Assalamualaikum wr.wb Bapak Sobirin
Pertama, saya akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu.
Nama saya Nurul Hakim Aristia, tapi saya memiliki nama panggilan Tyas sejak
kecil. Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa dipanggil Tyas. Sampai suatu hari
saya bertanya kepada ayah saya “pah kok aku bisa dipanggil Tyas?” ayah saya
hanya menjawab “gatau papa ngasal, papa suka aja sama nama itu”. hmmm...
Singkat cerita saja, Saya lahir dan besar di Kota Surabaya
Jawa Timur pada tanggal 11 Desember 1995. Berarti usia saya sudah cukup tua ya
hampir menginjak 20 tahun, tapi wajah masih 17 tahun kok hehe. Dulu saya sempat
tinggal di Surabaya, namun hanya selama 7 tahun. kemudian mama saya mendapat
utusan kerja untuk pindah di Ibu kota Jakarta dan saya pun ikut mama sampai
sekarang dan kami tinggal di Asrama Brimob Cipinang.
Saya berasal dari SMAN 53 Jakarta. Sekolah saya itu
berlokasi di Cipinang Jaya, tepatnya di belakang Lembaga Permasyarakatan
Cipinang. Jadi sejak SD,SMP,SMA bahkan hingga kuliah hidup saya tidak jauh-jauh dari daerah Cipinang-Rawamangun. Saat SMA, saya sangat bercita-cita ingin masuk ke UI. Saya sangat
belajar keras untuk masuk kesana sampai saya menguti bimbel di GO. Sampai suatu
ketika Tuhan berkehendak lain, saya tidak lolos masuk tes ke UI (SIMAK UI) .
Disitu saya sangat down sekali sampai-sampai keluarga saya sudah mendaftarkan
saya ke salah satu perguruan tinggi swasta. Awalnya saya sudah memutuskan untuk
tidak mau mencoba tes ke PTN lagi karena
saya tahu UNJ masih memberikan kesempatan untuk jalur mandiri. Karena saat itu
bertepatan pada hari-hari ramadhan, dan saat itu saya mudik ke Surabaya. Di
sana om saya menasehati saya untuk tetap terus mencoba. Jangan sampai tidak
kuliah karena saya perempuan, masa depan saya panjang. Akhirnya saya memutuskan
mendaftarkan diri saya untuk mengikuti test UNJ saat saya sedang di Surabaya.
Awalnya saya bingung saat memilih jurusan karena yang saya tau UNJ kebanyakan
memiliki jurusan pendidikan, sedangkan saya tidak berminat menjadi guru. Tante
saya menyarankan untuk mengambil jurusan tata busana. Dia berkata kalau jurusan
tata busana tidak mesti menjadi guru, bisa juga menjadi desainer. Tapi saya
berpikir ulang, saya hanya berbakat untuk memakai baju saja, tidak berbakat
menjahitnya. Karena saya ingat pada zaman sekolah dulu saya mendapatkan
pelajaran tata busana dan saya tidak sanngup dalam urusan jahit menjahit. Tiba-tiba om saya memutuskan untuk saya masuk ke jurusan
pariwisata. Om saya bekerja di dinas pariwisata disana, jadi beliau memutuskan
begitu. Tetapi ayah saya berkeinginan bahwa saya kuliah di jurusan public
relation. Sehingga saya saat itu memilih jurusan public relation dan
pariwisata. Ternyata saat pengumuman, alhamdulillah saya diterima di jurusan
pariwisata. Dan sejak awal saya sebenarnya lebih prefer ke pariwisata daripada
pulic relation.
Saat saya masuk ke jurusan ini,disini banyak
diajarkan cara-cara teknik meng-guide. Pada bulan Desember tahun lalu tepatnya
saat saya masih berada di semester 1, pihak prodi mengadakan city tour dengan
destinasi jakarta-bogor-bandung. Kegiatan ini diadakan kalau tidak salah
tanggal 2 Desember 2014. Di kegiatan ini kita di tugaskan untuk latihan
nge-guide, ada yang kedapatan tugas meng-guide di bis, ada yang di museum. Museum
yang menjadi tujuan city tour pada saat itu adalah museum Geologi dan museum
Konferensi Asia Afrika. Saya ternyata meng-guide di museum Konferensi Asia
Afrika. Saya saat itu kedapatan bagian
menjelaskan di ruangan konferensi. Ini merupakan moment pertama saya guiding.
