Keunikan di
Tana Toraja
Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan rahmat Nya. Nama
saya Rizqi Aulia Paramitha. Saya kuliah di jurusan Usaha Jasa Pariwisata di
Universitas Negeri Jakarta. Sebagai seorang mahasiswi jurusan pariwisata, tentunya
saya harus mengerti setidaknya tahu tentang keanekaragaman pariwisata Indonesia
serta kebudayaannya di masing – masing daerah di Indonesia. Dengan belajar,
saya akan mengetahui apa saja potensi – potensi Indonesia dalam meningkatkan
perekonomian Negara terutama dalam bidang pariwisatanya. Saya bangga menjadi
anak yang lahir di tanah air Indonesia, karena Indonesia memiliki segudang
keindahan alam yang alami yang telah ada sejak dahulu kala dan dengan anugerah
Tuhan yang Maha Besar Indonesia diciptakan berpulau – pulau dengan
masyarakatnya yang masing – masing memiliki ciri khas adat istiadat, upacara
adat dan kebudayaan yang berbeda – beda. Maka dari itu, tulisan ini selain untuk memenuhi Tugas Uas juga saya
persembahkan karena saya ingin memperkenalan daerah – daerah Indonesia, salah
satunya adalah Tana Toraja. Tana Toraja merupakan salah satu kabupaten yang berada
di Utara Provinsi Sulawesi Selatan yang didiami oleh Suku Toraja. Tana Toraja
terkenal dengan kebudayaannya yang mistis karena hampir seluruh masyarakatnya
masih menganut kepercayaan nenek moyang.
Pembahasan
Suku
Toraja adalah suku yang berada di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan,
Indonesia. Letak geografis dari Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu dari
23 kabupaten yang ada di propinsi Sulawesi Selatan yang terletak diantara
2º20´sampai 3º30´ Lintang Selatan dan 119º30´ sampai 120º10´ Bujur Timur.
"Ibukota" Tator yakni kota kecil Rantepao adalah kota yang dingin dan
nyaman, dibelah oleh satu sungai terbesar di Sulsel yakni sungai Sa'dan, sungai
inilah yang memberikan tenaga pembangkit listrik untuk menyalakan seluruh
Makasar.
Batas-batas Kabupaten
Tana Toraja adalah :
- Sebelah Utara : Kabupaten Luwu, Kabupaten
Mamuju, Kabupaten Mamasa
- Sebelah Timur : Kabupaten Luwu
- Sebelah Selatan : Kabupaten Enrekang dan
Kabupaten Pinrang
- Sebelah Barat : Kabupaten Polmas
Luas
wilayah Kabupaten Tana Toraja tercatat 3.205,77 km² atau sekitar 5% dari luas
propinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi 15 (lima belas) kecamatan. Suku Toraja
ini berada di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya
diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih
tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditi andalan dari daerah
Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkeh, cokelat dan vanili. Dari 1 juta
jiwa yang berada di Tanah Toraja mayoritas memeluk agama Kristen, sementara
sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo (aturan yang dimiliki sejak
dulu/mengikuti peraturan dari nenek moyang). Kata toraja sendiri berasal dari
bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri
atas".
Aksesibilitas
dan Akomodasi
Akses
ke Tana Toraja pun cukup mudah. Dari Jakarta anda dapat melalui jalur udara
dengan berbagai maskapai penerbangan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta
atau Bandara Halim Perdana Kusumah menuju Bandara Sultan Hassanuddin, Makassar.
Harga tiket penerbangan ini bervariasi. Mulai dari Rp 600.000 hingga
Rp2.000.000. Penerbangan ini memakan waktu sekitar 2 jam.
Dari
Makassar anda dapat melalui jalur udara ataupun jalur darat menuju Tana Toraja.
Perjalanan udara dapat dilalui dari bandara Hassanuddin, Makassar, menuju
bandara Pongtiku, Tana Toraja. Penerbangan ini dilayani oleh maskapai
Dirgantara Air Service (DAS) yang mengoperasikan pesawat jenis Casa 212 dengan
kapasitas 24 orang. Harga tiket penerbangan dari Makassar menuju Tana Toraja
ini sekitar Rp210.000. Perjalanan darat dapat dilakukan dengan mobil
carter/rental atau bus eksekutif AC. Harga tiket bus eksekutif dari Makassar
menuju Tana Toraja sekitar Rp75.000 hingga Rp85.000. Jadwal pemberangkatan bus
eksekutif ini bervariasi mulai dari pagi hingga malam hari tergantung jenis
Perusahaan Otobus.
