Thursday, October 8, 2015

Tugas-1 Suka Duka Menjadi Pemandu Wisata

Gagal Menjadi Arsitek, Pariwisata-pun Jadi
( Pengalaman menjadi tour guide saat City Tour Bandung )

     Mengawali tulisan ini alangkah baiknya apabila saya terlebih dahulu memperkenalkan diri, memperkenalkan diri dengan cara yang berbeda, Nama saya Muhamad Adi Nugraha, saya biasa dipanggil Adi sedangkan Kakek dan Nenek saya dulu biasa memanggil saya dengan sebutan " Cep Adi " yang artinya " Nak Adi ". Tapi kadang ada panggilan lain dan panggilan ini hanya keluar dari mulut Ibu saya, yaitu Nugraha ! kenapa ? karena berarti itu tandanya Ibu saya sedang marah dan kesal karena saya selalu pura-pura tidak mendengarnya, maafkan anakmu ini yaa bu ....

Laki-laki pecinta seni dan keindahan "baginya wanita adalah sumber inspirasi"

     Saya lahir dan dibesarkan di Purwakarta, 06 April 1995. Saya merupakan anak ke-7 dari 8 bersaudara terdiri dari 5 perempuan dan 3 laki-laki (termasuk saya) dan faktanya cuma saya saja satu-satunya di keluarga yang mendapatkan panggilan lain ketika Ibu saya sedang kesal atau marah, setiap kali Ibu saya memanggil saya dengan nama Nugraha maka mau dalam situasi dan kondisi apapun saya akan dengan reflek merespon panggilan wanita yang paling saya cintai ini dan itu menurut saya adalah salah satu kehebatan yang beliau miliki sebagai seorang Ibu bisa mengetahui apa yang menjadi sumber kelemahan anaknya. maklum, saya ini merupakan anak paling nakal di keluarga, anak yang paling keras kepala dan bisa dibilang saya ini seorang pemberontak mania di keluarga jadi tidak heran kalau seandainya saya mendapatkan dua panggilan berbeda dari Ibu saya, yaitu Adi (untuk panggilan dalam situasi biasa) dan Nugraha ! (untuk panggilan dalam situasi darurat), jangan bayangkan seperti apa Ibu saya marah, yang pasti jauh lebih bawel dari Bella Rista dan suaranya jauh lebih nyaring dari Anindita (cie asik yang namanya disebut). tapi keuntungannya, saya jadi terbiasa dengan omelan dan kebawelan Ibu dan kakak-kakak perempuan saya tapi sedikit terbiasa dengan tonjokan kakak laki-laki saya (Laki-laki selalu punya cara sendiri).
     Sumber inspirasi terbesar saya di keluarga adalah Ayah saya sendiri, beliau adalah Ayah terhebat yang saya miliki dan sebagian dari diri saya terinspirasi beliau dalam hal cinta terhadap seni dan keindahan alam. Sejak kecil Ayah saya selalu memperkenalkan saya terhadap seni, baik musik dan menggambar juga selalu mengingatkan saya tentang betapa penting cinta terhadap lingkungan dan khususnya keindahan alam Indonesia, bahkan setiap tahun beliau selalu mengajak saya untuk camping dan kalau sedang ada waktu senggang beliau sering mengajak saya untuk memancing. Jiwa petualang beliau yang kini ada pada diri saya begitu besar, hampir dalam hal apapun saya mirip dengan Ayah saya dan itu yang selalu keluar dari mulut Ibu saya (mungkin karena saking cintanya). Ibu saya asli dari Purwakarta dan Ayah saya asli dari Bandung. Oya Ibu saya selalu bilang “kenapa kok Ayah mau yaa sama Ibu ? kan mojang Bandung cantik-cantik ?” dan Ayah selalu bilang “Kalau dapetin mojang Bandung itu udah biasa, yg ngga biasa itu dapetin mojang Purwakarta”. Setelah itu saya tepuk jidat sendiri (ternyata orangtua juga manusia, sama-sama punya sisi alay dalam dirinya), dan pada saat itu karena saya lagi jomblo, jadi rasanya pengen bilang waktu itu juga, mana cewek saya ? mana !!! #orangtua yg tidak berperipercintaan.
     Ok lanjut, awalnya saya memang tidak berpikir untuk bisa melanjutkan pendidikan di jurusan Pariwisata, bahkan dalam pilihan masuk ke perguruan tinggi pun setelah itu saya menjadikan jurusan pariwisata  sebagai pilihan terakhir saya. Setelah lulus SMA saya sempat menunda 1 tahun untuk mengikuti les persiapan masuk perguruan tinggi negeri, selama tahun 2013 itu setelah saya lulus SMA, saya banyak mengikuti tes-tes masuk perguruan tinggi negeri yang menjadi pilihan saya, diantaranya yang menjadi perguruan tinggi negeri favorit saya dan menjadi cita-cita saya sejak lama yaitu ITB (Institut Teknologi Bandung). Tes tahun pertama itu saya memilih jurusan Arsitektur sebagai pilihan pertama dan untuk pilihan keduanya saya mengambil jurusan Desain Interior. Selain itu masih banyak Universitas-universitas negeri lainnya yang saya pilih yaitu UPI, Unpad, Unnes, Unsoed, UNY, UI, UGM, Udayana, IPB dan bahkan UNJ menjadi pilihan paling akhir saya untuk melanjutkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi (pokoknya yang penting masuk negeri) pikir saya waktu itu.
