Saturday, January 2, 2016

Tugas 3 - Pariwisata Sejarah dan Budaya Indonesia

Situs Trowulan Majapahit Mojokerto

Assalamualaikum kawan kawan

Perkenalkan nama saya Muhamad Shafwan Iswara, saya adalah anak pertama dari dua bersaudara yang berasal dari keluarga ternama di ibukota ini yaitu DKI Jakarta. Saya terlahir di kota ini tepat nya pada tanggal 5 Maret 1995, tapi perlu kalian ketahui saya tidak asli berasal dari Jakarta alias bukan orang asli Jakarta. Ayah saya adalah orang campuran dari daerah Jawa Timur dan Belanda dan Ibu saya adalah orang asli dari Nusa Tenggara Barat. Orang tua saya memberikan nama Muhamad Shafwan Iswara diperoleh dari banyak cerita, yang pertama yaitu Muhamad nama ini di ambil dari nama rasul kita yaitu Muhammad SAW, yang kedua Shafwan nama ini adalah murni nama saya sendiri yang di karenakan saya adalah anak pertama (Shaf = barisan & wan(one) = satu atau pertama), dan yang terakhir adalah Iswara, Iswara ini sendiri adalah nama keluarga yang saya sebutkan tadi di atas, dan ini adalah nama turun temurun dalam keluarga saya yang sudah bertahun tahun silam lamanya, jika anda tanyakan dari kapan, saya tidak bisa menjawab nya karena saya sendiri pun tidak mengetahui asal usul nya.

Inilah saatnya Anda membangkitkan imajinasi tentang kehidupan dari sebuah kerajaan terbesar di Indonesia lebih dari 700 tahun yang lalu. Ya, inilah situs Kerajaan Majapahit dari masa abad XIII – XV Masehi. Berlokasi di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur sebagai tempat dimana Anda dapat mengenang kebesarannya dan tidak lagi menganggap bahwa kita hanya tahu dari buku sejarah atau pelajaran saat sekolah dahulu.

Trowulan adalah satu-satunya situs kota di Indonesia yang luasnya mencapai 11 x 9 km 99 km² dan menyimpan ratusan ribu peninggalan arkeologis, baik yang sudah ditemukan maupun yang masih terkubur. Berwisata ke tempat ini bukan sekedar liburan, namun Anda juga bisa menapaki sejarah besar dari sebuah kerajaan yang menjadi inspirasi Bangsa Indonesia tentang "Persatuan Nusantara". Selain itu Anda akan mengetahui bagaimana tingkat peradaban di Trowulan di masa Majapahit, mulai dari sistem pemerintahan, perdagangan, hubungan luar negeri, teknologi, arsitektur, pertanian, hingga seni kerajinan.

Pada kali ini saya memasukan segmen sekitar pelajar SMA ataupun mahasiswa dalam mata pelajaran Sejarah khususnya pada yang mempelajari tentang kerajaan kerajaan yang pernah ada di Indonesia ini, dengan ini saya berharap para siswa ataupun mahasiswa dapat lebih mengenal kerjaaan yang pernag ada di Indonesia, apalagi yang dalam materi ini, ini adalah kerjaan terbesar di Indonesia pada masanya yaitu “Kerajaan Majapahit”
Situs Trowulan sendiri pertama kali muncul dalam literatur berjudul “History of Java I” yang ditulis Sir Stamford Raffles tahun 1817. Raffles mengatakan bahwa nama Trowulan berasal dari Trang Wulan atau Terang Bulan. Saat ditemukan seluruh situs ini tertutup hutan jati yang cukup lebat, sehingga dia tidak terlihat sebagai sebuah kota klasik.

Situs kota kota klasik Trowulan dibagi beberapa segmen yang memperlihatkan perannya dimasa lalu. Dibangun dengan pola ruang kanal air diduga ada hubungannya dengan konsep mandala yang digunakan sebagai acuan dan dasar pembagian kosmologis kota ini. Kolam Segaran membuktikan hal tersebut tak ubahnya bagai telaga di tengah kota. Berdasarkan sketsa rekonstruksi Kota Majapahit dan foto udara memperlihatkan kota lama ini memiliki sistem kanal pengairan untuk drainase dan pasokan air yang dibuat dalam garis lurus memanjang barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya.

