Sunday, January 3, 2016

T3_Sisca Fitri Selvi L_Sumbawa


Pesona Suku Sumbawa


Kata pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna kehadirat-Nya dan berkat yang di berikan penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Adapun tujuan penulisan tulisan in yaitu menambah dan memberikan informasi pengetahuan tentang suku sumbawa.  Saya juga berterimakasih kepada kedua orang tua saya yang telah memotifasi dan memberikan semangat kepada saya hinggi terselesaikan tugas ini. Tidak lupa juga saya berterima kasih kepada bpk. Shobiriennur Rasyid dosen dan pembimbing kami yang membuat tulisan ini. Harapan saya semoga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, saya berharap komen dan sarannya agar kedepannya dapat memperbaiki maupun menambah isi tulisan agar menjadi lebih baik lagi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam tugas ini dikarenakan keterbatasan saya.

Pembahasan
Suku Sumbawa atau Samawa adalah suku bangsa yang mendiami wilayah bagian barat dan tengah pulau Sumbawa (meliputi kabupaten Sumbawa dan Sumbawa barat), Nusa Tenggara Barat. Populasi suku Sumbawa adalah sekitar 500.000 orang. Suku Sumbawa tersebar di dua kabupaten, yaitu kabupaten Sumbawa dan kabupaten Sumbawa Barat yang meliputi kecamatan Empang di ujung timur hingga kecamatan Taliwang dan Sekongkang yang berada di ujung barat dan selatan pulau, termasuk 38 pulau kecil di sekitarnya. Suku Sumbawa sendiri, selama beberapa abad ini mengalami percampuran dengan etnis pendatang, seperti etnis dari jawa, sumatra, sulawesi, kalimantan dan cina serta arab. Suku Sumbawa yang telah bercampur dengan etnis lain ini, biasanya bermukim di dataran rendah dan daerah-daerah pesisir. Sedangkan suku Sumbawa yang masih asli menempati dataran tinggi pegunungan seperti Tepal, Dodo dan Labangkar. 



Sejarah suku sumbawa
Diperkirakan pada jaman mencairnya es di kedua kutub bumi yaitu kutub Utara dan Selatan, mengakibatkan tergenangnya sebagian dataran dan menimbulkan plat atau dangkalan antara Sumabawa dan Sanggar. Masa akhir jaman es, juga mengakibatkan tenggelamnya sebagian besar pulau-pulau di Indonesia dan membentuk dangkalan atau plat. Diantaranya adalah Sunda Plat atau dangkalan Sunda yang terbentang antara Sumatera, Kalimantan dan Jawa, kemudian Sahul Plat yaitu dangkalan antara Papua dan Australia bagian Utara, yang tentu saja dapat dibuktikan dengan berbagai macam kesamaan jenis flora dan fauna. Penduduk asli Sumbawa melalui dataran rendah yang belum tergenang air laut itu berpindah dari Semenanjung Sanggar ketempat pemukimannya yang baru yaitu Sumbawa. Penduduk Sumbawa yang bermukim lebih awal dan selanjutnya menjadi penduduk asli kemudian berpindah ke wilayah pedalaman dataran tinggi pegunungan Ropang, Lunyuk dan bagian selatan Batu Lanteh untuk mencari hunian baru. Dalam buku Memorie van Overgave tercatat bahwa saat itu Tau Samawa masih menganut aliran animisme yang cenderung beranggapan bahwa wilayah pegunungan memiliki kekuatan yang dapat melindungi mereka. Kemudian, kelompok penduduk yang merupakan kategori pendatang baru, adalah berasal dari Bugis- Makasar, Banjarmasin dan Jawa masuk setelahnya ke Sumbawa dan mendiami wilayah pesisir. Kelompok- kelompok penduduk ini selanjutnya menetap untuk seterusnya dan memiliki hak atas tanah yang telah ditempati sejak lama untuk dimanfaatkan. Bagian tanah ini dalam istilah adat Sumbawa dikenal dengan sebutan “Lar Lamat”.

