Kata pengantar
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya atas rahmat nya penulis dapat menyelesaikan
tulisan ini. Adapun tujuan penulisan tulisan in yaitu guna memenuhi nilai tugas
mata kuliah Pemanduan Wisata Budaya dan menyebarkan pengetahuan tentang
sumatera utara. Penulis berterima kasih kepada bpk. Shobiriennur Rasyid selaku
dosen dan pembimbing kami yang membuat tulisan ini dapat di publikasikan . Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi tulisan agar menjadi lebih
baik lagi.Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang
terdapat dalam tugas ini dikarenakan keterbatasan penulis, karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian untuk memperbaiki kesalahan
dan menjadi lebih baik untuk tulisan yang lainnya
Jakarta, 02 Januari 2016
Penyusun
Pembahasan/ISI
Sumatera
Utara atau yang biasa di singkat menjadi SuMut adalah sebuah provinsi yang
terletak di Pulau Sumatera, Indonesia dan beribukota di Medan. Sumatera Utara
merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap
Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah 10,81 juta jiwa,
dan pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara telah meningkat menjadi
12,98 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143
jiwa per km² dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per km². Dengan
Laju Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen.
(lokasi
pada peta)
Daerah
pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu.
Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau.
Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian
besarnya beragama Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak
dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia
Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan.
Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa. Pusat
penyebaran suku-suku di Sumatera Utara.
Untuk
bahasa, di sumatera utara pada umumnya, bahasa yang dipergunakan secara luas
adalah Bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan Bahasa Indonesia
karena kedekatannya dengan Bahasa Melayu yang menjadi bahasa ibu masyarakat
Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara,
Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu dialek "o" begitu
juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di Kabupaten Langkat masih
menggunakan bahasa Melayu dialek "e" yang sering juga disebut Bahasa
Maya-maya. Mayarakat Jawa di daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai
pengantar sehari-hari. Di Medan, orang Tionghoa lazim menuturkan Bahasa Hokkian
selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, masyarakat Batak menuturkan Bahasa
Batak yang terbagi atas empat logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba). Bahasa
Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang di
pesisir barat, seperti Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Natal
menggunakan Bahasa Minangkabau.
Agama utama di
Sumatera Utara adalah
-Islam
-Kristen (Protestan
dan Katolik)
-Hindu -Animisme
-Buddha -Parmalim
- Konghucu
Untuk budaya
Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
Musik
·
Musik yang biasa
dimainkan,cenderung tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan,
tetapi lebih dominan dengan genderangnya. Seperti pada Etnis Pesisir terdapat
serangkaian alat musik yang dinamakan Sikambang
Arsitektur
(seni rupa)
·
Dalam bidang seni rupa yang
menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni
pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat
dalam berbagai bentuk ornamen. Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada
kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini
lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau.
Rumah adat etnis Batak, Ruma Batak, berdiri kokoh dan megah serta masih
banyak ditemui di Samosir. Rumah adat Karo kelihatan besar dan lebih tinggi
dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya
ditambah dengan atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut
"ayo-ayo rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang
berlapis-lapis itu rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional
lainnya yang hanya memiliki satu lapis atap di Sumatera Utara. Bentuk rumah
adat di daerah Simalungun cukup memikat.
(Rumah adat karo)
Kompleks
rumah adat di desa Pematang Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah
bolon, balai bolon, jemur, pantangan balai butuh, dan lesung.
Tarian
·
Perbendaharaan seni tari
tradisional meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian
sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping
tari adat yang merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya
ditarikan oleh dayu-datu. Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari
tungkat. Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang disebut
Tunggal Panaluan.
(Tari Tungkat)
Tari magis misalnya tari tortor nasiaran,
tortor tunggal panaluan. Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh
kekhusukan.
Tari tortor
Tortor adalah
tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang. Secara fisik tortor
merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakannya menunjukkan tortor
adalah sebuah media komunikasi, di mana melalui gerakan yang disajikan terjadi
interaksi antara partisipan upacara.
Tortor dan musik
gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum acara dilakukan terbuka
terlebih dahulu tuan rumah (Hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakan
Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang sabangunan.
Dalam pelaksanaan
tarian tersebut salah seorang dari hasuhutan (yang mempunyai hajat akan
memintak permintaan kepada penabuh gondang dengan kata-kata yang sopan dan
santun
Setiap selesai satu
permintaan selalu diselingi dengan pukulan gondang dengan ritme tertentu dalam
beberapa saat. Setelah permintaan/seruan tersebut dilaksanakan dengan baik maka
barisan keluarga suhut yang telah siap manortor (menari) mengatur susunan
tempat berdirinya untuk memulai menari.