Obyek wisata pendidikan situs Trowulan merupakan bekas kota kerajaan Majapahit dan dibangun di sebuah dataran yang merupakan ujung penghabisan dari tiga jajaran gunung. Gunung-gunung yang mengitari Kerajaan Majapahit adalah gunung Penanggungan, Gunung Welirang dan Gunung Anjasmara. Hal ini sesuai dengan falsafah masyarakat Jawa dalam memilih lokasi tempat tinggal, yaitu bersandar pada gunung dan menghadap lautan. Posisi ini pun dalam strategi militer dianggap sangat tepat untuk dijadikan lokasi benteng pertahanan yang kuat dalam menangkap serangan musuh.
Kondisi geografis daerah sekitar tempat wisata di Trowulan mempunyai kesesuaian lahan sebagai daerah pemukiman. Hal ini di dukung oleh topografi yang landai dan air tanah yang relatif dangkal. Sebagai bekas kota, di Situs Trowulan dapat dijumpai ratusan ribu peninggalan arkeologis baik berada di bawah maupun di permukaan tanah yang berupa artefak, ekofak serta fitur. Tempat wisata di Mojokerto ini menjadi tujuan berlibur yang relatif mudah dijangkau baik dari arah utara maupun selatan Kota Mojokerto.
Informasi terkait tempat wisata sejarah situs peninggalan Kerajaan Majapahit yang sangat menarik ini diperoleh melalui penelitian yang panjang. Masih menurut buku yang ditulis oleh Wicaksono Dwi Nugroho, M. Hum. dan kawan-kawan, penelitian terhadap Situs Trowulan pertama kali dilakukan oleh Wardenaar pada tahun 1815. Ia mendapat tugas dari Thomas Stamford Raffles, penguasa imperialisme Inggris untuk mengadakan pencatatan peninggalan arkeologi di daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut dicantumkon oleh Raffles dalam bukunya yang berjudul History of Java dan diterbitkan tahun 1817.
Buku History of Java menyebutkan bahwa berbagai obyek arkeologi yang berada di wilayah Trowulan sebagai peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Peneliti berikutnya adalah W.R. Van Hovell pada tahun 1849 menggali sejumlah artefak di situs Trowulan, kemudian dilanjutkan oleh penelitian J.V.G. Brumund dan Jonathan Rigg. Hasil penelitian mereka diterbitkan dalam “Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia”. J. Hageman juga pernah menulis tentang sejarah Majapahit di Trowulan dengan judul “Toelichting over den Ouden Pilaar van Majapahit” dan diterbitkan tahun 1958.
Selanjutnya, R.D.M. Verbeek mengadakan kunjungan ke sejumlah tempat wisata bersejarah di Trowulan dan menerbitkan laporannya dalam artikel Oudheden van Majapahit in 1815 en 1887, yang termuat dalam TBG XXXIII tahun 1889. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh R.A.A. Kromodjojo Adinegoro seorang Bupati Mojokerto yang memerintah antara 1849 sampai tahun 1916. Beliau sangat menaruh perhatian terhadap peninggalan arkeologi di Trowulan. Ia menggali Candi Tikus dan juga merintis pembangunan Museum Mojokerto yang berisi benda koleksi arkeologis peninggalan Majapahit.
Knebel seorang anggota Comissie voor Oudheidkundig Orderzoek op Java en Madura pada tahun 1907 melakukan inventarisasi peninggalan arkeologi di beberapa titik obyek wisata sejarah di Trowulan. Selanjutnya N.J. Krom mengulas peninggalan Majapahit di Trowulan dalam karyanya Inleiding tot de Hindoe Javaansche Kunst pada tahun 1923. Penelitian terhadap Situs Trowulan lebih intensif dilakukan setelah didirikan Oudheidkundige Vereeneging Majapahit (OVM) tahun 1924 oleh R.A.A. Kromodjojo Adinegoro.
R.A.A. Kromodjojo Adinegoro bekerjasama dengan seorang peneliti Belanda yang bernama Ir. Henry Maclaine Pont dan kemudian berkantor di Trowulan. Selanjutnya kantor tersebut dijadikan museum yang memamerkan benda-benda peninggalan Majapahit. Antara tahun 1921 sampai 1924 Maclaine Pont mengadakan penggalian-penggalian di Trowulan dengan maksud mencocokannya dengan uraian dalam Kitab Negarakertagama. Hasil Lelitiannya tersebut kemudian menghasilkan Sketsa Rekonstruksi Kota Majapahit di Trowulan.
