Sunday, January 3, 2016

T3_SusanAdelniTangkilisan_Jambi

Kekayaan Wisata dan Kebudayaan Jambi


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Pemanduan Wisata Budaya ini.
Tugas ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Shobirien Nur Rasyid selaku dosen Pemanduan Wisata budaya yang telah memberikan kesempatan saya untuk dapat menyusun tulisan ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari masih banyaknya kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Akhir kata saya berharap semoga tulisan tentang Pariwisata sejarah dan budaya ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    Jakarta,  3 Januari 2016
                                                                                                          

                                                                                   Penulis

  Pembahasan

Jambi adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera. Jambi adalah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang ibukotanya bernama sama dengan nama provinsinya, selain Bengkulu dan Gorontalo. Jambi merupakan tempat berasalnya Bangsa Melayu yaitu dari Kerajaan Malayu di Batang Hari Jambi.Bahasa Melayu Jambi sama sepertiMelayu Palembang dan Melayu Bengkulu, yaitu berdialek "o".
Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0,45° Lintang Utara, 2,45° Lintang Selatan dan antara 101,10°-104,55° Bujur Timur. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah Timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Kondisi geografis yang cukup strategis di antara kota-kota lain di provinsi sekitarnya membuat peran provinsi ini cukup penting terlebih lagi dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Kebutuhan industri dan masyarakat di kota-kota sekelilingnya didukung suplai bahan baku dan bahan kebutuhan dari provinsi ini.
Luas Provinsi Jambi 53.435 km2 dengan jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2010 berjumlah 3.088.618 jiwa (Data BPS hasil sensus 2010) . Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,96% dengan PDRB per kapita Rp9.523.752,00 (Angka sementara dari BPS Provinsi jambi. Sebanyak 46,88% dari jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi bekerja pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan; 21,58% pada sektor perdagangan dan 12,58% pada sektor jasa. Dengan kondisi ketenagakerjaan yang sebagian besar masyarakat di provinsi ini sangat tergantung pada hasil pertanian,perkebunan sehingga menjadikan upaya pemerintah daerah maupun pusat untuk mensejahterakan masyarakat adalah melalui pengembangan sektor pertanian.
Masyarakat Jambi merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari masyarakat asli Jambi, yakni Suku Melayu yang menjadi mayoritas di Provinsi Jambi. Selain itu juga ada Suku Kerinci di daerah Kerinci dan sekitarnya yang berbahasa dan berbudaya mirip Minangkabau. Selain itu juga ada pendatang yang berasal dari Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda, Cina, India dan lain-lain. Sebagian besar masyarakat Jambi memeluk agama Islam, yaitu sebesar 90%, sedangkan sisanya merupakan pemeluk agama Kristen, Buddha, Hindu dan Konghuchu.
Filsafat Hidup Masyarakat Jambi yaitu Sepucuk jambi sembilan lurah, batangnyo alam rajo. Kesenian di Provinsi Jambi yang terkenal antara lain Batanghari, Kipas perentak, Rangguk, Sekapur sirih, Selampit delapan, Serentak Satang. Upacara adat yang masih dilestarikan antara lain Upacara Lingkaran Hidup Manusia, Kelahiran, Masa Dewasa, Perkawinan, Berusik sirih bergurau pinang, Duduk bertuik, tegak betanyo, ikat buatan janji semayo, Ulur antar serah terimo pusako dan Kematian.

