Sunday, January 3, 2016

Pariwisata Sejarah dan Budaya Indonesia

Pesona Pulau Dewata

Puji dan syukur marilah kita panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan nikmatnya-Nya. Perkenalkan nama saya Ardianny Nurkemalasari Arimbi tetapi saya diasa di panggil Keke. Saya adalah mahasiswi semester 3 Program Studi Usaha Jasa Pariwisata di Universitas Negeri Jakarta. Sebagai mahasiswi prodi Usaha Jasa Pariwisata sudah sepatutnya saya mengetahui tentang pariwisata terutama tempat – tempat wisata baik di dalam maupun diluar negeri. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tempat-tempat wisata dalam negeri, yaitu pulau yang paling terkenal se Indonesia. Pulau Dewata, pulau dengan keindahan alam dan keunikan seni budayanya. Pulau cantik nan eksotik.
Bali adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibukota provinsi Bali adalah Denpasar. Bali juga merupakan nama dari pulau utama di wilayah ini. Di awal kemerdekaan, pulau ini termasuk dalam provinsi Sunda Kecil, yang beribukota di Singaraja, dan kini terbagi menjadi 3 (tiga) provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Selain terdiri dari pulau Bali, wilayah provinsi Bali juga terdiri dari pulau – pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serang.
Secara geografis, Bali terletak diantara Pulau Jawa dan Pualu Lombok. Mayoritas penduduk Bali adalah peeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata denga keunikan berbagai hasil seni budayanya, khususnya bagi wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal sebaga Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.
Budaya Bali adalah kombinasi unik dari spiritualitas, tradisi agama, dan seni. Agama dianggap seni dan tampaknya hampir setiap orang Bali adalah seniman setia yang menghabiskan waktu luang untuk menerapkan keterampilan dan gambar yang telah diwariskan dari generasi ke generasisemenjak usia belia. Disajikan melaui lukisan yang indah dan rumit, ukiran luar biasa, hebatnya tenunan bahkan dalam dekorasi  beras yang mencakup berbagai kuil yang ditemukan di tempat umum, di sawah atau di rumah, pulau Bali hidup dengan seni dan penghormatan agama.

Kita semua pasti sudah tahu bahwa Bali adalah primadona pariwisata Indonesia yang sudah terkenal di seluruh dunia. Selain memiliki keindahan alam yang eksotik, Bali juga merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman budaya sangat unik dan menarik. Tak heran jika Bali dijadikan sebagai simbol pariwisata Indonesia dan tempat wisata favorit nomor tiga sejagat setelah Paris di Perancis dan Roma di Italia yang menjadi buruan para wisatawan baik domestik maupun Bali sebagai tujuan wisata paling lengkap dan terpadu memiliki banyak sekali tempat wisata yang menari. Berikut beberapa tempat wisata di Bali yang wajib dikunjungi, diantaranya :
  • Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana
Garuda Wisnu Kencana adalah sebuah taman wisata di sebelah selatan pulau Bali. Tman wistaa ini terletak di Tanjung Nusa Dua, Kabupaten Badung, kira-kira 40 kilometer di sebelah selatan Denpasar, ibu kota provinsi Bali. Di areal taman budaya ini, direncanakan akan didirikan sebuah landmark  atau maskot Bali, yakni patung Dewa Wisnu yang sedang menunggangi tunggangannya, Garuda setinggi 120 meter. Area Taman Budaya Garuda WIsnu Kencana berada di ketinggian 146 meter di atas permukaan tanah atau 263 meter di atas permukaan laut.
Di kawasan itu terdapat juga Patung Garuda yang tepat di belakang Plaza Wisnu adalah Garuda Plaza dimana patung setinggi 18 meter Garuda di tempatkan. Pada saat ini, Garuda Plaza menjadi titik focus dari sebuah lorong besar pilar berukir batu kapur yang mencakup lebih dari 4000 meter persegi luas ruang terbuka yaitu Lotus Pond.
Pada sore hari pada wisatawan dapat menyaksikan Tari Kecak  yang terkenal dan gratis di area Amphitheatre sekitar pukul 18.30 s/d 19.30 WITA. Bahkan tari kecak ini dapat dikolaborasikan dengan tarian daerah lainnya.