     Di tahun pertama setelah saya lulus SMA itu tidak ada satupun universitas negeri yang mau menerima saya bahkan uniknya sudah hampir 3 kali saya mengikuti tes masuk universitas di SMA Labschool, Rawamangun (ternyata jodoh ngga jauh-jauh dari lingkungan yg pernah kita singgahi). Kalau saja sejak awal saya tahu bahwa UNJ adalah universitas negeri yang mau menerima saya apa adanya mungkin sudah sejak awal saya memilih UNJ. Di Tahun kedua-pun pada 2014 saya masih mencoba universitas yang sama yaitu ITB sebagai pilihan awal, kembali memilih jurusan yang sama seperti yang saya ambil di tahun 2013, namun lagi-lagi saya tidak diterima. Sudah hampir putus asa dengan apa yang sudah saya perjuangkan untung lah masih ada keluarga yang selalu mendukung disaat saya sedang terpuruk yaitu Ibu dan Ayah saya, terutama Ayah. Beliau bilang, dulu kalau Ayah sudah hampir nyerah mencapai sesuatu maka yang Ayah lakukan pada dirinya sendiri adalah “Bukan Ayah namanya kalau Ayah nyerah” dan itu kemudian kata-kata yang membuat saya kembali semangat. “Bukan Adi namanya kalau saya nyerah !”. Akhirnya pilihan terakhir di tahun kedua sekaligus tes masuk peguruan tinggi terakhir yang saya ikuti adalah Ujian Mandiri UNJ (Penmaba UNJ), ujian yang konon katanya kalau masuk bayarannya mahal di setiap universitas dan ternyata memang benar, tapi tidak ada yang pernah sia-sia kalau menyangkut soal menuntut ilmu walaupun memang balik lagi tergantung sama siapa dan sebesar apa kesungguhannya dalam belajar. Saat tes ujian masuk mandiri UNJ saya memilih Teknik Bangunan (karena masih ada hubungannya dengan Arsitek) dan pilihan kedua Pariwisata (Saya akhirnya memilih Pariwisata karena 2 hal. Pertama, saya suka jalan-jalan dan kedua saya mau jadi pengusaha, kan lapaknya jauh lebih banyak tuh kalau di dunia Pariwisata, katanya sih gitu tapi ternyata bener juga).
     Setelah menanti pengumuman selama hampir 2 bulan (kalau saya ngga salah) akhirnya masa-masa paling menderita buat saya datang juga, pengumuman itu udah kaya malaikat pencabut nyawa yang siap bawa nyawa tanpa ada lagi kata toleransi dan kompromi berkehidupan. Saat pengumuman Ujian Mandiri UNJ itu saya lagi asik-asiknya nonton Timnas Indonesia U-19 yang lagi jaya-jayanya diagung-agungkan masyarakat Indonesia khususnya para pecinta sepakbola, bahkan saya lebih asik menonton pertandingan sepakbola di TV daripada harus liat hasil pengumumannya (lebih nyesek dari patah hati kalau ternyata hasilnya gagal lagi), akhirnya yang buka pengumuman di website adalah kakak ipar saya dan hasilnya eng-ing-eng ! Saya dinyatakan lulus di Universitas Negeri Jakarta untuk jurusan pilihan kedua “ D3 Usaha Jasa Pariwisata ” (nah kalau yang ini rasanya kaya diterima cewek paling cantik di sekolah). Kampus negeri yang konon katanya ngehits di Jakarta ini akhirnya yang jadi jodoh gue, eh saya maksudnya (maklum biasa ngepost di blog sendiri), asli bukan maksud buat sombong tapi sekiranya saya sombong, biarkan Allah SWT saja yang membalas kesombongan saya. Pembaca yang budiman dan baik hati serta rajin menabung, serta tidak lupa juga pembaca yang dirahmati Allah, mohon untuk tidak terlalu serius membaca tulisan saya ini, saya hanya berusaha untuk bercerita tanpa menyinggung sedikit pun para pembaca yang budiman. Ambil yang baik-baik dari tulisan ini dan buang jauh-jauh keburukan yang saya miliki. Peace cuy !
     Baiklah, sudah cukup saya berbasa-basi lagian memang ngga penting juga (maklumin itung-itung buat banyakin tulisan biar sesuai ketentuan minimal 10.000 karakter). Oh iya hampir lupa, sebelumnya saya mau mengucapkan terimakasih khususnya kepada dosen mata kuliah Pemandu Wisata, Bapak Shobirienur Rasyid yang sudah memberikan tugas ini sebagai kesempatan bagi kami mahasiswa untuk berlatih meningkatkan kemampuan menulisnya (maafkan saya Pak, saya menulis tugas ini dengan cara yang sangat menyimpang), tidak lupa juga kepada teman-teman satu angkatan 2014 yang saya sangat cintai dan banggakan, atas nama Prodi D3 Usaha Jasa Pariwisata saya ucapkan " Peace, Love, Respect & Unity ".