Asal Usul Jambi
Ada beberapa versi tentang awal pemberian nama jambi, antara lain:
1. Nama Jambi muncul sejak daerah yang berada di pinggiran sungai batanghari ini dikendalikan oleh seorang ratu bernama Puteri Selaras Pinang Masak, yaitu semasa keterikatan dengan Kerajaan Majapahit. Waktu itu bahasa keraton dipengaruhi bahasa Jawa, di antaranya kata pinang disebut jambe. Sesuai dengan nama ratunya“Pinang Masak”, maka kerajaan tersebut dikatakan Kerajaan Melayu Jambe. Lambat laun rakyat setempat umumnya menyebut “Jambi”.
2. Kata Jambi ini sebelum ditemukan oleh Orang Kayo Hitam atau sebelum disebut Tanah Pilih, bernama Kampung Jam, yang berdekatan dengan Kampung Teladan, yang diperkirakan di sekitar daerah Buluran Kenali sekarang. Dari kata Jam inilah akhirnya disebut “Jambi”.
3. Menurut teks Hikayat Negeri Jambi, kata Jambi berasal dari perintah seorang raja yang bernama Tun Telanai, untuk untuk menggali kanal dari ibukota kerajaan hingga ke laut, dan tugas ini harus diselesaikan dalam tempo satu jam. Kata jam inilah yang kemudian menjadi asal kata Jambi.

Kebudayaan Jambi
Provinsi Jambi memiliki berbagai macam budaya tetapi pada dasarnya berdasarkan budaya Melayu salah satunya terdapat sepanjang Sungai Batanghari atau masih bisa dilihat orang yang tinggal di Rumah Panggung yang terbuat dari kayu lokal. Lalu juga terdapat Batik dan Songket khas Jambi. Batik dan songket ini memiliki karakteristik yang berbeda dari provinsi-provinsi lain di Indonesia dengan karakteristik bunga-bunga. Selain itu terdapat pula beberapa tari-tarian yang menarik disini yaitu Tari Rantak Kudo disebut begitu karena gerakannya yang menghentak-hentak seperti kuda, tarian ini dilakukan untuk merayakan hasil panen pertanian di daerah Kerinci dan dilangsungkan berhari-hari tanpa henti. Tari Sekapur Sirih dilakukan untuk menyambut tamu yang dihormati dan ditarikan oleh remaja putri. Tari Serengkuh Dayung menggambarkan tentang perasaan searah setujuan, kebersamaan dan ditarikan oleh penari putri. Tari Baselang menceritakan tentang semangat gotongroyong masyarakat desa dan ditarikan putra putri. Tari Inai untuk menghibur mempelai wanita yang sedang memasang inai di malam hari, sebelum duduk di pelaminan ditarikan Putra dan Putri. Tari Japin Rantau menggambarkan prikehidupan masyarakat di pesisir pantai.

Pariwisata di Jambi
Jambi memiliki potensi pariwisata cukup beragam, seperti wisata alam, budaya, dan sejarah. Untuk wisata alamnya di Jambi yaitu, danau Kerinci, gunung kerinci, Taman Nasional Kerinci Seblat, Cagar Biosfir Bukit Dua Belas, taman nasional Berbak, air terjun Telun Berasap, Segirincing, dan Gua Tiangko. Dalam wisata sejarahnya terdapat, Candi Muara Jambi,Makam Orang Kayo Hitam,  Museum Jambi, dan Museum perjuangan rakyat jambi. Candi Muara Jambi merupakan Komplek candi. Dinamakan Candi Muaro Jambi karena terletak di Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di desa Muaro Jambi. Disebut komplek karena lokasi itu tidak hanya menyimpan satu candi melainkan puluhan candi. Namun, dari puluhan candi itu hanya beberapa yang selesai dipugar, sisanya masih berupa reruntuhan. Terdapat juga gundukan-gundukan tanah bekas reruntuhan (menapo). Candi-candi yang terdapat di Candi Muara Jambi ini yaitu, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Kembarbatu, Candi Kedaton, Candi Astano, Candi Gedong I, Candi Gedong II dan Candi Kotomahligai.

Dalam Memasuki areal komplek candi ini, wisatawan akan disambut Candi Gumpung yang berdiri kokoh. Candi ini dikelilingi pagar tembok sepanjang 150 x 155 m, dengan gapura utama berada di sisi timur. Di sebelah timur laut Candi Gumpung terlihat candi yang menjulang lebih tinggi yaitu Candi Tinggi. Disebut Candi Tinggi karena tingginya setinggi 7,6 meter. Pada candi induk terdapat tangga naik menuju kedua teras candi dengan tubuh bangunan makin mengecil pada puncaknya. Di seberangnya berdiri, Candi Tinggi I yang masih dikelilingi pagar kawat. Semakin masuk ke dalam, pengunjung akan menjumpai Candi Kembarbatu.