  • Pura Goa Lawah
Pura Goa Lawah adalah satu dari Sembilan arah pura suci Pulau Bali, gua ini dikenal sebagai rumah dari ribuan kelelawar, dan menurut kepercayaan setempat disini juga bersembunyi naga raksasa yang dikenal dengan nama Vasuki. Menurut sejarah pulau Bali, pura ini telah ada sejak tahun 1000-an yang di bangun oleh Mpu Kuturan. Konon Gua yang tidak pernah di eskplorasi ini berujung di Gunung Agung. Mistisnya gua kelelawar di padu denga  pura, membuat pura ini selalu ramai oleh wisatawan.

  • Tirta Gangga, Sebuah Taman Air Kerajaan
Description: Tirta Gangga, sebuah Taman Air Kerajaan (1)
Di tengah sawah dan dikelilingi oleh perbukitan hijau yang indah, lokasi Tirtagangga begitu damai dan indah. Tirtagangga merupakan taman air kerajaan milik keluarga kerajaan Karangasem. Terletak di desa Ababi, sekitar 83 km dari Denpasar atau 6 km utara Amlapura, ibukota Kabupaten Karangasem.
Taman air ini dibangun pada tahun 1948 atas prakarsa Raja Karangasem, Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem. Arsitektur taman air ini merupakan gabungan dari arsitektur gaya Bali dan Cina. Sebelum dibangun menjadi taman air, sumber air telah berada di sana sebelumnya, yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar akan air namun diyakini juga sebagai air suci untuk memurnikan setiap energi buruk di sekitar daerah tersebut.
Tirta berarti air yang diberkati dan diambil dari nama sungai Gangga di India. Air dari mata air Tirtaganga dianggap sebagai air suci oleh umat Hindu di Bali. Air ini digunakan untuk upacara keagamaan di Pura-Pura di daerah tersebut sampai saat ini. Mata air ini diperlukan untuk upacara yang diselenggarakan oleh Pura-Pura di sekitar Tirtagangga yang dapat dicapai dengan berjalan kaki.
Memasuki satu taman dapat dilihat bahwa terdapat sebuah kolam di sisi kanan yang dihiasi oleh bebatuan dekoratif yang diletakkan di sekitar kolam, sementara yang lainnya berfungsi sebagai jembatan. Patung dewa dan dewi berdiri anggun di tengah-tengah kolam air yang dingin. Ikan mas berenang di kolam air, sisik mereka bersinar seperti cahaya matahari yang terpantul ke dalam air. Bagian ini adalah tingkat Swah. Pada tingkat ini, di mana selain dua kolam hias, terdapat pula kolam renang di mana penduduk lokal atau pengunjung dapat menikmati berenang pada mata air yang dingin.
Luas taman air adalah 1,2 ha, terdiri dari tiga tingkatan tanah membentang dari timur ke barat. Di tingkat menengah, tingkat Bwah, terdapat sebelah buah air mancur Nawa Sanga berdiri elegan. Dan di tingkat Bhur, di sisi kiri jalan, lurus dari pintu masuk di sebelah barat terdapat kolam besar dengan sebuah pulau di tengah-tengahnya.
Sumber air ini menghasilkan air murni yang sangat besar. Salah satu dari ketiga aliran air ini digunakan untuk menyediakan air minum bagi kota Amlapura. Beberapa dialirkan ke kolam renang bagian atas melalui pipa bawah tanah, sementara yang lainnya masuk ke dalam kolam renang yang lebih rendah dan untuk mengairi sawah yang mengelilingi taman air ini.
Tempat ini sangat bagus untuk membebaskan diri dari cuaca panas karena cuaca di daerah ini cukup panas. Berjalan-jalan santai atau mencelupkan kaki anda ke dalam air dingin sangat menyenangkan, atau mengambil beberapa foto dari pemandangan-pemandangan yang indah.
  • Taman Ujung, Sebuah Istana Air Bagi Raja
Description: Taman Ujung, Sebuah Istana Air Bagi Raja (1)
Taman Ujung, tempat dimana Anda dapat melihat lautan biru Bali timur serta panorama Gunung Agung, dan sekitarnya yang dipenuhi persawahan dan perbukitan yang luas yang subur. Taman Ujung adalah sebuah situs warisan dari kerajaan Karangasem, yang baru saja dipugar oleh pemerintah, bersama dengan berhektar-hektar taman dan dua buah kolam besar disekitarnya.