F. Stutterheim yang melakukan penelitian tentang bentuk Ibukota Kerajaan Majapahit pegang pada Kitab Negarakertagama pupuh VIII – XII dan menyimpulkan bahwa tata kota Kraton Majapahit dapat dianalogikan dengan Kraton Yogyakarta dan Surakarta. Lebih jauh disebutkan bahwa bangunan yang terdapat di dalam kompleks kraton mirip dengan yang terdapat di dalam kompleks puri di Bali. Stutterheim mengulas kesamaan tersebut dalam bukunya yang berjudul Oorkonde Van Balitung uit 905 AD dan diterbitkan tahun 1940.
Penelitian lebih lanjut mengenai kekayaan tempat wisata sejarah Trowulan dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1993. Puslit Arkenas mencoba mencari bukti-bukti tentang pembangunan kota di Kerajaan Majapahit melalui penggalian arkeoIogis yang ditentukan atas dasar nama tempat yang disebut dalam Negarakertagama atau atas dasar penemuan baru yang ditemukan secara tidak sengaja oleh penduduk. Strategi yang dikembangkan waktu itu adalah penelitian sporadis.
Hasil penggalian di lokasi obyek wisata sejarah Situs Trowulan menunjukkan bahwa sebagai tempat terakumulasinya jenis benda yang biasa disebut kota ini, tidak hanya berupa situs tempat tinggal saja tetapi terdapat situs-situs lain seperti situs upacara, situs agama, situs bangunan suci, situs industri, situs perjagalan, situs makam, situs sawah, situs pasar, situs kanal dan situs waduk. Situs-situs itu membagi suatu kota dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil yang diikat oleh jaringan jalan. Menurut The Jombang Taste, tata kota yang teratur seperti itu merupakan salah satu bukti tingginya tingkat peradaban Nusantara di masa lampau.
Namun sejauh ini penelitian belum memberikan gambaran utuh mengenai keseluruhan kota Majapahit seperti diuraikan Empu Prapanca dalam puja sastranya Negarakertagama. Pemahaman bentuk Situs Trowulan secara lebih luas baru diperoleh setelah dilakukan foto udara oleh tim geografi Universitas Gadjah Mada yang berhasil menunjukkan Situs Trowulan sebagai kota berparit. Peran serta akademisi masih terus dibutuhkan dalam rangka mengembangkan situs Trowulan sebagai pusat pelestarian peninggalan Majapahit sekaligus sebagai tempat wisata pendidikan yang representatif.
Pelestarian yang dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala waktu itu telah menghasilkan rencana induk pelestarian yang dimaksudkan untuk melindungi situs penting di Trowulan. Tahun demi tahun situs bangunan digali, dipugar dan dipelihara serta dimanfaatkan, seperti Candi Tikus, Gapura Bajangratu, Candi Brahu, Candi Gentong, Gapura Wringin Lawang dan Candi Kedaton. Berdasarkan kegiatan arkeologis yang dilakukan, menunjukkan bahwa Situs Trowulan merupakan situs penting dalam dunia arkeologi Indonesia dan mampu menjadi tempat wisata sejarah dan pendidikan yang informatif.
Untuk menikmati situs kota purbakala ini mungkin Anda membutuhkan waktu lebih dari sehari. Ada banyak situs yang dapat Anda kunjungi seperti Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, Candi Brahu, Candi Kedaton, Gapura Wringin Lawang, Kolam Segaran, Pendopo Mojopahit yaitu Petilasan Gajahmada, Museum Trowulan, Makam Putri Cempa yaitu permaisuri Raja Majapahit terakhir, Brawijaya. Ada juga Makam Troloyo yaitu makam Syeikh Jumadil Qubro, kakeknya para Wali Songo, ini juga membuktikan adanya komunitas Muslim di dalam kota kerajaan Majapahit. Ada juga makam Panjang yang menunjukkan adanya penghuni Trowulan sebelum era Majapahit.