Candi lainnya yang tidak boleh dilewatkan yaitu Candi Kedaton Candi itu paling besar ukurannya dan masih dianggap angker oleh penduduk setempat. Yang menarik dikaji dari candi-candi ini yakni ukuran dan bahan penyusunnya. Dibandingkan candi-candi di Jawa, ukuran candi di situs ini tergolong tidak terlalu besar. Mereka juga menggunakan batu bata dan kerikil untuk menyusun candi, berbeda dengan candi-candi di Jawa yang menggunakan batu-batu berukuran besar.

Di Jambi juga masih terdapat suku-suku asli pedalaman yang masih primitif yakni Suku Anak Dalam atau suku kubu. Adat dan budaya mereka dekat dengan budaya Minangkabau. 

Suku Kubu atau Suku Anak dalam

      Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Mereka mayoritas hidup di provinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal.
Asal usul Suku Anak Dalam sering juga disebut dengan orang rimba atau Suku Kubu merupakan salah satu suku asli yang ada di Provinsi Jambi. Suku Anak Dalam dalam hidup berpindah-pindah. Dikawasan hutan secara berkelompok dan menyebar di beberapa Kabupaten, seperti di Kabupaten Batang hari, Tebo, Bungo, Sarolangun dan Merangin.

       
Secara garis besar di Jambi mereka hidup di 3 wilayah ekologis yang berbeda, yaitu Orang Kubu yang di utara Provinsi Jambi (sekitaran Taman Nasional Bukit 30), Taman Nasional Bukit 12, dan wilayah selatan Provinsi Jambi (sepanjang jalan lintas Sumatra).

Sejumlah ahli antropolog berpandangan bahwa Suku Anak Dalam termasuk kategori protom Melayu (Melayu Tua) dari beberapa hasil kajian yang dilakukan, menggambarkan bahwa kebudayaan Suku Anak Dalam yang ada di Provinsi Jambi memiliki kesamaan dengan suku melayu lainnya, seperti bahasa, kesenian dan nilai-nilai tradisi lainnya. Salah satu contoh adalah bentuk pelaksanaan upacara besale ( upacara pengobatan ) pada masyarakat anak dalam hampir sama dengan bentuk upacara aseik (upacara pengobatan) pada masyarakat Kerinci yang juga tergolong sebagai protom melayu.

Di samping itu ada juga yang beranggapan bahwa Suku Anak Dalam adalah kelompok masyarakat terasing berasal dari kerajaan Pagaruyung. Mereka mengungsi kedalam hutan karena mendapat serangan dan tidak mau dikuasai serta diperintah oleh musuh. Di dalam hutan mereka membuat pertahanan. Pendapat ini didasari dengan istilah yang digunakan dalam penyebutan Suku Anak Dalam sebagai orang kubu (Kubu bermakna pertahanan).

Kehidupan mereka sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang ada di Jambi dan Sumatera Selatan, dan proses-proses marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan suku bangsa dominan (Orang Melayu) yang ada di Jambi dan Sumatera Selatan.
Mayoritas suku kubu menganut kepercayaan animisme, tetapi ada juga beberapa puluh keluarga suku kubu yang pindah ke agama Islam.
Kini terdapat tiga kategori kelompok pemukiman Suku Anak Dalam. Pertama yang bermukim didalam hutan dan hidup berpindah-pindah. Kedua kelompok yang hidup didalam hutan dan menetap. Ketiga adalah kelompok yang pemukimnya bergandengan dengan pemukiman orang luar ( orang kebiasaan ).