Suku Sumbawa yang mendiami bekas wilayah Kesultanan Sumbawa ini pada masa pra-Majapahit menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sasak Samawa yang berpusat di Lombok, kemudian ditaklukkan oleh Majapahit dengan pusat pengaruh di Taliwang dan Seran, sedangkan masa Islam adalah masa penaklukkan Kerajaan Gowa-Sulawesi terhadap semua wilayah Sumbawa dan Selaparang-Lombok dengan pusat pemerintahan mula-mula di Lombok kemudian dipindahkan ke Sumbawabesar karena expansi militer dari kerajaan Gelgel - Bali. Setelah masuknya VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Kesultanan Sumbawa menjadi bagian wilayah Gubernemen Selebes, dan sesuai pembagian wilayah afdeeling maka Sumbawa masuk wilayah Karesidenan Timor dengan ibukota di Sumbawa Besar. Sistem pemerintahan afdeeling kemudian dijabarkan menjadi onderafdeeling yang terbagi menjadi beberapa daerah administrasi. Beberapa kampung dibagi menjadi beberapa lingkungan kekuasaan yang merupakan onderdistrict, dan beberapa onderdistrict digabung menjadi satu district setingkat kabupaten saat ini. Penggabungan onderdistrict tidak berlangsung lama kemudian menjadi onderdistrict yang berdiri sendiri dan berubah menjadi wilayah kademungan. Wilayah kademungan sekarang berubah menjadi wilayah kecamatan yang membawahi beberapa desa. Pada masa pemerintahan orde lama, sistem pemerintahan desa di Sumbawa dipegang oleh seorang gabung yang dibantu oleh beberapa tau loka karang sebagai penasihat yang berasal dari setiap kelompok kekerabatan penghuni kampung. Gabung juga dibantu oleh malar sebagai pengatur dan pembagi air pada lahan pertanian, dan juga dibantu oleh seorang mandur yang bertindak sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat dengan pemerintahan desa. Pola perkampungannya berbentuk kelompok rumah, setiap kelompok masih memiliki ikatan kekerabatan yang disatukan oleh sebuah pagar kampung. Tata letaknya selalu menyesuaikan dengan pengetahuan masyarakat mengenai urat tanah yang dalam pelaksanaanya hanya bisa diketahui oleh sandro. Setiap kepala keluarga memiliki tanggung jawab adat membantu membangun rumah anggota kelompok yang baru secara gotong royong di bawah komando tau loka karang, demikian konsep itu dirumuskan dengan nama bayar siru atau balas budi, sehingga anggota kelompok yang melanggar akan dikucilkan. Konsepsi bayar siru ini masih berlaku hingga sekarang, terutama di kampung- kampung di daerah pedesaan.

Bahasa
Suku Sumbawa menyebut diri mereka sendiri sebagai Tau Samawa dan menggunakan bahasa Samawa. Bahasa Sumbawa menjadi bahasa persatuan atau bahasa pengantar di pulau ini, sehingga etnis-etnis pendatang yang tinggal di pulau ini pun berbicara dalam bahasa Sumbawa, Menurut Mahsun (2002), bahwa bahasa Sumbawa Purba pecah menjadi 4 dialek yang ada sekarang ini, sebelumnya terdiri dari 2 dialek, yaitu dialek Taliwang-Jereweh-Tongo dan dialek Sumbawa besar yang menjadi cikal bakal dialek Seran. Kemudian berkembang lagi seiring perjalanan waktu hingga memasuki fase historis, dialek Taliwang-Jereweh-Tongo pecah lagi menjadi 3 dialek yang berdiri sendiri. Dalam bahasa Sumbawa sekarang dikenal beberapa dialek bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, yaitu dialek Samawa, Baturotok (Batulante) dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan Ropang seperti Labangkar, Lawen (Selesek), serta penduduk di sebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh dan dialek Tongo.
Selain itu masih terdapat sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar, yang merupakan keturunan campuran etnis Bajau yang berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh orang di kampung Sampir yang merupakan keturunan campuran etnis Mandar, Bugis dan Makassar.