1.      CANDI BRAHU

Candi Brahu terletak di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Tepat di depan kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur yang terletak di jalan raya Mojokerto-Jombang terdapat jalan masuk ke arah utara yang agak sempit namun telah diaspal. Candi Brahu terletak di sisi kanan jalan kecil tersebut, sekitar 1,8 km dari jalan raya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa Candi Brahu lebih tua dibandingkan candi lain yang ada di sekitar Trowulan. Nama Brahu dihubungkan diperkirakan berasal dari kata 'Wanaru' atau 'Warahu', yaitu nama n suci yang disebutkan di dalam prasasti tembaga 'Alasantan' yang ditemukan kira-kira 45 meter disebelah barat Candi Brahu. Prasasti ini dibuat pada tahun 861 Saka atau, tepatnya, 9 September 939 M atas perintah Raja Mpu Sindok dari Kahuripan. Menurut masyarakat di sekitarnya, candi ini dahulu berfungsi sebagai tempat pembakaran jenasah raja-raja Brawijaya. Akan tetapi, hasil penelitian yang dilakukan terhadap candi tersebut tidak menunjukkan adanya bekas-bekas abu atau mayat, karena bilik candi sekarang sudah kosong.
Di sekitar kompleks candi pernah ditemukan benda-benda kuno lain, seperti alat upacara dari logam, perhiasan dan benda-benda lain dari emas, serta arca-arca logam yang kesemuanya menunjukkan ciri-ciri ajaran Buddha, sehingga ditarik kesimpulan bahwa Candi Brahu merupakan candi Buddha. Walaupun tak satupun arca Buddha yang didapati di sana, namun gaya bangunan serta sisa profil alas stupa yang terdapat di sisi tenggara atap candi menguatkan dugaan bahwa Candi Brahu memang merupakan candi Buddha. Diperkirakan candi ini didirikan pada abad 15 M.

2.      CANDI TIKUS

Terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan. Dari Candi Bajangratu ke arah tenggara sekitar 500 m. Candi Tikus adalah sebuah candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di kompleks Trowulan, Kabupaten Mojokerto, di Trowulan. Bangunan Candi Tikus berupa tempat ritual mandi (petirtaan) di kompleks pusat pemerintahan Majapahit. Bangunan utamanya terdiri dari dua tingkat.
Candi Tikus diperkirakan dibangun pada abad ke-13 atau abad ke-14. Candi ini dihubungkan dengan keterangan Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama, bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-kolamnya. Arsitektur bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru merupakan tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan, dari mitos air yang mengalir di Candi Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru.

3.      CANDI BAJANG RATU

Candi Bajangratu terletah di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, sekitar 3,5 km dari Candi Wringinlawang dan sekitar 600 m dari Candi Tikus. Candi ini masih menyimpan banyak hal yang belum diketahui secara pasti, baik mengenai tahun pembuatannya, raja yang memerintahkan pembangunannya, fungsinya, maupun segi-segi lainnya.
Nama Bajangratu pertama kali disebut dalam Oudheidkunding Verslag (OV) tahun 1915. Arkeolog Sri Soeyatmi Satari menduga nama Bajangratu ada hubungannya dengan Raja Jayanegara dari Majapahit, karena kata 'bajang' berarti kerdil. Menurut Kitab Pararaton dan cerita rakyat, Jayanegara dinobatkan tatkala masih berusia bajang atau masih kecil, sehingga gelar Ratu Bajang atau Bajangratu melekat padanya.
Mengenai fungsi candi, diperkirakan bahwa Candi Bajangratu didirikan untuk menghormati Jayanegara. Dasar perkiraan ini adalah adanya relief Sri Tanjung di bagian kaki gapura yang menggambarkan cerita peruwatan. Relief yang memuat cerita peruwatan ditemukan juga, antara lain, di Candi Surawana. Candi Surawana diduga dibangun sehubungan dengan wafatnya Bhre Wengker (akhir abad ke-7).

4.      KOLAM SEGARAN MAJAPAHIT

Kolam segaran pertama kali ditemukan oleh seoran Belanda, Ir. Marc Lain Pont bekerjasam dengan Bupati Mojokerto pertama yaitu Kromojoyo pada tahun 1926. Sejak ditemukan hingga saat ini, telah beberapa kali dilakukan pemugaran yaitu pada tahun 1966, 1974, dan 1984. Bagi Kabupaten Mojokerto Kolam Segaran merupakan salah satu situs peninggalan Kerajaan Majapahit, yang dituahkan dan dibanggakan masyarakat Trowulan khususnya dan Mojokerto pada umumnya.