      Cara berpakaiannya pun kini bervariasi, yaitu: pertama, bagi yang tinggal di hutan dan berpindah-pindah pakaiannya sederhana sekali, yaitu cukup menutupi bagian tertentu saja. Kedua yang tinggal di hutan tetap menetap, di samping berpakaian sesuai dengan tradisinya, juga terkadang menggunakan pakaian seperti masyarakat umum seperti baju, sarung atau celana. Ketiga yang tinggal berdekatan dengan pemukiman masyarakat luar atau desa, berpakaian seperti masyarakat desa lainnya. Namun kebiasaannya tidak menggunakan baju masih sering ditemukan dalam wilayah pemukimannya.
Mereka hidup secara nomaden dan mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu, walaupun banyak dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya. Pada awalnya Suku Kubu atau Suku Anak Dalam ini dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, melaksanakan kegiatan berburu, meramu, menangkap ikan dan memakan buah-buahan yang ada di dalam hutan. Namun dengan perkembangan pengetahuan dan peralatan hidup yang digunakan akibat adanya akulturasi budaya dengan masyarakat luar, kini telah mengenal pengetahuan pertanian dan perkebunan.

      Berburu binatang seperti Babi, Kera, Beruang, Monyet, Ular, Labi-labi, Rusa, Kijang dan berbagai jenis unggas, merupakan salah satu bentuk mata pencaharian mereka. Kegiatan berburu dilaksanakan secara bersama-sama dengan membawa anjing. Alat yang digunakan adalah Tombak dan Parang. Di samping itu untuk mendapatkan binatang buruan juga menggunakan sistem perangkap dan jerat.
Jenis mata pencaharian lain yang dilakukan adalah meramu didalam hutan, yaitu mengambil buah-buahan dedaunan dan akar-akaran sebagai bahan makanan. Lokasi tempat meramu sangat menentukan jenis yang diperoleh. Jika meramu dihutan lebat, biasanya mendapatkan buah-buahan, seperti cempedak, durian, arang paro, dan buah-buahan lainnya. Di daerah semak belukar dipinggir sungai dan lembah mereka mengumpulkan pakis, rebung, gadung, enau, dan rumbia.
Mencari rotan, mengambil madu, menangkap ikan adalah bentuk mata pencaharian lainnya. Kini mereka juga telah mengenal pertanian dan perkebunan dengan mengolah ladang dan karet sebagai mata pencahariannya.

Semua bentuk dan jenis peralatan yang digunakan dalam mendukung dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup nya sangat sederhana sekali. Bangunan tempat tinggalnya berupa pondok yang terbuat dari kayu dengan atap jerami atau sejenisnya.

          Suku Anak Dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya diatur dengan aturan, norma dan adat istiadat yang berlaku sesuai dengan budayanya. Dalam lingkungan kehidupannya dikenal istilah kelompok keluarga dan kekerabatan, seperti keluarga kecil dan keluarga besar. Keluarga kecil terdiri dari suami istri dan anak yang belum menikah.

Keluarga besar terdiri dari beberapa keluarga kecil yang berasal dari pihak kerabat istri. Anak laki-laki yang sudah kawin harus bertempat tinggal dilingkungan kerabat istrinya. Mereka merupakan satu kesatuan sosial dan tinggal dalam satu lingkungan pekarangan. Setiap keluarga kecil tinggal dipondok masing-masing secara berdekatan, yaitu sekitar dua atau tiga pondok dalam satu kelompok.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang, seperti Temenggung, Depati, Mangku, Menti dan Jenang. Temenggung merupakan jabatan tertinggi, keputusan yang ditetapkan harus dipatuhi. Bagi mereka yang melanggar akan dijatuhi hukuman atau sangsi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Peran Temenggung sangat penting karena berfungsi sebagai:
(1) Pimpinan tertinggi (sebagai Rajo),         (2) Penegak hukum yang memutuskan perkara,         (3) Pemimpin upacara ritual,         (4) Orang yang memilki kemampuan dan kesaktian.
Oleh sebab itu dalam menentukan siapa yang akan menjadi Temenggung harus diperhatikan latar belakangnya, seperti keturunan dan kemampuan memimpin dalam menjalankan tugasnya.
  
Konstruksi bangunannya dengan sistem ikat dari bahan rotan dan sejenisnya. Bangunannya berbentuk panggung dengan tinggi 1,5 meter, dibagian bawahnya dijadikan sebagai lumbung (bilik) yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Ukuran bangunan sekitar 4 x 5 meter atau sesuai dengan kebutuhan keluarga. Disamping bangunan tempat tinggal, dalam satu lingkungan keluarga besar terdapat pondok tanpa atap sebagai tempat duduk-duduk dan menerima tamu.