Bemo
yang merupakan alat transportasi setempat dan cara terbaik untuk berkeliling.
Disamping itu Anda juga dapat menyewa kendaraan mini bus atau jeep dengan atau
tanpa supir untuk untuk menikmati perjalanan berkeliling pedesaan.
Jika kita berkunjung ke Tana Toraja, untuk
penginapan di Tana Toraja memang terpusat di Rantepao, Toraja Utara. Sementara
akomodasi yang lain dapat ditemui di Kota Makale dan Ge’tengan, Toraja Selatan.
Sejarah
di Tana Toraja
Berawal
dari dulu ada yang mengira bahwa Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara
dan Cina selatan, adalah tempat asal suku Toraja. Sebetulnya, orang Toraja
hanya salah satu kelompok penutur bahasa Austronesia. Awalnya, imigran tersebut
tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.
Sejak
abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di
Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad,
mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja
tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif.
Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran
Islam di Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda
melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk
dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai
dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Selain menyebarkan
agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah
garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana
Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah
tersebut. Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap,
dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.
Misionaris
Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena
penghapusan jalur perdagangan budak yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang
Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih
mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk
menggerogoti kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha
Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja
yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang
berubah agama menjadi Kristen.
Penduduk
Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak
orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen
untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan
perlawanan terhadap orang-orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara
tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami
kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan
untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang
berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang
Toraja berpindah ke agama Kristen.
Pada
tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia
untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen
Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak
diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekret tersebut. Untuk
membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah
satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari
Agama Hindu Dharma.
Budaya
Suku Toraja sangat terkenal dengan ritual pemakaman, rumah Tongkonan, Ukiran Kayu, Musik dan Tarian,
serta Bahasa. Saya akan memjelaskan bagaimana keunikan dan ciri khas dari
budaya Suku Tanah Toraja.
Suku
Toraja terkenal akan ritual pemakaman
(Rambu Solo). Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang
penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa
hari. Menurut masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling
penting dan berbiaya cukup mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka
biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Suku Toraja percaya kematian
bukan sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang
bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu,
jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan.
Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman
selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya. Ada juga
pemakaman yang disebut dengan Kambira
(Kuburan Bayi), kuburan bayi ini yang meninggal sebelum giginya tumbuh dan
dikuburkan di dalam sebuah lubang yang dibuat di pohon Tarra. Untuk para
almarhum dewasa dikubur didalam tebing-tebing batu.
Budaya rumah adat tongkonan,
Tongkonan ini adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan
kayu. Kata tongkonan sendiri berasal dari bahasa Toraja tongkon yang berarti "duduk”.
Tongkonan merupakan pusat kehidupan dari sosial suku Toraja. Ritual yang
berhubungan dengan tongkonan sangat penting dalam kehidupan spiritual suku
Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena
Tongkonan melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita
rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika
leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar
upacara yang besar.
Budaya ukiran kayu,
untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu
dan menyebutnya Pa'ssura "tulisan". Oleh karena itu, ukiran kayu
merupakan perwujudan budaya Toraja.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Biasanya motif dari ukiran kayu
adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan. Tumbuhan yang berada di
sekitaran sering digunakan sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena itu alam
penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.
Budaya
musik dan tarian, ini adalah budaya yang sering di pakai apabila ada suku
toraja yang meninggal, budaya ini biasanya di lakukan ketika upacara pemakaman
di adakan. Mereka menari dengan bermaksud untuk menghormati dan menunjukan rasa
duka cita nya kepada keluarga yang telah ditinggalkan dan juga untuk
menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan
menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Suku toraja juga melalukan tarian
pada saat musim panen. Ada beberapa tarian yang di lakukan saat musim panen
yaitu Tarian Ma'bugi yang dilakukan
untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras
Ada juga beberapa tarian perang, misalnya tarian Ma ‘nimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh
tarian Ma'dandan oleh perempuan.
Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang
disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan
12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama
mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
Berbicara
tentang Tana Toraja tidak ada habisnya. Objek wisatanya punya pemandangan
menarik, tariannya beragam, upacara adatnya mengundang jutaan pasang mata untuk
menghadirinya, benda-benda mistisnya membuat banyak orang penasaran dan masih
banyak lagi.
Alat
musiknya pun beragam terdapat 6 alat musik dari Tana Toraja, alat musik
tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Pa’suling ini bentuknya kecil dengan benang halus
diletakkan di bibir dan tali disentak-sentak. Pa’pompang Terdiri dari suling bamboo kecil dan bambu besar. Alat
musik ini sering dibawakan anak kecil pada upacara adat maupun perayaan hari
nasional. Pa’tulali adalah alat
musik dari bambu yang kecil dan ketika dimainkan akan mengeluarkan bunyi. Pa’pelle/Pabarrung Terbuat dari batang
padi dan disambung sehingga mirip terompet dengan daun enau yang besar.
Biasanya dimainkan anak-anak di sawah saat menggembalakan ternak di sawah.
Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat
(Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangara. Passuling Serupa dengan suling dan dibawakan saat menyambut
rombongan tamu pada acara kedukaan atau untuk menghibur diri di malam hari
terutama di daerah pedesaan. Pa’geso-geso'
adalah alat musik yang terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberi
dawai. Dawai yang digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dan
tali akan menimbulkan suara khas. Itulah beberapa penjelasan mengenai 6 macam
alat musik dari Tana Toraja.
Membahas
tentang Bahasa Toraja. Suku Tana Toraja ini memiliki bahasa yang dominan, dengan Sa'dan Toraja
sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja
pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja. Ragam bahasa di Toraja
antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam
rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat
geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa
Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa
dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi,
yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari
keragaman dalam bahasa Toraja.
Dalam
masyarakat Tana Toraja juga terbagi menjadi beberapa hal yaitu, keluarga, kelas
sosial, dan agama. Keluarga pada suku Toraja memiliki arti sendiri yaitu, Keluarga
adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah
suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai
nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu
jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat
hubungan kekerabatan. Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat
(sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah
penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam
artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam
ritual kerbau, dan saling membayarkan utang.
Dalam
masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial.
Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan,
orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun
1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu.
Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah
tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi. Ini
bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap
merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga
saat ini karena alasan martabat keluarga. Kaum
bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di
tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana
(pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun
di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja
tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk
menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan
perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan,
ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti
pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah
kerbau yang dimiliki. Budak dalam
masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja
menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak.
Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa
membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak.
Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang
sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka.
Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.
Sistem kepercayaan tradisional suku
Toraja (agama)
Sistem
kepercayaan suku Toraja sendiri adalah kepercayaan animisme politeistik yang
disebut aluk, atau jalan kadang diterjemahkan sebagai hukum. Dalam mitos Toraja, leluhur orang
Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh
suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam
semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas Surga dunia manusia atau bumi,
dan dunia bawah. Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus
dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut
to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi
juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur
kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara
Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum
adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku
Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika
pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama
pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak
diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan
melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan
hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.
Perekonomian
Pada
masyarakat Suku Tana Toraja sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung
pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan
makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga
dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan
terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri
pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja. Dengan dimulainya
Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri
pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional
membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda,
banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan
untuk kayu dan minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi
dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985. Ekonomi Toraja secara
bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984
dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel,
menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan
politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik
agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis.
Toraja lalu dikenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini
terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.
Secara
sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan
masyarakat yang menganut filosofi tau.
Filosofi tau dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia
(manusia="tau" dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks
masyarakat toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan
setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: Sugi'
(Kaya), Barani (Berani), Manarang (Pintar), Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis, bijaksana). Keempat
pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang
lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. Seorang toraja menjadi
manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau.