Taman Soekasada Ujung, juga dikenal sebagai Istana Air Ujung atau Taman Ujung, berada di wilayah paling timur Kabupaten Karangasem, di Desa Tumbu, yang berjarak sekitar dua setengah jam dari Kuta. Istana ini dibangun pada tahun 1919 oleh Raja Karangasem terakhir, I Gusti Bagus Jelantik, yang memerintah di Karangasem antara 1909 dan 1945. Letusan Gunung Agung pada tahun 1963 menghancurkan istana air dan semakin rusak akibat gempa bumi besar tahun 1979. Namun pemerintah telah melakukan pemugaran terhadap tempat ini.
Sebuah istana air yang dibangun bagi raja untuk menyambut para tamu penting dan raja-raja dari kerajaan lainnya, juga sebagai tempat rekreasi bagi raja dan keluarga kerajaan. Pada masa itu taman-taman luas bergema dengan tawa dari istri raja dan anak-anak saat mereka bersantai, seraya mencelupkan kaki mereka di kolam. Sekarang daerah ini sepi dan diisi dengan kekosongan. Beberapa wisatawan lokal dan asing sibuk mengabadikan keindahan yang tersisa untuk difoto dan menikmati suasana yang tenang disini.
Sebuah jembatan beton yang panjang menghubungkan area parkir dan area istana. Di ujung jembatan terdapat taman yang luas. Pada sisi utara terdapat sebuah bangunan persegi kecil putih di tengah kolam utama yang dihubungkan dengan dua jembatan di sisi kiri dan kanan. Bangunan ini sebelumnya berfungsi sebagai kamar tidur raja, ruang pertemuan, ruang keluarga, dan lainnya. Di sini anda dapat melihat foto-foto lama Taman Ujung dan juga beberapa foto keluarga kerajaan.
Di samping kolam utama, terdapat pula kolam dengan bale, sebuah bangunan tradisional terbuka Bali, di tengah-tengahnya. Kompleks Taman Ujung menggabungkan arsitektur Bali dan Eropa. Di puncak bukit teradapat sisa-sisa bangunan yang terlihat seperti sebuah kapel tetapi memiliki gaya khas Bali dengan ukiran di dinding. Di sisi lain, terdapat patung besar badak dan banteng di bawahnya. Dari tempat ini anda dapat menikmati pemandangan laut biru berkilauan, hutan hijau subur, dan tentu saja Gunung Agung yang perkasa yang mendominasi pemandangan langit.
  • Makam Jayaprana, Legenda Cinta yang Tragis
Makam Jayaprana yang terletak di Teluk Terima, tepat di seberang jalan. Menurut legenda Bali, Jayaprana adalah seorang yatim piatu yang dibesarkan oleh penguasa desa Kalianget. Ia menikahi Nyoman Layonsari yang berasal dari desa tetangga, Banjar. Namun sang penguasa jatuh cinta pada istri Javaprana dan bersekongkol membunuh Jayaprana untuk mendapatkan Layonsari. Kemudian ia membuat rencana untuk mengirim Jayaprana beserta para tentara untuk melawan pasukan bajak laut yang katanya telah tiba di Bali barat laut. Setibanya di Teluk Terima Patih Sunggaling membunuh Jayaprana. Ketika penguasa meminta Layonsari untuk menikah dengannya, ia memilih untuk tetap setia pada suami dan memilih bunuh diri. Cerita ini menjadi suatu legenda cinta yang tragis di Bali.
Makam Jayaprana memiliki pemandangan laut yang sangat indah dan banyak masyarakat setempat mengunjunginya. Untuk mencapai Pura lokasi dari makam Jayaprana memerlukan sebuah pendakian panjang dan curam tapi pemandangan di sekitarnya membuat semua usaha berharga tidak sia-sia. Pura yang berisi kotak kaca menampilkan patung Jayaprana dan Layonsari. Suasana yang tenang dan pemandangan indah di sekitar makam, Pulau Menjangan dan bahkan beberapa gunung di Pulau Jawa dapat dilihat dari makam.
Makam ini terletak sekitar 45 kilometer dari Pura Pulaki, yang berlokasi di Taman Nasional Bali Barat dan memerlukan waktu 4 jam mengemudi melalui Kabupaten Jembrana dari Kota Denpasar.
  • Goa Gajah
Goa Gajah ini adalah sebuah Pura di Bali yang berlokasi di Desa Beludu kecamatan Blahbatu Kabupaten Gianyar – Bali. Kawasan Goa Gajah termasuk dalam kawasan daerah Ubud, sekitar 27 kilometer dari pusat kota Denpasar. Pura ini diperkirakan dibangun pada abad ke – 11 Masehi. Goa ini memang tidak terlalu luas, ukuran tingginya hanya sekitar 2 meter dengan lebar 2 meter.