(Gambar 1: Foto Bareng Angkatan 2013 & 2014)

     Saya ingin menceritakan pengalaman saya saat menjadi seorang tour guide dalam acara City Tour Bandung untuk angkatan UJP 2013 & 2014 (kali ini saya mulai serius). City Tour ini diselenggarakan sekitar awal bulan Desember 2014. Pada kesempatan ini setiap mahasiswa diberikan tugas untuk menjadi guide setelah ditentukan bagiannya masing-masing sementara untuk senior angkatan 2013 pengaturannya diacak jadi untuk pembagian tugasnya tidak ditentukan sejak awal dibuatnya acara city tour (sebenarnya ngga harus dijelasin juga karena toh pembacanya dari satu angkatan yang juga sama-sama ikut City Tour, tapi anggaplah tidak tahu dan seolah-olah cerita ini baru kalian tahu setelah baca tulisan ini). Acara city tour Bandung berangkat dari kampus A UNJ sekitar pukul 06:00 WIB (jam ini menurut ekspektasi awal) sementara untuk versi nyatanya sekitar pukul 7 lebih (tolong dikoreksi kalau saya salah). Rombongan terbagi menjadi 2 kelompok yaitu untuk Bus A dan B, untuk Bus A ini tujuannya adalah mengunjungi Gedung Museum Geologi sedangkan untuk Bus B mengunjungi Museum KAA (Gedung Merdeka) dan kebetulan saya masuk dalam rombongan Bus B. Rute perjalanan yang ditempuh adalah arah Bogor-Cianjur-Padalarang-Bandung. Selama perjalanan setiap mahasiswa menunjukan kebolehannya dalam berbicara di depan teman-temannya yang lain tanpa terkecuali saya. Menjadi tour guide dalam tour ini menjadi pengalaman pertama yang saya rasakan khususnya untuk angkatan 2014, rasanya itu deg-degan kaya pertama kali pacaran dan bawaannya sensitif banget kaya pantat bayi karena takut salah, walaupun menjadi pengalaman pertama tapi ternyata menjadi seorang tour guide cukup menyenangkan dan tidak terlalu menyeramkan seperti yang dibayangkan di awal. Seorang tour guide memiliki makna yang lebih dari sekedar penyampai informasi, seorang tour guide itu juga harus menjadi seorang penyampai emosional yang baik ketika sedang memandu rombongan tour, seorang tour guide adalah seseorang yang mampu menyairkan suasana saat tour berlangsung, pokoknya udah ngga ada lagi tuh yang namanya canggung-canggungan.

(Gambar 2: Suasana sebelum Keberangkatan)

     Waktu itu saya kebagian tugas menjadi tour guide di Museum KAA (Gedung Merdeka) dan diharuskan untuk menjelaskan bagaimana latar belakang diadakannya Konferensi Asia-Afrika terutama yang menyangkut dengan 5 tokoh penting yang berperan dalam terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika, diantaranya yaitu Ali Sastroamidjoyo (Indonesia), Mohammad Ali Bogra (Pakistan), Jawaharlal Nehru (India), Sir Jhon Kotelawala (Srilanka), dan U Nu (Myanmar, dahulu Burma), Waktu kesempatan awal menjadi guide itu tidak ada gambaran sama sekali bagaimana cara menjadi seorang guide yang baik karena seketika semua blank gitu aja, mungkin karena gugup dan tidak tahu harus memulai pembicaraan darimana, maka otomatis saya tidak maksimal dalam menyampaikan informasi yang sudah saya persiapkan jauh-jauh hari (karena waktu itu saya lupa untuk membawa catatan kecil), tapi dari situ saya jadi banyak belajar bagaimanapun saya membutuhkan point-point penting yang harus saya bawa jika sewaktu-waktu saya lupa dan disatu sisi saya harus belajar lebih baik dalam menyampaikan materi terutama yang menyangkut dengan fakta-fakta penting sejarah yang menjadi bagian vital bagi seorang guide ketika sedang menjelaskan suatu sejarah tertentu.

