Sunday, January 3, 2016

Hasil Observasi Baduy

BADUY
Dialog dengan Jaro Sami di Cibeo

Assalamualaikum,
Perkenalkan saya Ardianny Nurkemalsari Arimbi. Saya adalah mahasiswi Program Studi Usaha Jasa Pariwisata di Universitas Negeri Jakarta. Pada bulan Desember 2015 tepatnya tanggal 23 sampai 24, saya dan teman – teman seangkatan saya ada kesempatan untuk berkunjung atau bisa dibilang study tour ke Baduy dengan di damping tiga dosen. Dan pada kesempatan kali ini, saya akan membahas sedikit tentang suku Baduy dan dialog dengan Jaro Sami di Cibeo, Baduy dalam.
Suku Baduy atau yang sering disebut Urang Kanekes adalah suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Lebak, Banten. Suku Baduy merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar terutama Suku Baduy dalam. Untuk menuju ke Suku Baduy, dari Jakarta bisa menggunakan transportasi kereta api jurusan Rangkasbitung dengan perjalanan sekitar 2 jam. Sesampainya di Rangkasbitung masih perlu melakukan perjalanan menggunakan mobil ke Ciboleger kurang lebih 2 jam perjalanan. Setelah sampai di Ciboleger, untuk menuju Baduy luar masih harus berjalan sekitar 1,5 jam sampai 2 jam.
Jalanan yang harus dilewati untuk menuju ke Baduy luar cukup melelahkan karena harus melewati beberapa jalan menanjak dan jalan menurun yang cukup curam. Luas wilayah Suku Baduy kurang lebih seluas lima ribu hektar yang digunakan untuk pemukiman dan ladang. Baduy juga dilewati oleh sungai. Sungai ini digunakan oleh masyarakat Baduy untuk membersihkan diri (Mandi) namun di Baduy dalam ada peraturan bahwa ketika mandi atau melakukan aktivitas di sungai tidak boleh menggunakan bahan kimia seperti sabun, detergen, shampoo dan yang lainnya.
Kang Arja, orang Baduy Dalam
Masyarakat Baduy luar sudah bisa menerima peradaban seperti beberapa rumah sudah dialiri listrik walau hanya untuk penerangan, suku Baduy luar diperbolehkan berpergian menggunakan alat transportasi seperti mobil, menggunakan alas kaki. Laki-laki Baduy luar menggunakan ikat kepala berwarna biru, mereka juga dipeerbolehkan menggunakan alat telekomunikasi seperti handphone. Sedangkan masyarakat Baduy dalam masih memegang teguh peraturan adat seperti tidak menggunakan alas kaki, tidak menggunakan alat transportasi, tidak menggunakan alat komunikasi, dan laki-laki Baduy dalam menggunakan ikat kepala berwarna putih.
Bentuk rumah Suku Baduy luar dan Baduy dalam hampir sama, yang membedakan adalah di Baduy dalam, rumahnya hanya memiliki 1 pintu dan tidak boleh menggunakan paku. Sedangkan di Baduy luar, boleh memiliki lebih dari satu pintu dan menggunakkan paku, dibeberapa rumah di baduy luar juga tersedia toilet untuk mandi, cuci,kakus (MCK).
Suku Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu pemerintahan nasional yang mengikuti aturan Negara Indonesia dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, suku Baduy dipimpin oleh kepala desa yang disebut Jaro Pamarentah, yang ada dibawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat tertinggi Suku Baduy, yaitu Pu’un.pu’un memiliki perwakilan yang biasanya dijadikan narasumber oleh wisatawan atau orang luar yang disebut Jaro.
Suku Baduy dalam memiliki tiga desa utama yaitu Cikeusik, Cikertawarna dan Cibeo. Untuk mencapai ketiga desa tersebut, dari Baduy luar, harus berjalan kaki cukup jauh. Desa yang terjauh adalah desa Cikeusik sedangkan Desa terdekat dari Baduy luar adalah Desa Cibeo. Untuk menuju Desa Cibeo saja, dari Baduy luar memerlukan waktu tempuh sekitar 3 jam. Dengan menempuh perjalanan yang cukup sulit, melewati perkampungan, ladang, lumbung padi (leuit), beberapa jembatan dan melewati beberapa bukit dengan jalanan yang curam menanjak. Barulah sampai di Desa Cibeo.
Sesampainya di Cibeo, saya dan teman- teman yang di damping oleh seorang dosen, berdiskusi dengan seorang Jaro di Cibeo, Jaro sami. Disana kami memperbincangkan banyak al, nmaun karena Jaro Sami menggunakkan bahasa Sunda, jadi sulit dimengerti. Ketika bertanya pun harus menggunakan bahasa sunda agar Jaro Sami mengerti. Yang kami bahas waktu itu adalah pernikahan, peraturan yang berlaku, bentuk rumah, jumlah rumah di desa cibeo, dan lain sebagainya.
Petanyaan nya sebagai berikut:
  1. Bagaimana adat dalam pernikahan di Suku Baduy?
  2. Bolehkah orang Baduy dalam menikah dengan orang diluar Baduy?
  3. Mengapa rumah masyarakat di Cibeo disangga dengan kayu dan kayunya tidak ditancapkan ke tanah tapi ada batunya?
  4. Sudah berapa kali desa Cibeo berpindah tempat?mengapa?
  5. Ada berapa rumah yang terdapat di desa Cibeo?
  6. Ketika ada acara adat seperti syukuran masa panen, apakah seluruh desa di Baduy dalam berkumpul ?
  7. Mengapa suku Baduy dalam tidak di izinkan menggunakan alat transportasi?
  8. Apabila ada wisatawan yang melanggar adat di Baduy dalam, adakah sanksinya?
  9. Apabila ada masyarakat yang melanggar apa sanksinya?
  10. Bagaimana jika ada seorang ibu yang ingin melahirkan?
Jawaban dari Jaro Sami
  1. Pernikahan Suku Baduy  hampir serupa dengan suku lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi ke orang tua perempuan dan memperkenalkan anaknya masing-masing. Setelah disetujui, ada 3 tahapan yang harus dilakukan sebelum menika, yang pertama adalah orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro dengan membawa seserahan seperti daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap kedua lamaran ini selain membawa sirih pinang, ditambahkan dengan cincin dari baja putih sebagai mas kawinnya. Dan tahap yang terakhir adalah membawakan alat-alat rumah tangga, baju dan seserahan lainnya untuk penganin perempuan.
  2. Boleh saja pihak laki-laki menikahi perempuan diluar Baduy tetapi, nantinya tidak diperbolehkan tinggal di Baduy dalam.
  3. Hal itu karena Suku Baduy tidak boleh merubah apapun di kampungnya walau hanya melubangi tanah dengan menancapkan kayu dan batu tersebut sebagai pondasi rumah.
  4. Desa Cibeo sudah 3 kali berpindah tempat, karena mencari tempat yang lebih luas, tetapi masih di lingkungan Baduy dalam.
  5. Saat ini ada 95 rumah di Desa Cibeo
  6. Tidak, saat masa panen setiap desa merayakan masing-masing
  7. Karena itu sudah menjadi peraturan dari leluhur yang tidak boleh dilanggar
  8. Jika ketahuan langsung, mungkin hanya di peringatkan dan setelah itu tidak diijinkan untuk memasuki Baduy dalam lagi.
  9. Kalau masyarakat yang melanggar, akan diasingkan di Baduy luar dan tidak diijinkan masuk ke Baduy dalam selama 40 hari.
  10.  Ada mantri atau dukun beranak yang akan datang kerumah, jadi melahirkannya dirumah saja.

Sekian informasi yang dapat saya sampaikan tentang Baduy dan apa saja dialog dengan narasumber Jaro Sami di Cibeo, Baduy dalam. Saya harap selain dapat memenuhi nilai saya, informasi ini juga dapat bermanfaat untuk teman-teman pembaca. Dan tidak lupa saya berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya, terutama dosen pembimbing mata kuliah Pemanduan Wisata Pendidikan dan sumber yang telah saya cantumkan.
Daftar Pustaka
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes, diakses pada 2 Januari 2016 pukul 16.00 WIB

15 comments:

  1. Ih seru kayanya. Mau kesanaaaaa

    ReplyDelete
  2. Wah jd mau kesana bgt;( seru banget pasti!!

    ReplyDelete
  3. Wah seru nih, next time ajak2 yaaa hehe

    ReplyDelete
  4. Ceritanya bagus dan menarik dan kalau boleh hasil wawancara tidak perlu di tulis tapi diceritakan lagi. Dan secara keseluruhan bagus, menarik dan mantap ceritanya.

    ReplyDelete
  5. Wah bagus jugaa,jadi pengen ke baduy hihi

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Wah asik, jadi pengen kesana :D

    ReplyDelete
  8. Menarik, patut dicoba untuk kesana nanti :)

    ReplyDelete
  9. Menarik, patut dicoba untuk kesana nanti :)

    ReplyDelete