dapat lebih mengenal kerjaaan yang pernag ada di Indonesia, apalagi yang dalam
materi ini, ini adalah kerjaan terbesar di Indonesia pada masanya yaitu
“Kerajaan Majapahit”
Situs Trowulan
sendiri pertama kali muncul dalam literatur berjudul “History of Java I” yang ditulis Sir Stamford Raffles
tahun 1817. Raffles mengatakan bahwa nama Trowulan berasal dari Trang Wulan
atau Terang Bulan. Saat ditemukan seluruh situs ini tertutup hutan jati yang
cukup lebat, sehingga dia tidak terlihat sebagai sebuah kota klasik.
Situs kota kota
klasik Trowulan dibagi beberapa segmen yang memperlihatkan perannya dimasa
lalu. Dibangun dengan pola ruang kanal air diduga ada hubungannya dengan konsep
mandala yang digunakan sebagai acuan dan dasar pembagian kosmologis kota ini.
Kolam Segaran membuktikan hal tersebut tak ubahnya bagai telaga di tengah kota.
Berdasarkan sketsa rekonstruksi Kota Majapahit dan foto udara memperlihatkan
kota lama ini memiliki sistem kanal pengairan untuk drainase dan pasokan air
yang dibuat dalam garis lurus memanjang barat laut-tenggara dan timur
laut-barat daya.
Obyek wisata pendidikan situs Trowulan merupakan bekas
kota kerajaan Majapahit dan dibangun di sebuah dataran yang merupakan ujung
penghabisan dari tiga jajaran gunung. Gunung-gunung yang mengitari Kerajaan
Majapahit adalah gunung Penanggungan, Gunung Welirang dan Gunung Anjasmara. Hal
ini sesuai dengan falsafah masyarakat Jawa dalam memilih lokasi tempat tinggal,
yaitu bersandar pada gunung dan menghadap lautan. Posisi ini pun dalam strategi
militer dianggap sangat tepat untuk dijadikan lokasi benteng pertahanan yang
kuat dalam menangkap serangan musuh.
Kondisi geografis daerah sekitar tempat wisata di
Trowulan mempunyai kesesuaian lahan sebagai daerah pemukiman. Hal ini di dukung
oleh topografi yang landai dan air tanah yang relatif dangkal. Sebagai bekas
kota, di Situs Trowulan dapat dijumpai ratusan ribu peninggalan arkeologis baik
berada di bawah maupun di permukaan tanah yang berupa artefak, ekofak serta
fitur. Tempat wisata di Mojokerto ini menjadi tujuan berlibur yang relatif
mudah dijangkau baik dari arah utara maupun selatan Kota Mojokerto.
Informasi terkait tempat wisata sejarah situs
peninggalan Kerajaan Majapahit yang sangat menarik ini diperoleh melalui
penelitian yang panjang. Masih menurut buku yang ditulis oleh Wicaksono Dwi
Nugroho, M. Hum. dan kawan-kawan, penelitian terhadap Situs Trowulan pertama
kali dilakukan oleh Wardenaar pada tahun 1815. Ia mendapat tugas dari Thomas
Stamford Raffles, penguasa imperialisme Inggris untuk mengadakan pencatatan
peninggalan arkeologi di daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut
dicantumkon oleh Raffles dalam bukunya yang berjudul History of Java dan
diterbitkan tahun 1817.
Buku History of Java menyebutkan bahwa berbagai obyek arkeologi
yang berada di wilayah Trowulan sebagai peninggalan dari Kerajaan Majapahit.
Peneliti berikutnya adalah W.R. Van Hovell pada tahun 1849 menggali sejumlah
artefak di situs Trowulan, kemudian dilanjutkan oleh penelitian J.V.G. Brumund
dan Jonathan Rigg. Hasil penelitian mereka diterbitkan dalam “Journal of The
Indian Archipelago and Eastern Asia”. J. Hageman juga pernah menulis tentang
sejarah Majapahit di Trowulan dengan judul “Toelichting over den Ouden Pilaar
van Majapahit” dan diterbitkan tahun 1958.
