Saturday, January 2, 2016

Tugas-3 Pariwisata Sejarah dan Budaya Indonesia



 Keunikan di Tana Toraja


Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan rahmat Nya. Nama saya Rizqi Aulia Paramitha. Saya kuliah di jurusan Usaha Jasa Pariwisata di Universitas Negeri Jakarta. Sebagai seorang mahasiswi jurusan pariwisata, tentunya saya harus mengerti setidaknya tahu tentang keanekaragaman pariwisata Indonesia serta kebudayaannya di masing – masing daerah di Indonesia. Dengan belajar, saya akan mengetahui apa saja potensi – potensi Indonesia dalam meningkatkan perekonomian Negara terutama dalam bidang pariwisatanya. Saya bangga menjadi anak yang lahir di tanah air Indonesia, karena Indonesia memiliki segudang keindahan alam yang alami yang telah ada sejak dahulu kala dan dengan anugerah Tuhan yang Maha Besar Indonesia diciptakan berpulau – pulau dengan masyarakatnya yang masing – masing memiliki ciri khas adat istiadat, upacara adat dan kebudayaan yang berbeda – beda. Maka dari itu, tulisan ini selain untuk memenuhi Tugas Uas juga saya persembahkan karena saya ingin memperkenalan daerah – daerah Indonesia, salah satunya adalah Tana Toraja. Tana Toraja merupakan salah satu kabupaten yang berada di Utara Provinsi Sulawesi Selatan yang didiami oleh Suku Toraja. Tana Toraja terkenal dengan kebudayaannya yang mistis karena hampir seluruh masyarakatnya masih menganut kepercayaan nenek moyang.


Pembahasan
Suku Toraja adalah suku yang berada di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Letak geografis dari Kabupaten Tana Toraja merupakan salah satu dari 23 kabupaten yang ada di propinsi Sulawesi Selatan yang terletak diantara 2º20´sampai 3º30´ Lintang Selatan dan 119º30´ sampai 120º10´ Bujur Timur. "Ibukota" Tator yakni kota kecil Rantepao adalah kota yang dingin dan nyaman, dibelah oleh satu sungai terbesar di Sulsel yakni sungai Sa'dan, sungai inilah yang memberikan tenaga pembangkit listrik untuk menyalakan seluruh Makasar.
Batas-batas Kabupaten Tana Toraja adalah :
 - Sebelah Utara : Kabupaten Luwu, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamasa
 - Sebelah Timur : Kabupaten Luwu
 - Sebelah Selatan : Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Pinrang
 - Sebelah Barat : Kabupaten Polmas
Luas wilayah Kabupaten Tana Toraja tercatat 3.205,77 km² atau sekitar 5% dari luas propinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi 15 (lima belas) kecamatan. Suku Toraja ini berada di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Kebanyakan masyarakat Toraja hidup sebagai petani. Komoditi andalan dari daerah Toraja adalah sayur-sayuran, kopi, cengkeh, cokelat dan vanili. Dari 1 juta jiwa yang berada di Tanah Toraja mayoritas memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo (aturan yang dimiliki sejak dulu/mengikuti peraturan dari nenek moyang). Kata toraja sendiri berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas".

Aksesibilitas dan Akomodasi
Akses ke Tana Toraja pun cukup mudah. Dari Jakarta anda dapat melalui jalur udara dengan berbagai maskapai penerbangan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta atau Bandara Halim Perdana Kusumah menuju Bandara Sultan Hassanuddin, Makassar. Harga tiket penerbangan ini bervariasi. Mulai dari Rp 600.000 hingga Rp2.000.000. Penerbangan ini memakan waktu sekitar 2 jam.
Dari Makassar anda dapat melalui jalur udara ataupun jalur darat menuju Tana Toraja. Perjalanan udara dapat dilalui dari bandara Hassanuddin, Makassar, menuju bandara Pongtiku, Tana Toraja. Penerbangan ini dilayani oleh maskapai Dirgantara Air Service (DAS) yang mengoperasikan pesawat jenis Casa 212 dengan kapasitas 24 orang. Harga tiket penerbangan dari Makassar menuju Tana Toraja ini sekitar Rp210.000. Perjalanan darat dapat dilakukan dengan mobil carter/rental atau bus eksekutif AC. Harga tiket bus eksekutif dari Makassar menuju Tana Toraja sekitar Rp75.000 hingga Rp85.000. Jadwal pemberangkatan bus eksekutif ini bervariasi mulai dari pagi hingga malam hari tergantung jenis Perusahaan Otobus.
Bemo yang merupakan alat transportasi setempat dan cara terbaik untuk berkeliling. Disamping itu Anda juga dapat menyewa kendaraan mini bus atau jeep dengan atau tanpa supir untuk untuk menikmati perjalanan berkeliling pedesaan.
        Jika kita berkunjung ke Tana Toraja, untuk penginapan di Tana Toraja memang terpusat di Rantepao, Toraja Utara. Sementara akomodasi yang lain dapat ditemui di Kota Makale dan Ge’tengan, Toraja Selatan.