Karena ini moment pertama saya, jadi saya sangat merasa khawatir takut kalau
yang saya sampaikan akan salah dan grogi harus berbicara di depan banyak orang.
Saya menjelaskan apa fungsi balkon diatas ruangan konferensi, dan banyak lagi.
I think it was fun, dan menjadi pengalaman saya yang tak kan terlupakan karena
saya tahu bicara di depan banyak orang itu sangatlah tidak mudah jika belum
terbiasa. Saat H-1 sebelum hari H city tour, saya banyak mem-browsing hal-hal
tentang materi yang saya akan jelaskan. Namun sulit sekali mendapatkan materi
tentang apa kegunaan balkon di ruang konferensi. Saat saya melihat
gambar-gambar di google pada saat konferensi berlangsung, saya melihat banyak
para petugas pers berdiri di balkon dengan segala peralatannya untuk
mengabadikan kegiatan pers tersebut. Disini saya menyimpulkan bahwa balkon ini
pernah digunakan para petugas pers atau surat kabar atau stasiun tv untuk
meliput. Oh ya, sebelum sampai di Bandung, saya dan kawan-kawan yang lain pun
sempat beristirahat sebentar di Masjid Attawun di puncak, Bogor. Disana saya
dan teman-teman berfoto bersama dan sekedar melepas penat. Selama perjalanan
dari Puncak ke Bandung bis kami tidak menempuh memalui jalan tol, melainkan
melalui jalan biasa.
saat sedang city tour |
Time by time tiba saatnya saya memasuki semester dua. Dimana
di semester ini diadakan pemadatan kelas, jadi kuliah di semester ini hanya dua
bulan karena setiap mahasiswa semester 2 diwajibkan untuk praktek kerja
lapangan (PKL). Pada saat masa pencarian tempat PKL, pada awalnnya saya melamar
di The Jungle, yaitu sebuah wahana bermain air atau berenang yang terdapat di
Bogor. Tapi saya tak kunjung mendapatkan kabar dari pihak The jungle bahwa saya
diterima atau tidak. Akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar PKL di Museum
Kesejarahan Jakarta atau Museum Fatahilah. Di museum itu, sudah terdapat anak
UNJ juga yang PKL dari kelas sebelah yaitu Afrizal, Tb, dan Kivlan. Saya pun
bersama tiga teman saya masuk untuk mendaftar PKL di sini, dan jumlah anak PKL
dari UNJ di museum Fatahilah menjadi 7 orang yaitu saya, Indri, Selvi, Nur, Tb,
Afrizal,dan Kivlan. Di Museum ini juga bukan hanya kami ber-tujuh saya yang
PKL, tetapi ada pula anak-anak SMK yang PKL juga yaitu berasal dari SMK Sahid, SMK
theresia dan SMK 27.
saya dan teman-teman di depan Museum |
saya dan teman-teman di halaman belakang museum |
Pada awal-awal PKL yaitu pada tanggal 15 April, saya masih
nampak bingung dan tidak percaya bahwa akan meng guide di museum sebesar itu.
Bangunan bes
ar yang terdiri dua lantai cukup membuat saya tersipu. Pada hari
pertama saya PKL, saya langsung di
pertemukan oleh pihak pramuwisata museum. Mereka memberikan bimbingan selama
kami PKL dimuseum Fatahilah. Mereka mengajarkan saya banyak hal tentang teknik
guiding. Saya dua hingga tiga kali mengikuti para pramuwisata membawa rombongan
agar saya lebih bisa menguasi materi, dan saya pun di berikan beberapa lembar
fotokopian tentang cerita-cerita dari setiap benda yang ada di museum yang
harus saya pelajari untuk modal saya meng-guide. saya saat sedang meng-guide di depan lukisan karya Bapak S.Sujoyono |
saya dan teman-teman UNJ yang PKL di Fatahillah dan foto ini diambil di belakang museum pada malam hari |
Setelah seminggu kemudian, saya di tuntut untuk bisa membawa
rombongan. Dan rombongan pertama saya adalah anak-anak SMA. Anak SMA yang saya
bawa itu jurusan IPA, jadi mereka tidak iseng. Dan pada awal perkenalan, saya
memberitahu bahwa saya adalah anak PKL jadi jika ada salah-salah mohon
dimaklumi. Saya sangat grogi pada saat itu, tubuh saya terasa kaku dan keringat
dingin bercucuran. Saat meng-guide di wajibkan menggunakan mic, it means suara
saya menjadi besar dan bisa di dengar oleh pengunjung lain. Ini benar-benar
memalukan jika ada penyampaian saya yang salah. Saat itu saya ditemani oleh
teman-teman saya dan anak-anak SMK lainnya karena saya belum menguasai semua
benda pajangan di museum. Jadi saat saya lupa-lupa sedikit, saya langsung
melirik mereka (teman-teman) dan mereka pun langsung memberi tahu saya secara
bisik-bisik. Saya pun terasa seperti robot setiap berjalan menyusuri ruangan.