Selanjutnya, R.D.M. Verbeek mengadakan kunjungan ke
sejumlah tempat wisata bersejarah di Trowulan dan menerbitkan laporannya dalam
artikel Oudheden van Majapahit in 1815 en 1887, yang termuat dalam TBG XXXIII
tahun 1889. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh R.A.A. Kromodjojo Adinegoro
seorang Bupati Mojokerto yang memerintah antara 1849 sampai tahun 1916. Beliau
sangat menaruh perhatian terhadap peninggalan arkeologi di Trowulan. Ia
menggali Candi Tikus dan juga merintis pembangunan Museum Mojokerto yang berisi
benda koleksi arkeologis peninggalan Majapahit.
Knebel seorang anggota Comissie voor Oudheidkundig
Orderzoek op Java en Madura pada tahun 1907 melakukan inventarisasi peninggalan
arkeologi di beberapa titik obyek wisata sejarah di Trowulan. Selanjutnya N.J.
Krom mengulas peninggalan Majapahit di Trowulan dalam karyanya Inleiding tot de
Hindoe Javaansche Kunst pada tahun 1923. Penelitian terhadap Situs Trowulan
lebih intensif dilakukan setelah didirikan Oudheidkundige Vereeneging Majapahit
(OVM) tahun 1924 oleh R.A.A. Kromodjojo Adinegoro.
R.A.A. Kromodjojo Adinegoro bekerjasama dengan seorang
peneliti Belanda yang bernama Ir. Henry Maclaine Pont dan kemudian berkantor di
Trowulan. Selanjutnya kantor tersebut dijadikan museum yang memamerkan benda-benda
peninggalan Majapahit. Antara tahun 1921 sampai 1924 Maclaine Pont mengadakan
penggalian-penggalian di Trowulan dengan maksud mencocokannya dengan uraian
dalam Kitab Negarakertagama. Hasil Lelitiannya tersebut kemudian menghasilkan
Sketsa Rekonstruksi Kota Majapahit di Trowulan.
F. Stutterheim yang melakukan penelitian tentang
bentuk Ibukota Kerajaan Majapahit pegang pada Kitab Negarakertagama pupuh VIII
– XII dan menyimpulkan bahwa tata kota Kraton Majapahit dapat dianalogikan
dengan Kraton Yogyakarta dan Surakarta. Lebih jauh disebutkan bahwa bangunan
yang terdapat di dalam kompleks kraton mirip dengan yang terdapat di dalam
kompleks puri di Bali. Stutterheim mengulas kesamaan tersebut dalam bukunya
yang berjudul Oorkonde Van Balitung uit 905 AD dan diterbitkan tahun 1940.
Penelitian lebih lanjut mengenai kekayaan tempat
wisata sejarah Trowulan dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
(Puslit Arkenas) pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1993. Puslit Arkenas
mencoba mencari bukti-bukti tentang pembangunan kota di Kerajaan Majapahit
melalui penggalian arkeoIogis yang ditentukan atas dasar nama tempat yang
disebut dalam Negarakertagama atau atas dasar penemuan baru yang ditemukan
secara tidak sengaja oleh penduduk. Strategi yang dikembangkan waktu itu adalah
penelitian sporadis.
Hasil penggalian di lokasi obyek wisata sejarah Situs
Trowulan menunjukkan bahwa sebagai tempat terakumulasinya jenis benda yang
biasa disebut kota ini, tidak hanya berupa situs tempat tinggal saja tetapi
terdapat situs-situs lain seperti situs upacara, situs agama, situs bangunan
suci, situs industri, situs perjagalan, situs makam, situs sawah, situs pasar,
situs kanal dan situs waduk. Situs-situs itu membagi suatu kota dalam
wilayah-wilayah yang lebih kecil yang diikat oleh jaringan jalan. Menurut The
Jombang Taste, tata kota yang teratur seperti itu merupakan salah satu bukti
tingginya tingkat peradaban Nusantara di masa lampau.
Namun sejauh ini penelitian belum memberikan gambaran
utuh mengenai keseluruhan kota Majapahit seperti diuraikan Empu Prapanca dalam
puja sastranya Negarakertagama. Pemahaman bentuk Situs Trowulan secara lebih
luas baru diperoleh setelah dilakukan foto udara oleh tim geografi Universitas
Gadjah Mada yang berhasil menunjukkan Situs Trowulan sebagai kota berparit.