Sejarah di Tana Toraja
Berawal dari dulu ada yang mengira bahwa Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, adalah tempat asal suku Toraja. Sebetulnya, orang Toraja hanya salah satu kelompok penutur bahasa Austronesia. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.
Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut. Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.
Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan budak yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen.
Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.
Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Budaya Suku Toraja sangat terkenal dengan ritual pemakaman, rumah  Tongkonan, Ukiran Kayu, Musik dan Tarian, serta Bahasa. Saya akan memjelaskan bagaimana keunikan dan ciri khas dari budaya Suku Tanah Toraja.

Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman (Rambu Solo). Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Menurut masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya cukup mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Suku Toraja percaya kematian bukan sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya. Ada juga pemakaman yang disebut dengan Kambira (Kuburan Bayi), kuburan bayi ini yang meninggal sebelum giginya tumbuh dan dikuburkan di dalam sebuah lubang yang dibuat di pohon Tarra. Untuk para almarhum dewasa dikubur didalam  tebing-tebing batu.

Budaya rumah adat tongkonan, Tongkonan ini adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu. Kata tongkonan sendiri berasal dari bahasa Toraja tongkon yang berarti "duduk”. Tongkonan merupakan pusat kehidupan dari sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangat penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Budaya ukiran kayu, untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura "tulisan". Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.  Setiap ukiran memiliki nama khusus. Biasanya motif dari ukiran kayu adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan. Tumbuhan yang berada di sekitaran sering digunakan sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena itu alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.
        Budaya musik dan tarian, ini adalah budaya yang sering di pakai apabila ada suku toraja yang meninggal, budaya ini biasanya di lakukan ketika upacara pemakaman di adakan. Mereka menari dengan bermaksud untuk menghormati dan menunjukan rasa duka cita nya kepada keluarga yang telah ditinggalkan dan juga untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Suku toraja juga melalukan tarian pada saat musim panen. Ada beberapa tarian yang di lakukan saat musim panen yaitu Tarian Ma'bugi yang dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras Ada juga beberapa tarian perang, misalnya tarian Ma ‘nimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.

Berbicara tentang Tana Toraja tidak ada habisnya. Objek wisatanya punya pemandangan menarik, tariannya beragam, upacara adatnya mengundang jutaan pasang mata untuk menghadirinya, benda-benda mistisnya membuat banyak orang penasaran dan masih banyak lagi.

Alat musiknya pun beragam terdapat 6 alat musik dari Tana Toraja, alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Pa’suling ini bentuknya kecil dengan benang halus diletakkan di bibir dan tali disentak-sentak. Pa’pompang Terdiri dari suling bamboo kecil dan bambu besar. Alat musik ini sering dibawakan anak kecil pada upacara adat maupun perayaan hari nasional. Pa’tulali adalah alat musik dari bambu yang kecil dan ketika dimainkan akan mengeluarkan bunyi. Pa’pelle/Pabarrung Terbuat dari batang padi dan disambung sehingga mirip terompet dengan daun enau yang besar. Biasanya dimainkan anak-anak di sawah saat menggembalakan ternak di sawah. Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat (Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangara. Passuling Serupa dengan suling dan dibawakan saat menyambut rombongan tamu pada acara kedukaan atau untuk menghibur diri di malam hari terutama di daerah pedesaan. Pa’geso-geso' adalah alat musik yang terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberi dawai. Dawai yang digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dan tali akan menimbulkan suara khas. Itulah beberapa penjelasan mengenai 6 macam alat musik dari Tana Toraja.

Membahas tentang Bahasa Toraja. Suku Tana Toraja ini memiliki  bahasa yang dominan, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja. Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.