Kata Goa Gajah sebenarnya berawal dari kata “Lwa Gajah”, dimana kata “lwa” pernah ditemukan pada lontar Negarakertagama yang memiliki arti ‘sebuah sungai’. Jadi istilah “Lwa Gajah” ini bisa diartikan pertapaan yang ada di tepi sungai.
Pada mulut goa ini, terdapat 2 buah patung di kiri dan di kanan bagaikan seorang penjaga. Di tepian mulut goa terdapat ukiran patung kepala raksasa yang oleh masyarakat hindu bali menyebutnya dengan “Bomha”, sebuah ukiran relief yang wajib ada pada candi-candi di depan pura. Fungsinya tiada lain adalah untuk mensucikan pikiran bagi orang-orang yang ingin masuk ke dalam goa ini.
Masuk ke dalam goa, wisatawan akan mendapati suasana hening dan tenang dengan lampu agak redup yang menyinari seluruh isi goa.Di sisi-sisi goa terdapat Ceruk (Lubang berbentuk kotak seperti tempat duduk) yang dulu digunakan sebagai tempat dimana para Rsi atau Buddha melakukan tapa dan Samadhi.  Namun, saat ini para wisatawan dapat duduk disana.
Di dalam goa ini berbentuk huruf T, dimana bagian kiri terdapat 3(tiga) buah lingga dan di bagian kanan terdapat patung atau arca Ganesha (Anak dewa Siva dengan bentuk tubuh berbadan manusia berkepala gajah).
Di depan areal goa ini terdapat 7 buah patung bersejarah, 6 dari 7 patung ini memancurkan air ke dalam sebuah kolam. Untuk dapat melihatnya secara dekat, wisatawan harus menuruni beberapa anak tangga. Ke tujuh patung ini disebut sebagai jelmaan Widyadari dan Widyadara. Posisi ketujuh patung ini terletak sangat simetris, dimana tiga bua patung Widyadari terletak di sisi kanan dan kiri patung Widiyadara.
Selain itu, di areal goa ini tumbuh berbagai macam pepohonan yang membuat suasana sekitar goa gajah menjadi sejuk dan nyaman. Terdapat sebuah pohon yang amat besar, yang menurut penjaga goa gajah pohon tersebut sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tak salah jika pohon ini sangat besar dan tinggi dengan akarnya yang merambat.
Desa Adat Bali
Desa adat di Bali dibagi atas dasar kesatuan tempat. Sebagian dari tanah wilayahnya adalah milik para warga desa sebagai individu tetapi sebagian lain adalah tanah yang ada di bawah hak pengawasan desa atau secara konkrit di bawah pengawasan pimpinan desa yang disebut Karang Desa. Desa-desa di pegunungan biasanya mempunyai pola perkampungan yang terpusat. Sedangkan desa-desa yang mempunyai system banjar dan desa-desa di daerah dataran mempunyai pola terpencar. Maka dari itu sangat penting mengenal lebih jauh beberapa desa yang memiliki keunikan dari segi adat istiadat serta tradisi yang dimilikinya.
  • Desa Adat Penglipuran
Desa Adat Penglipuran berada di Kubu, Kabupaten Bangli. Mungkin banyak diantara pelancong yang tak tahu posisi persis Kabupaten Bangli ini. Tapi jika kamu pernah berkunjung ke Kintamani atau Gunung Batur, di sinilah wilayah Kabupaten Bangli.
Untuk memasuki Desa Penglipuran ini, pengunjung dipungut biaya Rp 7.500 untuk wisatawan lokal, sementara untuk turis mancanegara yaitu Rp 10.000 .Biaya parkir per kendaraan hanya dipatok Rp 5.000 saja.
Untuk memasuki area Desa Adat Penglipuran, wisatawan tidak diperbolehkan membawa kendaraan, baik motor maupun mobil. Untuk itu, disediakan areal parkir yang sangat luas sebelum memasuki gerbang Desa Adat Penglipuran. Suasana sejuk dan asri langsung terasa saat menginjakkan kaki di sini. Desa Adat Penglipuran terletak di ketinggian 600-700 meter dari permukaan laut.