Peran serta akademisi masih terus dibutuhkan dalam rangka mengembangkan situs
Trowulan sebagai pusat pelestarian peninggalan Majapahit sekaligus sebagai
tempat wisata pendidikan yang representatif.
Pelestarian yang dilakukan Direktorat Perlindungan dan
Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala waktu itu telah menghasilkan
rencana induk pelestarian yang dimaksudkan untuk melindungi situs penting di
Trowulan. Tahun demi tahun situs bangunan digali, dipugar dan dipelihara serta
dimanfaatkan, seperti Candi Tikus, Gapura Bajangratu, Candi Brahu, Candi
Gentong, Gapura Wringin Lawang dan Candi Kedaton. Berdasarkan kegiatan
arkeologis yang dilakukan, menunjukkan bahwa Situs Trowulan merupakan situs
penting dalam dunia arkeologi Indonesia dan mampu menjadi tempat wisata sejarah
dan pendidikan yang informatif.
Untuk menikmati
situs kota purbakala ini mungkin Anda membutuhkan waktu lebih dari sehari. Ada
banyak situs yang dapat Anda kunjungi seperti Candi
Bajang Ratu, Candi Tikus, Candi Brahu, Candi Kedaton, Gapura Wringin Lawang,
Kolam Segaran, Pendopo Mojopahit yaitu Petilasan Gajahmada, Museum Trowulan,
Makam Putri Cempa yaitu permaisuri Raja Majapahit terakhir, Brawijaya. Ada juga
Makam Troloyo yaitu makam Syeikh Jumadil Qubro, kakeknya para Wali Songo, ini
juga membuktikan adanya komunitas Muslim di dalam kota kerajaan Majapahit. Ada
juga makam Panjang yang menunjukkan adanya penghuni Trowulan sebelum era
Majapahit.
Candi Brahu terletak di Dukuh Jambu
Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Tepat di depan
kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur yang terletak di
jalan raya Mojokerto-Jombang terdapat jalan masuk ke arah utara yang agak
sempit namun telah diaspal. Candi Brahu terletak di sisi kanan jalan kecil
tersebut, sekitar 1,8 km dari jalan raya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
Candi Brahu lebih tua dibandingkan candi lain yang ada di sekitar Trowulan.
Nama Brahu dihubungkan diperkirakan berasal dari kata 'Wanaru' atau 'Warahu',
yaitu nama n suci yang disebutkan di dalam prasasti tembaga 'Alasantan' yang
ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu. Prasasti ini dibuat
pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas perintah Raja Mpu
Sindok dari Kahuripan. Menurut masyarakat di sekitarnya, candi ini dahulu
berfungsi sebagai tempat pembakaran jenasah raja-raja Brawijaya. Akan tetapi,
hasil penelitian yang dilakukan terhadap candi tersebut tidak menunjukkan
adanya bekas-bekas abu atau mayat, karena bilik candi sekarang sudah kosong.
Di sekitar kompleks candi pernah
ditemukan benda-benda kuno lain, seperti alat upacara dari logam, perhiasan dan
benda-benda lain dari emas, serta arca-arca logam yang kesemuanya menunjukkan
ciri-ciri ajaran Buddha, sehingga ditarik kesimpulan bahwa Candi Brahu
merupakan candi Buddha. Walaupun tak satupun arca Buddha yang didapati di sana,
namun gaya bangunan serta sisa profil alas stupa yang terdapat di sisi tenggara
atap candi menguatkan dugaan bahwa Candi Brahu memang merupakan candi Buddha.
Diperkirakan candi ini didirikan pada abad 15 M.
Terletak di dukuh Dinuk, Desa
Temon, Kecamatan Trowulan. Dari Candi Bajangratu ke arah tenggara sekitar 500
m. Candi Tikus adalah sebuah candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak
di kompleks Trowulan, Kabupaten Mojokerto, di Trowulan. Bangunan Candi
Tikus berupa tempat ritual mandi (petirtaan) di kompleks pusat pemerintahan
Majapahit. Bangunan utamanya terdiri dari dua tingkat.
