Pesona Suku Sumbawa
Kata pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karna kehadirat-Nya dan berkat yang di berikan penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini. Adapun tujuan penulisan tulisan in yaitu menambah
dan memberikan informasi pengetahuan tentang suku sumbawa. Saya juga berterimakasih kepada kedua orang
tua saya yang telah memotifasi dan memberikan semangat kepada saya hinggi
terselesaikan tugas ini. Tidak lupa juga saya berterima kasih kepada bpk.
Shobiriennur Rasyid dosen dan pembimbing kami yang membuat tulisan ini. Harapan
saya semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, saya berharap komen dan sarannya agar kedepannya dapat memperbaiki
maupun menambah isi tulisan agar menjadi lebih baik lagi. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam tugas ini dikarenakan
keterbatasan saya.
Pembahasan
Suku Sumbawa atau Samawa adalah suku bangsa yang
mendiami wilayah bagian barat dan tengah pulau Sumbawa (meliputi
kabupaten Sumbawa dan Sumbawa barat), Nusa Tenggara Barat. Populasi suku
Sumbawa adalah sekitar 500.000 orang. Suku Sumbawa tersebar di dua kabupaten,
yaitu kabupaten Sumbawa dan kabupaten Sumbawa Barat yang meliputi kecamatan
Empang di ujung timur hingga kecamatan Taliwang dan Sekongkang yang berada di
ujung barat dan selatan pulau, termasuk 38 pulau kecil di sekitarnya. Suku Sumbawa sendiri, selama beberapa
abad ini mengalami percampuran dengan etnis pendatang, seperti etnis dari jawa,
sumatra, sulawesi, kalimantan dan cina serta arab. Suku Sumbawa yang telah
bercampur dengan etnis lain ini, biasanya bermukim di dataran rendah dan
daerah-daerah pesisir. Sedangkan suku Sumbawa yang masih asli menempati dataran
tinggi pegunungan seperti Tepal, Dodo dan Labangkar.
Sejarah suku sumbawa
Diperkirakan pada
jaman mencairnya es di kedua kutub bumi yaitu kutub Utara dan Selatan,
mengakibatkan tergenangnya sebagian dataran dan menimbulkan plat atau dangkalan
antara Sumabawa dan Sanggar. Masa akhir jaman es, juga mengakibatkan
tenggelamnya sebagian besar pulau-pulau di Indonesia dan membentuk dangkalan
atau plat. Diantaranya adalah Sunda Plat atau dangkalan Sunda yang terbentang
antara Sumatera, Kalimantan dan Jawa, kemudian Sahul Plat yaitu dangkalan
antara Papua dan Australia bagian Utara, yang tentu saja dapat dibuktikan
dengan berbagai macam kesamaan jenis flora
dan fauna. Penduduk asli
Sumbawa melalui dataran rendah yang belum tergenang air laut itu berpindah dari
Semenanjung Sanggar ketempat pemukimannya yang baru yaitu Sumbawa. Penduduk Sumbawa
yang bermukim lebih awal dan selanjutnya menjadi penduduk asli kemudian
berpindah ke wilayah pedalaman dataran tinggi pegunungan Ropang, Lunyuk dan
bagian selatan Batu Lanteh untuk mencari hunian baru. Dalam buku Memorie van Overgave tercatat bahwa
saat itu Tau Samawa masih
menganut aliran animisme yang cenderung beranggapan bahwa wilayah pegunungan
memiliki kekuatan yang dapat melindungi mereka. Kemudian, kelompok penduduk
yang merupakan kategori pendatang baru, adalah berasal dari Bugis- Makasar, Banjarmasin
dan Jawa masuk setelahnya ke Sumbawa dan mendiami wilayah pesisir. Kelompok-
kelompok penduduk ini selanjutnya menetap untuk seterusnya dan memiliki hak
atas tanah yang telah ditempati sejak lama untuk dimanfaatkan. Bagian tanah ini
dalam istilah adat Sumbawa dikenal dengan sebutan “Lar Lamat”.
Suku
Sumbawa yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Sumbawa ini pada masa
pra-Majapahit menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sasak Samawa yang berpusat di Lombok, kemudian ditaklukkan oleh
Majapahit dengan pusat pengaruh di Taliwang dan Seran, sedangkan masa Islam
adalah masa penaklukkan Kerajaan Gowa-Sulawesi terhadap semua wilayah Sumbawa
dan Selaparang-Lombok dengan pusat pemerintahan mula-mula di Lombok kemudian
dipindahkan ke Sumbawabesar karena expansi militer dari kerajaan Gelgel - Bali.