Kepercayaan Suku Anak Dalam terhadap Dewa-dewa roh halus yang menguasai hidup tetap terpatri, kendatipun diantara mereka telah mengenal agama islam. Mereka yakini bahwa setiap apa yang diperolehnya, baik dalam bentuk kebaikan, keburukan, keberhasilan maupun dalam bentuk musibah dan kegagalan bersumber dari para dewa. Sebagai wujud penghargaan dan persembahannya kepada para dewa dan roh, mereka melaksanakan upacara ritual sesuai dengan keperluan dan keinginan yang diharapkan. Salah satu bentuk upacara ritual yang sering dilaksanakan adalah Besale (upacara pengobatan).

Suku Anak Dalam meyakini bahwa penyakit yang diderita sisakit merupakan kemurkaan dari dewa atau roh jahat oleh sebab itu perlu memohon ampunan agar penyakit yang diderita dapat disembuhkan. Properti yang digunakan dalam upacara besale sangat sarat dengan simbol-simbol.

Dari proses adaptasinya dengan lingkungan, Suku Anak Dalam juga memilki pengetahuan tentang bahan pengobatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Melalui panca indranya mampu membedakan tumbuhan beracun dan tidak beracun termasuk mengolahnya. Pengetahuannya tentang teknologi sangat sederhana, namun memiliki kemampuan mendeteksi masalah cuaca, penyakit dan mencari jejak.

Upacara Adat Suku Anak Dalam atau Suku Kubu

Ø  Besale

Masyarakat suku anak dalam masih mempercayai roh roh sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan yang Ghaib. Dewo-Dewo  atau dalam istilah yang mereka katakan berarti dewa, mereka mempercayai kekuaran yang tersembunyi , dimata   suku anak dalam dewo ada yang mendatangkan kebaikkan dan ada   yang   mendatangkan kejahatan, hampir seluruh kehidupan sosial budaya suku anak dalam di Propinsi Jambi   khususnya yang berada di kantong-kantong pemukiman di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas dan hutan-hutan belantara yang ada di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Merangin selalu dekat dengan alam dan kehidupan kebudayaan tradisional.

Sistem kehidupan, pernikahan, kelahiran, pengobatan dan kematian selalu dikaitkan dengan kehadiran roh-roh atau Dewo-Dewo upacara ritual   pengobatan   dan penyampaikan permohonan kepada roh-roh dan Dewo dilakukan melalui Proses ritual “Besale”, kegiatan ini dilakukan secara bersama sama dipimpin oleh Temenggung dan seorang dukun. Sebelum ritual Besale dilakukan, masyarakat atau keluarga suku anak dalam terlebih dahulu mempersiapkan sesajian berupa berbagai macam hasil meramu, kemenyan sejumlah hewan buruan. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada menjalang dini hari dan beberapa kelompok suku anak dalam melakukan Ritual Besale ketika menjelang bulan purnama. Setelah semua kelengkapan Besale di lakukan Temenggung dan dukun memimpin ritual dengan membaca mantera-mantera, pembacaan mantera di lakukan secara khusuk, menjelang acara pokok dimulai para anak dalam melaksanakan acara menari seperti tari lalak gendang dan tari elang, suara bunyi-bunyian bernuansa alam menyelimuti keheningan malam.

Saat dukun memimpin acara pengobatan, semua warga tidak boleh bersuara, orang luar suku anak dalam dilarang berada di lokasi Besale, bahkan suara binatang hutan termasuk kucing dan anjing dilarang mendekati lokasi, bila terdengar suara anjing, kucing atau suara burung malam ,si dukun mendadak pingsan, bila dukun pingsan acara dihentikan hingga dukun tersebut kembali siuman.dan dilanjutkan kembali hingga menjelang fajar menyingsing di ufuk timur.