Desa  Adat Penglipuran memiliki luas 112 hektar dengan memuat 76 kavling, dan salah satu diantaranya diprediksi sudah berusia 270 tahun. Namun tidak semua lahan di desa digunakan untuk perumahan, kurang lebih 40% dimanfaatkan sebagai lahan bambu. Meski kelihatannya luas, wisatawan tidak akan terlalu lelah mengitari desa adat ini. Berjalan kaki dengan suasana sejuk sambil menikmati keindahan Desa Adat Penglipuran akan memberikan sensasi berbeda saat wisatawan berkunjung ke Pulau Seribu Pura ini.
Para wisatawan tak hanya dibuat kagum oleh penataan desa yang apik, akan tetapi juga dengan kebersihan yang sangat terjaga. Meski banyak pepohonan di kawasan ini, wisatawan tidak akan menemukan sampah sepanjang mengelilingi desa. Di setiap sudut desa disediakan tempat sampah, supaya semua pengunjung bisa ikut sama-sama menjaga kebersihannya.
Kalau anda berniat mengeksplorasi keindahan Desa Adat Penglipuran, sebaiknya datang menjelang Hari Raya Galungan yang diperingati setiap enam bulan sekali. Di hari raya ini, desa makin cantik berkat kehadiran penjor di tiap-tiap rumah. Juga sejumlah gadis dengan pakaian adat yang membawa banten menuju pura membuat adat Bali makin kental terasa.
Anda  juga tak boleh melupakan minuman tradisional yang sudah populer dari desa ini, namanya loloh cemceman. Rasanya kombinasi asam pedas namun menyegarkan dan berwarna hijau karena terbuat dari daun cemceman. Meminum loloh cemceman dingin setelah lelah berkeliling desa akan mengembalikan stamina dan kesegaran anda.
  • Desa Tenganan
Tenganan adalah sebuah desa tradisional di pulau Bali. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem di sebelah timur pulau Bali. Tenganan bisa dicapai dari tempat pariwisata Candi Dasa dan letak kira-kira 10 kilometer dari sana.
Desa Tenganan merupakan salah satu desa dari tiga desa Bali Aga, selain Trunyan dan Sembiran. Yang dimaksud dengan Bali Aga adalah desa yang masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan besar bangunan serta pekarangan, pengaturan letak bangunan, hingga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan.
Menurut sebagian versi catatan sejarah, kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang memiliki arti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Kata tersebut berhubungan dengan pergerakan masyarakat desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman di tengah perbukitan, yaitu Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin).
Sejarah lain mengatakan bahwa masyarakat Tenganan berasal dari Desa Peneges, Gianyar, yang dulu disebut sebagai Bedahulu. Menurut cerita rakyat, Raja Bedahulu pernah kehilangan salah satu kudanya dan orang-orang mencarinya ke Timur. Kuda tersebut ternyata ditemukan tewas oleh Ki Patih Tunjung Biru, orang kepercayaan sang raja. Atas loyalitasnya, Ki Patih tunjung Biru mendapatkan wewenang untuk mengatur daerah yang memiliki aroma dari bangkai (carrion) kuda tersebut. Ki Patih mendapatkan daerah yang cukup luas karena dia memotong bangkai kuda tersebut dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Itulah asal mula dari daerah Desa Tenganan.
Perang Pandan
Keseharian kehidupan di desa ini masih diatur oleh hukum adat yang disebut awig-awig. Hukum tersebut ditulis pada abad ke-11 dan diperbaharui pada tahun 1842.Rumah adat Tenganan dibangun dari campuran batu merah, batu sungai, dan tanah. Sementara atapnya terbuat dari tumpukan daun rumbi. Rumah adat yang ada memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama, dengan ciri khas berupa pintu masuk yang lebarnya hanya berukuran satu orang dewasa. Ciri lain adalah bagian atas pintu terlihat menyatu dengan atap rumah.
Description: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/11/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Tijdens_de_prikkelkrijg_%28Prang_duri%29_tonen_jonge_mannen_hun_mannelijke_karakter_tegenover_de_gemeenschap_te_Tenganan_Oost-Bali_TMnr_10002944.jpg/230px-thumbnail.jpg
Penduduk desa ini memiliki tradisi unik dalam merekrut calon pemimpin desa, salah satunya melalui prosesi adat mesabar-sabatan biu (perang buah pisang). Calon prajuru desa dididik menurut adat setempat sejak kecil atau secara bertahap dan tradisi adat tersebut merupakan semacam tes psikologis bagi calon pemimpin desa. Pada tanggal yang telah ditentukan menurut sistem penanggalan setempat (sekitar Juli) akan digelar ngusaba sambah dengan tradisi unik berupa mageret pandan (perang pandan). Dalam acara tersebut, dua pasang pemuda desa akan bertarung di atas panggung dengan saling sayat menggunakan duri-duri pandan. Walaupun akan menimbulkan luka, mereka memiliki obat antiseptik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi pada semua luka hingga mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi tersebut untuk melanjutkan latihan perang rutin dan menciptakan warga dengan kondisi fisik serta mental yang kuat. Penduduk Tenganan telah dikenal sebagai penganut Hindu aliran Dewa Indra, yang dipercaya sebagai dewa perang.