Setelah masuknya VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie) Kesultanan Sumbawa menjadi bagian wilayah Gubernemen Selebes, dan sesuai
pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa masuk wilayah Karesidenan Timor dengan ibukota di Sumbawa Besar. Sistem
pemerintahan afdeeling kemudian
dijabarkan menjadi onderafdeeling
yang terbagi menjadi beberapa daerah administrasi. Beberapa kampung dibagi
menjadi beberapa lingkungan kekuasaan yang merupakan onderdistrict, dan
beberapa onderdistrict digabung
menjadi satu district setingkat
kabupaten saat ini. Penggabungan onderdistrict
tidak berlangsung lama kemudian menjadi onderdistrict
yang berdiri sendiri dan berubah menjadi wilayah kademungan. Wilayah kademungan
sekarang berubah menjadi wilayah kecamatan yang membawahi beberapa desa. Pada
masa pemerintahan orde lama, sistem pemerintahan desa di Sumbawa dipegang oleh
seorang gabung yang dibantu
oleh beberapa tau loka karang sebagai penasihat yang berasal
dari setiap kelompok kekerabatan penghuni kampung. Gabung juga dibantu oleh malar
sebagai pengatur dan pembagi air pada lahan pertanian, dan juga dibantu
oleh seorang mandur yang
bertindak sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat dengan pemerintahan
desa. Pola perkampungannya berbentuk kelompok rumah, setiap kelompok masih
memiliki ikatan kekerabatan yang disatukan oleh sebuah pagar kampung. Tata
letaknya selalu menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat mengenai urat tanah
yang dalam pelaksanaanya hanya bisa diketahui oleh sandro. Setiap kepala keluarga memiliki tanggung jawab adat
membantu membangun rumah anggota kelompok yang baru secara gotong royong di
bawah komando tau loka karang,
demikian konsep itu dirumuskan dengan nama bayar siru atau balas budi, sehingga anggota kelompok yang melanggar
akan dikucilkan. Konsepsi bayar siru ini
masih berlaku hingga sekarang, terutama di kampung- kampung di daerah pedesaan.
Bahasa
Suku Sumbawa
menyebut diri mereka sendiri sebagai Tau Samawa dan menggunakan bahasa Samawa.
Bahasa Sumbawa menjadi bahasa persatuan atau bahasa pengantar di pulau ini,
sehingga etnis-etnis pendatang yang tinggal di pulau ini pun berbicara dalam
bahasa Sumbawa, Menurut Mahsun (2002), bahwa bahasa Sumbawa Purba pecah
menjadi 4 dialek yang ada sekarang ini, sebelumnya terdiri dari 2 dialek,
yaitu dialek Taliwang-Jereweh-Tongo dan dialek Sumbawa besar yang
menjadi cikal bakal dialek Seran. Kemudian berkembang lagi seiring perjalanan
waktu hingga memasuki fase historis, dialek Taliwang-Jereweh-Tongo pecah lagi
menjadi 3 dialek yang berdiri sendiri. Dalam bahasa Sumbawa sekarang dikenal
beberapa dialek bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, yaitu dialek Samawa,
Baturotok (Batulante) dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan
Ropang seperti Labangkar, Lawen (Selesek), serta penduduk di sebelah selatan
Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh dan dialek Tongo.
Selain itu masih terdapat sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar, yang merupakan keturunan campuran etnis Bajau yang berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh orang di kampung Sampir yang merupakan keturunan campuran etnis Mandar, Bugis dan Makassar.
Selain itu masih terdapat sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar, yang merupakan keturunan campuran etnis Bajau yang berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh orang di kampung Sampir yang merupakan keturunan campuran etnis Mandar, Bugis dan Makassar.
Mata Pencaharian
Suku Sumbawa
Masyarakat suku
Sumbawa pada umumnya hidup pada bidang pertanian. Mereka menanam padi di sawah
dengan menggunakan peralatan tardisional berupa cangkul atau bingkung, rengala,
dan kareng sebagai peralatan bajak dengan memanfaatkan hewan peliharaan seperti
sapi dan kerbau. Dalam menggarap ladang mereka masih menggunakan cara
tradisional, yaitu dengan membakar lahan pertanian agar mempermudah proses
penanaman beberapa jenis tanaman pangan. Kegiatan lain adalah menangkap ikan.