Objek
wisata Tana Toraja
Tana
Toraja juga memiliki wisata Budaya yang cukup menarik untuk anda kunjungi dan
anda ketahui, Tana Toraja merupakan salah satu daya tarik wisata Indonesia,
dihuni oleh Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya
hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan
mirip dengan budaya Nias. Daerah ini merupakan salah satu obyek wisata di
Sulawesi Selatan yang sangat menarik dan tidak boleh anda lewatkan. Antara lain
:
- Ke’te Kesu dan Pallawa
Ke’te Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya
perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa
deretan rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona
di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan bangunan
megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini terdapat
situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau (semacam patung)
dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau ini memperlihatkan penampilan
pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini juga dikenal dengan keahlian seni ukir
yang dimiliki oleh penduduknya dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk
berbelanja souvenir. Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.
Pallawa adalah salah satu desa Tana Toraja
yang terkenal akan barisan Tongkanan (rumah tradisional Toraja) yang masih
terjaga kelestariannya walaupun sudah berdiri selama ratusan tahun. Jajaran
Tongkanan yang nampak gagah berhadapan dengan jajaran alang atau lumbung padi yang sederhana,
membuat aura etnik desa ini menjadi sangat kental. Salah satu Tongkonan dihiasi
tanduk kerbau yang berjajar, mencerminkan betapa gigihnnya keluarga tersebut
mengumpulkan uang untuk perayaan Rambu Solo, mengingat harga seekor kerbau
sangat mahal, bahkan kerbau yang bertotol merah muda harganya bisa mencapai
ratusan juta rupiah.
Sebenernya kondisi Pallawa tidak terlampau jauh dengan Kete
Kesu. Di Pallawa pengunjung dapat menikmati Tongkonan serta dapat melihat ke
dalam bangunan tersebut untuk mengetahui bagaimana cara masyarakat asli Toraja
menjalankan kehidupan sehari-hari. Apabila anda hanya memiliki waktu terbatas
untuk mengeksplor Tana Toraja lebih baik memilih salah satu antara Kete Kesu
atau Pallawa.
- Londa
Londa
adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya terletak di
tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana peti-peti mayat
diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit lainya dibiarkan
terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Terletak sekitar 5 Km ke arah
selatan dari Rantepau.
- Lemo
Tempat
ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman Lemo anda dapat
melihat mayat yanng disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam.
Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual.
Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui
upacara Ma Nene. Terletak di Kabupaten Tan Toraja.
- Bori Parinding dan Batutumonga
Di
kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran
dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian
sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat melihat keindahan Rantepao dan
lembah sekitarnya. Terletak di daerah Sesean dengan ketinggai 1300 Meter dari
permukaan laut. Di
Batutumonga terdapat banyak sekali batu raksasa. Batutumonga sendiri berarti
batu raksasa yang menengadah ke langit. Di sini tidak dikenakan biaya
sepeserpun untuk menikmati kecantikan alam Tana Toraja. Adalah sudah menjadi
tradisi suku Toraja jika meninggal harus dimakamkan di bawah langit, di atas
tanah (tidak boleh dikubur). Oleh karenanya makam-makam di sini dibuat di bukit
batu, goa, pohon, bahkan batu. Maka karena di Batutumonga banyak dijumpai batu
berukuran raksasa, jika terdapat suku Toraja yang meninggal di daerah ini, maka
ia akan dimakamkan di dalam batu raksasa (liang), namun ada juga makam yang
sengaja dibangun di atas batu (petane).
- Kuburan Bayi ( Kambira )
Kuburan
ini terletak di Desa Kambira, tidak jauh dari Makale, Tana Toraja. Di kuburan
ini, bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikuburkan di dalam sebuah
lubang yang dibuat di pohon Tarra’. Bayi ini dianggap masih masih suci. Pohon
Tarra’ dipilih sebagai tempat penguburan bayi, karena pohon ini memiliki banyak
getah yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu. Dengan menguburkan di pohon
ini, orang-orang Toraja menganggap bayi ini seperti dikembalikan ke rahim
ibunya dan mereka berharap pengembalian bayi ini ke rahim ibunya akan
menyelamatkan bayi-bayi yang akan lahir kemudian. Pohon
Tarra’ memiliki diameter sekitar 80 – 100 cm dan lubang yang dipakai untuk
menguburkan bayi ditutup dengan ijuk dari pohon enau. Pemakaman seperti ini
dilakukan oleh orang Toraja pengikut ajaran kepercayaan kepada leluhur. Upacara
penguburan ini dilaksanakan secara sederhana dan bayi yang dikuburkan tidak
dibungkus dengan kain, sehingga bayi seperti masih berada di rahim ibunya.