Dalam masyarakat Tana Toraja juga terbagi menjadi beberapa hal yaitu, keluarga, kelas sosial, dan agama. Keluarga pada suku Toraja memiliki arti sendiri yaitu, Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan. Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan utang.

Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi. Ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga. Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki. Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja (agama)
Sistem kepercayaan suku Toraja sendiri adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau jalan kadang diterjemahkan sebagai  hukum. Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas Surga dunia manusia atau bumi, dan dunia bawah. Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.

Perekonomian
Pada masyarakat Suku Tana Toraja sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja. Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985. Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dikenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.

Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau" dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain:  Sugi' (Kaya), Barani (Berani), Manarang (Pintar), Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis, bijaksana). Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau.

Objek wisata Tana Toraja
Tana Toraja juga memiliki wisata Budaya yang cukup menarik untuk anda kunjungi dan anda ketahui, Tana Toraja merupakan salah satu daya tarik wisata Indonesia, dihuni oleh Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. Daerah ini merupakan salah satu obyek wisata di Sulawesi Selatan yang sangat menarik dan tidak boleh anda lewatkan. Antara lain :
  • Ke’te Kesu dan Pallawa
Ke’te Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa deretan rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau (semacam patung) dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir. Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.
Pallawa adalah salah satu desa Tana Toraja yang terkenal akan barisan Tongkanan (rumah tradisional Toraja) yang masih terjaga kelestariannya walaupun sudah berdiri selama ratusan tahun. Jajaran Tongkanan yang nampak gagah berhadapan dengan jajaran alang atau lumbung padi yang sederhana, membuat aura etnik desa ini menjadi sangat kental. Salah satu Tongkonan dihiasi tanduk kerbau yang berjajar, mencerminkan betapa gigihnnya keluarga tersebut mengumpulkan uang untuk perayaan Rambu Solo, mengingat harga seekor kerbau sangat mahal, bahkan kerbau yang bertotol merah muda harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Sebenernya kondisi Pallawa tidak terlampau jauh dengan Kete Kesu. Di Pallawa pengunjung dapat menikmati Tongkonan serta dapat melihat ke dalam bangunan tersebut untuk mengetahui bagaimana cara masyarakat asli Toraja menjalankan kehidupan sehari-hari. Apabila anda hanya memiliki waktu terbatas untuk mengeksplor Tana Toraja lebih baik memilih salah satu antara Kete Kesu atau Pallawa.
  • Londa
Londa adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Terletak sekitar 5 Km ke arah selatan dari Rantepau.
  • Lemo
Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman Lemo anda dapat melihat mayat yanng disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene. Terletak di Kabupaten Tan Toraja.
  • Bori Parinding dan Batutumonga
Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat melihat keindahan Rantepao dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah Sesean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut. Di Batutumonga terdapat banyak sekali batu raksasa. Batutumonga sendiri berarti batu raksasa yang menengadah ke langit. Di sini tidak dikenakan biaya sepeserpun untuk menikmati kecantikan alam Tana Toraja. Adalah sudah menjadi tradisi suku Toraja jika meninggal harus dimakamkan di bawah langit, di atas tanah (tidak boleh dikubur). Oleh karenanya makam-makam di sini dibuat di bukit batu, goa, pohon, bahkan batu. Maka karena di Batutumonga banyak dijumpai batu berukuran raksasa, jika terdapat suku Toraja yang meninggal di daerah ini, maka ia akan dimakamkan di dalam batu raksasa (liang), namun ada juga makam yang sengaja dibangun di atas batu (petane).
  •   Kuburan Bayi ( Kambira )
Kuburan ini terletak di Desa Kambira, tidak jauh dari Makale, Tana Toraja. Di kuburan ini, bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikuburkan di dalam sebuah lubang yang dibuat di pohon Tarra’. Bayi ini dianggap masih masih suci. Pohon Tarra’ dipilih sebagai tempat penguburan bayi, karena pohon ini memiliki banyak getah yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu. Dengan menguburkan di pohon ini, orang-orang Toraja menganggap bayi ini seperti dikembalikan ke rahim ibunya dan mereka berharap pengembalian bayi ini ke rahim ibunya akan menyelamatkan bayi-bayi yang akan lahir kemudian. Pohon Tarra’ memiliki diameter sekitar 80 – 100 cm dan lubang yang dipakai untuk menguburkan bayi ditutup dengan ijuk dari pohon enau. Pemakaman seperti ini dilakukan oleh orang Toraja pengikut ajaran kepercayaan kepada leluhur. Upacara penguburan ini dilaksanakan secara sederhana dan bayi yang dikuburkan tidak dibungkus dengan kain, sehingga bayi seperti masih berada di rahim ibunya.
  •  Arung Jeram Sungai Sa’dan
Lokasi Sungai Sa’dan ini dimulai dari jembatan gantung di Desa Buah Kayu kabupaten Tana Toraja dan berakhir di jembatan Pappi Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.Sungai Sa’dan memiliki panjang sekitar 182 km dan lebar rata-rata 80 meter serta memiliki anak sungai sebanyak 294. Di sepanjang Sungai ini terdapat beberapa jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda, seperti jeram Puru’ dengan kategori tingkat kesulitan III; jeram Pembuangan Seba dengan kategori tingkat kesulitan IV, yaitu permukaan air di pinggir sungai yang lebar dan tiba-tiba menyempit dengan cepat; jeram Fitri dengan kategori tingkat kesulitan V, yaitu berupa patahan dan arus sungai yang menabrak batu besar yang dapat menyebabkan perahu menempel di batu dan terjebak diantaranya. Selain itu, topografi daerah ini juga sangat menarik dengan keindahan alam dan udara yang sejuk di sepanjang perjalanan.