Adapun jenis
permintaan jenis lagu yang akan dibunyikan adalah seperti : Permohonan kepada
Dewa dan pada roh-roh leluhur agar keluarga suhut yang mengadakan acara diberi
keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah ruah, dan
upacara adat yang akan dilaksanakan menjadi sumber berkat bagi suhut dan
seluruh keluarga, serta para undangan
Setiap penari
tortor harus memakai ulos dan mempergunakan alat musik/gondang (Uninguningan). Ada
banyak pantangan yang tidak diperbolehkan saat manortor, seperti tangan si
penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu ke atas, bila itu dilakukan
berarti si penari sudah siap menantang siapa pun dalam bidang ilmu perdukunan,
atau adu pencak silat (moncak), atau adu tenaga batin dan lain-lain.
Tari tortor
digunakan sebagai sarana penyampaian batin baik kepada roh-roh leluhur dan
maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk
tarian menunjukkan rasa hormat.
Dalam hal ini, konsep
margondang pada masa sekarang dapat dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu :
1. Margondang pesta, suatu kegiatan yang menyertakan gondang dan merupakan
suatu ungkapan kegembiraan dalam konteks hibuan atau seni pertunjukkan,
misalnya : gondang pembangunan gereja, gondang naposo, gondang mangompoi jabu
(memasuki rumah) dan sebagainya.
2. Margondang adat, suatu kegiatan yang menyertakan gondang, merupakan
aktualisasi dari sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu, misalnya : gondang mamampe
marga (pemberian marga), gondang pangoli anak (perkawinan), gondang saur matua
(kematian), kepada orang di luar suku Batak Toba, dan sebagainya.
3. Margondang Religi, upacara ini pada saat sekarang hanya dilakukan oleh
organisasi agamaniah yang masih berdasar kepada kepercayaan batak purba.
Misalnya parmalim, parbaringin, parhudamdam Siraja Batak. Konsep adat dan
religi pada setiap pelaksanaan upacara oleh kelompok ini masih mempunyai
hubungan yang sangat erat karena titik tolak kepercayaan mereka adalah mula
jadi na bolon dan segala kegiatan yang berhubungan dengan adat serta hukuman
dalam kehidupan sehari-hari adalah berdasarkan tata aturan yang dititahkan oleh
Raja Sisingamangaraja XII yang dianggap sebagai wakil mula jadi na bolon.
Kerajinan
·
Selain arsitektur,tenunan
merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini
adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang
digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah,
kesenian,dsb.
Bahan
kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah
hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain
merupakan lambang dari variasi kehidupan.
(Kain ulos)
Pada suku Pakpak
ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Bisanya warna dasar oles adalah
hitam kecokelatan atau putih.
Pada suku Karo ada
tenunan yang dikenal dengan nama uis. Bisanya warna dasar uis adalah biru tua
dan kemerahan. Pada masyarakat pesisir barat ada tenunan yang dikenal dengan
nama Songket Barus. Biasanya warna dasar kerajinan ini adalah Merah Tua atau
Kuning Emas.
Makanan
Khas
·
Makanan Khas di Sumatera Utara
sangat bervariasi, tergantung dari daerah tersebut. Saksang dan Babi panggang
sangat familiar untuk mereka yang melaksanakan pesta maupun masakan rumah.
Misalkan seperti didaerah Pakpak Dairi, Pelleng adalah makanan khas dengan
bumbu yang sangat pedas.
(Pelleng, dibuat dari banyak jenis rempah rempah)
Di
tanah Batak sendiri ada dengke naniarsik yang merupakan ikan yang digulai tanpa
menggunakan kelapa. Untuk cita rasa, tanah Batak adalah surga bagi pecinta
makanan santan dan pedas. Pasituak Natonggi atau uang beli nira yang manis
adalah istilah yang sangat akrab disana, menggambarkan betapa dekatnya tuak
atau nira dengan kehidupan mereka.
Cara memasak peleng adalah, beras dimasak
layaknya menanak nasi tapi dikondisikan lebih lunak, selanjutnya dicampur
dengan cara diaduk atau ditumbuk dengan kuah yang telah dimasak sebelumnya yang
disebut lae asem. Kuah (lae asem) dibuat dari asam cikala, bumbu dan santan
kelapa. Secara terpisah ayam digule tanpa mencincang tapi harus mersendihi
sebagai lauknya. Arbuk dibuat dari beras yang digonseng selanjutnya ditumbuk,
diayak dan dimasak dengan kuah ayam gule hingga kental. Tek-tek adalah
bagian-bagian tertentu dari ayam yang dicincang untuk dijadikan lauk bersama
arbuk di atas pelleng yang disajikan. Penyajiannya dengan cara menyendok
pelleng keatas piring lalu dibentuk sedemikian rupa, lalu diatasnya ditaruh
tek-tek bersama arbuk ditambah lalap cabe merah di atasnya. Kadang-kadang
sajian ini ditambah dengan lalap petai atau jengkol untuk menambahkan cita
rasanya.