Candi Tikus diperkirakan dibangun
pada abad ke-13 atau abad ke-14. Candi ini dihubungkan dengan keterangan
Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama, bahwa ada tempat untuk mandi raja dan
upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya. Arsitektur
bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya
para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru merupakan tempat sumber
air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis
dan dapat memberikan kesejahteraan, dari mitos air yang mengalir di Candi
Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru.
Candi Bajangratu terletah di Dukuh
Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, sekitar 3,5 km
dari Candi Wringinlawang dan sekitar 600 m dari Candi Tikus. Candi ini masih
menyimpan banyak hal yang belum diketahui secara pasti, baik mengenai tahun
pembuatannya, raja yang memerintahkan pembangunannya, fungsinya, maupun
segi-segi lainnya.
Nama Bajangratu pertama kali
disebut dalam Oudheidkunding Verslag (OV) tahun 1915. Arkeolog Sri Soeyatmi
Satari menduga nama Bajangratu ada hubungannya dengan Raja Jayanegara dari
Majapahit, karena kata 'bajang' berarti kerdil. Menurut Kitab Pararaton dan
cerita rakyat, Jayanegara dinobatkan tatkala masih berusia bajang atau masih
kecil, sehingga gelar Ratu Bajang atau Bajangratu melekat padanya.
Mengenai fungsi candi, diperkirakan
bahwa Candi Bajangratu didirikan untuk menghormati Jayanegara. Dasar perkiraan
ini adalah adanya relief Sri Tanjung di bagian kaki gapura yang menggambarkan
cerita peruwatan. Relief yang memuat cerita peruwatan ditemukan juga, antara
lain, di Candi Surawana. Candi Surawana diduga dibangun sehubungan dengan
wafatnya Bhre Wengker (akhir abad ke-7).
Kolam segaran pertama kali
ditemukan oleh seoran Belanda, Ir. Marc Lain Pont bekerjasam dengan Bupati
Mojokerto pertama yaitu Kromojoyo pada tahun 1926. Sejak ditemukan hingga saat
ini, telah beberapa kali dilakukan pemugaran yaitu pada tahun 1966, 1974, dan
1984. Bagi Kabupaten Mojokerto Kolam Segaran merupakan salah satu situs
peninggalan Kerajaan Majapahit, yang dituahkan dan dibanggakan masyarakat
Trowulan khususnya dan Mojokerto pada umumnya.
Nama Kolam Segaran berasal dari
bahasa Jawa 'segara' yang berarti 'laut', mungkin masyarakat setempat
mengibaratkan kolam besar ini sebagai miniatur laut. Tembok dan tanggul bata
merah mengelilingi kolam yang sekaligus memberi bentuk pada kolam
tersebut.Kolam ini memiliki panjang 375 meter, lebar 175 meter, tebal tepian
1,6 meter dengan kedalaman 2,88 meter.
Sebagai pembatas, kolam ini
menggunakan konstruksi batu bata. Dan uniknya, batu bata tersebut hanya ditata
sedemikian rupa tanpa perekat dan hanya digosok – gosokkan satu sama lain.
Saluran air masuk ke kolam ada di bagian tenggara. Sedangkan di sebelah selatan
sudut timur laut dinding sisi luar terdapat 2 kolam kecil berhimpitan,
sementara di sebelah barat sudut timur terdapat saluran air menembus sisi
utara. Di bagian tenggara terdapat saluran air masuk ke kolam dan saluran air
keluar di bagian barat laut. Sumber air kolam berasal dari Balong Bunder dan
Balong Dowo yang berada di sebelah selatan dan barat daya kolam. Dan pintu
masuknya terletak di sebelah barat, dengan bentuk tangga batu kuno. Selain dari
dua sumber air tersebut, air dalam kolam Segaran juga berasal dari air hujan.