- Arung Jeram Sungai Sa’dan
Lokasi
Sungai Sa’dan ini dimulai dari jembatan gantung di Desa Buah Kayu kabupaten
Tana Toraja dan berakhir di jembatan Pappi Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan.Sungai Sa’dan memiliki panjang sekitar 182 km dan lebar rata-rata 80
meter serta memiliki anak sungai sebanyak 294. Di sepanjang Sungai ini terdapat
beberapa jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda, seperti jeram Puru’
dengan kategori tingkat kesulitan III; jeram Pembuangan Seba dengan kategori
tingkat kesulitan IV, yaitu permukaan air di pinggir sungai yang lebar dan
tiba-tiba menyempit dengan cepat; jeram Fitri dengan kategori tingkat kesulitan
V, yaitu berupa patahan dan arus sungai yang menabrak batu besar yang dapat
menyebabkan perahu menempel di batu dan terjebak diantaranya. Selain itu,
topografi daerah ini juga sangat menarik dengan keindahan alam dan udara yang
sejuk di sepanjang perjalanan.
Jika kita berkunjung ke suatu destinasi
wisata, tentunya tak lupa dan satu hal yang wajib untuk dilakukan yaitu membeli
oleh – oleh dari destinasi / daerah yang kita kunjungi tersebut. Ada banyak
toko souvenir di Rantepao di mana Anda dapat membeli barang khas Tanah Toraja
seperti pakaian, tas, dompet, dan kerajinan lainnya.
·
Di Rantepao, Anda dapat mengunjungi
pasar hewan tradisional Bolu dan
mendapatkan biji kopi Toraja berkualitas tinggi seperti Robusta dan Arabika. Di
sini Anda juga dapat menemukan kalung manik-manik antik nan cantik. Pada saat
pasar mingguan upayakanlah untuk melihat transaksi kerbau dan babi yang sedang
dilelang. Kerbau atau tedong dan babi, banyak diperjualbelikan bahkan bisa
mencapai lebih dari 500 ekor kerbau dan babi dijual di pasar ini.
·
Di Lemo Anda dapat membeli berbagai
cenderamata untuk oleh-oleh seperti kaos bergambar tongkonan, kain tenun khas
Tana Toraja, peralatan rumah tangga dari kayu dengan ukiran khas Tana Toraja,
dan masih banyak lagi.
·
Di beberapa di pasar tradisional
setempat dapat Anda temukan buah-buahan seperti tamarella atau terong belanda
dan ikan mas.
Penutup
Sebagai
orang Indonesia, kita harus dapat memberikan apresiasi untuk keanekaragaman
negeri Indonesia ini. Salah satunya adalah mengunjungi destinasi – destinasi
pariwisata yang ada di daerah – daerah Indonesia. Kekayaannya memang tak cukup
untuk kita kunjungi selama sehari saja. Karenanya kita harus sering – sering
mengunjungi destinasi – destinasi wisata di Indonesia. Sebagai penduduk lokal,
tentunya kita harus lebih mencintai, ,mengetahui dan memahami bagaimana
perkembangan pariwisata di Indonesia agar dapat terus diminati para wisatawan
baik lokal maupun asing. Di zaman era modern ini, sudah banyak media massa yang
dapat kita pergunakan untuk membagi kisah suatu destinasi wisata yang pastinya
jika orang melihat akan tergiur untuk mengunjungi destinasi tersebut. Seperti
contohnya : Twitter, Instagram, Path, Facebook, Line, Blog dan masih banyak
lagi.
Dengan
postingan saya ini, semoga dapat menjadi acuan anda sebagai anak Indonesia
untuk terus mendukung perkembangan wisata Indonesia. Tulisan ini juga tak luput
dari bantuan pihak – pihak yang telah memberikan saya bimbingan serta
pembelajarannya. Juga terima kasih untuk dosen Mata Kuliah Wisata Budaya yang
telah memberikan bimbingannya, serta sumber – sumber yang telah saya sebutkan
dalam daftar pustaka.
DAFTAR
PUSTAKA
Rizqi Aulia Paramitha
Usaha Jasa Pariwisata
Universitas Negeri Jakarta
auliarizqiP@yahoo.co.id
No comments:
Post a Comment