Mereka menggunakan peralatan seperti pancing, kodong dan belat yang berfungsi
sebagai perangkap dimanfaatkan untuk menangkap ikan di sungai ataupun di
rawa-rawa, sedangkan peralatan berupa jaring dipakai untuk menangkap ikan di
laut. Selain itu mereka juga berburu (nganyang) dengan menggunakan peralatan
tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar atau jerat, dan dengan
membawa beberapa ekor anjing pemburu. Kegiatan lain mereka adalah meramu hasil
hutan untuk dijadikan bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau pucuk-pucuk
rotan, serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan
akar-akaran sebagai bahan pembuatan minyak tradisional.
Mereka juga memelihara hewan ternak seperti kuda, sapi, dan kerbau yang biasanya dilepas di padang-padang gembala.
Mereka juga memelihara hewan ternak seperti kuda, sapi, dan kerbau yang biasanya dilepas di padang-padang gembala.
Makanan
khas
1. Singang
Singang, begitulah masyarakat di Sumbawa
menamai masakan tradisional berbahan ikan segar ini. Ikan segar yang dibumbui
dengan berbagai macam rempah tersebut selintas mirip dengan gulai ikan karena
kuahnya.
Dari tampilannya saja, kuah Singang sudah cukup menggugah selera. Warna kuah yang kekuningan dipadu dengan warna hijau daun kemangi dan warna merah cabe rawit, menjadikan menu masakan ini terlihat segar.
Sementara rasa kuah Singang yang didalamnya ada asam Jawanya, terasa agak asam, tapi sangat lezat.Untuk bisa menikmati menu masakan ini di Sumbawa tidak terlalu sulit, karena cukup banyak warung makan di daerah tersebut yang menyediakan menu yang satu ini. Salah satu warung yang sudah lama menyajikan masakan khas ini berada di dekat monumen arah kota Sumbawa.
Singang, menurut pengelola warung makan di Sumbawa, berbahan ikan segar. Ikan yang dipilih boleh apa saja. Namun, mereka menganjurkan menggunakan ikan bandeng atau kakap.
Dari tampilannya saja, kuah Singang sudah cukup menggugah selera. Warna kuah yang kekuningan dipadu dengan warna hijau daun kemangi dan warna merah cabe rawit, menjadikan menu masakan ini terlihat segar.
Sementara rasa kuah Singang yang didalamnya ada asam Jawanya, terasa agak asam, tapi sangat lezat.Untuk bisa menikmati menu masakan ini di Sumbawa tidak terlalu sulit, karena cukup banyak warung makan di daerah tersebut yang menyediakan menu yang satu ini. Salah satu warung yang sudah lama menyajikan masakan khas ini berada di dekat monumen arah kota Sumbawa.
Singang, menurut pengelola warung makan di Sumbawa, berbahan ikan segar. Ikan yang dipilih boleh apa saja. Namun, mereka menganjurkan menggunakan ikan bandeng atau kakap.
2. Sepat
Sepat adalah masakan khas daerah Sumbawa,
rasanya asam - asam segar. Biasanya di bulan puasa, 30 hari puasa maka 30 hari
sepat hadir menemani berbuka.
masakan yang satu ini terbuat dari ikan yang diiris medium size dan dibakar. Lalu dihidangkan dengan kuah dengan bumbu-bumbu yang begitu lezat. Ibu- ibu yang ngidam selalu pengennya sepat, makanan ini populer di Sumbawa. Memang inilah salah satu resep masakan khas daerah Sumbawa.
masakan yang satu ini terbuat dari ikan yang diiris medium size dan dibakar. Lalu dihidangkan dengan kuah dengan bumbu-bumbu yang begitu lezat. Ibu- ibu yang ngidam selalu pengennya sepat, makanan ini populer di Sumbawa. Memang inilah salah satu resep masakan khas daerah Sumbawa.
3. Gecok
Gecok merupakan salah satu masakan khas
Sumbawa yang berbahan utama daging dan jeroan sapi.
dihidangkan dengan cara seperti ditumis dan dibalut dengan parutan kelapa berbumbu.
kesan garing, renyah, dan gurih menyelimuti makanan khas Sumbawa ini.
dihidangkan dengan cara seperti ditumis dan dibalut dengan parutan kelapa berbumbu.
kesan garing, renyah, dan gurih menyelimuti makanan khas Sumbawa ini.
4. Ayam bakar Taliwang
Ya, Ayam Bakar Taliwang begitulah nama dari
makanan khas dari Sumbawa ini. Makanan ini hampir sama seperti ayam bakar pada umunya.
Namun, dengan rasa bumbu yang pedas dan sedikit asam memberi kesan yang tidak
biasa dan tidak terlupakan di lidah setiap orang yang menyantap makanan ini.