Oleh karena itu, kolam tersebut
selalu dipenuhi air dengan ketinggian 1,5 hingga 2 meter selama musim
penghujan, namun konon kolam ini meskipun terjadi hujan lebat tapi kolam sgaran
ini tak pernah banjir atau meluap dan sebaliknya meskipun kola mini di dalam
masa kemarau yang panjang tetap saja debit airnya masih ada dan tak pernah
kering. Letak Kolam Segaran sekitar 500 meter arah selatan jalan raya Mojokerto
– Jombang, dan sekitar 5 meter dari Pusat Purbakala di Mojokerto. Dengan ukuran
yang sangat besar itu, kolam yang menjadi salah satu simbol kejayaan Kerajaan
Majapahit ini, diakui beberapa ahli anthropologi nasional sebagai kolam kuno
terbesar di Indonesia. 0Kisah mistis keberadaan kolam ini, diawali saat
pemugaran pertama dengan penemuan bandul jaring, kail pancing dari emas, dan
sebuah piring berbahan emas dalam kondisi 60%. Semua penemuan itu tersurat di
salah satu dinding Museum Trowulan.
Posisinya di sebelah kanan batu
Surya Majapahit. Konon, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit
mengadakan pesta besar karena kedatangan duta dari Tiongkok, angkatan
perang negeri Tartar. Raja menyuguhkan hidangan dengan perkakas dari emas, mulai
nampan, piring sampai sendok. Para tamu puas dan menilai, Majapahit memang
negara besar yang patur dihormati. Setelah pesta usai, sebelum para tamu
pulang, Hayam Wuruk ingin memperlihatkan kekayaan Kerajaan yang terkenal
sebagai negeri gemah ripah loh jinawi.
Semua perkakas dari emas itu
dibuang ke Kolam Segaran, tempat dimana pesta itu dilangsungkan. Karena
benda-benda itu terkubur begitu lama, keberadaannya dikuasai makhluk gaib.
Untuk mengangkat harta karun itu bukan persoalan gampang karena harus berhadapan
dengan lelembut yang menguasai benda-benda tersebut. Tapi konon menurut cerita
dari juru kunci pak Kuntoro di kolam segaran tersebut pada dasar kolam
dulunya dipasangkan jarring, gunanya untuk mengangkat kembali barang-barang
yang telah dibuang di kolam segaran tersebut
Candi Wringin lawang terletak di
Dukuh Wringinlawang, Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto,
tepatnya 11 km dari Mojokerto ke arah Jombang. Konon dahulu di dekat candi
terdapat pohon beringin yang besar sehingga candi ini dinamakan Candi
Wringinlawang (dalam bahasa Jawa, wringin berarti beringin, lawang berarti
pintu).
Tidak banyak yang diketahui tentang
masa pembangunan maupun fungsi candi Wringin lawang. Dalam tulisan Raffles
tahun 1815, bangunan kuno ini disebut dengan nama Gapura Jati Paser. Sebutan
itu kemungkinan berkaitan dengan nama desa tempat candi itu berada. Dalam
tulisan Knebel tahun 1907, gapura ini disebut sebagai ‘Gapura Wringin lawang.’
Candi Wringin Lawang berbentuk
gapura. Keseluruhan terbuat dari batu bata dengan arah hadap timur barat.
Banguan ini termasuk tipe candi Bentar, yaitu gapura tanpa atap. Candi bentar
biasanya berfungsi sebagai gerbang luar suatu kompleks bangunan. Umumnya orang
menghubungkan dengan gapura masuk ke ibukota Majapahit, namun secara pasti
belum dapat diketahui apakah gapura in merupakan gerbang salah kraton atau yang
lain. Hanya diperkirakan sebagai pintu gerbang salah satu kompleks bangunan
yang berada di kotaraja Majapahit.
Gapura Wringin lawang telah
mengalami pemugaran yang dilaksanakan sejak tahun 1991 sampai dengan tahun
1995. Keseluruhan bangunan yang menghadap timur-barat ini terbuat dari bata
merah. Fondasi gapura berbentuk segi empat dengan ukuran 13 x 11,50 m. Sebelum
dipugar belahan selatan gapura masih utuh, berdiri tegak dengan ketinggian
15,50 m., sementara belahan utara hanya tersisa 9 meter.
Adanya candi yang berbentuk datar
diduga merupakan ruang pertemuan dengan di sudut selatannya terdapat makamnya,
sedangkan dari bentuk gua diduga sebagai tempat semedi (pertapaan) dan lorong
rahasia diduga untuk ruang pelarian. Penggalian situs Kedaton yang dilakukan
sejak 1996 itu memang belum selesai hingga sekarang, karena para arkeolog masih
mencari keterkaitan dari empat bentuk bangunan yang ada.
Yang jelas, penggalian sudah
mencapai kedalaman 80 sentimeter di bawah permukaan tanah, sehingga diduga
merupakan lorong rahasia yang menghubungkan kerajaan Majapahit dengan kerajaan
lainnya. Tempat tersebut oleh sebagian masyarakat dipercayai sebagai tempat
berkumpulnya leluhur para Kerajaan Majapahit dan menjadi bagian dari keraton
atau pusat Majapahit yang masih menjadi misteri hingga kini."Dibandingkan
dengan situs lain di Trowulan, kawasan Candi Kedaton dianggap memiliki ’getaran’
lebih sehingga banyak orang yang bertirakat di tempat ini," katanya.
Umpak umpak situs Kedaton
Kekeramatan Candi Kedaton sudah
diketahui banyak orang. Dipercaya candi tersebut punya dhanyang berupa kala
raksasa. Makhluk mirip kalajengking itu sering menampakkan diri di
lorong-lorong candi. “Tapi tidak semua orang bisa mengetahui adanya
kalajengking tersebut. Banyak yang menganggap tak mungkin kalajengking raksasa
itu menyergap peziarah karena letak lorong-lorong relatif dalam. Kalajengking
itu memang biasa menakut-nakuti orang sedang semedi. Tapi tidak sampai
menggigit. Kalajengking itu dipercaya sebagai lelembut, bukan mahluk
sebenarnya.
Masih di daerah Dukuh Kedaton, Desa
Sentonorejo, pada jarak sekitar 200 m menuju arah utara dari reruntuhan
bangunan lantai profane, terdapat reruntuhan bangunan lain yang dibuat dari
bata. berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 9,50 x 12,60 m, dan tinggi
yang masih tersisa 1,58 m. dekat dengan reruntuhan ini terdapat sumur tua yang
dibuat dari susunan bata. Bentuk denah ini bujur sangkar dengan ukuran 85 x 85
cm menuju ke arah barat dari reruntuhan Candi Kedaton ditemukan juga
peninggalan purbakala berupa umpak-umpak batu dengan ukuran yang cukup besar.
Tidak
jauh dari Situs Kedaton di Desa Sentonorejo tersebut terdapat Pendopo Majapahit
itu diyakini merupakan pusat kerajaan Majapahit dengan luasnya yang mencapai
besaran kilometer, terbentang ke barat, timur, selatan dan utara dari pendopo.
Di belakang pendopo, ada batu miring yang merupakan tempat Gajahmada membaca
ikrar "Sumpah Palapa", kemudian di belakangnya merupakan tempat
pertapaan dan makam Raden Wijaya. Di Pendopo Agung setiap tanggal 1 Suro
menjadi pusat penyelenggaraan Prosesi Grebeg Suro yang rangkaian kegiatannya
meliputi kirab pusaka, pentas seni rakyat dan pagelaran wayang kulit semalam
suntuk.
·
KULINER
Kekayaan yang dimiliki
Kabupaten Mojokerto tidak hanya tentang Kerajaan Majapahit yang mempesona. Kita
masih akan dimanjakan dengan kuliner-kuliner khas yang menggoda. Salah satunya
adalah Wader Goreng Trowulan yang menjadi kegemaran banyak pengunjung yang
datang ke situs Trowulan.
Lokasinya
berada di sebuah dataran yang merupakan ujung dari kaki tiga gunung yakni
Gunung Penanggungan, Welirang, dan Anjasmoro. Tepatnya di sekitar delta Sungai
Berantas, sekitar 10 Km barat daya Kota Mojokerto, atau sekitar 60 km barat
daya Surabaya. Situs ini dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun
kendaaran umum dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dari Kota Mojokerto.
Warung-warung alias rumah makan
sederhana yang menyediakan menu makanan satu ini berada di sepanjang jalan
antara Segaran hingga Museum Trowulan. Kita bisa memilih susuai selera dan
harganya pun sesuai dengan kantong. Kesederhanaan yang disajikan akan kita
dapatkan ketika memakan wader goreng di warung – warung yang lokasinya tidak
berjauhan dari Segaran, sehingga para penikmat wader goreng akan dimanjakan
dengan panorama Segaran yang istimewa.
Wader yang disajikan adalah ikan
Wader berukuran kecil yang digereng kering. Agar tidak kehilangan kenikmatan
dari sajian wader ini tidak lupa disajikan sambal terasi segar lengkap dengan
lalapannya ( sayuran hijau yang belum dimasak). Pengunjung tidak akan dibuat
bosan dengan menu makanan wader saja. Masih banyak tentunya menu-menu lain yang
disajikan selain ikan Wader yang digoreng, karena setiap warung menawarkan menu
mereka. Pengunjung tetap dapat memilih sajian lain sesuai dengan yang tersedia
pada rumah makan sederhana yang pengunjung kunjungi. Kebanyakan dari mereka
menyediakan lele dan bebek goreng di samping menyajikan wader sebagai menu
andalan. Selain menu-menu utama untuk makan, mereka juga menyediakan berbagai
macam kudapan. Minumannya pun cukup beragam. Kita dapat memesan minuman jeruk
dan teh yang disajikan dingin maupun hangat. Selain itu disediakan pula
minuman-minuman mineral dan kemasan botol yang cukup beragam.
·
TRANSPORTASI
Anda dapat naik
bus dari Surabaya hingga terminal Mojokerto atau langsung turun di Trowulan. Kemudian dari terminal Mojokerto naik angkutan kota ke Trowulan, setelah itu
bisa naik ojek menuju ke beberapa candi yang berjarak sekitar 2-3 kilometer
itu. Anda juga dapat menggunakan kereta api dari
Jogja menuju Mojokerto sekitar 6 jam. Sesampainya di
Stasiun Mojokerto Anda menuju Terminal Bus Kertajaya Mojokerto. Dari sana naik
becak dengan tarif Rp15.000,00 atau berjalan kaki sekitar 45 menit. Di terminal
busnya pasti melewati Jalan Raya Trowulan. Cukup membayar Rp2.500,00 per orang
untuk tujuan Trowulan sekitar 15 menit atau 12 km dari kota Mojokerto. Untuk menuju
Museum Trowulan ada di wilayah Dusun Trowulan Desa Trowulan Kecamatan Trowulan.
Anda dapat mencapainya menggunakan semua transportasi melalui jalan raya
Trowulan atau jalan kecamatan tidak jauh dari kolam Segaran.
·
AKOMODASI
Beberapa hotel
yang dapat dijadikan referensi adalah berikut ini.
ü
Hotel Grand Trawas
Jalan Trawas,Mojokerto
Telp : 0361 9 600 600
ü Merdeka Hotel
Jl Residen Pamuji 73, Mojokerto 61311
ü Puri Indah Hotel
Jl Raya By Pass, Mojokerto 61363
ü Sekar Putih
Hotel
Jl By Pass 1, Mojokerto 61363
Daftar Pustaka :
id.wikipedia.org
Yahoo Answers
M.Shafwan Iswara
Usaha Jasa Pariwisata “A” 2014
4423143934
Fakultas Ilmu Sosial
bermanfaat! thanks bro
ReplyDeleteWah pas banget nih aku lagi butuh info untuk traveling, nice banget tulisannya, sangat baik, makasih yaaa
ReplyDeleteNice info gan, mayan buat liburan nanti
ReplyDeleteIkan waden yang paling the best. Nice bgt infonya
ReplyDeleteWisata jawa timur memang indah2 yaa!!
ReplyDeleteMakasih sob referensinya!!!
ReplyDeleteMakasih kakak referensinya
ReplyDeleteBagus gan artikel lu
ReplyDeleteGood information gan! Ane yg awalnya gatau jalan jalan jadi suka bgt travelling liat postingan agan
ReplyDeleteBagus gan artikel lu
ReplyDeleteCintailah Indonesia :)
ReplyDeleteMantap
ReplyDelete