Mata Pencaharian Suku Sumbawa
Masyarakat suku Sumbawa pada umumnya hidup pada bidang pertanian. Mereka menanam padi di sawah dengan menggunakan peralatan tardisional berupa cangkul atau bingkung, rengala, dan kareng sebagai peralatan bajak dengan memanfaatkan hewan peliharaan seperti sapi dan kerbau. Dalam menggarap ladang mereka masih menggunakan cara tradisional, yaitu dengan membakar lahan pertanian agar mempermudah proses penanaman beberapa jenis tanaman pangan. Kegiatan lain adalah menangkap ikan. Mereka menggunakan peralatan seperti pancing, kodong dan belat yang berfungsi sebagai perangkap dimanfaatkan untuk menangkap ikan di sungai ataupun di rawa-rawa, sedangkan peralatan berupa jaring dipakai untuk menangkap ikan di laut. Selain itu mereka juga berburu (nganyang) dengan menggunakan peralatan tear atau tombak dan poke atau tombak bermata dua, lamar atau jerat, dan dengan membawa beberapa ekor anjing pemburu. Kegiatan lain mereka adalah meramu hasil hutan untuk dijadikan bahan makanan seperti umbi-umbian, buyak atau pucuk-pucuk rotan, serampin atau sari batang enau, madu lebah, jamur-jamuran, dan akar-akaran sebagai bahan pembuatan minyak tradisional.
Mereka juga memelihara hewan ternak seperti kuda, sapi, dan kerbau yang biasanya dilepas di padang-padang gembala.

Makanan  khas

1. Singang

Singang, begitulah masyarakat di Sumbawa menamai masakan tradisional berbahan ikan segar ini. Ikan segar yang dibumbui dengan berbagai macam rempah tersebut selintas mirip dengan gulai ikan karena kuahnya.
Dari tampilannya saja, kuah Singang sudah cukup menggugah selera. Warna kuah yang kekuningan dipadu dengan warna hijau daun kemangi dan warna merah cabe rawit, menjadikan menu masakan ini terlihat segar.
Sementara rasa kuah Singang yang didalamnya ada asam Jawanya, terasa agak asam, tapi sangat lezat.Untuk bisa menikmati menu masakan ini di Sumbawa tidak terlalu sulit, karena cukup banyak warung makan di daerah tersebut yang menyediakan menu yang satu ini. Salah satu warung yang sudah lama menyajikan masakan khas ini berada di dekat monumen arah kota Sumbawa.
Singang, menurut pengelola warung makan di Sumbawa, berbahan ikan segar. Ikan yang dipilih boleh apa saja. Namun, mereka menganjurkan menggunakan ikan bandeng atau kakap.

2. Sepat

Sepat adalah masakan khas daerah Sumbawa, rasanya asam - asam segar. Biasanya di bulan puasa, 30 hari puasa maka 30 hari sepat hadir menemani berbuka.
masakan yang satu ini terbuat dari ikan yang diiris medium size dan dibakar. Lalu dihidangkan dengan kuah dengan bumbu-bumbu yang begitu lezat. Ibu- ibu yang ngidam selalu pengennya sepat, makanan ini populer di Sumbawa. Memang inilah salah satu resep masakan khas daerah Sumbawa.

3. Gecok

Gecok merupakan salah satu masakan khas Sumbawa yang berbahan utama daging dan jeroan sapi.
dihidangkan dengan cara seperti ditumis dan dibalut dengan parutan kelapa berbumbu.
kesan garing, renyah, dan gurih menyelimuti makanan khas Sumbawa ini.