Makanan ini biasanya dihidangkan dengan sambal berminyak.
Makanan ini biasanya dihidangkan dengan sambal berminyak.
Rumah adat
Beberapa keluarga
inti dapat tinggal dalam satu rumah panggung. Rumah yang didirikan di atas
tiang kayu yang tingginya 1,5 – 2 meter dengan tipologi persegi panjang,
atapnya berbentuk seperti perahu yang terbuat dari bambu yang dipotong-potong
(kini banyak diganti dengan genting). Pada bagian depan atau belakang dipasang
anak tangga dalam hitungan ganjil antara 7, 9, 11 bergantung keperluannya.
Kesenian
1. Main Jaran
Berdasarkan
wujudnya kebudayaan ada dikenal dengan wujud kebudayaan nonmaterial. Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu, tarian tradisional
dan permainan (Wikepedia: 23-11-2011). Dalam kebudayaan Sumbawa memiliki suatu
permainan yang dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka. Permainan tersebut
adalah main jaran ‘pacuan kuda’. Main jaran merupakan suatu permaian keahlian
memacu kuda oleh seorang joki. Permainan ini sangat digemari oleh masyarakat
setempat bahkan masyarakat dari luar pulau Sumbawa sengaja datang untuk
menyaksikan kegaitan permainan tersebut.
2. Barapan Kebo
Barapan kebo
adalah event tradisional para sandro, Joki dan Kerbau terbagus saat tiba musim
tanam sumbawa. Tradisi Barapan Kebo tidak hanya diselenggarakan di Pamulung
akan tetapi eksis juga di Desa Moyo Hulu, Desa Senampar, Desa Poto, Desa
Lengas, Desa Batu Bangka, Desa Maronge hingga Desa Utan sebagai event budaya
khas Sumbawa. Barapan Kebo atau Karapan Kerbau ala Sumbawa ini diselenggarakan
pada awal musim tanam padi. Lokasi atau arena Barapan Kebo adalah sawah yang
telah basah atau sudah digenangi air sebatas lutut. Perlakuan pemilik kerbau
jargon Barapan Kebo sama seperti perlakuan audisi Main Jaran. Kerbaukerbau
peserta dikumpulkan 3 hari atau 4 hari sebelum event budaya ini digelar, untuk
diukur tinggi dan usianya. Hal ini dimaksudkan, agar dapat ditentukan dalam
kelas apa kerbaukerbau tersebut dapat dilombahkan. Durasi atau lamanya event
adalah ditentukan dari seberapa banyak jargon Kerbau yang ikut dalam event
budaya Barapan Kebo.
Musik Tradisional
Musik tradisional
Sumbawa merupakan musik ritmis, atau musik yang aksentuasinya lebih pada irama,
bukanlah musik melodius. Dalam Musik Etnik Sumbawa tidak terdapat gamelan
seperti musik daerah Bali, Lombok maupun Jawa. Gamelan bagi daerah-daerah
tersebut selain berfungsi sebagai pembawa melodi (alunan), juga sebagai ‘roh’
musik, berbanding terbalik dengan Musik Tradisional Sumbawa yang alat
musik utamanya justru
adalah genang (gendang) yang
berfungsi sebagai pembawa ritme atau pemimpin irama. Sebagai sebuah musik
ritmis, Musik Daerah Sumbawa kaya dengan irama yang terwakilkan dalam temung
(jenis pukulan), baik temung yang terdapat pada genang, rebana, palompong, dsb.
Dalam Musik Tradisional Sumbawa, keberadaan serune yang merupakan satu-satunya
alat musik tiup yang memiliki notasi yang paling sering digunakan, hanya
berfungsi untuk memberi nuansa melodis, namun alunannya tetap mengikuti alur
musik yang dibuat oleh genang sebagai pemimpin irama.
Seni Kelingking |
Tari Tanak Tari Aris Tanewang |
Lawas : media
hiburan, tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas diwariskan
dan diturunkan dalam bentuk lisan. Lawas dilantunkan ke dalam berbagai bentuk
seni, seperti Seni Balawas, Rabalas Lawas, Malngko, dll.
Pacuan Kuda
Seni Kelingking :
membuat ornamen atau hiasan pada suatu benda tertentu dengan menggunakan teknik
menghias. Ragam hias kelingking memiliki makna tertentu bagi masyarakat
Sumbawa.
Tari Tanak :
tarian persembahan bagi raja.
Tari Aris
Tanewang : gambaran sikap pemuda pemudi pesisir dalam semangat hidup untuk
mencapai masa depan cerah.