Suku Anak Dalam meyakini bahwa penyakit yang diderita sisakit merupakan kemurkaan dari dewa atau roh jahat oleh sebab itu perlu memohon ampunan agar penyakit yang diderita dapat disembuhkan. Properti yang digunakan dalam upacara besale sangat sarat dengan simbol-simbol.Dari proses adaptasinya dengan lingkungan, Suku Anak Dalam juga memilki pengetahuan tentang bahan pengobatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Melalui panca indranya mampu membedakan tumbuhan beracun dan tidak beracun termasuk mengolahnya. Pengetahuannya tentang teknologi sangat sederhana, namun memiliki kemampuan mendeteksi masalah cuaca, penyakit dan mencari jejak.

Ø  Melangun

Bagi suku asli Jambi yang berasal dari Suku Kubu atau Suku Anak Dalam juga memiliki tradisi Melangun, bila ada salah seorang dari anggota masyarakat suku anak dalam yang meninggal dunia, atau mengalami sakit parah yang tidak dapat di obati, maka suku anak dalam akan meninggalkan jenazah atau suku anak dalam yang sakit parah.

Peristiwa Kematian merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan bagi suku anak dalam,dan mereka akan pindah atau Melangun ke lokasi lain,mereka beranggapan daerah itu adalah lokasi yang sial. Mereka meninggalkan tempat tersebut dalam waktu yang cukup lama, biasanya 10 hingga 12 tahun pada waktu dulu, namun kini karena wilayah mereka sudah semakin sempit ( Taman Nasional Buki XII) dan sudah banyak dijarah oleh orang, maka masa melangun mereka menjadi semakin singkat yaitu sekitar 4 bulan sampai satu tahun. Wilayah melangun merekapun semakin dekat, tidak sejauh dahulu. Pada masa sekarang apabila terjadi kematian di suatu daerah juga tidak seluruh anggota Suku Anak Dalam tersebut yang pergi melangun. Hanya angota keluarga-keluarga mendiang saja yang pergi melangun.

Bila terjadi peristiwa kematian, seluruh anggota Suku Anak Dalam yang meninggal dunia merasa sedih yang mendalam, mereka menangis dan meraung-raung selama satu minggu. Sebagian wanitanya sampai menghempas-hempaskan badannya ke pohon besar atau tanah, dan meratapi kematian angggota keluarganya, mereka pun tidak akan pernah menoleh kebelakang, mereka pergi meninggalkan si jenazah, dan untuk mengurus penyemayaman jenazah di lakukan oleh suku anak dalam di luar kelompok mereka. Jenazah orang yang telah meninggal kemudian ditutup dengan kain dari mata kaki hingga menutupi kepala kemudian diangkat oleh sebanyak 3-5 orang dari sudung / rumah menuju peristirahatannya yang terakhir di sebuah pondok yang terletak lebih dari 4 Km ke dalam hutan.

Pondok jenazah ini jika orang dewasa tingginya 12 undukan dari tanah, jika anak-anak 4 undukan dari tanah. Pondok ini diberi alas dari batang-batang kayu bulat kecil dan diberi atap daun-daun kering. Jenazah Suku Anak Dalam tidak dimandikan dan dikuburkan dalam tanah. Menurut tradisi meraka, orang yang sudah meninggal masih mungkin hidup kembali, jika mereka dikuburkan dalam tanah, maka orang yang sudah meninggal tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bangkit kembali menemui kelompoknya.

Hal ini disebabkan bermula dari peristiwa dahulu dimana orang yang sudah sekarat / sakit yang sangat berat ditinggalkan oleh kelompoknya di sebuah pondok di dalam hutan, ternyata ada diantara mereka yang dapat hidup dan sehat kembali serta berhasil kembali kepada kelompoknya. Kejadian ini yang mengilhami meraka untuk tidak menguburkan jenazah orang yang sudah meninggal. Anggota kelompok meraka masih sesekali menengok pondok jenazah tersebut diletakan, mereka menengok dari jarak jauh untuk memastikan keadaan jenazah tersebut. Dalam hal ini yang menjadi tabu buat mereka, yaitu pelarangan menyebut rekan/keluarganya yang sudah meninggal dunia karena hal ini akan membuat mereka merasa kembali kepada kesedihan yang mendalam. Mereka mengatakan seperti janganlah kawan sebut-sebut lagi orang yang sudah mati. 