Sampai salah satu dari rombongan yang saya bawa berkata “kak jangan grogi kak,
santai aja”. Oh my God its really embrassing me. Dan saya ingat waktu itu saya
menjelaskan kepada mereka kalau penjara laki-laki itu memuat 100 orang. Dan
saat saya sudah selesai membawa mereka berkeliling, saya baru berfikir bahwa
penjara itu tidak akan muat jika di masuki oleh orang sebanyak itu. Saya sampai
cekikikan sendiri saat mengingat akan hal itu karena jika beneran itu terjadi,
penjara itu akan penuh sesak seperti ikan pepes atau bahkan overload sampai pintu
penjaranya jebol.
Setelah itu keesokan harinya saya membawa rombongan
anak-anak SMP dari luar kota yaitu Indramayu. Saya menggiring mereka mengitari
museum dan menjelaskan secara detail, mereka pun mendengarkan penjelasan saya
secara seksama. Dan hari-hari sesudah itu saya menjadi sering membawa rombongan
dan selama dua bulan PKL itu saya sudah hampir 10-an lebih membawa rombongan. Sedikit
memang, dikarenakan saat sebulan terakhir saya menjalani masa PKL itu
bertepatan dengan bulan ramadhan sehingga jarang sekali ada rombongan yang
datang ke museum.
Di museum, ada beberapa benda koleksi yang memiliki cerita anekdot
atau cerita lucu. Menurut saya ada tiga benda koleksi yang mempunyai sisi
kelucuan tersendiri. Yaitu yang pertama adalah lukisan karna Bapak S.Sujoyono
yang terdiri atas tiga bagian kisah. Salah satu kisahnya yaitu pada gambar di
bagian tengah yang menggambarkan peperangan antara masyarakat pribumi dan
bangsa koloni. Saat terjadi peperangan, bangsa koloni kehabisan amunisi dan
mengganti amunisi nya dengan kotoran manusia. Saat di tembaki, para masyarakat
pribumi lari kocar-kacir. Mereka berlarian bukan karena takut, melainkan
menganggap kotoran tersebut itu najis karena mayoritas mereka memeluk agama
muslim. Saat berlarian itu mereka berkata “membet tai”, “bau tai” “batavia bau
tai” sehingga menurut masyarakat setempat beranggapan bahwa betawi berasal dari
kata batavia bau tai. Benda yang kedua adalah patung Hermes. Patung ini
terletak di taman belakang museum. Hermes menurut kepercayaan bangsa Yunani
adalah anak dari dewa Zeus. Hermes dilambangkan sebagai dewa pesan, yang
memiliki sayap dikepala dan kakinya dan ia berdiri disebuah bola besar yang
disimbolkan sebagai dunia. Konon, Hermes ini adalah dewa yang dapat berlari
dengan sangat kencang. Yang membuat patung ini unik adalah dia tidak mengenakan
baju sama sekali. Konon katanya, bajunya terlepas saat dia sedang berlari
kencang. Dan benda koleksi museum yang ketiga adalah meriam si jagur. Meriam si
jagur memiliki simbol tangan yang dianggap oleh masyarakat kita sebagai lambang
yang jorok. Meriam ini memiliki simbol seperti ini karena pada zaman dahulu
digunakan oleh para suami istri yang belum mempunyai keturunan dan konon
katanya setelah pasangan tersebut memegang meriam ini maka langsung memiliki
momongan.