Masyarakat Tenganan mengajarkan dan memegang teguh konsep Tri Hita Karana (konsep dalam ajaran Hindu) dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri berarti tiga dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Tri Hita Karana terdiri dari Perahyangan (hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya).
·         Desa Terunyan
Terunyan adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Indonesia. Terunyan terletak di dekat Danau Batur.
Masyarakat Trunyan mempunyai tradisi pemakaman dimana jenazah dimakamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah.
Adat Desa Terunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda. Apabila salah seorang warga Terunyan meninggal secara wajar, mayatnya ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda (Rumah Miarta Yasa)
Penjelasan mengapa mayat yang diletakan dengan rapi di sema itu tidak menimbulkan bau padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut ini disebabkan pohon Taru Menyan tersebut, yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai Terunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.
·         Sendratari Ramayana
Sendratari Ramayana merupakan sebuah pertunjukan yang menggabungkan tari dan drama tanpa dialog yang mengangkat cerita Ramayana. Sendratari Ramayana menceritakan kisah tentang usaha Rama untuk menyelamatkan Sinta yang diculik oleh Rahwana. Sendratari Ramayana merupakan salah satu media dalam menyajikan wiracarita atau epos Ramayana, media lain seperti seni sastra, seni rupa, dan bebagai seni pertunjukan. Sendratari mengutamakan gerak-gerak penguat ekspresi sebagai pengganti dialog, sehingga dengan sendratari diharapkan penyampaian wiracarita Ramayana dapat lebih mudah dipahami dengan latar belakang budaya dan bahasa penonton yang berbeda. Penampilan cerita Ramayana dalam bentuk seni pertunjukan tari terdapat di berbagai negara antara lain Kamboja, Srilanka, Thailand, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia, dan India.
Sendratari Ramayana di Bali muncul pada tahun 1965 pada perayaan ulang tahun ke-5 Kokar Bali (kini SMK Negeri Sukawati) dengan seni pentas karya I Wayan Beratha.Semenjak itu siswa Kokar Bali dan mahasiswa ASTI (sekarang ISI) Denpasar mulai sering mementaskan Sendratari Ramayana yang juga diiringi karawitan dan kisahan dalang. Pesta Kesenian Bali yang mulai diselenggarakan sejak 1979 memulai pertunjukan Sendratari Ramayana dalam bentuk kolosal, pementasannya di panggung terbuka Ardha Candra Taman Budaya.
Sebagai orang asli Indonesia, kita patut bangga menjadi anak Indonesia dan bisa tinggal di Negara yang sangat kaya dengan tempat wisata ini. Terlebih lagi Indonesia memiliki Pulau Bali yang sudah sangat terkenal di mancanegara ini. Agar pulau Bali terus terjaga kelestarian budaya dan keindahan alamnya, sudah seharusnya kita lebih menghargai budaya dan alam kita. Lestarikan budaya kita mulai dari hal kecil seperti mempelajari budaya tersebut. Indonesia ini sangat kaya kawan. Yuk kita belajar kesenian dan budaya bali dengan mengunjungi tempat – tempat wisata budaya dan sejarah di Bali.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Taman_Budaya_Garuda_Wisnu_Kencana , diakses pada 2 Januari 2016, pukul 21.00 WIB
http://www.klikhotel.com/blog/9-tempat-wisata-bali-timur-pusat-budaya-dan-eksotisme-bali/ , diakses pada 2 Januari 2016, pukul 21.05 WIB
http://www.wisatabaliutara.com/2015/01/goa-gajah-wisata-bersejarah-di-bali.html?m=1 , diakses pada 2 Januari 2016 pukul 20.38 WIB
https://id.m.wikipedia.org/wiki/bali ,diakses pada 2 Januari 2016 pukul 23.03 WIB


No comments:

Post a Comment