Kepercayaan dan
Tradisi
Bukti-bukti arkeologis yang
diketemukan di wilayah Sumbawa, berupa sarkofagus, nakara, dan
menhir mengindikasikan bahwa suku Sumbawa purba telah memiliki kepercayaan
dan bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek moyang mereka.
Konsep-konsep tentang kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara
dirinya dengan makrokosmos terus diwariskan lintas generasi hingga masuknya
kebudayaan Hindu-Budha, bahkan paradaban Islam di Sumbawa kini. Diperkirakan
agama Hindu-Budha berkembang pesat di kerajaan-kerajaan kecil Sumbawa sekitar
dua ratus tahun sebelum masuknya Kerajaan Majapahit ke wilayah Sumbawa ini.
Beberapa kerajaan itu antara lain: Kerajaan Dewa Mas Kuning di Selesek
(Ropang), Kerajaan Airenung (Moyo Hulu), Kerajaan Awan Kuning di Sampar Semulan
(Moyo Hulu), Kerajaan Gunung Setia (Sumbawa), Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan),
Kerajaan Seran (Seteluk), Kerajaan Taliwang, dan Kerajaan Jereweh. Mayoritas
suku Sumbawa saat ini memeluk agama Islam. Namun ada sebagian kecil masyarakat
suku Sumbawa yang memeluk agama Islam Wetu Telu. Aliran Islam Wetu Telu ini
agak berbeda dengan agama Islam di Indonesia pada umumnya, diperkirakan
penganut aliran Islam Wetu Telu ini hanya sekitar 1% dari jumlah total suku
Sumbawa. Menurut Zolinger, agama Islam masuk ke pulau Sumbawa antara tahun
1450–1540 yang dibawa oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Melayu, khususnya
Palembang. Orang Sumbawa termasuk fanatik dalam memeluk agama Islam.
Bahkan begitu sensitif dan mudah digelorakan untuk berjihad demi membela
kepentingan agamanya, serta kelihatan antipati dan menolak terhadap
bentuk-bentuk keyakinan agama lain selain Islam.
Pasca
‘penaklukkan’ Kerajaan Hindu Utan atas Kerajaan Gowa-Sulawesi proses Islamisasi
berlangsung dengan gemilang melalui segala sendi kehidupan, baik pendidikan,
perkawinan, bahkan segala bentuk tradisi disesuaikan dengan ajaran Islam. Hal
ini tercermin dalam lawas:
·
Ling
dunia pang tu nanam (di dunia tempat menanam)
·
Pang
akhirat pang tu matak (di akhirat tempat menuai)
·
Ka
tu boat po ya ada (setelah beramal baru memetik hasilnya)
·
Na
asi mu samogang (jangan kamu menganggap remeh)
·
Paboat
aji ko Nene’ (mengabdi kepada Allah)
Semenjak
munculnya pengaruh kebudayaan Islam, boleh dibilang suku Sumbawa tidak mengenal
unsur-unsur kepercayaan agama lain. Hanya Islamlah yang mampu mempertautkan
rasa persaudaraan dan mempersatukan berbagai perbedaan etnik pendatang yang
telah turun-temurun menjadi suku Sumbawa ini. Oleh karenanya, ungkapan-ungkapan
seperti to tegas ano rawi ke? No soka ungkap bilik ke? Tempu tama dengan nya
ke? menunjukkan betapa penting arti Islam bagi suku Sumbawa.
Suku Sumbawa percaya adanya baki atau makhluk halus yang tinggal di hutan dan di pohon-pohon besar, terutama beringin, kono atau makhluk halus yang sering berkeliaran di tempat-tempat sepi di siang hari, dan leak atau orang jahat yang bisa berubah menjadi binatang dan gemar makan ketuban serta minum darah bayi yang baru dilahirkan.
Untuk menangkal gangguan makhlus halus yang jahat dan berbagai bentuk sihir seperti burak, sekancing, lome-lome, pedang pekir, dan sebagainya sebagian suku Sumbawa sering memakai jimat yang dikalungkan di leher maupun ditempelkan pada ikat pinggangnya. Mereka juga percaya dan mendatangi sandro. Selain kepercayaan kepada orang-orang tertentu yang punya kekuatan gaib dan memilki kemampuan meramal nasib, suku Sumbawa juga mempercayai suara cecak dapat membenarkan perkataan seseorang, mendatangkan keberuntungan maupun sebaliknya, bahkan sangat percaya bila dalam perjalanan bepergian mereka bertemu orang buta berarti pertanda sial baginya.
Suku Sumbawa percaya adanya baki atau makhluk halus yang tinggal di hutan dan di pohon-pohon besar, terutama beringin, kono atau makhluk halus yang sering berkeliaran di tempat-tempat sepi di siang hari, dan leak atau orang jahat yang bisa berubah menjadi binatang dan gemar makan ketuban serta minum darah bayi yang baru dilahirkan.
Untuk menangkal gangguan makhlus halus yang jahat dan berbagai bentuk sihir seperti burak, sekancing, lome-lome, pedang pekir, dan sebagainya sebagian suku Sumbawa sering memakai jimat yang dikalungkan di leher maupun ditempelkan pada ikat pinggangnya. Mereka juga percaya dan mendatangi sandro. Selain kepercayaan kepada orang-orang tertentu yang punya kekuatan gaib dan memilki kemampuan meramal nasib, suku Sumbawa juga mempercayai suara cecak dapat membenarkan perkataan seseorang, mendatangkan keberuntungan maupun sebaliknya, bahkan sangat percaya bila dalam perjalanan bepergian mereka bertemu orang buta berarti pertanda sial baginya.
Upacara Nyorong
Upacara
Nyorong merupakan salah satu prosesi pernikahan putra-putri sumbawa (tau
samawa) Nusa Tenggara Barat. Upacara nyorong ini di laksanakan setelah bakatoan
(lamaran). pihak laki-laki di terima oleh orang tua si wanita yang kemudan di
teruskan dengan cara basaputis ( memutuskan ). Di dalam acara basaputis inilah
di tentukan hari-hari baik untuk melaksanakan acara nyorong dalam sebuah
prosesi pernikahan masyarakat samawa. Disini tau samawa hanya mengenal istilah
nyorong meliputi barang yang diantar, orang yang mengantar dan pihak yang
menerima.
Sistem Kekerabatan
Sistem
kekerabatan dan keturunan suku Sumbawa adalah bilateral, yaitu sistem penarikan
garis keturunan berdasarkan garis silsilah nenek moyang laki-laki dan perempuan
secara serentak. Dalam sistem kekerabatan ini, baik kerabat pihak ayah mapun
pihak ibu diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah yang sama misaleaq untuk
saudara tua ayah atau ibu, dan nde untuk saudara yang lebih muda dari ayah atau
ibu. Kelompok keluarga yang lebih luas yaitu pata, yaitu kerabat dari laki-laki
atau wanita yang ditarik dari kakek atau nenek moyang sampai derajat keenam,
sehingga dalam masyarakat Sumbawa dikenal sepupu satu, sepupu dua sampai sepupu
enam.
Tata cara perkawinan dalam masyarakat Sumbawa diselenggarakan dengan upacara adat yang kompleks, mirip dengan prosesi perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan bakatoan (bajajak), basaputis, nyorong dan upacara barodak pada malam hari menjelang kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara barodak ini mengandung unsur-unsur kombinasi ritual midodareni dan ruwatan dalam tradisi Jawa.
Masyarakat Suku Sumbawa
Pada masa sekarang seorang kepala desa (kepasa kampong) dibantu oleh para penasehat yang disebut loka karang, mereka terdiri dari orang tua-tua dari setiap kelompok kekerabatan penghuni kampung. Selain itu kepala desa juga dibantu oleh seorang malar (juru tulis dan pengawas tanah-tanah desa) dan seorang mandur (penghubung). Dalam kehidupan beragama yang disebut hukom di dalam setiap desa dikenal pemimpin seperti penghulu, lehe, modon, ketih, marbot, dan rura. Sebuah desa terdiri dari beberapa buah keban, yaitu anak perkampungan (dusun). Setiap keban terdiri dari satu atau dua pekarangan luas yang diberi pagar dengan empat sampai tujuh buah rumah. Di lingkungan seperti itulah keluarga-keluarga Sumbawa tinggal dan memanfaatkan pekarangannya untuk menanam pohon buah-buahan, tebu, dan tumbuh-tumbuhan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Pusat orientasi pemukiman desa ini adalah masiget (masjid) tempat masyarakat melakukan sembahyang jumat dan kegiatan keagamaan lainnya.
Tata cara perkawinan dalam masyarakat Sumbawa diselenggarakan dengan upacara adat yang kompleks, mirip dengan prosesi perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan bakatoan (bajajak), basaputis, nyorong dan upacara barodak pada malam hari menjelang kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara barodak ini mengandung unsur-unsur kombinasi ritual midodareni dan ruwatan dalam tradisi Jawa.
Masyarakat Suku Sumbawa
Pada masa sekarang seorang kepala desa (kepasa kampong) dibantu oleh para penasehat yang disebut loka karang, mereka terdiri dari orang tua-tua dari setiap kelompok kekerabatan penghuni kampung. Selain itu kepala desa juga dibantu oleh seorang malar (juru tulis dan pengawas tanah-tanah desa) dan seorang mandur (penghubung). Dalam kehidupan beragama yang disebut hukom di dalam setiap desa dikenal pemimpin seperti penghulu, lehe, modon, ketih, marbot, dan rura. Sebuah desa terdiri dari beberapa buah keban, yaitu anak perkampungan (dusun). Setiap keban terdiri dari satu atau dua pekarangan luas yang diberi pagar dengan empat sampai tujuh buah rumah. Di lingkungan seperti itulah keluarga-keluarga Sumbawa tinggal dan memanfaatkan pekarangannya untuk menanam pohon buah-buahan, tebu, dan tumbuh-tumbuhan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Pusat orientasi pemukiman desa ini adalah masiget (masjid) tempat masyarakat melakukan sembahyang jumat dan kegiatan keagamaan lainnya.
Golongan masyarakat
Masyarakat Sumbawa mengenal
pelapisan sosial, karena adanya tiga golongan masyarakat yaitu golongan
bangsawan yang biasanya bergelar datu atau dea, golongan merdeka yang biasanya
disebut tan sanak, dan golongan hamba sahaya yang disebut lindia. Golongan
bangsawan muda digelari Daeng, tapi kalau sudah mempunyai anak dipanggil Datu.
Anak hasil perkawinan seorang datu dengan orang biasa dipanggil dengan gelar
Lalu bagi laki-laki dan Lala bagi perempuan.
Destinasi yang ada di sumbawa
Desa Pamulung
Desa Pamulung Anda dapat melihat langsung
bagaimana warga menenun. Mereka yang mayoritas terdiri dari ibu-ibu tersebut
membuat selendang Sumbawa dan pabasa (blangkon) yang
sudah dikenal sebagai produk unggulan Panulung dan Sumbawa pada umumnya. Dari
segi kualitas, hasil tenun dan barang-barang turunannya itu cukup baik karena
dikerjakan oleh mereka yang sudah ahli. Ya, menenun sudah menjadi aktivitas
yang mereka lakukan sejak lama. Asyiknya lagi, pengunjung bisa langsung membeli
selendang Sumbawa di Desa Pamulung, harganya lebih murah dari pada yang
dijajakan di pasar plus bonus bisa melihat
langsung cara pembuatannya. Atraksi budaya yang bisa kita saksikan langsung
adalah tarian adat Sumbawa. Tarian ini merupakan bagian kegiatan penyambutan
kepada setiap wisatawan yang bertandang. Bahkan jika tertarik dengan gerakannya
dan hobi menari, mereka akan sukarela mengajarkannya kepada kita di sanggar
tari yang ada di Panulung. Tidak hanya tarian yang bisa kita lihat dari dekat
tetapi juga upacara pernikahan adat Sumbawa. Pakaian dan tata caranya
dipamerkan kepada setiap pengunjung.
Saksikan barapan kebo yang menjadi
sebuah pertunjukkan unik setiap tiba musim tanam yakni sekitar bulan Januari
atau Februari. Barapan kebo bukanlah adu cepat
sampai garis finish namun ajang pada sandro beradu mantra. Sandro
adalah sebutan untuk seseorang yang memiliki kemampuan supranatural yang
nantinya akan menancapkan sakak. Sakak adalah sebilah tongkat finish. Pada saat barapan
kebo, sepasang kerbau yang sudah dipersiapkan akan dikendalikan oleh seorang
joki dan berlari kencang menuju sakak. Selama acara sandro berusaha menanamkan mantra pengalih pada kerbau
dan joki agar tak mampu mencapai sakak. Sandro yang berhasil akan mengalunkan kemenangannya
dalam sebuah syair sesumbar khas Sumbawa. Atraksi lain yang juga menarik adalah
barempuk (tinju bebas ala Sumbawa), karaci (pertarungan menggunakan stik rotan besar) dan barukuk (gulat tradisional). Nama Pamulung pada desa
bukanlah tanpa maksud. Kata itu berasal dari ‘panulung’ yang berarti
‘membantu’. Konon dulu kala masyarakat Pamulung sering membantu hajatan atau
perayaan kerajaan maupun desa-desa yang ada disekitarnya.
Desa Pamulung berada di kawasan Desa Karang
Dima, Kecamatan Labuhan Badan, Sumbawa Besar. Lokasinya tidak jauh dari pusat
kota yakni sekitar 8 km. Selain mobil prinbadi, lokasi ini bisa diakses
menggunakan motor dan kendaraan umum. Untuk penginapan Selama liburan Anda bisa menginap di Samawa Seaside Cottage dan Samawa Transit Hotel.
Penutup
Indonesia
adalah negara yang kaya akan budaya dan juga alam, dimana kita sebagai orang
indonesia harus menjaga keduanya yang telah di karuniakan Tuhan. Salahsatu
untuk mengembangkan atau memajukan wisata yang ada di Indonesia dengan mengunjungi
wisata budaya yang ada. Dengan hal itu kita sudah memajukan wisata budaya yang
ada. Bukan ganya itu saja hal kecil yang berdampak sangat besar adalah dengan
cara mengeksplor dan selalu memperkenalkan budaya indonesia kepada masyarakat
luar dengan menggunakan sosial media yang ada contohnya seperti menulis di blog
seperti ini. Kiranya apa yang saya bagi dengan kalian melalui tulisan sederhana
ini dapat bermanfaat dalam kemajuan pariwisata Indonesia. Saya berharap
suatusaat nanti masyarakat Indonesia lebih bangga menjelajah Negri sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Sisca fitri selvi lestari
Usaha Jasa Pariwisata B 2014
Email: siscafitrisl@gmail.com
Usaha Jasa Pariwisata B 2014
Email: siscafitrisl@gmail.com
Artikel nya bagus nambah wawasan tentang suku sumbawa... berguna banget... ditunggu artikel nya lagi tentang suku dayak di Kalimantan... :)
ReplyDeleteartikel yang menambah pengetahuan, dimana suatudaerah yang masih menggunakan bahasa daerah dan melaksanakan adat istiadat, bagus banget buat wisatawan internasional. supaya adat di indonesia lebih dikenal diseluruh penjuru dunia.
ReplyDeleteArtikelnya bagus dan banyak pengetahuan yang didapat setelah membaca artikel diatas, jadi kita dapat mengetahui daerah sumbawa dengan begitu detail dengan berbagai macam keanehan yang ada dikota sumabawa. Bagi yang belum mengetahui tentang kota sumabawa bagus sekali jka membaca artikel diatas, untuk masyarakat Indonesia dan wisatwan Internasional dapat membaca artikel tersebut agar dapat mengetahui informasi dari kota sumbawa:)
ReplyDeleteArtikelnya bagus,gak nyangka bisa nulis kaya gini dari seorang sisca yang gue kenal,artikelnya sangat informatif,langsung gatel ngorek kantong ngeliat tabungan karena bikin ngiler sama sumbawa.
ReplyDeleteArtikel yang sangat menarik, ternyata ada pulau Indah di Gugusan Nusa Tenggara, selain Bali, Lombok, dan Pulau di NTT. Wah benar-benar artikel yang menambah pengetahuan dan rasa mencintai negeri ini. Jadi ada niat kesana nih gara-gara artikelnya haha :D
ReplyDeleteIni adalah tujuan saya! Akhirnya sampe juga kesalahsatu pembaca. Saya ingin pariwisata di sumbawa bisa dikenal sama seperti bali, papua, dan lombok. Sumbawa punya alam yg luar biasa juga!! Terimakasih sudah menbaca
DeleteArtikel yang berguna bagi wisatawan local maupun internasional yang mau belajar tentang adat dan istiadat tentang suku Sumbawa!
ReplyDeleteDengan semua informasi yang ditulis oleh Sisca di artikel ini, bayak orang akan memberikan pengetahuan umum yang luar biasa kepada mahasiswa dan mahasiswi ataupun orang wisatawan tentang Sumbawa!
Artigu ne'e furak tebes, fo informasaun no klasifika tradisaun hirak iha Indonesia hodi halo komparasaun ba tradisaun seluk.
ReplyDeleteLiu husi konesimentu nebee hau hetan Indonesia nasaun ida nebee riku tebes ho ninia kultura. Tamba ne'e artigu nebee hakerek husi estudante Sisca nee bele ajuda ema sira seluk tantu estudante no turista sira hodi hatene klean liu tan kona ba tradisaun iha suku Sumbawa nian.
Obrigadu ba informasaun Sisca.
Hein katak ita boot nia lao ho diak!
Hi... Saya tunggu kamu di sumbawa:)
Delete