Selain Suku Kubu atau Suku anak Dalam, di Jambi juga terdapat suku-suku lainnya yang masih kental dengan adat istiadat yang berlaku. Beberapanya adalah Suku Melayu Jambi, Batin, Kerinci, Penghulu,  Pindah, dan Bajau.

Pada Suku Kerinci,Suku Batin dan suku pindah, ditemui banyak kesamaan dengan kebudayaan suku kubu,orang orang suku kerinci dan suku batin pada zaman dahulu juga menganut kepercayaaan animisme dan dinamisme, mereka mempercayaai kekuatan roh-roh, dalam tata cara pengobatan. Mereka juga melakukan acara ritual dan membaca mantera-mantera.

Saat ini karena arus informasi dan komunikasi dipengaruhi ajaran agama Islam, kepercayaan animisme pada suku kerinci dan suku batin telah bergeser, agama Islam dengan tegas   telah   melarang melakukan pemujaan terhadap roh-roh termasuk memuja pohon-pohon dan binatang yang sebelumnya diyakini sebagai tempat bersemayam nya para roh-roh dan jin.

Namun tinggalan tingalan kebudayaan masa lampau itu hingga saat ini sebagian masih tetap dipertahankan oleh masyarakatnya setelah sebelumnya dilakukan seleksi.    Sebagai contoh, orang suku Kerinci sampai saat ini masih menggunakan tarian ritual Asyek, tari ngagah harimau upacara nanak ulu tahun, upacara Ngayun Luci. Upacara Baselang Nuai pada masyarakat suku melayu jambi, upacara turun kesawah pada masyarakat Batin Kabupaten Sarolangun dan sebagian Merangin   dan lain-lain, sebelum upacara juga dilakukan acara meletakkan sesajian yang di buat khusus oleh dukun.

Sejak masuknya pengaruh agama Islam upacara ritual tersebut mulai berkurang, acara ritual tersebut digunakan untuk atraksi kebudayaan yang digelar pada kegiatan Festival atau sewaktu menyambut tamu kunjuungan atau tamu kehormatan, mantera-mantera juga telah mendapat pengaruh dari agama Islam.


v    Penutup

v 
Banyak sekali wisata dan kebudayaan yang terdapat di provinsi Jambi. Salah satunya adalah Suku Kubu atau yang dikenal dengan Suku Anak Dalam. Suku yang masih kental dengan adat istiadat yang berlaku disana. Tidak hanya suku kubu tetapi masih banyak lagi suku-suku yang terdapat di Provinsi Jambi dan tentunya masih kental juga dengan adat istiadatnya. Sekian informasi yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat untuk teman-teman pembaca.

Gambar 1. Suku Anak Dalam
Sumber : https://khairulhamdi.files.wordpress.com/2009/12/kubu1.jpg 

Gambar 2. Masyarakat Suku Anak Dalam
Sumber : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/d/d1/Suku-anak-dalam.jpg

v    Daftar Pustaka


Susan Adelni Tangkilisan
4423143945
Usaha Jasa Pariwisata A 2014
susanadelnit@gmail.com



4 comments:

  1. Sukaaa postan yang satu ini... jadi pengen kesini sambil mengeksplor indonesia, mencari pengalaman dan tentu juga menambah teman baru☺
    Thanks infonya sist

    ReplyDelete
  2. Postan yang sangat bermanfaat dan menambah wawasan tentang kebudayaan di indonesia, jadi lebih paham tentang kebudayaan di jambi. Thanks infonya yaa

    ReplyDelete
  3. Postingannya bermanfaat bgt. Nambah wawasan,karna skrg bnyk org yg udh masa bodo. Pdhl dipedalaman Jambi sana msh ada kehidupan yg kental dgn adat istiadatnya. Jg bnyk keindahan alam yg justru tak pernah terkesplor atau diketahui.

    ReplyDelete