(Gambar 3: Di depan podium berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika)

     Disatu sisi yang lain saya juga menilai bahwa seorang tour guide memiliki tantangan tersendiri yang harus ditaklukan bagaimana cara mengkombinasikan antara pengetahuan umum dengan cara penyampaian yang baik apalagi mampu mencairkan suasana sehingga tidak terkesan kaku dan membosankan untuk para pendengarnya. Walaupun saya kurang maksimal dalam melakukan kesempatan pertama menjadi seorang tour guide ini tapi saya yakin dan percaya suatu saat nanti kegiatan menjadi seorang tour guide akan menjadi kegiatan yang paling menyenangkan dilakukan apabila pertama, saya menguasai pengetahuan umum yang menyangkut dengan hal yang saya jelaskan dan kedua, ketika saya sudah sering terbiasa berbicara di depan banyak orang. Ada istilah yang mengatakan bisa karena terbiasa. Intinya sih hanya soal masalah waktu, usaha dan pengalaman yang didapat sehingga kegiatan guide-meng-guide ini menjadi sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan. Disatu sisi saya juga sebenarnya berharap bahwa seorang tour guide memiliki pengaturan pembayaran yang baku khususnya dalam kegiatan Pariwisata di Indonesia karena dari apa yang sudah saya dapatkan ketika melakukan perjalanan Jawa-Bali, tepatnya di objek wisata Lawang Sewu, Semarang. Beberapa tour guide disana masih mendapatkan pendapatan yang minim apalagi setelah walikota baru semarang menentukan tarif baru untuk pembayaran tour guide di kota tersebut.

     Waktu itu saya sempat menggunakan jasa Pak ..... (saya lupa lagi namanya siapa) sebut saja beliau dengan nama Pak Suswanto, beliau berusia sekitar 30-35 tahun memiliki 2 orang anak dan 1 orang istri yang harus beliau nafkahi sementara untuk satu bayaran meng-guide tersebut beliau hanya dibayar sekitar 20-30 ribu saja, belum lagi jumlah tour guide di objek wisata Lawang Sewu yang ada hampir sekitar 20 orang lebih yang belum tentu setiap pengunjung yang hadir ke tempat itu mau menggunakan jasa tour guide tersebut. Tentunya ini menjadi keluhan bagi Pak Suswanto bagaimana profesi seorang tour guide belum memiliki nilai gengsi yang tinggi apalagi menyangkut dalam kegiatan Pariwisata di Indonesia khususnya, padahal kita tahu bahwa seorang tour guide merupakan salah satu ujung tombak bagi berlangsungnya kegiatan pariwisata yang tentunya harus mulai diperhatikan sehingga nantinya profesi ini memiliki nilai gengsi yang jauh lebih tinggi di mata masyarakat secara umum, bagaiamana caranya ? mungkin dengan pembinaan sumber daya manusianya melalui lembaga pendidikan yang menyangkut dengan kepariwisataan itu sendiri terutama kita sebagai mahasiswa yang memiliki fokus study di bidang Pariwisata yang nantinya bisa membawa profesi tour guide tersebut menjadi profesi yang bisa diperhitungkan lebih dari apa yang ada saat ini.
(Gambar 4: Foto bersama salah seorang tour guide di Lawang Sewu)

     Mungkin itu yang bisa saya sampaikan melalui tulisan ini, sekali lagi tolong hanya ambil yang baik-baiknya saja dari tulisan ini karena keburukan hanya ada pada diri saya sendiri tapi semoga pengalaman yang coba saya bagi bisa bermanfaat bagi teman-teman yang membaca dan bagi yang tidak membaca berarti sesat, kenapa sesat ? karena kalian tidak membaca kesesatan yang saya lakukan karena kesesatan yang saya lakukan jadi tidak menjadi pembelajaran untuk kalian (ngerti ngga maksudnya ? kalau gitu baca aja berulang-ulang biar ngerti). Sekali lagi mohon maaf atas kefakiran saya dalam bercerita karena saya sendiri bingung harus bercerita seperti apa dikarenakan pengalaman saya menjadi seorang tour guide yang baru satu kali (beruntunglah kalian yang sudah menjadi guide berkali-kali, sering-sering mengucap syukur dan mendoakan temanmu yang baru satu kali nge-guide ini). Penulis berdoa semoga yang baca tulisan ini, bagi cowok (tambah ganteng) dan bagi cewek (tambah cantik) amin yaa rabbal alamin. Wabillahitaufik walhidayah wassalamualaikum wr.wb

Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Asia%E2%80%93Afrika

Nama: Muhamad Adi Nugraha
NIM: 4423143966
m_adi.nugerah@yahoo.co.id
UJP 2014 Kelas B

No comments:

Post a Comment