Nama Kolam Segaran berasal dari bahasa Jawa 'segara' yang berarti 'laut', mungkin masyarakat setempat mengibaratkan kolam besar ini sebagai miniatur laut. Tembok dan tanggul bata merah mengelilingi kolam yang sekaligus memberi bentuk pada kolam tersebut.Kolam ini memiliki panjang 375 meter, lebar 175 meter, tebal tepian 1,6 meter dengan kedalaman 2,88 meter.

Sebagai pembatas, kolam ini menggunakan konstruksi batu bata. Dan uniknya, batu bata tersebut hanya ditata sedemikian rupa tanpa perekat dan hanya digosok – gosokkan satu sama lain. Saluran air masuk ke kolam ada di bagian tenggara. Sedangkan di sebelah selatan sudut timur laut dinding sisi luar terdapat 2 kolam kecil berhimpitan, sementara di sebelah barat sudut timur terdapat saluran air menembus sisi utara. Di bagian tenggara terdapat saluran air masuk ke kolam dan saluran air keluar di bagian barat laut. Sumber air kolam berasal dari Balong Bunder dan Balong Dowo yang berada di sebelah selatan dan barat daya kolam. Dan pintu masuknya terletak di sebelah barat, dengan bentuk tangga batu kuno. Selain dari dua sumber air tersebut, air dalam kolam Segaran juga berasal dari air hujan.

Oleh karena itu, kolam tersebut selalu dipenuhi air dengan ketinggian 1,5 hingga 2 meter selama musim penghujan, namun konon kolam ini meskipun terjadi hujan lebat tapi kolam sgaran ini tak pernah banjir atau meluap dan sebaliknya meskipun kola mini di dalam masa kemarau yang panjang tetap saja debit airnya masih ada dan tak pernah kering. Letak Kolam Segaran sekitar 500 meter arah selatan jalan raya Mojokerto – Jombang, dan sekitar 5 meter dari Pusat Purbakala di Mojokerto. Dengan ukuran yang sangat besar itu, kolam yang menjadi salah satu simbol kejayaan Kerajaan Majapahit ini, diakui beberapa ahli anthropologi nasional sebagai kolam kuno terbesar di Indonesia. 0Kisah mistis keberadaan kolam ini, diawali saat pemugaran pertama dengan penemuan bandul jaring, kail pancing dari emas, dan sebuah piring berbahan emas dalam kondisi 60%. Semua penemuan itu tersurat di salah satu dinding Museum Trowulan.

Posisinya di sebelah kanan batu Surya Majapahit. Konon, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengadakan pesta besar karena kedatangan duta dari Tiongkok, angkatan perang negeri Tartar. Raja menyuguhkan hidangan dengan perkakas dari emas, mulai nampan, piring sampai sendok. Para tamu puas dan menilai, Majapahit memang negara besar yang patur dihormati. Setelah pesta usai, sebelum para tamu pulang, Hayam Wuruk ingin memperlihatkan kekayaan Kerajaan yang terkenal sebagai negeri gemah ripah loh jinawi.

Semua perkakas dari emas itu dibuang ke Kolam Segaran, tempat dimana pesta itu dilangsungkan. Karena benda-benda itu terkubur begitu lama, keberadaannya dikuasai makhluk gaib. Untuk mengangkat harta karun itu bukan persoalan gampang karena harus berhadapan dengan lelembut yang menguasai benda-benda tersebut. Tapi konon menurut cerita dari juru kunci pak Kuntoro di kolam segaran tersebut pada dasar  kolam dulunya dipasangkan jarring, gunanya untuk mengangkat kembali barang-barang yang telah dibuang di kolam segaran tersebut