kami di depan patung Hermes |
Ada juga koleksi museum yang memiliki sisi mistis, yaitu
pedang keadilan. Pedang ini pada saat masa pemerintahan VOC yang di pimpin oleh
Petrus Albertus yang saat itu adalah gubernur VOC yang terakhir untuk memenggal
500 kepala orang Tiongkok pada saat itu yang dianggap mengancam orang-orang
kolonial. Ada juga ruangan penjara yang terdapat bola-bola untuk merantai para
tahanan pada saat itu yang konon menurut orang-orang ahli supranatural, jika
kita memegang atau menyentuh bola itu para arwah penunggu penjara tersebut akan
tidak suka. Dan sebenarnya masih banyak lagi sisi mistis dari museum ini.
Dalam setiap segala kegiatan yang kita lakukan pasti selalu
ada suka dan duka nya begitupun saat saya melakukan PKL di museum ini. Suka nya
saya selama PKL disini adalah saya dapat setiap hari bertemu dengan banyak
orang dari berbagai macam negara. Mulai dari Amerika, Eropa, dll sehingga saya
dapat melihat berbagai macam jenis orang. Di museum ini juga sering kedatangan
para fotografer terkenal bahkan para artis yang hendak hunting foto di kota
tua, saya juga dapat menambah banyak kenalan yaitu dengan teman-teman PKL saya
yang berjumlah 17 orang-an. Tapi dari
semua itu, yang paling sangat menjadi berkesan adalah saya dapat membagikan
ilmu kepada anak-anak sekoklah tentang hebatnya museum ini. Saya dapat
berinteraktif dengan mereka dan saya dapat merasakan rasanya menjadi guru saat
menjelaskan. Saya disini dapat sambil belajar tentang bagaimana menghadapi
type-type anak dan cara menghadapinya selama saya membawa rombongan sekolah. Kebetulan
waktu itu saya pernah merasakan bagaimana rasa nya membawa rombogan yang pasive
dan yang aktif. Rombongan yang aktif sangat berinteraktif sekali dengan saya. Rombongan
yang aktif ini membuat saya menjadi nyaman membawa mereka keliling dengan
sesekali diselingi dengan guyonan yang muncul dai mulut saya dan membuat mereka
tertawa. Sedaangkan rombongan yang pasive, saya harus benar-benar menjelaskan
secara detail kepada mereka karena saat saya mencoba mengadakan tebak-tebakan
atau bertanya sedikit kepada mereka untuk berinteraksi, mereka pasti tidak bisa
menjawab dan terkadang saat saya sedang melucu mereka tidak ada yang tertawa. Dan
yang lebih dari itu semua saya menjadi bisa lebih agak sedikit berani berbicara
di depan banyak orang karena sudah beberapa kali membawa rombongan.
Jika ada suka, pasti terselip juga sebuah duka. Walaupun banyak suka selama saya menjalankan
PKL di museum ini, duka pun pasti ada. Duka yang saya alami adalah saya harus
selalu bangun pagi-pagi sekali dan harus menempuh perjalanan dengan kereta. Setiap
pagi kereta pasti selalu penuh sesak dan kadang saya benar-benar sampai tidak
bisa bergerak, sebenarnya bukan terkadang tapi memang selalu. Persaingan untuk
memasuki gerbong kereta memang cukup ketat apalagi jika saya memasuki gerbong
yang khusus wanita karena saya harus melawan para ibu-ibu yang mempunyai tenaga
yang lebih besar dari saya. Seetelah kereta, duka saya PKL disana adalah saat
bulan ramadhan saya harus menjalankan ibadah puasa denga cuaca panas di kota
tua. Tapi lebih banyak suka yang saya alami disana ditambah para pihak museum
yang sangat seru can care pada para anak PKL dan yang sering mengadakan banyak
acara.
Mungkin memang baru dua kali saya menjalani kegiatan guiding
yaitu di Museum Konferensi Asia-Afrika dan Museum Fatahilah tapi ini
benar-benar menjadi sebuah awalan saya untuk lebih memperdalam lagi dunia
guiding ini.
Akhir kata, Assalamualaikum wr,wb. Mohon maaf bisa banyak
terdapat kekurangan.
No comments:
Post a Comment