4. Ayam bakar Taliwang

Ya, Ayam Bakar Taliwang begitulah nama dari makanan khas dari Sumbawa ini. Makanan ini hampir sama seperti ayam bakar pada umunya. Namun, dengan rasa bumbu yang pedas dan sedikit asam memberi kesan yang tidak biasa dan tidak terlupakan di lidah setiap orang yang menyantap makanan ini.
Makanan ini biasanya dihidangkan dengan sambal berminyak.

Rumah adat
Beberapa keluarga inti dapat tinggal dalam satu rumah panggung. Rumah yang didirikan di atas tiang kayu yang tingginya 1,5 – 2 meter dengan tipologi persegi panjang, atapnya berbentuk seperti perahu yang terbuat dari bambu yang dipotong-potong (kini banyak diganti dengan genting). Pada bagian depan atau belakang dipasang anak tangga dalam hitungan ganjil antara 7, 9, 11 bergantung keperluannya.

Kesenian

1. Main Jaran
Berdasarkan wujudnya kebudayaan ada dikenal dengan wujud kebudayaan nonmaterial. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu, tarian tradisional dan permainan (Wikepedia: 23-11-2011). Dalam kebudayaan Sumbawa memiliki suatu permainan yang dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka. Permainan tersebut adalah main jaran ‘pacuan kuda’. Main jaran merupakan suatu permaian keahlian memacu kuda oleh seorang joki. Permainan ini sangat digemari oleh masyarakat setempat bahkan masyarakat dari luar pulau Sumbawa sengaja datang untuk menyaksikan kegaitan permainan tersebut.

2. Barapan Kebo
Barapan kebo adalah event tradisional para sandro, Joki dan Kerbau terbagus saat tiba musim tanam sumbawa. Tradisi Barapan Kebo tidak hanya diselenggarakan di Pamulung akan tetapi eksis juga di Desa Moyo Hulu, Desa Senampar, Desa Poto, Desa Lengas, Desa Batu Bangka, Desa Maronge hingga Desa Utan sebagai event budaya khas Sumbawa. Barapan Kebo atau Karapan Kerbau ala Sumbawa ini diselenggarakan pada awal musim tanam padi. Lokasi atau arena Barapan Kebo adalah sawah yang telah basah atau sudah digenangi air sebatas lutut. Perlakuan pemilik kerbau jargon Barapan Kebo sama seperti perlakuan audisi Main Jaran. Kerbau­kerbau peserta dikumpulkan 3 hari atau 4 hari sebelum event budaya ini digelar, untuk diukur tinggi dan usianya. Hal ini dimaksudkan, agar dapat ditentukan dalam kelas apa kerbau­kerbau tersebut dapat dilombahkan. Durasi atau lamanya event adalah ditentukan dari seberapa banyak jargon Kerbau yang ikut dalam event budaya Barapan Kebo.

Musik Tradisional
Musik tradisional Sumbawa merupakan musik ritmis, atau musik yang aksentuasinya lebih pada irama, bukanlah musik melodius. Dalam Musik Etnik Sumbawa tidak terdapat gamelan seperti musik daerah Bali, Lombok maupun Jawa. Gamelan bagi daerah-daerah tersebut selain berfungsi sebagai pembawa melodi (alunan), juga sebagai ‘roh’ musik, berbanding terbalik dengan Musik Tradisional Sumbawa yang  alat  musik  utamanya  justru  adalah genang (gendang)  yang berfungsi sebagai pembawa ritme atau pemimpin irama. Sebagai sebuah musik ritmis, Musik Daerah Sumbawa kaya dengan irama yang terwakilkan dalam temung (jenis pukulan), baik temung yang terdapat pada genang, rebana, palompong, dsb. Dalam Musik Tradisional Sumbawa, keberadaan serune yang merupakan satu-satunya alat musik tiup yang memiliki notasi yang paling sering digunakan, hanya berfungsi untuk memberi nuansa melodis, namun alunannya tetap mengikuti alur musik yang dibuat oleh genang sebagai pemimpin irama.
Seni Kelingking


Tari Tanak
Tari Aris Tanewang
Lawas : media hiburan, tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumbawa. Lawas diwariskan dan diturunkan dalam bentuk lisan. Lawas dilantunkan ke dalam berbagai bentuk seni, seperti Seni Balawas, Rabalas Lawas, Malngko, dll.
Pacuan Kuda
Seni Kelingking : membuat ornamen atau hiasan pada suatu benda tertentu dengan menggunakan teknik menghias. Ragam hias kelingking memiliki makna tertentu bagi masyarakat Sumbawa.
Tari Tanak : tarian persembahan bagi raja.
Tari Aris Tanewang : gambaran sikap pemuda pemudi pesisir dalam semangat hidup untuk mencapai masa depan cerah.

Kepercayaan dan Tradisi
Bukti-bukti arkeologis yang diketemukan di wilayah Sumbawa, berupa sarkofagus, nakara, dan menhir mengindikasikan bahwa suku Sumbawa purba telah memiliki kepercayaan dan bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek moyang mereka. Konsep-konsep tentang kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara dirinya dengan makrokosmos terus diwariskan lintas generasi hingga masuknya kebudayaan Hindu-Budha, bahkan paradaban Islam di Sumbawa kini. Diperkirakan agama Hindu-Budha berkembang pesat di kerajaan-kerajaan kecil Sumbawa sekitar dua ratus tahun sebelum masuknya Kerajaan Majapahit ke wilayah Sumbawa ini. Beberapa kerajaan itu antara lain: Kerajaan Dewa Mas Kuning di Selesek (Ropang), Kerajaan Airenung (Moyo Hulu), Kerajaan Awan Kuning di Sampar Semulan (Moyo Hulu), Kerajaan Gunung Setia (Sumbawa), Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), Kerajaan Seran (Seteluk), Kerajaan Taliwang, dan Kerajaan Jereweh. Mayoritas suku Sumbawa saat ini memeluk agama Islam. Namun ada sebagian kecil masyarakat suku Sumbawa yang memeluk agama Islam Wetu Telu. Aliran Islam Wetu Telu ini agak berbeda dengan agama Islam di Indonesia pada umumnya, diperkirakan penganut aliran Islam Wetu Telu ini hanya sekitar 1% dari jumlah total suku Sumbawa. Menurut Zolinger, agama Islam masuk ke pulau Sumbawa antara tahun 1450–1540 yang dibawa oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Melayu, khususnya Palembang. Orang Sumbawa termasuk fanatik dalam memeluk agama Islam. Bahkan begitu sensitif dan mudah digelorakan untuk berjihad demi membela kepentingan agamanya, serta kelihatan antipati dan menolak terhadap bentuk-bentuk keyakinan agama lain selain Islam.
Pasca ‘penaklukkan’ Kerajaan Hindu Utan atas Kerajaan Gowa-Sulawesi proses Islamisasi berlangsung dengan gemilang melalui segala sendi kehidupan, baik pendidikan, perkawinan, bahkan segala bentuk tradisi disesuaikan dengan ajaran Islam. Hal ini tercermin dalam lawas:
·         Ling dunia pang tu nanam (di dunia tempat menanam)
·         Pang akhirat pang tu matak (di akhirat tempat menuai)
·         Ka tu boat po ya ada (setelah beramal baru memetik hasilnya)
·         Na asi mu samogang (jangan kamu menganggap remeh) 
·         Paboat aji ko Nene’ (mengabdi kepada Allah)
Semenjak munculnya pengaruh kebudayaan Islam, boleh dibilang suku Sumbawa tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan agama lain. Hanya Islamlah yang mampu mempertautkan rasa persaudaraan dan mempersatukan berbagai perbedaan etnik pendatang yang telah turun-temurun menjadi suku Sumbawa ini. Oleh karenanya, ungkapan-ungkapan seperti to tegas ano rawi ke? No soka ungkap bilik ke? Tempu tama dengan nya ke? menunjukkan betapa penting arti Islam bagi suku Sumbawa.
Suku Sumbawa percaya adanya baki atau makhluk halus yang tinggal di hutan dan di pohon-pohon besar, terutama beringin, kono atau makhluk halus yang sering berkeliaran di tempat-tempat sepi di siang hari, dan leak atau orang jahat yang bisa berubah menjadi binatang dan gemar makan ketuban serta minum darah bayi yang baru dilahirkan.
Untuk menangkal gangguan makhlus halus yang jahat dan berbagai bentuk sihir seperti burak, sekancing, lome-lome, pedang pekir, dan sebagainya sebagian suku Sumbawa sering memakai jimat yang dikalungkan di leher maupun ditempelkan pada ikat pinggangnya. Mereka juga percaya dan mendatangi sandro. Selain kepercayaan kepada orang-orang tertentu yang punya kekuatan gaib dan memilki kemampuan meramal nasib, suku Sumbawa juga mempercayai suara cecak dapat membenarkan perkataan seseorang, mendatangkan keberuntungan maupun sebaliknya, bahkan sangat percaya bila dalam perjalanan bepergian mereka bertemu orang buta berarti pertanda sial baginya.

Upacara Nyorong
Upacara Nyorong merupakan salah satu prosesi pernikahan putra-putri sumbawa (tau samawa) Nusa Tenggara Barat. Upacara nyorong ini di laksanakan setelah bakatoan (lamaran). pihak laki-laki di terima oleh orang tua si wanita yang kemudan di teruskan dengan cara basaputis ( memutuskan ). Di dalam acara basaputis inilah di tentukan hari-hari baik untuk melaksanakan acara nyorong dalam sebuah prosesi pernikahan masyarakat samawa. Disini tau samawa hanya mengenal istilah nyorong meliputi barang yang diantar, orang yang mengantar dan pihak yang menerima.

Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan dan keturunan suku Sumbawa adalah bilateral, yaitu sistem penarikan garis keturunan berdasarkan garis silsilah nenek moyang laki-laki dan perempuan secara serentak. Dalam sistem kekerabatan ini, baik kerabat pihak ayah mapun pihak ibu diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah yang sama misaleaq untuk saudara tua ayah atau ibu, dan nde untuk saudara yang lebih muda dari ayah atau ibu. Kelompok keluarga yang lebih luas yaitu pata, yaitu kerabat dari laki-laki atau wanita yang ditarik dari kakek atau nenek moyang sampai derajat keenam, sehingga dalam masyarakat Sumbawa dikenal sepupu satu, sepupu dua sampai sepupu enam.
Tata cara perkawinan dalam masyarakat Sumbawa diselenggarakan dengan upacara adat yang kompleks, mirip dengan prosesi perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan bakatoan (bajajak), basaputis, nyorong dan upacara barodak pada malam hari menjelang kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara barodak ini mengandung unsur-unsur kombinasi ritual midodareni dan ruwatan dalam tradisi Jawa.

Masyarakat Suku Sumbawa
Pada masa sekarang seorang kepala desa (kepasa kampong) dibantu oleh para penasehat yang disebut loka karang, mereka terdiri dari orang tua-tua dari setiap kelompok kekerabatan penghuni kampung. Selain itu kepala desa juga dibantu oleh seorang malar (juru tulis dan pengawas tanah-tanah desa) dan seorang mandur (penghubung). Dalam kehidupan beragama yang disebut hukom di dalam setiap desa dikenal pemimpin seperti penghulu, lehe, modon, ketih, marbot, dan rura. Sebuah desa terdiri dari beberapa buah keban, yaitu anak perkampungan (dusun). Setiap keban terdiri dari satu atau dua pekarangan luas yang diberi pagar dengan empat sampai tujuh buah rumah. Di lingkungan seperti itulah keluarga-keluarga Sumbawa tinggal dan memanfaatkan pekarangannya untuk menanam pohon buah-buahan, tebu, dan tumbuh-tumbuhan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Pusat orientasi pemukiman desa ini adalah masiget (masjid) tempat masyarakat melakukan sembahyang jumat dan kegiatan keagamaan lainnya.

Golongan masyarakat
Masyarakat Sumbawa mengenal pelapisan sosial, karena adanya tiga golongan masyarakat yaitu golongan bangsawan yang biasanya bergelar datu atau dea, golongan merdeka yang biasanya disebut tan sanak, dan golongan hamba sahaya yang disebut lindia. Golongan bangsawan muda digelari Daeng, tapi kalau sudah mempunyai anak dipanggil Datu. Anak hasil perkawinan seorang datu dengan orang biasa dipanggil dengan gelar Lalu bagi laki-laki dan Lala bagi perempuan.

Destinasi yang ada di sumbawa
Desa Pamulung
Desa Pamulung Anda dapat melihat langsung bagaimana warga menenun. Mereka yang mayoritas terdiri dari ibu-ibu tersebut membuat selendang Sumbawa dan pabasa (blangkon) yang sudah dikenal sebagai produk unggulan Panulung dan Sumbawa pada umumnya. Dari segi kualitas, hasil tenun dan barang-barang turunannya itu cukup baik karena dikerjakan oleh mereka yang sudah ahli. Ya, menenun sudah menjadi aktivitas yang mereka lakukan sejak lama. Asyiknya lagi, pengunjung bisa langsung membeli selendang Sumbawa di Desa Pamulung, harganya lebih murah dari pada yang dijajakan di pasar plus bonus bisa melihat langsung cara pembuatannya. Atraksi budaya yang bisa kita saksikan langsung adalah tarian adat Sumbawa. Tarian ini merupakan bagian kegiatan penyambutan kepada setiap wisatawan yang bertandang. Bahkan jika tertarik dengan gerakannya dan hobi menari, mereka akan sukarela mengajarkannya kepada kita di sanggar tari yang ada di Panulung. Tidak hanya tarian yang bisa kita lihat dari dekat tetapi juga upacara pernikahan adat Sumbawa. Pakaian dan tata caranya dipamerkan kepada setiap pengunjung.
Saksikan barapan kebo yang menjadi sebuah pertunjukkan unik setiap tiba musim tanam yakni sekitar bulan Januari atau Februari. Barapan kebo bukanlah adu cepat sampai garis finish namun ajang pada sandro beradu mantra. Sandro adalah sebutan untuk seseorang yang memiliki kemampuan supranatural yang nantinya akan menancapkan sakak. Sakak adalah sebilah tongkat finish. Pada saat barapan kebo, sepasang kerbau yang sudah dipersiapkan akan dikendalikan oleh seorang joki dan berlari kencang menuju sakak. Selama acara sandro berusaha menanamkan mantra pengalih pada kerbau dan joki agar tak mampu mencapai sakak. Sandro yang berhasil akan mengalunkan kemenangannya dalam sebuah syair sesumbar khas Sumbawa. Atraksi lain yang juga menarik adalah barempuk (tinju bebas ala Sumbawa), karaci (pertarungan menggunakan stik rotan besar) dan barukuk (gulat tradisional). Nama Pamulung pada desa bukanlah tanpa maksud. Kata itu  berasal dari ‘panulung’ yang berarti ‘membantu’. Konon dulu kala masyarakat Pamulung sering membantu hajatan atau perayaan kerajaan maupun desa-desa yang ada disekitarnya.


Akses untuk mencapai Desa pamulung:

Desa Pamulung berada di kawasan Desa Karang Dima, Kecamatan Labuhan Badan, Sumbawa Besar. Lokasinya tidak jauh dari pusat kota yakni sekitar 8 km. Selain mobil prinbadi, lokasi ini bisa diakses menggunakan motor dan kendaraan umum. Untuk penginapan Selama liburan Anda bisa menginap di Samawa Seaside Cottage dan Samawa Transit Hotel.

Penutup
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan juga alam, dimana kita sebagai orang indonesia harus menjaga keduanya yang telah di karuniakan Tuhan. Salahsatu untuk mengembangkan atau memajukan wisata yang ada di Indonesia dengan mengunjungi wisata budaya yang ada. Dengan hal itu kita sudah memajukan wisata budaya yang ada. Bukan ganya itu saja hal kecil yang berdampak sangat besar adalah dengan cara mengeksplor dan selalu memperkenalkan budaya indonesia kepada masyarakat luar dengan menggunakan sosial media yang ada contohnya seperti menulis di blog seperti ini. Kiranya apa yang saya bagi dengan kalian melalui tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam kemajuan pariwisata Indonesia. Saya berharap suatusaat nanti masyarakat Indonesia lebih bangga menjelajah Negri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Sisca fitri selvi lestari
Usaha Jasa Pariwisata B 2014
Email: siscafitrisl@gmail.com

9 comments:

  1. Artikel nya bagus nambah wawasan tentang suku sumbawa... berguna banget... ditunggu artikel nya lagi tentang suku dayak di Kalimantan... :)

    ReplyDelete
  2. artikel yang menambah pengetahuan, dimana suatudaerah yang masih menggunakan bahasa daerah dan melaksanakan adat istiadat, bagus banget buat wisatawan internasional. supaya adat di indonesia lebih dikenal diseluruh penjuru dunia.

    ReplyDelete
  3. Artikelnya bagus dan banyak pengetahuan yang didapat setelah membaca artikel diatas, jadi kita dapat mengetahui daerah sumbawa dengan begitu detail dengan berbagai macam keanehan yang ada dikota sumabawa. Bagi yang belum mengetahui tentang kota sumabawa bagus sekali jka membaca artikel diatas, untuk masyarakat Indonesia dan wisatwan Internasional dapat membaca artikel tersebut agar dapat mengetahui informasi dari kota sumbawa:)

    ReplyDelete
  4. Artikelnya bagus,gak nyangka bisa nulis kaya gini dari seorang sisca yang gue kenal,artikelnya sangat informatif,langsung gatel ngorek kantong ngeliat tabungan karena bikin ngiler sama sumbawa.

    ReplyDelete
  5. Artikel yang sangat menarik, ternyata ada pulau Indah di Gugusan Nusa Tenggara, selain Bali, Lombok, dan Pulau di NTT. Wah benar-benar artikel yang menambah pengetahuan dan rasa mencintai negeri ini. Jadi ada niat kesana nih gara-gara artikelnya haha :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini adalah tujuan saya! Akhirnya sampe juga kesalahsatu pembaca. Saya ingin pariwisata di sumbawa bisa dikenal sama seperti bali, papua, dan lombok. Sumbawa punya alam yg luar biasa juga!! Terimakasih sudah menbaca

      Delete
  6. Artikel yang berguna bagi wisatawan local maupun internasional yang mau belajar tentang adat dan istiadat tentang suku Sumbawa!

    Dengan semua informasi yang ditulis oleh Sisca di artikel ini, bayak orang akan memberikan pengetahuan umum yang luar biasa kepada mahasiswa dan mahasiswi ataupun orang wisatawan tentang Sumbawa!

    ReplyDelete
  7. Artigu ne'e furak tebes, fo informasaun no klasifika tradisaun hirak iha Indonesia hodi halo komparasaun ba tradisaun seluk.

    Liu husi konesimentu nebee hau hetan Indonesia nasaun ida nebee riku tebes ho ninia kultura. Tamba ne'e artigu nebee hakerek husi estudante Sisca nee bele ajuda ema sira seluk tantu estudante no turista sira hodi hatene klean liu tan kona ba tradisaun iha suku Sumbawa nian.

    Obrigadu ba informasaun Sisca.

    Hein katak ita boot nia lao ho diak!

    ReplyDelete