5.      CANDI WRINGIN LAWANG

Candi Wringin lawang terletak di Dukuh Wringinlawang, Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, tepatnya 11 km dari Mojokerto ke arah Jombang. Konon dahulu di dekat candi terdapat pohon beringin yang besar sehingga candi ini dinamakan Candi Wringinlawang (dalam bahasa Jawa, wringin berarti beringin, lawang berarti pintu).
Tidak banyak yang diketahui tentang masa pembangunan maupun fungsi candi Wringin lawang. Dalam tulisan Raffles tahun 1815, bangunan kuno ini disebut dengan nama Gapura Jati Paser. Sebutan itu kemungkinan berkaitan dengan nama desa tempat candi itu berada. Dalam tulisan Knebel tahun 1907, gapura ini disebut sebagai ‘Gapura Wringin lawang.’
Candi Wringin Lawang berbentuk gapura. Keseluruhan terbuat dari batu bata dengan arah hadap timur barat. Banguan ini termasuk tipe candi Bentar, yaitu gapura tanpa atap. Candi bentar biasanya berfungsi sebagai gerbang luar suatu kompleks bangunan. Umumnya orang menghubungkan dengan gapura masuk ke ibukota Majapahit, namun secara pasti belum dapat diketahui apakah gapura in merupakan gerbang salah kraton atau yang lain. Hanya diperkirakan sebagai pintu gerbang salah satu kompleks bangunan yang berada di kotaraja Majapahit.
Gapura Wringin lawang telah mengalami pemugaran yang dilaksanakan sejak tahun 1991 sampai dengan tahun 1995. Keseluruhan bangunan yang menghadap timur-barat ini terbuat dari bata merah. Fondasi gapura berbentuk segi empat dengan ukuran 13 x 11,50 m. Sebelum dipugar belahan selatan gapura masih utuh, berdiri tegak dengan ketinggian 15,50 m., sementara belahan utara hanya tersisa 9 meter.

6.      CANDI KEDATON

Adanya candi yang berbentuk datar diduga merupakan ruang pertemuan dengan di sudut selatannya terdapat makamnya, sedangkan dari bentuk gua diduga sebagai tempat semedi (pertapaan) dan lorong rahasia diduga untuk ruang pelarian. Penggalian situs Kedaton yang dilakukan sejak 1996 itu memang belum selesai hingga sekarang, karena para arkeolog masih mencari keterkaitan dari empat bentuk bangunan yang ada.
Yang jelas, penggalian sudah mencapai kedalaman 80 sentimeter di bawah permukaan tanah, sehingga diduga merupakan lorong rahasia yang menghubungkan kerajaan Majapahit dengan kerajaan lainnya. Tempat tersebut oleh sebagian masyarakat dipercayai sebagai tempat berkumpulnya leluhur para Kerajaan Majapahit dan menjadi bagian dari keraton atau pusat Majapahit yang masih menjadi misteri hingga kini."Dibandingkan dengan situs lain di Trowulan, kawasan Candi Kedaton dianggap memiliki ’getaran’ lebih sehingga banyak orang yang bertirakat di tempat ini," katanya.
Umpak umpak situs Kedaton
Kekeramatan Candi Kedaton sudah diketahui banyak orang. Dipercaya candi tersebut punya dhanyang berupa kala raksasa. Makhluk mirip kalajengking itu sering menampakkan diri di lorong-lorong candi. “Tapi tidak semua orang bisa mengetahui adanya kalajengking tersebut. Banyak yang menganggap tak mungkin kalajengking raksasa itu menyergap peziarah karena letak lorong-lorong relatif dalam. Kalajengking itu memang biasa menakut-nakuti orang sedang semedi. Tapi tidak sampai menggigit. Kalajengking itu dipercaya sebagai lelembut, bukan mahluk sebenarnya.
Masih di daerah Dukuh Kedaton, Desa Sentonorejo, pada jarak sekitar 200 m menuju arah utara dari reruntuhan bangunan lantai profane, terdapat reruntuhan bangunan lain yang dibuat dari bata. berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 9,50 x 12,60 m, dan tinggi yang masih tersisa 1,58 m. dekat dengan reruntuhan ini terdapat sumur tua yang dibuat dari susunan bata. Bentuk denah ini bujur sangkar dengan ukuran 85 x 85 cm menuju ke arah barat dari reruntuhan Candi Kedaton ditemukan juga peninggalan purbakala berupa umpak-umpak batu dengan ukuran yang cukup besar.

7.      PENDOPO MAJAPAHIT

Tidak jauh dari Situs Kedaton di Desa Sentonorejo tersebut terdapat Pendopo Majapahit itu diyakini merupakan pusat kerajaan Majapahit dengan luasnya yang mencapai besaran kilometer, terbentang ke barat, timur, selatan dan utara dari pendopo. Di belakang pendopo, ada batu miring yang merupakan tempat Gajahmada membaca ikrar "Sumpah Palapa", kemudian di belakangnya merupakan tempat pertapaan dan makam Raden Wijaya. Di Pendopo Agung setiap tanggal 1 Suro menjadi pusat penyelenggaraan Prosesi Grebeg Suro yang rangkaian kegiatannya meliputi kirab pusaka, pentas seni rakyat dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

·         KULINER


Kekayaan yang dimiliki Kabupaten Mojokerto tidak hanya tentang Kerajaan Majapahit yang mempesona. Kita masih akan dimanjakan dengan kuliner-kuliner khas yang menggoda. Salah satunya adalah Wader Goreng Trowulan yang menjadi kegemaran banyak pengunjung yang datang ke situs Trowulan.