 Jika kita berkunjung ke suatu destinasi wisata, tentunya tak lupa dan satu hal yang wajib untuk dilakukan yaitu membeli oleh – oleh dari destinasi / daerah yang kita kunjungi tersebut. Ada banyak toko souvenir di Rantepao di mana Anda dapat membeli barang khas Tanah Toraja seperti pakaian, tas, dompet, dan kerajinan lainnya.
·         Di Rantepao, Anda dapat mengunjungi pasar hewan tradisional  Bolu dan mendapatkan biji kopi Toraja berkualitas tinggi seperti Robusta dan Arabika. Di sini Anda juga dapat menemukan kalung manik-manik antik nan cantik. Pada saat pasar mingguan  upayakanlah untuk  melihat transaksi kerbau dan babi yang sedang dilelang. Kerbau atau tedong dan babi, banyak diperjualbelikan bahkan bisa mencapai lebih dari 500 ekor kerbau dan babi dijual di pasar ini.
·         Di Lemo Anda dapat membeli berbagai cenderamata untuk oleh-oleh seperti kaos bergambar tongkonan, kain tenun khas Tana Toraja, peralatan rumah tangga dari kayu dengan ukiran khas Tana Toraja, dan masih banyak lagi.
·         Di beberapa di pasar tradisional setempat dapat Anda temukan buah-buahan seperti tamarella atau terong belanda dan ikan mas.

Penutup
Sebagai orang Indonesia, kita harus dapat memberikan apresiasi untuk keanekaragaman negeri Indonesia ini. Salah satunya adalah mengunjungi destinasi – destinasi pariwisata yang ada di daerah – daerah Indonesia. Kekayaannya memang tak cukup untuk kita kunjungi selama sehari saja. Karenanya kita harus sering – sering mengunjungi destinasi – destinasi wisata di Indonesia. Sebagai penduduk lokal, tentunya kita harus lebih mencintai, ,mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan pariwisata di Indonesia agar dapat terus diminati para wisatawan baik lokal maupun asing. Di zaman era modern ini, sudah banyak media massa yang dapat kita pergunakan untuk membagi kisah suatu destinasi wisata yang pastinya jika orang melihat akan tergiur untuk mengunjungi destinasi tersebut. Seperti contohnya : Twitter, Instagram, Path, Facebook, Line, Blog dan masih banyak lagi.
Dengan postingan saya ini, semoga dapat menjadi acuan anda sebagai anak Indonesia untuk terus mendukung perkembangan wisata Indonesia. Tulisan ini juga tak luput dari bantuan pihak – pihak yang telah memberikan saya bimbingan serta pembelajarannya. Juga terima kasih untuk dosen Mata Kuliah Wisata Budaya yang telah memberikan bimbingannya, serta sumber – sumber yang telah saya sebutkan dalam daftar pustaka.




DAFTAR PUSTAKA


Rizqi Aulia Paramitha

Usaha Jasa Pariwisata 
Universitas Negeri Jakarta

auliarizqiP@yahoo.co.id


No comments:

Post a Comment