Dengke
Mas na Niura atau Ikan Mas Na Niura ini adalah makanan tradisonal khas Batak
yang berasal dari Tapanuli. Dahulu bahwa masakan na niura dikhususkan untuk
raja saja, namun karena rasanya yang enak sehingga semua orang-orang batak
ingin menyantap dan membuatnya.
Ikan
Mas Na Niura ini merupakan sebuah penyajian Lauk Pauk yang cara membuatnya
tidak dimasak, direbus, digoreng atau semacamnya, karena na niura dalam bahasa
Batak artinya ikan yang tidak dimasak, ikan mentah tersebut disajikan dengan
bumbu yang lengkap sehingga yang akan membuat ikan tersebut lebih enak dirasa
tanpa dimasak, yang artinya bahwa bumbu-bumbu itulah yang memasak ikan mas
tersebut.
Nah, Untuk lebih mendalami
Sumatera Utara ini mari kita pelajari juga mengenai suku suku yang ada di pulau
ini, suku di pulau ini ada 12,yaitu sebagai berikut:
-
Suku Melayu
-
Suku Batak Karo
-
Suku Batak Toba
-
Suku Batak Mandailing
-
Suku Batak Angkola
-
Suku Batak Simalungun
-
Suku Batak Pakpak
-
Suku Nias
-
Suku Minangkabau
-
Suku Aceh
-
Suku Jawa
-
Suku Tionghoa
Sumatera
Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai
penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya
dihuni oleh orang-orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak
bermukim orang Minangkabau. Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni
oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen.
Suku
Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di
Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli
kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal
dari etnis Jawa dan Tionghoa
Untuk lebih
mendalami tentang suku di Sumatera Utara ini, saya akan menjelaskan salah satu
suku di Sumatera Utara.
Suku
Karo, Suku
Karo adalah salah suku bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera
Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera
Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah
yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo. Suku ini memiliki
bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo
didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Karo
dianggap sebagai bagian dari suku kekerabatan Batak, seperti kekerabatan Batak
Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pak-Pak atau Dairi, dan Batak
Karo. Namun kebanyakan masyarakat suku Karo menggap bahwa mereka bukanlah
bagian dari kekerabatan Batak tersebut, tetapi Karo adalah suku yang berdiri
sendiri.
(Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung) (1917)
Letak
suku karo berada di Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota
yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi
merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan
produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk
minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga
seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini,
tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut
sebagai atau "Taneh Karo Simalem". Banyak keunikan-keunikan terdapat
pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan.
Suku
Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga
silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut untuk laki-laki,
sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di
belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima
kelompok, yang disebut dengan merga silima. Kelima merga tersebut adalah:
-
Karo-karo: Barus, Bukit,
Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga, Sitepu, Sinuraya, Sinuhaji,
Ketaren, dll. (berjumlah 18)
-
Tarigan: Bondong, Ganagana,
Gerneng, Purba, Sibero, dll. (berjumlah 13)
-
Ginting: Munthe, Saragih, Suka,
Ajartambun, Jadibata, Manik, dll. (berjumlah 16)
-
Sembiring: Sembiring si banci man
biang (sembiring yang boleh makan anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung
(Jumlah = 4);
-
Sembiring simantangken biang
(sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi,
dll. (berjumlah 15)
-
Perangin-angin: Bangun,
Sukatendel, Kacinambun, Perbesi, Sebayang, Pinem, Sinurat, dll. (berjumlah 18)
Kelima
merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai
salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara turun termurun dari
ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang
sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau
laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut ersenina, demikian juga antara
perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga
ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama,
mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada
merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.
Hal
lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau
daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti
ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh
(kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga
sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok,
yaitu:
-
kalimbubu
-
anak beru
-
senina
Kalimbubu
dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang
mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga
atau keluarga inti. Dll
Tutur
siwaluh ,adalah
konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu
terdiri dari delapan golongan:
-
puang kalimbubu
-
kalimbubu
-
senina
-
sembuyak
-
senina sipemeren
-
senina sepengalon/sedalanen
-
anak beru
-
anak beru mente
Dalam
pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam
kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan
upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
-
Puang kalimbubu adalah kalimbubu
dari kalimbubu seseorang
-
Kalimbubu adalah kelompok pemberi
isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi
menjadi:
1.
Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu
tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap
sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A
bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika
A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua
dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari
ayah kandung.
2.
Kalimbubu simada dareh adalah
berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara
laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena
merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang
terdapat dalam diri keponakannya.
3.
Kalimbubu iperdemui, berarti
kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari
satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu
adalah berdasarkan perkawinan.
-
Senina, yaitu mereka yang
bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
-
Sembuyak, secara harfiah se
artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang
lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah
ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo
disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
-
Sipemeren, yaitu orang-orang yang
ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak
siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
-
Senina Sepengalon atau Sendalanen,
yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari
beru yang sama.
-
Anak beru, berarti pihak yang
mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat
terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara
tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan
anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
1.
Anak beru tua, adalah anak beru
dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil
isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru
yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh
pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua
juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena
fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam
keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
2.
Anak beru cekoh baka tutup, yaitu
anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam
keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan
dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai
saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari
Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
-
Anak beru cekoh baka tutup, yaitu
anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam
keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan
dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai
saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari
Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
Aksara Karo
Aksara Karo ini adalah aksara kuno yang
dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya
sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi.guna
melengkapi cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o=
ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek
(Contoh
aksara karo)
Suku Karo mempunyai beberapa kebudayaan
tradisional, di antaranya tari tradisional:
-
Piso Surit
-
Lima Serangkai
-
Tari Terang Bulan
-
Tari Roti Manis
Suku Karo juga memiliki drama tradisional yang disebut dengan kata
Gundala.
Piso Surit
Piso
Surit adalah salah satu lagu, syair, serta tarian Suku Karo yang menggambarkan
seorang pria yang sedang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut
sangat lama dan menyedihkan dan digambarkan seperti burung pincala (burung yang
berekor panjang dan pandai bernyanyi) yang sedang memanggil-manggil. Lagu ini
seharusnya dinyanyikan oleh seorang pria. Dari rangkaian lirik lagunya, lebih
dapat kesan sang penyanyi adalah seorang pria
Piso
dalam bahasa Karo sebenarnya berarti pisau dan banyak orang mengira bahwa Piso
Surit merupakan nama sejenis pisau khas orang karo. Sebenarnya Piso Surit
adalah kicau burung yang suka bernyanyi. Kicau burung ini bila didengar secara
seksama sepertinya sedang memanggil-manggil dan kedengaran sangat menyedihkan.
Burung Piso Surit biasanya berkicau di sore hari. Jenis burung tersebut dalam
bahasa karo disebut "pincala" bunyinya nyaring dan berulang-ulang
dengan bunyi seperti "piso serit". Kicau burung inilah yang di
personifikasi oleh Komponis Nasional dari Taneh Karo Djaga Depari dari Desa
Seberaya, Kabupaten Karo.
Lima Serangkai
Tari
Lima Serangkai adalah tari tradisional Suku Karo dari Sumatera Utara yang
diperkirakan sudah ada sejak tahun 1956, merupakan jenis tari yang bersifat
hiburan dan biasanya ditampilkan pada kegiatan Gendang Guro-guro Aron. Dalam
pelaksanaanya tarian ini diiringi dengan Gendang Karo dan dipadukan dari lima
jenis tari, yaitu tari Morah-morah, tari Perakut, Tari Cipa Jok, Tari
Patam-patam Lance, dan Tari Kabang Kiung
Salah satu tari tradisi dari daerah Karo. Tari
ini menggambarkan percintaan muda-mudi pada malam hari dibawah terang sinar
bulan purnama. Tari ini dibawakan dengan karakter gerak yang lebih lemah
gemulai.
Tari dalam bahasa Karo disebut “Landek.” Pola
dasar tari Karo adalah posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun lutut
(endek) disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian itu
ditambah dengan variasi tertentu sehinggga tarian tersebut menarik dan indah. Tarian
berkaitan adat misalnya memasuki rumah baru, pesta perkawinan, upacara kematian
dan lain-lain. Tarian berkaitan dengan ritus dan religi biasa dipimpin oleh
guru (dukun). Misalnya Tari Mulih-mulih, Tari Tungkat, Erpangir Ku Lau, Tari
Baka, Tari Begu Deleng, Tari Muncang, dan lain-lain. Tarian berkaitan dengan
hiburan digolongkan secara umum. Misalnya Tari Gundala-gundala, Tari Ndikkar
dan lain-lain.
Penutup
Banyak
sekali hal yang dapat kita gali di Sumatera Utara, masih banyak hal hal yang
dapat kita temukan jika kita pergi kesana, mulai dari budaya,kuliner,objek
wisata,suku suku, serta tempat tempat menarik lainnya. Sumatera Utara mempunyai
hal yang istimewa, seperti yang sudah saya jelaskan diatas bahwa banyak keunikan
yang hanya dimiliki oleh Sumatera Utara. Penulis berharap bahwa tulisan ini memberikan
manfaat bagi pembaca sekalian dan memberikan motivasi agar para pembaca
mengunjungi Sumatera Selatan untuk sekedar berkunjung atau mempelajari lebih
dalam tentang kebudayaan Sumatera Utara
UJP Kelas B - Tb Mahandika
4423143958
Email: tbmahandika@gmail.com
DAFTAR PUSTAKA:
-
https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara
-
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Karo
-
https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Tortor
No comments:
Post a Comment