 Lokasinya berada di sebuah dataran yang merupakan ujung dari kaki tiga gunung yakni Gunung  Penanggungan, Welirang, dan Anjasmoro. Tepatnya di sekitar delta Sungai Berantas, sekitar 10 Km barat daya Kota Mojokerto, atau sekitar 60 km barat daya Surabaya. Situs ini dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun kendaaran umum dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dari Kota Mojokerto.



Warung-warung alias rumah makan sederhana yang menyediakan menu makanan satu ini berada di sepanjang jalan antara Segaran hingga Museum Trowulan. Kita bisa memilih susuai selera dan harganya pun sesuai dengan kantong. Kesederhanaan yang disajikan akan kita dapatkan ketika memakan wader goreng di warung – warung yang lokasinya tidak berjauhan dari Segaran, sehingga para penikmat wader goreng akan dimanjakan dengan panorama Segaran yang istimewa.

Wader yang disajikan adalah ikan Wader berukuran kecil yang digereng kering. Agar tidak kehilangan kenikmatan dari sajian wader ini tidak lupa disajikan sambal terasi segar lengkap dengan lalapannya ( sayuran hijau yang belum dimasak). Pengunjung tidak akan dibuat bosan dengan menu makanan wader saja. Masih banyak tentunya menu-menu lain yang disajikan selain ikan Wader yang digoreng, karena setiap warung menawarkan menu mereka. Pengunjung tetap dapat memilih sajian lain sesuai dengan yang tersedia pada rumah makan sederhana yang pengunjung kunjungi. Kebanyakan dari mereka menyediakan lele dan bebek goreng di samping menyajikan wader sebagai menu andalan. Selain menu-menu utama untuk makan, mereka juga menyediakan berbagai macam kudapan. Minumannya pun cukup beragam. Kita dapat memesan minuman jeruk dan teh yang disajikan dingin maupun hangat. Selain itu disediakan pula minuman-minuman mineral dan kemasan botol yang cukup beragam.

·         TRANSPORTASI

    Anda dapat naik bus dari Surabaya hingga terminal Mojokerto atau langsung turun di Trowulan. Kemudian dari terminal Mojokerto naik angkutan kota ke Trowulan, setelah itu bisa naik ojek menuju ke beberapa candi yang berjarak sekitar 2-3 kilometer itu. Anda juga dapat menggunakan kereta api dari Jogja menuju Mojokerto sekitar 6 jam. Sesampainya di Stasiun Mojokerto Anda menuju Terminal Bus Kertajaya Mojokerto. Dari sana naik becak dengan tarif Rp15.000,00 atau berjalan kaki sekitar 45 menit. Di terminal busnya pasti melewati Jalan Raya Trowulan. Cukup membayar Rp2.500,00 per orang untuk tujuan Trowulan sekitar 15 menit atau 12 km dari kota Mojokerto. Untuk menuju Museum Trowulan ada di wilayah Dusun Trowulan Desa Trowulan Kecamatan Trowulan. Anda dapat mencapainya menggunakan semua transportasi melalui jalan raya Trowulan atau jalan kecamatan tidak jauh dari kolam Segaran.

·         AKOMODASI
Beberapa hotel yang dapat dijadikan referensi adalah berikut ini.
ü  Hotel Grand Trawas
Jalan Trawas,Mojokerto
Telp : 0361 9 600 600
ü  Merdeka Hotel
Jl Residen Pamuji 73, Mojokerto 61311

ü  Puri Indah Hotel
Jl Raya By Pass, Mojokerto 61363
ü  Sekar Putih Hotel
Jl By Pass 1, Mojokerto 61363

Daftar Pustaka :
id.wikipedia.org
Yahoo Answers


M.Shafwan Iswara
Usaha Jasa Pariwisata “A” 2014
4423143934
Fakultas Ilmu Sosial



12 comments: