PENGALAMAN
YANG BERKESAN MENJADI SEORANG PEMANDU
Dua
bulan kuliah sudah berlalu pada semester 2,saya dan Ketiga teman saya Oca,Rara,
Siska dan teman-teman lainya ditugaskan untuk Praktek Kerja Lapangan (PKL)
dengan waktu minimal 2 bulan. Saya dan ketiga teman saya mencoba untuk PKL di
Museum nasional (Munas).
Waktu itu pertama kali sebelum kita diterima PKL di
Museum nasional, saya dan ketiga teman saya berkunjung ke sana terlebih dahulu
untuk menaruh CV dan surat PKL. Ketika saya sampai disana saya bertanya ke
ruang informasi bahwa tujuan saya kesana untuk mendapat izin PKL selama 2 bulan
kedepan dan ada seorang pemandu yang bernama Aep memberitahu bahwa kouta untuk
PKL penuh, saya dan ketiga teman saya langsung pesimis tetapi tiba-tiba ada
atasanya yang mengurusi anak PKL bernama Pak Asep langsung mendatangi kita dan berkata
”adik-adik ingin PKL di Museum ini? Kalau begitu, kouta kosong sekitar
awal bulan April tanggal 7,nanti akan kami hubungi jika ada kouta kosong “ .
Lalu kami pun merasa tenang karena masih ada harapan PKL disana, selanjutnya
Pak Asep memangil pemandu lainnya untuk mengajak kami berkeliling sekitar
Museum. Pak Asep memanggil rekanya bernama Pak Daromi, sosok beliau sudah
lumayan tua dan beliau mengatakan sekitar 80 tahuan mengabdi kepada Munas
sebagai pemandu wisata honorer . Aku langsung membayangkan betapa lamanya beliau
di hari-hari yang ia lalui,ia habiskan untuk memandu di Museum dan selalu
mengetahui perkembangan di Museum nasional. Lalu beliau pertama kali
menjelaskan bagaimana menjadi seorang pemandu yang sopan, ramah, penuh senyum
sebelum memulai perjalanan lebih dalam mengenai Museum. Setelah itu Pak Daromi
menjelaskan awal berdirinya Museum Nasional tetapi disitu saya malah berpikir “
apa saya bisa menjadi seorang pemandu yang menjelaskan sedetail mungkin tentang
awal berdirinya Museum Nasional?” lalu setelah itu saya dan ketiga teman saya
diajak masuk ke ruang yang penuh meriam pada zaman penjajahan dan ada tayangan
di Tivi yang hitam putih pada zaman dahulu Museum nasional belum sebagus
sekarang, pengunjungnya juga masih noni-noni Belanda, masuk ke Museum harus
lepas sendal, kendaraan yang digunakan untuk ke Museum adalah andong-andong
karena belum ada transportasi seperti
sekarang ini dan terkadang mereka berjalan kaki. Setelah saya melihat tayangan hitam
putih itu saya berpikir banyaknya perubahan pada Museum nasional hingga besar
namanya seperti sekarang ini di tengah-tengah Ibukota.
Pada
awal bulan April 2015, ketika saya sampai dan memasuki pintu gerbang Museum
Nasional yang beralamat di Jalan Merdeka barat No.12 dengan puluhan pilar putih
yang menjulang tinggi dan warna dinding yang bernuasa putih saya merasa asing dengan keberadaan
disana karena tugas saya adalah untuk PKL bukan untuk berkunjung ke Museum
Nasional. Hari pertama saya berada disana, saya dan ketiga teman saya di ajak
ke ruangan kantor Munas oleh pihak museum, saya di bawa ke ruang demi ruang
untuk di kenalkan kepada pihak museum seperti ke ruang dokumentasi, ke ruang
tata usaha, ke ruang bagian promosi dan masih banyak lagi dengan tujuan kenal
satu sama lain bukan hanya para pemandu wisata di Munas tapi kita kenal dengan
orang bagian kantornya, penanggung jawab anak PKL adalah Pak Asep dan Pak Oting
beliau adalah sosok atasan yang baik
hati, tidak pernah memarahi, perhatian dan benar-benar bersahabat seperti
layaknya hubungan bapak dan anak. Setelah di bawa untuk proses perkenalan saya
dan ketiga teman saya di bawa ke ruang staff only bersama bapak Oting untuk
mendengarkan beliau mempresentasikan tentang Museum Nasional. Yang pertama,
saya di beritahu sekilas tentang gambaran yang terdapat di Museum Nasional yang didirikan pada tahun 1778 dan terdapat 141.000 jenis koleksi yang terdiri 7 bagian
ruang berbeda dari Prasejarah, Arkeologi, Sejarah dan geografi, Keramik,
Etnografi, Numismatik dan heraldik dan terdapat
2 gedung yaitu gedung A (lama) disebut gedung gajah yang dibuka untuk
umum pada tahun 1868, dan gedung B (baru) disebut gedung arca dan di bagi lagi
menjadi 4 lantai yaitu lantai pertama tentang manusia dan lingkungannya, lantai
2 tentang ilmu pengetahuan teknologi dan ekonomi, lantai 3 tentang organisasi
sosial dan pola pemukiman, lantai 4 tentang khasanah emas dan keramik yang di
resmikan pada tanggal 20 juni 2007 oleh Drs.Susilo bambang Yudhoyono mantan
presiden Republik Indonesia. Setelah dijelaskan sedikit mengenai kondisi Munas,
saya berkeliling melihat aktifitas yang ada di Munas ada beberapa pemandu
wisata yang sedang membawa rombongan anak TK, SD, SMP, SMA, Kuliahan, turis
asing dan pengunjung lainya dari berbagai daerah. Terlintas dipikiran saya “
mana bisa saya menjadi pemandu yang menceritakan objek-objek yang ada disetiap
ruangan,apalagi mengatur lebih dari 20an anak dengan tangan saya sendiri yang
sebelumnya saya tidak pernah dihadapkan dengan kondisi seperti itu”. Saya pun
ragu dan saya adalah orang yang jarang sekali percaya diri untuk bisa seperti
pemandu yang ada di museum nasional karena para pemandu di museum dan para PKL
lainya dari SMA Sahid Jakarta dan Universitas sahid Jakarta lebih jago
menjelaskan cerita benda-benda yang terdapat dimuseum nasional. Setelah itu
karena baru hari pertama PKL jadi baru perkenalan dan kami pun diperbolehkan
pulang. Dan hari selanjutnya saya dan ketiga teman saya datang pukul
08.00, untuk anak PKL disuruh datang jam 09.00 di ruang informasi saya bertemu
dengan Pak Asep dan beliau mengatakan
setiap hari harus ada informasi yang di dapat mengenai benda yang ada di
Museum, beliau pun akan mengevaluasi sewaktu-waktu dan harus bisa
menjelaskanya. Saya pun tambah panik dan terus berpikiran “ apa saya bisa?”.
Setelah saya menaruh tas di ruang staff only saya bergegas untuk mengikuti
rombongan yang berkunjung ke Munas dan mendengarkan apa yang dijelaskan oleh
pemandu wisata di Munas, lalu mencatat ceita yang dijelaskan. Hari demi hari
yang saya lakukan di sana selama 2 minggu melihat anak-anak PKL dan pemandu
wisata yang sedang menjelaskan sambil membawa rombongan dan saya selalu mebawa
buku catatan, seperti itu cara belajar nya supaya bisa cepat membawa rombongan
seperti mereka tetapi terkadang saya merasa terkucilkan karena saya berpikiran tidak akan bisa menjadi
pemandu wisata yang baik, saya pun hanya bisa pesimis melihat anak PKL yang
sudah jago seperti layaknya pemandu profesional yang ada di Munas .
2 minggu berlalu, saya melihat anak PKL yang sedang
memandu sepertinya seru dan menyenangkan karena bisa berbagi tawa, canda,
cerita dengan rombongan pengunjung. Terlintas di benak saya ingin rasanya bisa
membawa rombongan lebih dari 20 orang, berada di antara barisan mereka, menjadi
pemandu yang bisa memimpin rombongan, dan menjadi seorang yang berani. Dengan
pikiran yang seperti itu saya jadi bersemangat untuk belajar mengenai
cerita-cerita di Munas karena saya tidak ingin sia-sia selama PKL dan ingin
menambah pengalaman baru yang tidak akan saya dapati di tempat lain. Waktu itu,
ada banyak rombongan anak SD yang datang ke Museum Nasional saat itu kurangnya
pemandu untuk membawa rombongan dan jantung saya berdebar karena ada perasaan
yang tidak enak ternyata benar saya dan ketiga teman saya di suruh menjadi
pemandu karena kurangnya pemandu tetapi waktu itu karena saya dan teman lainya
belum memberanikan diri untuk membawa rombongan sendiri, kami pun ditugaskan
untuk membawa rombongan berdua, saya pun berpasangan dengan Rara membawa
rombongan, mengatur barisan, mengatur agar tidak terjadinya penumpukan
pengunjung di beberapa ruangan, menceritakan benda-benda bersejarah secara bergantian yang seolah-olah saya sudah
berpengalaman bercerita di depan umum. Setelah selesai memandu menurut saya
sangat menyenangkan, ingin untuk bisa memandu lagi dan belajar memandu sendiri.
Keesokan harinya, aktifitas yang saya lakukan di Museum Nasional sama seperti
hari sebelumnya berkeliling menambah materi dari benda-benda yang bersejarah,
mempelajarinya, memahaminya sehingga saat saya di suruh membawa rombongan saya
tidak takut lagi karena saya sudah siap. Disaat rombongan berkunjung ke Museum
nasional, dengan penuh harapan saya ingin bisa memandu rombongan tersebut, saya
selalu berdiri di depan agar saya disuruh memandu rombongan ketika sedang berkumpul di aula
gedung Museum naional. Dan tiba-tiba nama saya dipanggil oleh Kang Aep “ kak
Cut “ saya di percayai untuk memandu pertama kalinya rombongan anak SD, waktu
itu saya bawa 1 bus isinya sekitar 20 an lebih, anak-anak yang saya bawa
berkeliling pun antusias dengan saya. Pertama yang saya lakukan membariskan
mereka terlebih dahulu agar tertib, kemudian memperkenalkan diri saya kira-kira
seperti ini “ hallo adik-adik sekalian selamat datang di Museum Nasional saya
Kak Cut Shella Desma, adik-adik bisa memanggil saya kak Cut, atau Kak
Shella,saya akan membawa kalian berkeliling sebenernya ada apa sih di dalam
Museum Nasional ini? Dan jika ada tidak kalian mengerti silahkan tanyakan”. Lalu saya membawa rombongan yang pertama ke gedung lama dan
saya berhenti di depan patung ganesha dan menceritakan sedikit menggunakan
bahasa saya sendiri yang saya dapatkan infonya dari pemandu wisata di Museum
nasional “ adik-adik ada yang tahu gak ini patung apa? Ini adalah patung
ganesha, kakak akan menjelaskan sedikit tentang patung ganesha ya, jadi patung
ganehsa ini adalah anak dari Dewi Parwati dan Dewa Siwa. Dewa yang terkenal
dalam agama hindu yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan, dewa pelindung,
dan dewa bijaksana. Ia digambarkan berkepala gajah, berlengan empat dan
mempunyai perut yang buncit. Dewa Ganesha diciptakan dari kotoran Dewi parwati
saat mandi, lalu Dewi Parwati menyuruh ganesha menjaga rumah, kemudian Dewa
Siwa bertemu dengan Ganesha, ia langsung marah karena tidak tahu Ganesha anak
siapa dan langsung memenggal kepalanya. Dewi Parwati pun menangis mendapati
anaknya sudah tidak berdaya lagi. Dan meminta kepada Dewa Siwa untuk
mengembalikan ganesha. Dewa Siwa tidak sanggup menghidupkan kembali akhirnya
meminta bantuan kepada Dewa Brahmana dan
syaratnya sesuatu yang pertama kali lewat di depan rumahnya dari arah utara
akan dijadikan kepala Ganesha lalu yang lewat pertama kali adalah seekor gajah,
dipenggal lah seekor gajah itu untuk dijadikan bagian dari kepala Ganesha. Kira
–kira seperti itu gambaran mengenai cerita Ganesha, sekarang kita lanjut lagi ke
benda selanjutnya.” Tidak jauh berjalan tepat di belakang patung Ganesha terdapat patung yang sangat tinggi yang
katanya tertinggi di Indonesia adalah arca Bhairawa. Saya menjelaskan “
adik-adik sekarang kita berdiri di hadapan Arca Bhairawa patung yang paling
tertinggi dengan tinggi 440 cm, luas lapiknya 160x160 yang ditemukan di daerah
Sumatra barat sekarang menjadi jambi, Arca Bhairawa perwujudan dari Dewa Siwa
yang sedang marah digambarkan mukanya dengan mata yang melotot, memegang belati
ditangan kanan dan mangkuk tengkorak ditangan kiri serta menginjak seseorang.
Arca bhairawa ini penggabungan dari 2 agama hindu dan budha yang disebut
sebagai Tantrayana,pengikut tantrayana percaya bahwa jika seseorang dapat
mencapai lebih dari manusia biasa berarti sudah mendekati kesempurnaan (Moksa),
ceritanya seperti itu adik-adik.” Selanjutnya, karena keadaan di gedung lama
terlalu padat, akhirnya saya membawa rombongan ke ruang dari Sabang sampai
Merauke dengan keberagaman budaya masing-masing setiap daerah, saya menjelaskan
secara singkat mengenai cerita benda-benda seperti patung si Gale-Gale dari
Batak Toba, lalu lanjut ke daerah Lampung ada upacara menghitamkan gigi, ke daerah
Jawa ada Patung kuda Nogowarno yang dinaiki oleh Nyi Roro Kidul, ada tempat
tidur nya Dewi Sri atau Dewi Padi, lalu di Kalimantan ada patung hampatong,
berbagai tradisi khas kalimantan, ke daerah Bali ada patung Barong dan Rangda,
terakhir di Papua ada patung Mbis, dan perahu pinisi yang sangat panjang. Karena
waktu sudah hampir habis hanya di beri waktu sekitar 45 menit setiap memandu
akhirnya saya mengakhiri perjalanan mengelilingi Museum Nasional.
Selama PKL di Museum Nasional saya sudah membawa
rombongan untuk memandu sekitar 10 kali selama 2 bulan, saya mulai PKL pada
tanggal 7 April dan berakhir tanggal 7 Juni 2015 tepat 2 bulan saya
menyelesaikan PKL, hari terakhir saya PKL di Munas saya merasa waktu berlalu
begitu cepat tanpa saya sadari, saya merasa nyaman, senang, bahagia selama PKL
di Munas. Awalnya saya merasa asing, saya berpikir tidak bisa apa-apa, tidak
percaya diri, selalu pesimis dengan keberadaan saya di Museum Nasional tetapi setelah
saya mencoba untuk semangat dan tidak mau PKL yang saya lakukan sia-sia,
akhirnya saya mendapatkan pengalaman baru yang berkesan, ternyata sekali di
lawan rasa seperti itu akan hilang dan menimbulkan energi positif. Banyak yang
saya bisa ambil positifnya di Museum Nasional seperti, saya mendapatkan
teman-teman PKL, teman-teman pemandu yang baik hati selalu mengajarkan satu
sama lain tanpa menjatuhkan, saya berani untuk berbicara di depan orang umum,
mendapatkan pengetahuan baru setiap harinya, belajar bertanggung jawab selama
membawa rombongan yang saya pimpin sendiri, dan masih banyak lagi. Inilah
gambaran dan cerita singkat selama saya PKL di Museum Nasional, mungkin kalau
di jabarkan satu persatu tidak akan ada habisnya karena bagitu banyak kenangan
yang saya lalui setiap detiknya di Museum Nasional, hari- hari yang saya lewati
di Museum Nasional membuat hidup saya semakin berarti dan menimbulkan rasa yang
luar biasa bahagia karena setiap hari gerbang Museum Nasional yang saya masuki
penuh harapan untuk membuat berguna bagi orang lain dan membagi ilmu
pengetahuan yang belum tentu kita dapati di tempat lain.
Saya sangat berterima kasih kepada pihak Museum
nasional yang menerima dan mempercayai saya untuk menjadi pemandu di Museum,
yang mau mengajari tiada hentinya memberikan ilmu pengetahuan tentang cerita
bersejarah dan memberikan saya
pengalaman yang berkesan.
Nama : Cut Shella Desma / 4423143929
Usaha Jasa Pariwisata A UNJ 2014
Email : selladesma@ymail.com
Instagram :cutshelladesma
No comments:
Post a Comment